Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN

LABORATARIUM ELEKTRONIKA & RANGAKAIAN LISTRIK

DISUSUN OLEH :
Nama : Adam Leonardo
Nim : 20171025041

PROGAM STUDI TEKNIK ELEKTRO P2T


FAKULTAS TEKNOLOGI & INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI BUDI UTOMO
PERCOBAAN I

KARAKTERISTIK DIODA, PENYEARAH, DAN FILTER

I. PERALATAN
o Kit Praktikum Karakteristik Dioda, Penyearah dan Filter
o Osiloskop
o Generator Sinyal
o Tahanan Geser
o Multimeter
o Kabel penghubung

II. TUJUAN
Memahami karakteristik diode biasa dan diode zener dan penggunaan diode-dioda
tersebut. Mempelajari bermacam-macam rangkaian penapis atau filter yang biasa
digunakan pada sumber tegangan DC.

III. PENDAHULUAN

TEORI
Salah satu kegunaan dioda adalah untuk penyearah, yaitu mengubah tegangan AC
( bolak-balik ) menjadi tegangan DC ( searah ). Bahasan mengenai penyearahan
dapat dijumpai secara umum di semua buku teks elektronika dasar. Untuk
gelombang penuh dengan filter C dianjurkan untuk membaca buku karangan
Millman dan Halkias, ntegrated Electronics.Menurut buku tersebut, persamaan
penyearahan tegangan DC yang dihasilkan oleh rangkaian penyearah dioda adalah
𝐼𝑑𝑐 1
𝑉𝑑𝑐 = 𝑉𝑚 − � � 𝑑𝑎𝑛 𝑅𝑜 =
4𝑓. 𝐶 4𝑓. 𝐶

di mana Vm adalah tegangan puncak (maksimum) AC (volt), f adalah frekuensi


dari sinyal AC (Hz), dan C adalah besar kapasitor yang terpasang dan dan
berfungsi sebagai filter di keluaran penyearah (F, farad).
Proses penyearahan menghasilkan tegangan DC yang masih mengandung riak
atau ripel (ripple), yaitu tegangan AC yang masih menumpang di atas sinyal DC.
Sebuah sumber tegangan DC ideal memiliki resistnsi keluaran Ro = 0. Dari
persamaan di atas, kondisi ini dapat didekati dengan nilai C sebesar mungkin.
Dengan C besar diharapkan mendekati kondisi sumber tegangan DC ideal : Ro
mendekati 0, menekan tegangan ripel serendah mungkin (filter), dan berfungsi
sebagai regulator (penstabil) tegangan DC yang keluar.
Dalam percobaan ini kita akan mencari nilai resistansi keluaran sebuah sumber
tegangan DC (Ro), membandingkan beberapa Ro untuk berbagai jenis filter, dan
melihat pengaruh pembebanan pada besar tegangan ripel.

KARAKTERISTIK DIODA
Dalam percobaan ini akan kita amati karakteristik I-V dari tiga jenis diode yaitu
Dioda Ge, diode Si, dan diode Zener. Kedua dioda pertama adalah diode umum
yang berbeda berdasarkan bahannya (germanium dan silicon). Dioda ke tiga
adalah diode silicon yang dibuat khusus, yaitu sebagai penstabil tegangan DC.
Dengan menggunakan rangkaian kit praktikum yang tersedia, amati dan pahami :
tegangan nyala dioda (cut-in) dan tegangan rusak (breakdown). Dari kurva
karakteristik yang diperoleh, dapat kita hitung juga besar resistansi dinamis diode
pada suatu titik kerja di kurva. Terakhir adalah mempelajari penggunaan diode
berdasarkan karakteristik tersebut.

PENYEARAH
Dalam percobaan ini akan diamati 3 jenis penyearah yaitu penyearah gelombang
setengah (half-wave), penyearah gelombang penuh (full wave) dengan
menggunakan transformator ber-center tap (CT) dan penyearah gelombang penuh
menggunakan transformator tanpa CT (dengan rangkaian jembatan).
Mengunakan kit praktikum yang tersedia kita akan dapat memahami :
1. Perbedaan penyearahan gelombang setengah dan gelombang penuh.
2. Pengaruh tegangan nyala atau cut-in serta bentuk karakteristik diode pada
keluaran.
3. Pengaruh beban untuk masing-masing jenis

penyearah. FILTER

Dalam percobaan ini hanya akan kita amati beberapa jenis filter, yaitu filter C,
filter R-C, dan filter kombinasi C-R-C.

IV. TUGAS PENDAHULUAN


1. Turunkan persamaan penyearahan di atas.
2. Carilah besar Ro untuk filter C = 1000 μF dan frekuensi input 50 Hz
(penyearah jembatan).
3. Terangkan bagaimana cara memperoleh Ro?
4. Carilah apa keuntungan dari penambahan komponen L (filter LC dan filter
CLC) dibandingkan filter C, RC dan CRC?

Catatan :
Jawaban tugas ini sebagian besar diperoleh setelah mempelajari bab Penyearahan
dari buku Millman dan Halkis, Integrated Electronics
V. PERCOBAAN

V.1. KARAKTERISTIK DIODA

1. Buatlah rangkaian sebagai berikut :

R Y

D X

Gambar-1
Pengukuran karakteristik dioda

2. Hubungkanterminal X dan Y ke kanal osiloskop.

3. Dengan mengubah-ubah besar tegangan masukan yang berasal dari sinyal


generator amati dan catat tegangan cut-in, tegangan breakdown dan
bentuk karakteristik dioda.

4. Ulangi untuk beberapa jenis diode lainnya.

V.2. PENYEARAH DAN FILTER

220V/50Hz C RLVo

Gambar-2
Penyearah setengah-gelombang (half wave)

1. Buatlah rangkaian penyearah setengah gelombang.


Pada kit, hubung CT ( center-tap ) trafo dengan C, pasang penghubung
J2, pasang beban berupa tahanan geser di F dan GND ( ground ).
Keluaran diambil dari F.
2. Amati secara kualitatif bentuk gelombang, frekuensi gelombang dan
pengaruh pemasanga C ( 2 buah, bergantian ) terhadap tegangan ripel.
3. Untuk satu C,ubahlah besarnya beban dan amati pengaruhnya pada
tegangan ripel. Lakukan dengan C lainnya.
4. Buatlah rangkaian penyearah gelombang penuh.
Kit : hubungkan C-D dengan penghubung, J1 dengan J2.

4xD
TR

220V/50Hz
C RL Vo

Gambar-3
Penyearah gelombang penuh (full wave)

5. Amati secara kualitatif bentuk dan frekuensi gelombangnya.


6. Pasanglah sebuah nilai C dan amati bentuk ripelnya dan amati pula
pengaruh pembebanan pada bentuk ripelnya.
7. Pengukuran Ro :
Lepaskan beban. Ukur dengan multimeter tegangan keluarannya.
Hubungkan kembali beban dan aturlah hingga diperoleh tegangan
keluaran rangkaian Ro = besar tahanan geser RL.
8. Gantilah filter dengan filter C-R-C dengan memasang penghubung yang
sesuai, beban tahanan dihubungkan ke G dan ground dan ulangi langkah
percobaan (5) - (7).
9. Ulangi (9) dengan filter C-L-C.
GAMBAR KIT PRAKTIKUM KARAKTERISTIK DIODA, PENYEARAH,
DAN FILTER

VI. SOLUSI TUGAS PENDAHULUAN

1. 𝑅𝑜 = 1
4𝑓.𝐶
2. 𝐶 = 1000𝜇𝐹 = 1000𝑥10−6 𝐹 𝑓 = 50𝐻𝑧
1
𝑅𝑜 1 = = = 5Ω
4.50.1000.10−6
4𝑓.
𝐶
3. Ro diperoleh dari filter nilai C yang digunakan, semakin besar nilai C semakin
kecil nilai Ro.
4. Tegangan Ripel dengan filter L C dan CLC lebil rendah dibandingkan dengan
filter RC dan CRC, sehingga tegangan regulasi lebih bagus dengan filter CLC.

VII. SOLUSI TUGAS DAN PERTANYAAN


1. Tegangan cut-in diode (volt) :
Ge : 0,3 Volt; Si : 0,7 Volt; Zener : 0,7 Volt
2. Tegangan break-down dioda ( Volt ) :
Ge : …..; Si:………; Zener : sesuai nilai yang tertera di diode zener, diode
zener 3V9 maka tegangan break-down-nya 3,9 Volt.
3. Perbedaan karakteristik dioda :
 Dioda Ge mempunyai tegangan cut-in 0,3 Volt, sedangkan diode
Si dan Zener mempunyai tegangan cut-in 0,7 Volt
 Tegangan break-down diode Ge dan Si tidak terbaca oleh osiloskop,
tetapi untuk tegangan break-down diode zener dibuat bervariasi sesuai
dengan nilai yang tertera pada diode zener tersebut.
4. Perbedaan penyearah gelombang penuh dengan dua diode dan dan penyearah
jembatan :
 Penyearah gelombang penuh dengan dua diode haruS menggunakan
transformator center tap (CT), sedangkan penyearah gelombang penuh
dengan empat diode tidak harus dengan trafo CT.
5. Resistansi keluaran Ro.
 Untuk C1 = 1000μF
𝑅𝑜 =
1 1
= 4.50.1000.10−6 = 5 𝛺
4𝑓.
 Untuk C2 = 2200μF
𝑅𝑜 =
1 1
= 4.50.2200.10−6 = 2,27 𝛺
4𝑓.
 Hubungan antara besar RL, besar tegangan ripel dan regulasi tegangan
adalah semakin besar nilai RL semakin kecil tegangan ripel maka
regulasi tegangan semakin bagus, sebaliknya semakin kecil nilai RL
semakin besar tegangan ripel semakin jelek regulasi tegangan.

VIII. HASIL PERCOBAAN DAN PENGAMATAN

1. Karakteristik Dioda

Jenis Dioda Tegangan Cut-in (volt) Tegangan (Breakdown)

Silicon 0,6 Tidak terbaca

Germanium 0,5 Tidak terbaca

Zener 0,6 Tidak terbaca


2. Penyearah ½ Gelombang

Capasitor Resistor RL Frekuensi Gambar Bentuk Gelombang


( μF ) (Ω) ( Hz )

C1 = 1000 100K 50
5mV/Div

C2 = 2200 100K 50
5mV/Div

C1 = 1000 1K 50

200mV/Div

C2 = 2200 1K 50
100mV/Div

3. Penyearah Gelombang Penuh

Capasitor Gambar Bentuk Gelombang Gambar Bentuk Gelombang


( μF ) ( Tanpa beban ) ( Berbeban )

C1 = 1000 Tidak terbaca


100mV/Div

C2 = 2200 Tidak terbaca


100mV/Div

CRC Tidak terbaca


20mV/Div
4. Pengukuran Ro

Tegangan tanpa beban Vo ½ Tegangan Vo Resistansi Ro


( Volt ) ( Volt ) (Ω)

15,6 8,21 7,8

IX. KESIMPULAN

 Dioda Ge mempunyai tegangan cut-in 0,3 Volt, sedangkan diode Si


dan Zener mempunyai tegangan cut-in 0,7 Volt
 Tegangan break-down diode Ge dan Si tidak terbaca oleh osiloskop,
tetapi untuk tegangan break-down diode zener dibuat bervariasi sesuai
dengan nilai yang tertera pada diode zener tersebut.
 Penyearah gelombang penuh menghasilkan tegangan yang lebih bagus
jika dibandingkan dengan penyearah ½ gelombang.
 Semakin besar nilai capasitor yang digunakan untuk filter penyearah
semakin kecil tegangan ripel yang dihasilkan dan semakin bagus
tegangan regulasi.
 Semakin besar nilai hambatan RL semakin kecil tegangan ripel yang
dihasilkan maka semakin bagus pula tegangan regulasi.
PERCOBAAN II

DASAR PENGUAT DAN PENGUATAN

I. PERALATAN

o Kit praktikum dasar penguatan


o Osiloskop
o Generator sinyal
o Sumber daya multimeter
o Kabel penghubung.

II. TUJUAN
Mencari impedansi masukan dan keluaran sebuah transistor bipolar dengan
konfigurasi CE ( Common Emitter ).
Menentukan penguatan tegangan suatu penguatan CE.

III. PENDAHULUAN

1. IMPEDANSI MASUKAN
Rangkaian penguat diperlihatkan di bawah ini. Impedansi masukan Z-in atau
R-in suatu penguat didefinisikan sebagai perbandingan antara tegangan sinyal
masukan terhadap arus masukannya.
𝑉𝑖𝑛
= 𝐼𝑖𝑛
𝑅𝑖𝑛
Ada dua cara untuk mengukur impedansi masukan, cara pertama adalah
dengan menghubungkan resistor Rx1 yang telah diketahui resistansinya.
Vcc

R1 RC
C2
Rx1 C1

AC
Vo Rx 2
R2 RE CE

Gambar 1
Rangkaian
Penguat
Tegangan jatuh di Rx1 dapat diukur. Arus Ix = Iin dapat kita peroleh dengan
menghitung melalui hokum Ohm. Tegangan sinyal masukan kita peroleh dari
pengukuran antara terminal B dengan C, dari hasil ini Rin dapat dihitung. Cara
kedua adalah dengan menghubungkan resistor variable Rx1 pada terminal A-
D. Resistor Rx1 diubah sampai tegangan antara terminal B-C setengah harga
Vs. Besar resistansi Rx1 dengan impedansi masukan yang dicari. Impedansi
masukan penguat CE ini dapat dinaikkan dengan menambahkan resistor
umpan balik ( degeneratif ) RE di kaki emitter transistor. Yang perlu
diperhatikan adalah penambahan kapasitor pelolos ( by pass ) CE yang
biasanya dipakaikan untuk menghilangkan efek degeneratif bagi sinyal bolak-
balik.

2. IMPEDANSI KELUARAN
Impedansi keluaran Zo suatu penguat dapat ditentukan dengan menambahkan
resistor variable Rx2. Tegangan keluaran Vo kemudian dapat diukur dalam
keadaan tanpa beban. Beban variable Rx2 kemudian dihubungkan dan diatur
hingga diperoleh tegangan keluaran sama dengan setengah nilai tegangan
tanpa beban tadi. Besar resistansi beban sekarang adalah sama dengan besar
impedansi keluaran Zo penguat yang dicari. Pada pengukuran impedansi
masukan dan keluaran ini harus diperhatikan agar bentuk sinyal tidak
mengalami distorsi atau cacat.

3. IMPEDANSI DAYA DAN TEGANGAN


Penguatan yang terjadi didefinisikan sebagai
:
𝑉𝑜𝑢𝑡
𝐴𝑣 = 𝑉𝑖𝑛
Dengan pengukuran-pengukuran yang sudah dilakukan, kita dapat mengukur
besarnya penguatan tegangan.
𝑉𝑜𝑢𝑡
𝐴𝑣 = 𝑉𝑖𝑛
Daya masukan dan keluaran dapat dihitung bila tegangan masukan, tegangan
keluaran, impedansi masukan, dan impedansi keluaran diketahui. Dengan
masukan nilai-nilai di atas, kita dapat peroleh besar penguatan daya penguat
CE tersebut, penguat daya biasanya dinyatakan dalam dB. P daya ( dB ) = 10
log ( pout, pin ).

4. FASA MASUKAN DAN KELUARAN


Dengan menggunakan osiloskop, perbedaan fasa antara sinyal masukan dan
keluaran dapat diamati.
IV. PERCOBAAN

1. MENCARI IMPEDANSI MASUKAN


a. Pasang J1, hubungkan RE = 4,7 Ω di emitter transistor, Vcc = 12 Volt dan
aturlah Vs = 100 mVpp ( puncak ke puncak atau peak to peak ). Jaga agar
Vs konstan selama melakukan percobaan.
b. Atur Rx1 sehingga diperoleh Vbc = 50 mVpp, kemudian ukur dan catat
harga Rx1.
c. RE diganti menjadi 47 Ω, ulangi langkah b di atas.
d. Dengan menggunakan kabel penghubung, hubungkan CE = 10 μF yang
diperoleh dengan RE = 47 Ω. Ulangi langkah yang sama di atas.

2. MENCARI IMPEDANSI KELUARAN


a. Masih dengan rangkaian percobaan ( d ) di atas. Resistor Rx 1 dihubung
singkatkan, Vcc = 12V, ukur dan catat tegangan Vo pada keadaan terbuka
( tanpa Rx2 ).
b. Hubungkan Rx2 pada keluaran sebagai beban. Sinyal masukan dijaga
konstan dengan memasang J2.
c. Atur Rx2 sehingga diperoleh Vo sama dengan separuh nilai tegangan tanpa
beban. Ukur dan catat harga Rx2.

3. MENCARI FAKTOR PENGUATAN


a. Rangkaian penguatan sama seperti pada gambar a, dengan Rx 1 dihubung
singkatkan, dan RE = 4,7 Ω.
b. Dengan menggunakan kabel penghubung, hubungkan kapasitor CE = 10μF
parallel dengan RE = 47 Ω. Ulangi prosedur percobaan ( b ) di atas.

V. HASIL PERCOBAAN DAN PENGAMATAN

1. IMPEDANSI MASUKAN

RE ( Ω ) CE ( μF ) Rx1 ( Ω ) Vcc ( Volt ) Vs ( mV-pp )

4,7 9,7 12 100

47 10,2 12 100

47 10 12,5 12 100
2. IMPEDANSI KELUARAN

RE ( Ω ) CE ( μF ) Vo ( open ) ½ Vo Rx2 ( Ω )

4,7 2,5 1,25 18,114K

47 3,8 1,9 0,561K

47 10 2,9 1,45 0,311K

3. FAKTOR PENGUATAN

RE ( Ω ) CE ( μF ) Vin ( Volt ) Vout ( Volt )

4,7 0,77 1,82

47 0,77 1,54

47 10 0,77 1,52

VI. TUGAS DAN PERTANYAAN


Gunakan tabel karakteristik transistor 2N2219
1. Dari hasil percobaan, hitung besar impedansi masukan dan keluaran untuk
harga RE = 4,7 Ω, RE = 47 Ω parallel dengan CE = 10 μF.
Jawab :
 Untuk RE = 4,7 Ω
Zin = Rin = RB // RE
RB = R1 // R2

𝑅𝐵 470000 𝑥 56000
= 470000 + 56000 = 50038 𝛺

𝑍𝑖𝑛 50038 𝑥 4,7


= 50038 + 4,7 = 4,699 𝛺

Zout = RC // RL

𝑍𝑜𝑢𝑡 1000 𝑥 18114


= 1000 + 18114 = 947,68 𝛺

 Untuk RE = 47 Ω
Zin = Rin = RB // RE
RB = R1 // R2
𝑅𝐵
470000 𝑥 56000
= 470000 + 56000 = 50038 𝛺

𝑍𝑖𝑛
50038 𝑥 47
= 50038 + 47 = 46,99 𝛺

Zout = RC // RL

𝑍𝑜𝑢𝑡 1000 𝑥 561


= = 359,38 𝛺
1000 + 561

 Untuk RE = 47 Ω parallel dengan CE = 10 μF


Zin = RB // (RE // XC)
RB = R1 // R2 = 50038
𝛺

𝑋𝐶 = 1 = 1 = 318,47 𝛺
2𝜋 2𝜋.
𝑓𝑐 50.10.10−6
47 𝑥 318,47
RE // XC = = 40,96 𝛺
47 + 318,47

𝑍𝑖𝑛 = 50038 𝑥 40,96 = 40,926 𝛺


50038 + 40,96

Zout = RC // RL

𝑍𝑜𝑢𝑡 1000 𝑥 311


= = 237,223 𝛺
1000 + 311
2. Jelaskan pengaruh R1, R2 dan RE terhadap impedansi masukan.
Jawab :
 R1 dan R2 merupakan R Basis yang sangat menentukan besarnya
tegangan masukan Vin, karena impedansi masukan Zin = Rin, maka
besarnya nilai R1 dan R2 sangat menentukan besarnya impedansi
masukan. Sedangkan RE merupakan resistor umpan balik (degeneratif)
di kaki emitter transistor yang berfungsi untuk menaikkan impedansi
masukan pada penguat Common Emitter.
3. Penguatan daya untuk masing-masing RE :

𝑃 = 𝐼 2 . 𝑅 = 𝑉. 𝐼
𝑃𝑖𝑛 𝑖= 𝐼 2 . 𝑅𝑖𝑛 = 𝑉𝑖𝑛 . 𝐼𝑖𝑛
𝑃𝑜𝑢𝑡 𝑛 = 𝐼2 . 𝑅
𝑜 𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑜𝑢𝑡 . 𝐼𝑜𝑢𝑡
𝑢

 Untuk RE = 4,7 Ω 𝑉𝑖𝑛 0,77


𝐼 = = = 0,164 𝐴
𝑖𝑛
� 4,7

𝑖𝑛

𝑃𝑖𝑛 = 𝐼 2 . 𝑅
𝑖 𝑖𝑛 = 𝑉𝑖𝑛 . 𝐼𝑖𝑛 = 0,77 𝑥 0,164 = 0,126 𝑊
𝑛

𝑉𝑜𝑢𝑡
1,82
𝐼 = = = 0,0019 𝐴
𝑜𝑢𝑡
𝑅 947,68
𝑜𝑢
𝑡

𝑃𝑜𝑢𝑡 = 𝐼 2𝑜 . 𝑅𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑜𝑢𝑡 . 𝐼𝑜𝑢𝑡 = 1,82 𝑥 0,0019 = 0,00346


𝑢 𝑊
𝑃𝑜𝑢𝑡 0,00346
𝑃 𝑑𝑎𝑦𝑎 (𝑑𝐵) = 10 log = 10 log =
−15,61 𝑑𝐵
𝑃𝑖𝑛 0,126

 Untuk RE = 47 Ω
𝑉𝑖𝑛 0,77
𝐼 = = = 0,0164 𝐴
𝑖𝑛
𝑅𝑖𝑛 47
2
𝑃𝑖𝑛 =𝐼 .𝑅
𝑖 𝑖𝑛 = 𝑉𝑖𝑛 . 𝐼𝑖𝑛 = 0,77 𝑥 0,0164 = 0,0126 𝑊
𝑛

𝑉𝑜𝑢𝑡
1,54
𝐼 = = = 0,00428 𝐴
𝑜𝑢𝑡
𝑅𝑜𝑢𝑡 359 ,38

𝑃𝑜𝑢𝑡 =𝑜𝐼 2 . 𝑅𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑜𝑢𝑡 . 𝐼𝑜𝑢𝑡 = 1,54 𝑥 0,00428 = 0,0066 𝑊


𝑢
𝑃𝑜𝑢𝑡 0,0066
𝑃 𝑑𝑎𝑦𝑎 (𝑑𝐵) = 10 log = 10 log = −2,81 𝑑𝐵
𝑃𝑖𝑛 0,0126

 Untuk RE = 47 Ω parallel dengan CE = 10 μF

𝑉𝑖𝑛
0,77
𝐼 = = = 0,0188 𝐴
𝑖𝑛 � 40,926

𝑖𝑛
2
𝑃𝑖𝑛 = 𝐼 . 𝑅
𝑖 𝑖𝑛 = 𝑉𝑖𝑛 . 𝐼𝑖𝑛 = 0,77 𝑥 0,0188 = 0,0145 𝑊
𝑛
𝑉𝑜𝑢𝑡 1,52
𝐼 = = = 0,00641 𝐴
𝑜𝑢𝑡
𝑅 237,223
𝑜𝑢
𝑡

𝑃𝑜𝑢𝑡 =𝑜𝐼 2 . 𝑅𝑜𝑢𝑡 = 𝑉𝑜𝑢𝑡 . 𝐼𝑜𝑢𝑡 = 1,52 𝑥 0,00641 = 0,0097 𝑊


𝑢
𝑃𝑜𝑢𝑡 0,0097
𝑃 𝑑𝑎𝑦𝑎 (𝑑𝐵) = 10 log = 10 log = −1,75 𝑑𝐵
𝑃𝑖𝑛 0,0145
4. Apakah pengaruh beban terhadap penguatan tegangan
? Jawab :
Pengaruh beban RL (Rx2) terhadap penguatan tegangan adalah semakin besar
nilai beban RL semakin besar penguatan tegangan ( Vo ) dan sebaliknya
semakin kecil nilai beban RL semakin kecil pula penguatan tegangan ( Vo ).

VII. KESIMPULAN

 Impedansi masukan Zin dipengaruhi oleh besarnya RB dan RE.


Pemasangan capasitor CE berfungsi untuk by pass atau menghilangkan
efek degeneratif bagi sinyal bolak-balik.
 Impedansi keluaran Zout dipengaruhi oleh besarnya nilai RC dan RL
(Rx2). Bila tanpa beban output maka Zo = RC.
 Besarnya faktor penguatan ditentukan oleh impedansi masukan,
impedansi keluaran dan beban RL.
PERCOBAAN III
RANGKAIAN RC DAN RL

I. PERALATAN

o Kit praktikum rangkaian RC dan RL


o Generator sinyal
o Osiloskop
o Multimeter
o Kabel penghubung

II. TUJUAN

1. Mempelajari pengertian impedansi, mempelajari hubungan antara impedansi


resistansi dan reaktansi pada rangkaian seri RC dan RL.
2. Mempelajari hubungan antara tegangan dan arus di rangkaian seri RC dan
RL, melihat perbedaan antara fasa tegangan dengan fasa arus pada rangkaian
seri RC dan RL.
3. Mempelajari respon ( response ) rangkaian seri RC dan RL, terhadap
frekuensi.

III. PENDAHULUAN

Dalam arus bolak-balik gelombang sinus impedansi didefinisikan sebagai


perbandingan antara fasor tegangan dan fasor arus. Dari hubungan tegangan dan
arus, terlihat komponen :
R : fasa tegangan adalah sefasa dengan fasa arus.
L : fasa tegangan mendahului 90° terhadap fasa arus.
C : fasa tegangan tertunda ( tertinggal, delay ) 90° terhadap fasa arus.
Perbandingan tegangan terhadap arus pada R disebut resistansi, edangkan pada L
dan C disebut reaktansi. Bila gambar resistansinya ternyata tidak “sebidang”
dengan reaktansi : perbedaan ini diungkapkan dengan sebuah operator J yang
besarnya = V – 1 untuk menunjukkan perputaran sudut, perputaran sudut terhadap
arus semula sebesar 90° searah dengan perputaran jarum jam dinyatakan dengan
- j dan berlawanan arah + j.

1. RANGKAIAN RC

R VR
Vi

C VC

Gambar 1
Rangkaian RC
Persamaan rangkaian menurut hukum kirchof II ( KVL ) adalah Vi = VR +
VC atau Vi = Ri + f Idt
a. Membandingkan fasa tegangan di tiap elemen terhadap arus I yang
mengalir di rangkaian, VR ( tegangan DiR ) sefasa dengan I, sedangkan Vi
( tegangan sumber ) tertinggal sebesƞardari arus I yang keluar dari
sumber, di mana ƞ0° << 90°, besar sudut ƞ ditentukan oleh
perbandingan antara reaktansi dan resistansinya. Beda fasa antara VC
dengan arus I, atau Vi dengan , dapat dihitung dengan membandingkan
beda fasa antara VC da VR ( mengapa ? ).
b. Rangkaian diferensiator, perhatikan kondisi di mana VC >> VR,
persamaan : Vi = R I + 1 / C f I dt atau Vi = VR + VC praktis hanya
ditentukan oleh tegangan kapasitor Vi = VC. Besar arus I, Vi = 1 / C f I dt
atau dVi = (i/C)dt
I = C dVi/dt.
Jika tegangan keluaran diambil dari terminal resistor R (Vo = VR), maka
besar tegangan keluaran Vo merupakan diferensiasi ( turunan ) dari
tegangan maksimum Vi. Semacam persyaratan agar rangkaian berlaku
sebagai sebuah diferensiator, yaitu kondisi di mana VC >> VR atau pada
kondisi impedansi C harus jauh lebih besar dari R. Analisis menunjukkan
impedansi C, akan besar pada :
1 ≫ 𝑅𝐼 → 1
≫ 𝑉𝑅
𝐽 𝜔𝑐
𝜔
𝑐
Atau ωRC >> 1, bila didefinisikan ωo = 1/RC ( atau fo = 1/2π ). Maka
impedansi C besar akan terjadi pada frekuensi dengan rentan lebih kecil
atau rendah dari ωo : ketidaksamaan ωRC <<, memperhatikan hal ini :
ω / ωo << 1  ω << ωo.
c. Rangkaian filter lolos frekuensi tinggi. Dari persamaan satunya,
Vi = VR + VC, besar perbandingan sinyal keluaran terhadap sinyal
masukan dapat dihitung :
𝑉𝑜 𝑅 1 (3)
= =
𝑉𝑖 𝑅 1 1
1
𝐽𝜔𝑜
𝐽 1 + 𝜔
+ 𝐽 −

� 𝜔
𝑅
𝐶
Pada kondisi frekuensi dengan rentan lebih tinggi dari ωoω >> ω,
diperoleh Vo/Vi = 1. Frekuensi di mana rangkaian dianggap sudah tidak
mampu menerima / meneruskan sinyal ( meredam ). Pada frekuensi ω =
frekuensi cut-off, amplitude tegangan keluaran adalah 0,707 dari tegangan
masukan.
𝑉𝑜 1 = 0,707
=
𝑉𝑖 𝑉2
Dari ( Vo/Vi ) = 0,707 dapat diturunkan besar daya yang disisipkan pada R
adalah :
𝑉𝑖 2
2
𝑉𝑜 � 𝑉𝑖 2 1
𝑉� ( )
𝑃𝑅 = 𝑜 = = 𝑃𝑚𝑎𝑥 4
=
𝑅 𝑅 2𝑅 2
Pmax adalah daya disipasi terbesar terjadi pada saat frekuensi tinggi, ω >>
ωo (Vo ≈ Vi). Dengan perkataan lain rangkaian hanya meneruskan sinyal
pada frekuensi kerja yang lebih tinggi dari 1/RC, ω >> ωo. Jadi rangkaian
selain berfungsi sebagai diferensiator juga merupakan high pass filter
(HPF) atau rangkaian filter lolos frekuensi tinggi sederhana.
d. Dari persamaan Vi = R . I + 1/C f I dt atau Vi = VR + VC, bila keluaran
diambil dari kapasitor, VC = Vo, untuk VR >> VC, maka Vi = VR  Vi
>> R atau I = Vi/R diperoleh hubungan Vo = VC terhadap masukan Vi
sebagai berikut :
Vo = 1/Cidt = 1/RCVidt.
Rangkaian dengan persyaratan ini dikenal sebagai rangkaian integrator.
Dalam bentuk fasor, hubungan di atas dapat dituliskan sebagai berikut :
VR >> VC atau VR >> VC atau RI >> 1/jωC.(I)
1 1
𝑅 ≫ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝜔𝑅𝐶 ≫ 1; 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑓𝑜 =
𝜔𝐶 1 2𝜋𝑅𝐶
𝑏𝑖𝑙𝑎 𝜔𝑜 =
𝑅𝐶
maka ω/ωo >> 1  ω >> ωo
e. Dari prsamaandi atas Vi = VR + V, bila terjadi kondisi di mana Vo = VC
dapat dituliskan :
1
𝑉 𝐽𝜔 1
𝑜 1
𝐶 = 1+ 1+
= 1 𝑗𝜔𝐶𝑅 = 𝐽𝜔
𝑉𝑖 𝑅
𝜔𝑜
+ 𝑗𝜔
𝐶
𝜔

2. RANGKAIAN RL
Analisa pada rangkaian RL ( lihat gambar berikut ) dapat dilakukan dengan
cara yang sama seperti pada rangkaian RC. Menurut hokum Kirchoff II
( KVL ) :
Vi = R . I + L di/dt.
a. Vi = VR + VL : VR sefasa dengan I, VL mendahului dengan I, Vi
mendahului 90° terhadap I ( di mana 0° <ƞ° < 90° ). Seperti halnya pada
rangkaian RC, suduƞt ditentukan oleh perbandingan reaktansi dan
resistansinya beda fasa antara VL dan I atau antara Vi dan I, dapat dilihat
dengan membandingkan beda fasa antara VL dab VR, atau anatar Vi dan
VR ( mengapa ? )
R

Vi L = 2,5 mH
Gambar 2
Rangkaian RL
Dari persamaan VI = Ri + L di/dt, atau Vi = VR + VI, dengan cara yang sama seperti pada
rangkaian RC, dapat diturunkan persyaratan yang harus dipenuhi agar rangkaian RL berfungsi
sebagai rangakaian differensiator, integrator, filter lolos frekuensi tinggi ( high pass filter ),
ataupun filter frekuensi rendah ( low pass filter ).

IV. PERCOBAAN

1. RANGKAIAN RC

R = 1 kΩ

Vi C = 0,7 µF

Gambar 3
Percobaan Rangkaian RC
Vi = 2 volt rms f = 60 kHz bentuk gelombang sinus
R = 1 kΩ
C = 0,7 μF
a. Buatlah rangkaian dengan harga-harga besaran seperti pada gambar di atas
dengan menghubungkan R1 dan C1 pada kit praktikum.
b. Hitunglah harga VR dan VC dengan harga besaran yang telah diketahui.
c. Ukurlah VR dan VC dengan multimeter.
d. Amati VI, VR, dan VC dengan osiloskop.
e. Carilah beda fasa anatar Vi, VR, VC dengan osiloskop.
f. Catatlah hasil perhitungan dan pengamatan saudara ke dalam table 3
lembar kerja.
g. Coba untuk harga R yang lain.

2. RANGKAIAN RL
R

Vi L = 2,5 mH

Gambar 4
Percobaan Rangkaian RL
Vi = 2 volt rms, f = 60 kHz, bentuk gelombang sinus

R = 1 kΩ

L = 2 mH
a. Bauat rangkaian dengan harga-harga besaran seperti pada gambar di atas
dengan menghubungkan R1 dan L1 pada kit praktikum.
b. Hitunglah harga-harga VR dan VL dengan harga besaran yang telah
diketahui.
c. Ukurlah VR dan VL dengan multimeter.
d. Amati Vi, VR dan VL dengan osiloskop.
e. Carilah beda fasa antara Vi, VR, dan VL dengan osiloskop.
f. Carilah hasil perhitungan, pengukuran dengan pengamatan saudara ke
dalam table 3 lembar kerja. Cobalah untuk harga R yang lain.

3. RANGKAIAN DIFFERENSIATOR

C
INPUT R OUTPUT

Gambar 5
Rangkaian Differensiator

a. Dari kit praktikum, buatlah rangkaian seperti pada gambar 5.


b. Aturlah input dari generator sinyal dalam bentuk gelombang segi empat
sebesar 4 Vp-p pada frekuensi 500 Hz dengan bantuan osiloskop.
c. Hitunglah konstanta waktu RC dengan C dan R yang tersedia
( lihat table 4 ).
d. Gambarlah bentuk gelombang keluaran yang ideal dengan input
gelombang segi empat.
e. Ukurlah bentuk gelombang keluaran yang terjadidengan osiloskop.
f. Catatlah hasil perhitungan, pengukuran, dan gambarlah hasil pengamatan
saudara pada table 4.
4. RANGKAIAN INTEGRATOR

INPUT OUTPUT
C

Gambar 6
Rangkaian Integrator
a. Dari kit praktikum, buatlah rangkaian seperti pada gambar 6.
b. Aturlah input dengan bentuk gelombang segi empat sebesar 4 Vp-p pada
frekuensi 500 Hz dengan bantuan osiloskop.
c. Hitunglah konstanta waktu RC dengan harga C dan R yang tersedia (lihat
table 5).
d. Gambarlah bentuk gelombang yang ideal dengan input gelombang segi
empat.
e. Ukurlah bentuk gelombang keluaran yang terjadi dengan osiloskop.
f. Catatlah hasil perhitungan, pengukuran, dan gambarlah hasil pengamatan
saudara pada table 5 dalam lembar kerja.
g. Ulangi untuk beberapa harga R dan C seperti yang tercantum pada table 5.

5. PENGARUH FREKUENSI

C
INPUT R OUTPUT

Gambar 7
Pengaruh Frekuensi
a. Buatlah rangkaian RC seperti pada percobaan 3 (differensiator) dengan
harga R = 100 KΩ
b. Dan C = 0,01 μF
c. Hitunglah onstanta waktu RC.
d. Sinyal masukan persegi, 50 Hz, 4 Vp-p dengan bantuan osiloskop.
e. Ukur dan gambar bentuk gelombang keluaran untuk frekuensi 50 Hz, 500
Hz, dan 50 kHz.
f. Catat hasilnya pada table 6 dalam lembaran kerja.
g. Kemudian buatlah rangkaian RC (integrator) seprti pada percobaan 4,
dengan R = 100 KΩ, dan C = 0,01 μF.
h. Ulangi percobaan b, c, d, dan e.
R

INPUT OUTPUT
C

Gambar 8
Rangkaian
Integrator

V. DATA HASIL PENGAMATAN

1. PERSYARATAN NILAI KOMPONEN

Dengan R diketahui, nilai C atau L adalah

Differensiator Integrator HPF LPF

RC : R = 10 kΩ 0,01 μF 0,1 μF
RC : R = 100 kΩ 0,001 μF 0,01 μF

RC : R = 1 MΩ 0,0001 μF 0,001 μF

RL : R = 10 kΩ 0,01 H 0,01 H

RL : R = 100 kΩ 0,001 H 0,001 H

RL : R = 1 MΩ 0,0001 H 0,0001 H

2. RANGKAIAN RC

Pengukuran Pengamatan
Perhitungan Dengan osiloskop (Vpp)
Dengan multimeter (Vrms)
Vi VR VC Vi VR VC Vi VR VC
1,514 0,001 1,514 1,514 0,001 1,514 1,5 0,001 1,5

Beda fasa antara Vi dan VR : θ = 90°, Vi ketinggalan terhadap VR.


Beda fasa antara VC dan VR : θ = 90°
3. RANGKAIAN RL

Pengukuran Pengamatan
Perhitungan Dengan osiloskop (Vpp)
Dengan multimeter (Vrms)

Vi VR VL Vi VR VL Vi VR VL
2 1,5 2,3 2 2 0,53 2,5 0,8 0,85

Beda fasa antara Vi dan VR : θ = 90°, Vi mendahului terhadap VR.


Beda fasa antara VL dan VR : θ = 90°

4. RANGKAIAN DIFFERENSIATOR

RC Bentuk Gelombang
Nilai R & C 2πRC/T
(konstanta waktu) Keluaran

R = 10 kΩ
0,001 3,14
C = 0,1 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 10 kΩ
0,0001 0,314
C = 0,01 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 100 kΩ
0,001 3,14
C = 0,01 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 100 kΩ
0,0001 0,314
C = 0,001 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 1 MΩ
0,01 31,4
C = 0,01 μF
20mS/Div 20V/Div
5. RANGKAIAN INTEGRATOR

RC Bentuk Gelombang
Nilai R & C 2πRC/T
(konstanta waktu) Keluaran

R = 10 kΩ
0,001 3,14
C = 0,1 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 10 kΩ
0,0001 0,314
C = 0,01 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 100 kΩ
0,001 3,14
C = 0,01 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 100 kΩ
0,0001 0,314
C = 0,001 μF
20mS/Div 20V/Div

R = 1 MΩ
0,01 31,4
C = 0,01 μF
20mS/Div 5V/Div

6. PENGARUH FREKUENSI
2πRC/T Tegangan Keluaran
VR VC
Frekuensi Percobaan Percobaan
Percobaan Percobaan
V.5(a) V.5(1)
V.5(a) V.5(1)
50 Hz 0,314 0,314 9,8 1,9
500 Hz 3,14 3,14 2,47 9,7
5 kHz 31,4 31,4 0,10 9,6
50 kHz 314 314 0,13 0,4
VI. KESIMPULAN

 Pada rangkaian RC, Vr akan sefasa dengan I sedangkan Vc akan


ketinggalan 90°. Sudut ketertinggalan Vi ditentukan oleh perbandingan
reaktansi dan resistansinya. Beda Fasa antara Vc dan I, atau Vi dan i dapat
dilihat dengan membandingkan beda fasa antara Vc dan Vr atau antara Vi
dan Vr.
 Rangkaian RC dapat dibuat sebagai rangkaian diferensiator atau rangkaian
integrator.
 Pada rangkaian RL, Vr sefasa dengan I dan Vi mendahului terhadap I.
Sama seperti pada rangkaian RC, sudutnya akan dituentukan oleh
perbandingan reaktansi dan resistansinya. Beda fasa antara Vl dan I, atau
antara Vi dan I dapat dilihat dengan membandingkan beda fasa Vl dan Vr.
Atau Vi dan Vr.

 Fasa tegangan kapasitor dan induktor berbeda 90° dari arusnya.

 Frekuensi sangat berpengaruh pada input rangkaian diferensiator dan


integrator.
PERCOBAAN IV

TEOREMA THEVENIN & NORTON

I. PERALATAN

o Kit praktikum theorem thevenin dan Norton


o Sumber tegangan searah
o Multimeter (dua buah)
o Kabel penghubung

II. TUJUAN
Mempelajari theorema Thevenin dan Norton serta penggunaanya pada rangkaian
arus searah

III. PENDAHULUAN

1. TEOREMA THEVENIN

Teorema Thevenin menyatakan suatu rangkaian aktif sembarang yang linear


memiliki 22 kutub (terminal kutub) a dan b dapat menggantikan oleh suatu
sumber pengganti tegangan tunggal VT yang terhubung seri dengan sebuah
resistor RT (rangkaian aktif = mengandung sumber tegangan dan / aau sumber
arus, baik bebas(independen) maupun tak bebas (dependen). Lihat gambar
dihalaman berikut raankaian aktif linier kita anggap suatu kotak –hitam
dengan sepasang terminal a dan b dilihat dari araah terminal, rankaian ini
dapat dianggap sebuah sumber tegangan Thievenin dengan tegangan sebesar
VT yang terukur di a – b dalam keadaan tanpa beban (hubung terbuka/open
circuit = VDC) dengan sebuah resistor RT yang terpasang seri dengan
tegangan tersebut. Dengan teorema ini dapat dihitung dengn cepat besar arus
mengalir beban yang bebannya berubah-ubah .

RT A
RANGKAIAN
AKTIF
EKUIVALEN
B

Gambar 1
Rangkaian ekuivalen thevenin
2. TEOREMA NORTON

Dengan cara serupa, teorema Norton mengatakan bahwa suatu rangkaian aktif
(terminal) a dan b, dapat digantikan oleh suatu sumber arus IN yang diparalel
dengan sebuah resistor RN (rangkaian mengandung sumber tegangan / arus,
dependen maupun independen) yang linier dengan 2 kutub. Rangkaian aktif
linier juga tetap kita anggap suatu kotak-hitam dengan sepasang terminal a dan
b. dilihat dari arah terminal, rangkaaian ini dapat dianggap sebagai sebuah
arus Norton dengan arus sebesar IN yang mengalir dari a dan b bila terminal
kita hubung singkat ( arus hubung singkat,arus short circuit= Isc) Resistor RN
adalah resistensi yang terukur di terminal a-b yang diperoleh dengan
menghubung singkattkann semua tegangan beban (independen), dan membuka
hubungan sumber arus bebas (independen) yang berada di dalam kotak hitam
tersebut. Dapat dibuktikan, hubung kedua parameter thievenin ( VT dan RT)
dengan kedua parameter Norton (IN dan RN) adalah :
𝑉𝐷𝐶
𝑅𝑁 = 𝑅𝑇
𝐼𝑆𝐶

A A
RANGKAIAN
AKTIF RN
EKUIVALEN

B B

Gambar 2
Rangkaian ekuivalen Norton

Dan besar arus sumber adalah :


𝑉𝑇
𝐼𝑁 = 𝐼𝑠𝑐 =
𝑅𝑇

IV. PERCOBAAN

1. TEOREMA THEVENIN
Cara I :
Dalam percobaan ini, teorema Thevenin hendak kita manfaatkan untuk
mencari arus yang mengalir di beban R (berbagai nilai beban R1,R2,R3 dan
R4) secara tak langsung, beban R dipasangkan dicabang C-D kemudian
mengukur nilai VT, RT dan R hasilnya dibandingkan dengan mengukur arus
yang mengalir mmelalui beban R menggunakan mA-meter.
A C
100 K 100 K
100 K 100 K

B D

Gambar 3
Rangkaian percobaan
Thevenin

Prosedur percobaan :

a. Mengukur arus, pasanglah sumber tegangan searah 15 volt A-B pada


cabang C-D pasanglah mA-meter seri dengan beban RI.
b. Bcalah arus yang melalui R1. Mengukur VT bukalah beban daan mA-
meter, sehingga C-d terbuka (open circuit). Ukurlah tegangann open
circuit C-D dengan volt meter Elektronik atau alat pengukur tegangan lain
yang mempunyai impedansi input tinggi. Tegangan ini sama dengan VT.
Jaga agar tegangan A-B tetap = 15 volt
c. Mengukur RT. Mengukur besar resitansi yang “dirahasiakan” pada
terminal C-D diperoleh dengan membuka hubung sumber tegangan dari A-
B, Ukurlah Resistansi R1;R1 = RT.
d. Hitunglah arus melalui R1 dengan menggunakan rumus : I = VT / RT +
R1
e. Membandingkan hasil. Bandingkan hasil perhitungkan (d) dengan hasil
yang diperoleh dari (a).
f. Ulangi langkah (a)-(e) untuk beberapa R lainnya R2,R3 dan R4.
g. Tulis hasil pengamatan ditabel dalam lembaran kerja.

Cara II : Buatlah rangkaian Thevenin sungguhan seperti gambar di bawah ini :

A
RT

B
Gambar 4
Rangkaian Thevenin

Prosedur percobaan :

a. Mengukur tegangan sumber = VT. Aturlah tegangan sumber V sama


dengan harga VT yang telah diukur pada percobaan terdahulu.
b. Memasang RT seri dengan VT. Sehingga RT, pergunakan rangkaian N
dengan A – B yang dihubung singkatkan, pasangkan mengikuti gambar di
atas.
c. Mengukur arus. Ukur arus yang mengalir pada R1.
d. Ulangi percobaan tersebut untuk R lainnya R2, R3, dan R4 (hung singkat).
e. Tulislah hasil percobaan di atas, di table yang tersedia pada lembar kerja.

2. TEOREMA NORTON
Percobaan ini menggunakan rangkaian baru. Rangkaian berupa sebuah sumber
arus IN parallel dengan sebuah resistor RN yang besarnya sama dengan RT.
a. Mengukur IN. Pasanglah sumber tegangan searah 15 volt pada A – B.
Ukurlah arus hubungsingkat pada C – D ( pasang mA meter langsung pada
C – D ).
b. Memasang RN. Nilai RN = RT diperoleh dari percobaan terdahulu. Dalam
hal ini ragkaian N akan kita pergunakan sebagai pengganti RN.
c. Aturlah sumber arus sehingga menghasilkan arus sebesar IN seperti yang
diukur dari (a) di atas. Keudian susunlah rangkaian seperti di bawah ini.
d. Mengukur arus. Menggunakan mA meter ukur arus yang mengalir di R1,
R2, R3, dan R4.
e. Tulislah hasil pengamatan saudara di table pada lembar kerja.

B A

RANGKAIAN
N

D C

V = VT
RT

Gambar 5
Rangkaian Norton
A
C

D
B

R1R2R3R4

Gambar 6

Kit percobaan teorema Thevenin dan Norton

V. DATA PERCOBAAN DAN PENGAMATAN

TEOREMA THEVENIN DAN NORTON

PENGUKURAN

VAB = 15 Volt VT = 11,8 Volt RT = 13,88 Ω IN = 374 μA

Arus mengalir di resistor R


Resistor Pengukuran Perhitungan I Pengukuran Pengukuran
Cara I (a) = VT (rt + ri) Cara II (c) Norton
R = R1 1,5 mA I1 = 0,05 A 8,2 mA 7,61 mA
R = R2 1,3 mA I2 = 0,02 A 2,3 mA 2,16 mA
R = R3 1,4 mA I3 = 0,016 A 1,3 mA 1,23 mA
R = R4 1,3 mA I4 = 0,012 A 0,9 mA 0,84 mA
VI. KESIMPULAN

 Dari hasil pengukuran dan hasil perhitungan pada percobaan pertama


tidak jauh berbeda yang secara teori dapat dikatakan benar.
 Pengaruh hubungan antara hambatan beban terhadap arus northon
berbanding terbalik, semakin besar tegangan sumber diberikan ke
hambatan beban maka arusnya semakin kecil.
 Hubungan antara hambatan beban terhadap arus linier berbanding terbalik
dengan penjelasan semakin besar hambatan beban maka arus nya akan
semakin kecil, begitu pula sebaliknya.
 Teorema Thevenin menunjukkan bahwa keseluruhan jaringan
listrik tertentu, kecuali beban, dapat diganti dengan sirkuit ekuivalen yang
hanya mengandung sumber tegangan listrik independen dengan
sebuah resistor yang terhubung secara seri, sedemikian hingga hubungan
antara arus listrik dan tegangan pada beban tidak berubah.
 Teorema Norton menunjukkan bahwa keseluruhan jaringan listrik tertentu,
kecuali beban, dapat diganti dengan sirkuit ekuivalen yang hanya
mengandung sumber arus listrik independen dengan sebuah resistor yang
terhubung secara paralel, sedemikian hingga hubungan antara arus
listrik dan tegangan pada beban tidak berubah.
 Nilai resistansi pada rangkaian Thevenin sama besarnya dengan nilai
resistansi pada rangkaian Norton.
 PERCOBAAN V DASAR
RANGKAIANDIGITAL

I. PERALATAN
o Kit praktikum rangkaian logika
o Multimeter
o Sumber Daya
o Kabel penghubung

II. TUJUAN
o Mempelajari jenis rangkaian logika
o Mempelajari cara kerja rangkaian logika.

III. PENDAHULUAN

Dalam sebuah system digital elektronik, dibutuhkan rangkaian logika berupa


gerbang (gate) antara lain : AND, OR, NOT, NAND, dan NOR. Di sini akan
dipelajari cara kerja dari rangkaian logika tersebut di atas.
Catatan : Pada praktikum ini digunakan logika positif, yaitu notasi “1” dipakai
untuk menyatakan tegangan positif atau tinggi ( high level ) sedangkan notasi “0”
dipakai untuk menyatakan tegangan nol atau rendah ( low level ).

1. GERBANG AND
Gambar 1 adalah (a) symbol (b) table kebenaran (c) rangkaian diode, dan (d)
rangkaian transistor darigerbang AND.

(b) Tabel kebenaran

A B Y

A 0 0 0
Y 0 1 0
B
1 0 0
(a) Simbol
1 1 1

+5V

4,7K
D
A
D Y
B
(c) Rangkaian Dioda
+5V

39K
(d) Rangkaian transistor
Y

6K8 6K8
A B

1K8 1K8

Gambar 1
Gerbang AND

2. GERBANG OR
Gambar 2 adalah (a) symbol (b) table kebenaran (c) rangkaian diode, dan (d)
rangkaian transistor dari gerbang OR.
(b) Tabel kebenaran
A B Y

0 0 0
A
Y 0 1 1
B
1 0 1
(a) Simbol 1
1 1

+5V
+5V

4,7K
D
A
Y
D 8K2 8K2
B
(c) Rangkaian Dioda 180 180
B

A Y
(d) Rangkaian
transistor
8K2

Gambar 2
Gerbang OR
3. GERBANG NOT
Gambar 3 adalah (a) symbol (b) table kebenaran, dan (c) rangkaian transistor
dari gerbang NOT.
(b) Tabel kebenaran
A Y
A Y
0 1
(a) Simbol 1 0

+5V

(c) Rangkaian transistor

820

Y
180
A Q

Gambar 3
Gerbang NOT

4. GERBANG NAND
Gerbang NAND merupakan proses penggabungan, yaitu gabungan gerbang
AND dan gerbang NOT. Berikut gambar (a) symbol (b) table kebenaran, dan
(c) rangkaian transistor dari gerbang NAND.

(b) Tabel kebenaran


A B Y
A 0 0 1
Y 1
B 0 1
1 0 1
(a) Simbol
1 1 0
+5V

(c) Rangkaian transistor


Y
+5V
820

39K Y
180
Q

6K8 6K8
A B

1K8 1K8

Gambar 4
Gerbang
NAND

5. GERBANG NOR
Gerbang NOR merupakan proses penggabungan, yaitu gabungan gerbang OR
dan gerbang NOT. Berikut gambar (a) symbol (b) table kebenaran, dan (c)
rangkaian transistor dari gerbang NOR.
(b) Tabel kebenaran
A B Y

0 0 1
A 0
Y 0 1
B 0
1 0
(a) Simbol 1 0
1
+5V
(c) Rangkaian transistor

+5V

8K2 8K2

180 180 820


A B
Y
180
Q

8K2
Gambar 5
Gerbang NOR gate
Selain realisasi gerbang dengan menggunakan komponen diskrit, dapat juga
digunakan rangkaian terintegrasi (integrated circuit disingkat IC) yang tersedia
banyak di pasaran. Sebagai contoh, pada percobaan di sini akan digunakan IC
type SN7400. IC ini berisi 4 buah gerbang NAND, masing-masing dengan dua
masukan. Lihat gambar di bawah, sedang diagram rangkaian elektronikanya
dari tiap gerbang, adalah seperti yang diperlihatkan gambar di bawah ini.

Gambar 6
IC NAND gate SN7400

Gambar 7
Rangkaian elektronika gerbang NAND
IV. TUGAS PENDAHULUAN
Pada contoh implementasi gerbang AND dengan diode dan dengan transistor,
menurut saudara manakah yang lebih baik? Jelaskan!
Jawab :
Lebih baik yang menggunakan transistor, karena yang menggunakan diode hanya
memanfaatkan tegangan forward dan reverse diode, sedangkan yang
menggunakan transistor, memanfaatkan kerja transistor sebagai switching.

V. PERCOBAAN
1. Nyalakan kit.
2. Realisasikan gerbang AND dengan dioda dan resistor dan lakukan pengujian.
3. Dapatkan tabel kebenaran untuk setiap rangkaian pada kit pada praktikum
(AND, OR, dan NOT). Ukur arus dan tegangan pada keluaran setiap
rangkaian.
4. Kombinasikan rangkaian gerbang AND, NOT, dan OR untuk mendapatkan
gerbang NAND dan NOR. Tuliskan table dan kebenarannya dan ukur
tegangan serta hitung arus dikeluaran setiap rangkaian.
5. Buatlah table kebenaran NAND dari IC type SN 7400.
6. Bentuklah gerbang AND dan OR dari IC NAND SN 7400 ini.
7. Bandingkan hasil perhitungan tegangan dan arus keluaran secara teoritis
dengan hasil pengamatan percobaan 3 dan 4 di atas.
8. Buat kesimpulan tentang percobaan yang dilakukan.

VI. DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERCOBAAN

1. GERBANG AND
+5V

A
Y 4,7K
D
B A
(a) Simbol D Y
B
(b) Rangkaian Dioda
+5V

39K (d) Tabel kenenaran


(c) Rangkaian transistor
Y
A B Y
6K8 6K8
(Volt) (Volt) (Volt)
A B
0 0 0
1K8 1K8
0 5 0
5 0 0
5 5 5
2. GERBANG OR

A
+5V
Y
B
4,7K
(a) Simbol D
A
D Y
+5V B
(b) Rangkaian Dioda

(d) Tabel kebenaran


8K2 8K2

A B Y
180 180
B (Volt) (Volt) (Volt)
0 0 0
Y
(c) Rangkaian transistor 0 5 5
8K2
5 0 5
5 5 5

3. Gerbang NOT
+5V
A Y (b) Rangkaian transistor
(a) Simbol
820

(a) Tabel kebenaran Y


180
Y A Q
A
(volt) (Volt)
0 5
5 0

4. Gerbang NAND ( kombinasi gerbang AND dan NOT )

A
Y
B

(a) Simbol
+5V

(b) Rangkaian transistor


+5V
820

39K Y
180
Q

6K8 6K8
A B

1K8 1K8
(c) Tabel kebenaran

A B Y
(Volt) (Volt) (Volt)
0 0 5
0 5 5
5 0 5
5 5 0

5. Gerbang NOR ( kombinasi OR dan NOT )

+5V
A
Y (b) Rangkaian transistor
B +5V

(a) Simbol
8K2 8K2

180 180 820


A
B
Y
(c) Tabel kebenaran 180
Q

8K2
A B Y
(Volt) (Volt) (Volt)
0 0 5
0 5 0
5 0 0
5 5 0
6. Gerbang AND dan OR dari IC NAND SN7400
a. Gerbang AND dari IC NAND SN7400

A
Y
B
(a.1) Simbol gerbang AND dari NAND

b. Gerbang OR dari IC NAND SN7400

(a.1) Simbol gerbang OR dari NAND


VII. KESIMPULAN

 Gerbang logika dasar, terdiri dari 3 macam yakni AND, OR, dan NOT.
 Gerbang NAND adalah kombinasi dari gerbang dasar AND dan NOT, dan
gerbang NOR adalah kombinasi dari gerbang OR dan NOT.
 Gerbang AND dan OR bisa dibangun dengan menggunakan IC NAND
SN7400.
 Gerbang-gerbang logika disusun dengan menggunakan dioda dan resistor
(Diode Logic), dengan menggunakan resistor dan transistor (Resistor
Transistor Logic), atau dengan menggunakan kombinasi transistor
(Transistor-Transistor Logic - TTL)
LABORATORIUM ELEKTRONIKA & RANGKAIAN LISTRIK
INSTITUT TEKNOLOGI BUDI UTOMO
JAKARTA

LEMBAR PENGAMATAN PERCOBAAN

Percobaan I : Karakteristik Dioda


1. Dioda Silikon

Tegangan Cut in ( Volt ) T#gangan Break Down ( Volt )

Bentuk Karakteristik Dioda :

2. Dioda Germanium

Tegangan Cut in ( Volt ) Tegangan Break Down ( Volt )

Bentuk Karakteristik Dioda :

3. Dioda Zener

Tegangan Cut in ( Volt ) Tegangan Break Down ( Volt )

Bentuk Karakteristik Dioda :


Percobaan I Penvearah '/› Gelombang

Capasitor Resistor Frekuensi Keterangan Cianibai bentuk


( Hz ) gelombang

CI — \ 00
1000 <
C2 = 2200

C2 —
2200

Percobaan I : Penyearah Gelombang Penuh

Capasitor Gambar bcntuk geJomhang Gambar bentuk gelombang


( gp) ( Tanpa beban ) ( Berbeban )

C1= 1000

C2 = 2200

Percobaan I : Pengukuran Ro
Resistansi Ro
Tegangan Tanpa beban — Vo '/z Tegangan Vo
( Volt ) ( Volt ) ‹n)
LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN RANGKAIAN
LISTRIK INSTITUT TEKNOLOGI BUDI UTOMO
JAKARTA

LEMBAR PENGAMATAN PERCOBAAN

Percobaan II Dasar Penguat Dan Penguatan

1. Impedansi Manukan

Vcc ( volt ) US ITI

4,7 t00
47 1{Z 1DO

47 10 11

2. Impedansi Keluaran

|w»(n)
Re ( £1 ) CE ( OF )
A.s
4,7 I , 2f
47 ),Q Or '§?lo I K.Jk
47 10

3. Faktor Penguatan

jjy ( pj ) tout ( VOlt )


Cs ( pF ) Min ( VDlt )
1
4,7 ?:17 ›*’”
47 0tJ1 1*'*I
47 10 Pi77 ti51

Jakarta . .
LABORATORIUM ELEKTRONIKA DAN RANGKAIAN
LISTRIK INSTITUT TEKNOLOGI BUDI UTOMO

Percobaan
Tabcl-1

Deng<i R diketdiui , nilai G atau L adalah


DiforenSiatorhttep‘atcr,High Pass FillerLow P«is Filtr:p

R£. R = 100 I:

Tabe!-2
Her aiau E C'

cleJ;yci i›iulfiizleter (rolt iinsJ den¿;en i»siloikop (x‘c›lt


pp)
L’/

Beda fa.a ant$ra V; dan


Vq:
i Qfinggalm) terhadap ’t',_(coret }'ang salzli).

Oeda fora antara Vg 3ai V,-_8=-t$07

Jakarta .
J$p
Tabel-3
Rangkaian RL

Vi (nien‹l3liuluL i) terlia‹1ap *.'r. (coret yaiis. salahJ.

Tabel-4
flaop,kaian Diferensiator

beotuk. elombau• keliiarsn ' | '


ideal enr.znal0ii

R = 10 kG
I
R = 100 LD
C = 0.01 pf
R = 100 kN
C = 0.001 pF

C=00l;J’

Jakarta .
R = 100 k
C = 0 01 itF “’‘“
R = 100 kG

Tabel-d

keluara 1
n

1
50 Hz
500 ltz

Jakarta .

Anda mungkin juga menyukai