Anda di halaman 1dari 18

Dampak Covid-19 terhadap pengelolaan Pajak Negara dan

penerimaan APBN Negara


Siti Nurcholifah
201914500201
Universitas Indraprasta PGRI
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) telah menjadi pandemi yang menerikan.


Wabah global coronavirus ini dalam waktu singkat (dalam hitungan bulan) telah menjalar ke
ratusan negara lintas benua. Akhir April 2020, sedikitnya ada 3,5 juta manusia dari 210
negara masuk rumas sakit atau dikarantina mandiri. Wabah ini juga telah menyebabkan lebih
250 ribu warga meninggal di rumah-rumah sakit di kawasan Asia, Amerika, Eropa, Australia,
Afrika dan Antartika.

COVID-19 mula-mula mewabah di Wuhan, Cina, menjelang akhir Desember 2019.


Kemudian menjalar ke semua provinsi di sana. Dalam waktu kurang dari dua bulan,
coronavirus inti teah menimbulkan 80 ribu kasus dan 3.000 kematian. Mula pekan ketiga
Januari 2020,. Covid kemudian menyebrang ke sejumlah negara di Asia, Amerika, Eropa,
Autralia dan Arika. Tatkala wabah ini mereda di Cina, penularan COVID-19 justru meledak
di sejumlah negara Amerika, Eropa dan Asia. Per 24 April 2020, jumlah kasus tertular di AS,
Spanyol, Italia, Perancis, Jerman, Inggris, Turki dan Iran telah melampaui Cina sebagai
episentrum awal. Sementara dalam jumlah kematian, ada enam negara yang melebihi Cina,
yaitu: AS, Italia, Spanyol, Perancis, Inggris, Jerman, Iran dan Belgia. Sementara jumlah
korban di Belanda juga mulai mendekati Cina.

Wabah COVID-19 di Cina memang telah mereda. Kondisi serupa juga dialami
sejumlah negara Eropa --yang pada periode Maret-Mei 2020 menjadi episentrum COVID-
19-- seperti Italia, Spanyol, Prancis, Ingris, dan Jerman. Episentrum telah bergeser dari Cina
ke Eropa, dan kini melanda negara-negata di Amerika Selatan, Amerika Utara, Asia (Timur
Tengah) dan Afrika

Covid-19

WHO mengumumkan Covid-19 menjadi nama resmi dari virus Corona yang berasal
dari Wuhan, China. Nama tersebut diberikan Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di
Jenewa, Swiss pada Selasa, 11 Februari 2020Tedros menjelaskan nama tersebut dipilih
untuk menghindari stigmatisasi, sebagaimana panduan penamaan virus yang dikeluarkan
WHO pada 2015. Nama virus atau penyakit itu tidak akan merujuk pada letak geografis,
hewan, individu, atau kelompok orang.Sebelumnya, WHO memberikan nama sementara
untuk virus Corona ini dengan sebutan 2019-nCoV. Sedangkan Komisi Kesehatan
Nasional China menyebut sementara Novel Coronavirus Pneumonia(NCP).
Penelitian yang penulis lakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisis:
1. pengelolaan anggaran pajak negara yang dilakukan pemerintah di tengah tekanan
pertumbuhan ekonomi yang mengalami kontraksi, tekanan pada sektor riil berupa
kebangkrutan sektor usaha kecil menengah dan besar
2. strategi pemulihan ekonomi nasional dijalankan dengan pendekatan extraordinary di
tengah ketidakpastian tersebut.
3. Fenomena krisis kesehatan, sosial dan ekonomi secara simultan dimana hal tersebut
yang belum pernah dialami pemerintah sebelumnya. Kajian ini diharapkan memberi
manfaat pengetahuan teoritikal maupun praktikal terkait upaya extraordinary
pemerintah mengatasi defisit anggaran yang dimungkinkan secara manajerial maupun
perundang-undangan

Hasil dan Pembahasan

Covid-19 menjadi topik utama di era global saat ini, khusunya dari segi ekonomi
secara global. Pertumbuhan ekonomi indonesia sudah diprediksi mengalami ketidaksatbilan
dan penurunan ,Jokowi menyatakan pada kuartal kedua tahun ini, perekonomian
Indonesia juga minus 5,32 persen, padahal sebelumnya pada kuartal pertama masih tumbuh
positif 2,97 persen sebagai akibat dari meluasnya Covid-19 ke berbagai penjuru wilayah
nasional maupun internasional. Pelemahan ekonomi China yang berdampak pada berbagai
negara mampu memutus kerja sama internasional dalam waktu yang singkat. Pasalnya kota-
kota di China terutama Wuhan kota pertama yang terpapar Covid-19 dan diindentifikasi
sebagai transportasi pusat bisnis metropolitan dan keuangan tidak dapat melakukan aktivitas
ekonomi, yang biasanya berfungsi sebagai wadah untuk 300 lebih pabrik dan 500 perusahaan
terbaik di dunia.
Menteri keuangan menjelaskan betapa susahnya mengelola anggaran di tengah situasi
tidak menentu akibat pandemi virus corona (Covid-19),mentri keuangan menyebut
penerimaan pajak menurun sedangkan kebutuhan belanja semakin meningkat .itu dapat dilihat
dari table dibawah dimana realisasi pendapatan negara mengalami penurunan akibat adanya
pandemic covid-19.
Realisasi Pendapatan Negara (Milyar Rupiah)
Sumber Penerimaan – Keuangan 2019 2020 2021
I. Penerimaan 1 955 136,20 1 698 648,50 1 742 745,70
Penerimaan Perpajakan 1 546 141,90 1 404 507,50 1 444 541,60
Pajak Dalam Negeri 1 505 088,20 1 371 020,60 1 409 581,00
PPH 772 265,70 670 379,50 683 774,60
PPNBM 531 577,30 507 516,20 518 545,20
PBB 21 145,90 13 441,90 14 830,60
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan - - -
Cukai 172 421,90 172 197,20 180 000,00
Pajak Lainnya 7 677,30 7 485,70 12 430,50
Pajak Perdagangan Internasional 41 053,70 33 486,90 34 960,50
Bea Masuk 37 527,00 31 833,80 33 172,70
Pajak Ekspor 3 526,70 1 653,20 1 787,90
Penerimaan Bukan Pajak 408 994,30 294 141,00 298 204,20
Penerimaan Sumber Daya Alam 154 895,30 79 086,90 104 108,80
Pendapatan dari Kekayaan Negara yang
Dipisahkan 80 726,10 65 000,00 26 130,50
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya 124 503,60 100 053,80 109 174,70
Pendapatan Badan Layanan Umum 48 869,30 50 000,30 58 790,10
II. Hibah 5 497,30 1 300,00 902,80
Jumlah 1 960 633,60 1 699 948,50 1 743 648,50
Tabel 1.1
Sumber: https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html
Dari table diatas kita bisa liat data penerimaan pajak negara per tahun 2019 sampai
2020 mengalami penurun akibat adanya pandemic covid-19 ini mengakibatkan APBN negara
mengalami kesulitan. Lalu pertahun 2021 penerimaan pajak sudah mulai membaik dengan
mengalami kenaikan.
Postur APBN
Perkembangan realisasi APBN periode Januari-Juni 2020 atau Semester I 2020 mencatatkan
realisasi Pendapatan Negara lebih rendah 9,83 persen (yoy) dan realisasi Belanja Negara
meningkat 3,31 persen (yoy), serta defisit anggaran berada pada level 1,57 persen terhadap
PDB (tahun 2019 sebesar 0,85 persen terhadap PDB). Secara ringkas, realisasi Semester I
APBN tahun 2020 mencatatkan Pendapatan Negara mencapai Rp811,18 triliun (47,72 persen
dari target), lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp899,6
triliun. Di sisi lain, Belanja Negara mencapai Rp1.068,94 triliun (39,02 persen dari pagu),
lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2019 sebesar Rp1.034,7 triliun. Adapun
rincian realisasi tersebut meliputi:
A. Penerimaan Perpajakan mencapai Rp624,93 triliun, realisasi ini lebih rendah 9,42
persen dari periode yang sama pada tahun 2019 sebesar Rp689,94 triliun. Realisasi
penerimaan perpajakan terdiri atas: • Penerimaan Pajak mencapai Rp531,71 triliun,
lebih rendah 12,01 persen dari tahun 2019 sebesar Rp604,30 triliun • Penerimaan
Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp93,21 triliun, tumbuh 8,84 persen dari tahun
2019 sebesar Rp85,64 triliun.
B. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) mencatatkan realisasi sebesar Rp184,52
triliun. Realisasi tersebut lebih rendah 11,76 persen dari periode yang sama tahun
sebelumnya sebesar Rp209,11 triliun.
C. Penerimaan Hibah mencapai Rp1,74 triliun, tumbuh signifikan dibanding periode
yang sama pada tahun 2019 sebesar Rp0,52 triliun.
D. Belanja Pemerintah Pusat mencapai Rp668,53 triliun, tumbuh 5,99 persen
dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp630,75
triliun.
E. Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) mencapai Rp400,41 triliun, lebih rendah
0,87 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp403,95 triliun.
Melihat realisasi Pendapatan Negara dan Belanja Negara tersebut, maka realisasi
defisit APBN tahun 2020 sampai dengan 30 Juni 2020 mencapai Rp257,76 triliun
atau 1,57 persen PDB, dimana keseimbangan primer sebesar negatif Rp100,18 triliun.
Di sisi lain, realisasi Pembiayaan Anggaran sampai dengan 30 Juni 2020 sebesar
Rp416,18 triliun, sehingga terdapat kelebihan Pembiayaan Anggaran sebesar
Rp158,42 triliun.
Gambar 1
Realisasi APBN
Penerimaan Pajak
Pajak merupakan sumber pendapatan terbesar pada suatu negara, tidak terkecuali pada
negara Indonesia. Selama ini pendapatan yang di andalkan oleh negara Indonesia sebagian
besar dari perolehan pajak, tetapi karena adanya pandemi covid-19 yang melanda negara kita
dan membuat negara kita menerapkan sistem PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang
dimana semua hal di batasi dari bekerja, berlibur, berpergian antar kota, bahkan keluar
rumah, dimana orang-orang yang bekerja di haruskan untuk menerapkan sistem WFH ( Work
From Home). Akibat hal ini maka aka sangat berdampak pada pajak yang dihasilkan oleh
negara kita, ada berbagai pajak yang diperoleh oleh negara kita seperti pph, ppn, bea cukai
dan yang lainnya. Berikut ada data yang di ambil dari kemenkeu atas pendapatan pajak yang
diterima dari tahun ke tahun.
Data diatas merupakan pendapatan PPh atau pajak penghasilan, data diatas
memperlihatkan data PPh migas dan PPh nonmigas. Bisa kita lihat pada data diatas adanya
penurunan disaat pandemi, jika kita bandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu tahun 2019
maka ada penurunan pada 2020 maka ada penurunan pada pertumbuhan PPh dan ada
kenaikan lagi yang dialami pada 2021.

Selanjutnya ada pendapatan PPN & PPnBM, Pertumbuhan PPN dan PPnBM selama
2016-2019 Rata-rata 8,8% per tahun. PPN 2020 PPnBM diperkirakan akan menyusut
Penurunan aktivitas ekonomi dan kebijakan insentif Bantuan yang dipercepat untuk
pengembalian PPN Di tengah pandemi Covid-19, dunia bisnis menjadi cair. Dalam APBN
tahun 2021, perkiraan pajak pertambahan nilai dan PPnBM Meningkat seiring dengan
membaiknya prospek ekonomi, Meningkatkan pengelolaan pajak dan pelaksanaan pajak
Transaksi melalui sistem elektronik (PSME)

Diperkirakan akan meningkat sebesar 2,0% pada tahun 2021, terutama didorong oleh
rebound harga komoditas. Dari 2016 hingga 2019, sebagai bagian dari Rencana Pengendalian
Pajak Konsumsi Berisiko Tinggi (PCBT), karena penghapusan stempel konsumsi ilegal,
pajak konsumsi meningkat rata-rata 6,3% per tahun. Diperkirakan konsumsi akan turun 0,1%
pada tahun 2020 yang terkena dampak epidemi Penyakit virus corona. Pada tahun 2021,
dengan pengendalian produk konsumen ilegal dan perluasan jangkauan produk konsumen
baru, pendapatan konsumen diperkirakan meningkat sebesar 4,5%. Dari 2016 hingga 2019,
pertumbuhan tahunan rata-rata 4,9% sesuai dengan peningkatan volume lalu lintas produk.

Rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 4,9% dari tahun 2016 hingga 2019 sejalan
dengan peningkatan kelancaran angkutan. Karena pengurangan aktivitas dan cadangan
perdagangan internasional, diperkirakan akan menyusut 15,2% pada tahun 2020. Insentif
pajak.Lawan pandemi Covid-19. Dengan meningkatnya aktivitas impor, tarif impor
diperkirakan akan naik sebesar 4,2% pada tahun 2021.

Periode 2016 - 2019, bea keluartumbuh rata-rata 5,6% per tahunterutama karena
peningkatanekspor hasil tambang.Tahun 2020, bea keluardiperkirakan terkontraksi
53,1%seiring dengan penurunanekspor komoditas tertentu danpemberian insentif fiskal.Bea
keluar Tahun 2021,ditargetkan tumbuh 8,1% sejalandengan pulihnya ekonomi globaldan tren
kenaikan hargakomoditas unggulan.
Defisit APBN Tahun 2021
Defisit anggaran direncanakan sebesar Rp1.006,4 triliun atau setara 5,7 persen dari
PDB, menurun dibandingkan defisit anggaran dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020 sebesar
Rp1.039,2 triliun atau sekitar 6,34 persen dari PDB. Defisit ini sejalan dengan upaya
melanjutkan penanganan pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional, ketika potensi
sisi penerimaan belum sepenuhnya pulih. Dengan demikian, diharapkan momentum
pertumbuhan ekonomi dapat dijaga, serta menghindari opportunity loss dalam mendorong
pencapaian target pembangunan nasional. Besaran defisit tersebut juga telah
mempertimbangkan kebijakan fiskal konsolidatif secara bertahap kembali menuju batasan
maksimal 3,0 persen PDB di tahun 2023, sejalan dengan kebijakan dalam Undang-undang
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Dalam memenuhi
defisit anggaran tersebut juga dilakukan kebijakan pembiayaan anggaran yang hati-hati dan
terukur, dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal. Postur APBN Tahun 2021 sebagaimana
tabel dibawah ini :
Kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya pemulihan
Kebijakan Pemerintah dalam mengatasi penerimaan pajak yang menurun ialah dengan
cara perpajakan dilakukan adalah dengan memberikan relaksasi perpajakan kepada dunia
usaha. Relaksasi diharapkan mampu mengurangi beban kegiatan usaha dan membantu
meningkatkan kondisi cash flow perusahaan, khususnya selama dan pascapendemi.
Anggaran Pendapatan Negara yang semula diperkirakan sebesar Rp2.233 triliun
berubah menjadi Rp1.760 triliun. Anggaran Pendapatan Negara ini terdiri dari Penerimaan
Perpajakan sebesar Rp1.462 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak sebesar Rp297,75
triliun dan Penerimaan Hibah sebesar Rp498,74 miliar.

Menteri Keuangan menyampaikan fokus utama pelaksanaan APBN tahun 2021


adalah penanganan covid dan percepatan pemulihan ekonomi, reformasi pendidikan,
kesehatan dan perlindungan sosial serta reformasi birokrasi.  Oleh karena itu, postur APBN
2021 target pendapatan negara akan meningkat menjadi Rp1743,6 triliun. Jika dibandingkan
dengan realisasi tahun 2020 target ini akan tumbuh 6,7%. Namun, jika dilihat dari sisi untuk
perpajakan dengan target Rp 1.444 triliun di tahun 2021, sedangkan realisasi di tahun 2020
hanya mencapai Rp1.282 triliun, itu artinya perpajakan harus tumbuh 12,6% agar target dapat
tercapai. Sementara untuk target PNBP di 2021 akan lebih rendah sekitar 11,9% dari realisasi
APBN 2020. (Kementrian Keuangan, 2021). Sementara itu, Anggaran Belanja Negara yang
semula diperkirakan sebesar Rp2.540,422 triliun mengalami kenaikan menjadi sebesar
Rp2.613,8 triliun. Anggaran Belanja Negara ini terdiri dari Anggaran Belanja Pemerintah
Pusat (ABPP) sebesar Rp1.851,10 triliun (termasuk di dalamnya tambahan belanja untuk
penanganan pandemic COVID-19 sebesar Rp255,110 triliun), serta Anggaran Transfer ke
Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang diperkirakan sebesar Rp762,718 triliun.

Berdasarkan perhitungan Anggaran Pendapatan dan Anggaran Belanja Negara di atas,


diperkirakan akan terjadi defisit sebesar Rp852,935 triliun atau 5,07% terhadap PDB,
sehingga untuk Pembiayaan Anggaran dari semula diperkirakan sebesar Rp307,225 triliun
berubah menjadi Rp852,935 triliun. (Kementrian Keuangan, 2020). Perusahaan, sambung
pemerintah, dapat menggunakan pengurangan atau pembebasan pajak untuk menutupi
kenaikan harga bahan input maupun penurunan penjualan. Dengan demikian, perusahaan bisa
tetap beroperasi secara normal. Dengan demikian, perusahaan diharapkan tidak akan
melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Jika kondisi ini terjadi, ada potensi
perekonomian nasional tetap bergerak, baik dari sisi produksi maupun dari sisi konsumsi.
Kemudian, dengan instrumen perpajakan, pemerintah juga ingin meningkatkan daya
saing sehingga mampu mendorong aktivitas investasi. Langkah ini dilakukan melalui
penurunan tarif PPh badan, pembebasan PPh impor dan bea masuk sektor tertentu, serta
fasilitas perpajakan lainnya. Sementara itu, untuk meningkatan pendapatan negara, terutama
dari sisi penerimaan perpajakan, pemerintah berupaya memperluas basis pemajakan dan
perbaikan administrasi perpajakan. Penambahan objek pajak baru, baik yang dipungut oleh
Ditjen Pajak (DJP) maupun Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) sangat diperlukan untuk
meningkatkan tax ratio. Sebagai tahap awal, pemerintah akan memungut pajak atas
perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
Dikutip dari siaran persTema kebijakan fiskal tahun 2021, yaitu Percepatan
Pemulihan Ekonomi dan Penguatan Reformasi, merefleksikan upaya Pemerintah bersama-
sama dengan DPR RI untuk mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional dari dampak
pandemi Covid-19, juga sekaligus menjadi momentum untuk melanjutkan dan memantapkan
reformasi di berbagai aspek kebijakan guna mempersiapkan fondasi yang kokoh, dalam
rangka melaksanakan transformasi ekonomi menuju visi Indonesia Maju 2045, dengan
poinpoin penting dalam APBN 2021 adalah sebagai berikut.
1. Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2021 Prospek perekonomian nasional tahun 2021
diperkirakan membaik sejalan dengan proyeksi pemulihan perekonomian global dan
dampak dukungan fiskal terhadap percepatan pemulihan ekonomi termasuk dukungan
pengendalian pandemi. Namun demikian, kerangka ekonomi makro tahun 2021
disusun dengan risiko ketidakpastian yang tinggi, sehingga terdapat kemungkinan
terjadinya divergensi proyeksi ekonomi global di tahun 2020 dan 2021. Proyeksi
Asumsi Dasar Ekonomi Makro tahun 2021 adalah sebagai berikut

Mengacu pada kerangka ekonomi makro tahun 2021, Pemerintah menyusun strategi
kebijakan fiskal yang ditujukan untuk pemulihan ekonomi dan penguatan reformasi agar
bersifat inklusif dalam meningkatkan kualitas kesejahteraan masyarakat secara adil dan
merata dengan target tahun 2021 diperkirakan sebagai berikut: (1) Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT) pada kisaran 7,7-9,1 persen; (2) tingkat kemiskinan pada kisaran 9,2-9,7
persen; (3) tingkat ketimpangan (rasio gini) pada kisaran 0,377- 0,379; (4) Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) diharapkan mencapai 72,78-72,95; dan (5) melalui kebijakan
fiskal 2021 juga diharapkan dapat mencapai indikator pembangunan tahun 2021 dengan
target Nilai Tukar Petani (NTP) dan Nilai Tukar Nelayan (NTN) mencapai kisaran 102-104.
2. Pokok-pokok APBN Tahun 2021
Pendapatan Negara
Dari sisi kebijakan pendapatan negara, Pemerintah berupaya untuk melakukan optimalisasi
penerimaan negara melalui perluasan basis pajak sekaligus mendorong percepatan pemulihan
ekonomi nasional melalui pemberian insentif sejalan dengan upaya reformasi di bidang
perpajakan dan PNBP. No. Asumsi Makro RAPBN APBN 1 Pertumbuhan Ekonomi (%) 4,5
– 5,5 5,0 2 Laju Inflasi (%) 3,0 3,0 3 Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 14.600 14.600 4 Tingkat
Suku Bunga SBN-10 Tahun (%) 7,29 7,29 5 Harga Minyak Mentah Indonesia (US$/Barel)
45 45 6 Lifting Minyak Bumi (ribu barel per hari) 705 705 7 Lifting Gas Bumi (ribu barel
setara minyak per hari) 1.007 1.007 2/4 Target pendapatan negara pada APBN 2021
mencapai Rp1.743,6 triliun yang terdiri atas:
a) Penerimaan perpajakan ditargetkan mencapai Rp1.444,5 triliun.
 Penerimaan Pajak, diproyeksikan akan mencapai Rp1.229,6 triliun atau tumbuh
optimal sekitar 2,6 persen dari target Perpres Nomor 72 Tahun 2020, dengan fokus
memberikan dukungan insentif secara selektif dan terukur untuk percepatan
pemulihan ekonomi serta melanjutkan reformasi pajak.
 Kepabeanan dan Cukai ditargetkan sebesar Rp215,0 triliun atau meningkat sebesar
4,5 persen dari target Perpres Nomor 72 Tahun 2020, yang disertai dengan dukungan
percepatan pemulihan dan transformasi ekonomi serta penguatan pengawasan yang
terintergrasi.
b) Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diproyeksikan sebesar Rp298,2 triliun, yang
didukung oleh prospek meningkatnya harga komoditas utama dunia terutama minyak
bumi serta optimalisasi penerimaan dari pelayanan PNBP Kementerian/Lembaga dan
BLU sejalan dengan membaiknya aktivitas masyarakat.
c) Penerimaan Hibah diperkirakan mencapai Rp0,9 triliun antara lain ditujukan untuk
program-program pengembangan desa dan perkotaan termasuk penyediaan air bersih
dan penanganan perubahan iklim.
Belanja Negara
Belanja negara pada APBN 2021 diproyeksikan mencapai Rp2.750,0 triliun atau 15,6
persen terhadap PDB, yang diarahkan untuk mendukung pemulihan ekonomi dan
prioritas pembangunan di bidang kesehatan, pendidikan, teknologi informasi dan
komunikasi, infrastruktur, ketahanan pangan, pariwisata, dan perlindungan sosial.
a) Anggaran Kesehatan direncanakan sebesar Rp169,7 triliun atau setara 6,2 persen
terhadap belanja negara, dengan kebijakan diarahkan antara lain untuk:
 peningkatan dan pemerataan dari sisi supply, serta dukungan untuk pengadaan
vaksin
 penguatan program promotif dan preventif, serta akselerasi penurunan stunting
 perbaikan mutu layanan, efektivitas dan validitas data program jaminan
kesehatan nasional (JKN)
 penguatan pencegahan, deteksi, dan respon penyakit, serta sistem kesehatan
terintegrasi.
b) Anggaran Pendidikan sebesar Rp550,0 triliun atau 20 persen terhadap belanja negara,
yang difokuskan untuk meningkatkan kualitas SDM, kemampuan adaptasi teknologi,
dan peningkatan produktivitas melalui pengetahuan ekonomi di era industri 4.0.
Pemerintah akan melakukan reformasi pendidikan, melalui transformasi
kepemimpinan kepala sekolah, transformasi pendidikan dan pelatihan guru, mengajar
sesuai tingkat kemampuan siswa, standar penilaian global, serta kemitraan daerah dan
masyarakat sipil. Selain itu, juga dilakukan penguatan program vokasi dan kartu
prakerja, penguatan penyelenggaraan PAUD, peningkatan efektivitas penyaluran
bantuan pendidikan (BOS, PIP, dan LPDP), percepatan peningkatan kualitas sarpras
pendidikan terutama untuk daerah 3T, serta penajaman KIP Kuliah dan pendanaan
pendidikan tinggi.
c) Pembangunan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dengan anggaran Rp29,6
triliun (termasuk TKDD) difokuskan untuk: (1) mengakselerasi transformasi digital
untuk penyelenggaraan pemerintahan; (2) mewujudkan pelayanan publik yang efisien
dan cepat, seperti di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemerintahan; (3)
mengonsolidasi dan mengoptimasi infrastruktur dan layanan bersama; serta (4)
mewujudkan inklusi masyarakat di wilayah prioritas pembangunan dan mendorong
kesetaraan dengan penyediaan akses internet pada sekitar 12.377 lokasi layanan
publik.
d) Pembangunan Infrastruktur dianggarkan sekitar Rp413,8 triliun, yang diarahkan
untuk: (1) penguatan infrastruktur digital dan mendorong efisiensi logistik dan
konektivitas; (2) infrastruktur padat karya yang mendukung kawasan industri dan
pariwisata; serta (3) pembangunan sarana kesehatan masyarakat dan penyediaan
kebutuhan dasar untuk penguatan sistem kesehatan nasional; dan (4) penyelesaian
kegiatan prioritas 2020 yang tertunda.
e) Anggaran Ketahanan Pangan dianggarkan sekitar Rp104,2 triliun, yang diarahkan
untuk: (1) mendorong produksi komoditas pangan dengan membangun sarpras dan
penggunaan teknologi; (2) revitalisasi sistem pangan nasional dengan memperkuat
korporasi petani/nelayan dan distribusi pangan; serta (3) pengembangan food estate
untuk meningkatkan produktivitas pangan.
f) Perlindungan Sosial di tahun 2021 dianggarkan Rp421,7 triliun yang diarahkan untuk
percepatan pemulihan sosial dan mendukung reformasi sistem perlindungan sosial
secara bertahap. Langkah perlindungan sosial dilakukan melalui : (1) melanjutkan
program perlindungan sosial (perlinsos) untuk akselerasi pemulihan (antara lain Kartu
Sembako, PKH, Bansos Tunai selama 6 bulan, dan Kartu Pra kerja); (2) mendorong
program perlindungan sosial yang komprehensif berbasis siklus hidup dan 3/4
antisipasi aging population; (3) penyempurnaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial
(DTKS) dan perbaikan mekanisme penyaluran program perlindungan sosial, serta
penguatan monitoring dan evaluasi.
g) Pembangunan Pariwisata tahun 2021 dianggarkan sekitar Rp15,7 triliun, diarahkan
untuk: (1) pemulihan pariwisata, dengan pengembangan destinasi pada 5 fokus
kawasan (Danau Toba, Borobudur, Mandalika, Labuan Bajo, dan Likupang); (2)
pengembangan aspek 3A (atraksi, aksesibilitas, dan amenitas) serta peningkatan pada
2P (promosi dan partisipasi pelaku usaha swasta); (3) pendekatan storynomics tourism
yang mengedepankan narasi, konten kreatif, living culture, dan kekuatan budaya;
serta (4) pemanfaatan skema KPBU dalam membangun pusat-pusat hiburan, seperti
theme park yang akan menyerap banyak wisatawan.
h) Pemerintah tetap akan melanjutkan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN)
2021 dengan fokus kepada dukungan penanganan kesehatan, perlindungan sosial,
sektoral Kementerian/Lembaga dan Pemda, UMKM, pembiayaan korporasi, dan
insentif usaha. Prioritas anggaran tersebut tercakup dalam komponen belanja
pemerintah pusat serta transfer ke daerah dan dana desa. Selanjutnya, penguatan
reformasi belanja, khususnya belanja Pemerintah Pusat, dilakukan melalui Redesain
Sistem Perencanaan dan Penganggaran, menggunakan pendekatan spending better
yang fokus pada pelaksanaan program prioritas, berbasis pada hasil, efisiensi
kebutuhan dasar, serta antisipatif terhadap berbagai tekanan.
Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)

TKDD diproyeksikan mencapai Rp795,5 triliun atau meningkat 4,1 persen


dibandingkan alokasi dalam Perpres Nomor 72 Tahun 2020, yang diarahkan untuk
peningkatan quality control anggaran TKDD dan mendorong pemerintah daerah
dalam pemulihan ekonomi, serta meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan
dalam rangka mendukung pemulihan dan penguatan ekonomi nasional, dengan fokus
kebijakan sebagai berikut.
1. mendukung upaya pemulihan ekonomi sejalan dengan program prioritas nasional
antara lain melalui pembangunan aksesibilitas dan konektivitas sentra pertumbuhan
ekonomi serta dukungan insentif untuk menarik investasi, perbaikan sistem pelayanan
investasi, dan dukungan terhadap UMKM
2. mensinergikan anggaran TKDD dan belanja K/L dalam pembangunan SDM (terutama
sektor pendidikan dan kesehatan)
3. mendorong belanja infrastruktur daerah melalui creative financing untuk mendukung
pencapaian target RPJMN
4. redesain pengelolaan TKDD (DTU dan DTK) dengan mengedepankan penganggaran
dan pelaksanaan berbasis kinerja dan peningkatan akuntabilitas
5. meningkatkan kinerja TKDD dan melakukan reformasi APBD melalui implementasi
Standar Harga Satuan Regional (SHSR) dan penyempurnaan Bagan Akun Standar
(BAS).
Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pokok kebijakan , DAU Nasional bersifat
dinamis mengikuti PDN neto yang ditetapkan pemerintah, penyaluran secara asimetris
berbasis kinerja untuk mendukung optimalisasi penggunaan DAU untuk pencapaian
output layanan, serta diarahkan untuk penguatan SDM, perlindungan sosial, dan
ekonomi masyarakat daerah dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi nasional
akibat pandemi Covid-19.
Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik, dengan pokok kebijakan antara lain refocusing
dan simplifikasi bidang/kegiatan DAK Fisik untuk pencapaian Standar Pelayanan
Minimal dan pemenuhan gap layanan dasar pendidikan, kesehatan dan konektivitas,
peningkatan sinergi dengan belanja K/L dan sumber dana lainnya, serta peningkatan
dan pemerataan penyediaan infrastruktur pelayanan publik.
DAK Nonfisik diarahkan untuk mendukung upaya pemulihan ekonomi pada sektor
yang mendukung penyerapan tenaga kerja dan investasi, peningkatan pemerataan
kemampuan pelayanan kesehatan untuk mendukung pencegahan dan penanganan
krisis kesehatan, meningkatkan pengelolaan DAK Nonfisik antara lain melalui
perencanaan dan penganggaran berbasis output dan outcome, memperluas dukungan
pendanaan pada sektor strategis melalui penambahan DAK Nonfisik jenis baru yaitu
dana fasilitasi penanaman modal, dana pelayanan perlindungan perempuan dan anak,
serta dana ketahanan pangan dan pertanian.
Dana Desa sebesar Rp72,0 triliun, dengan arah kebijakan
1) reformulasi pengalokasian dan penyaluran Dana Desa melalui penyesuaian
porsi dan metode perhitungan serta penguatan kinerja
2) mendukung pemulihan perekonomian desa melalui program padat karya tunai,
jaring pengaman sosial, 4/4 pemberdayaan UMKM, sektor usaha pertanian
dan pengembangan potensi desa
3) mendukung pengembangan sektor prioritas antara lain melalui pengembangan
teknologi informasi dan komunikasi, program ketahanan pangan dan
ketahanan hewani, pengembangan pariwisata, peningkatan infrastruktur dan
konektivitas, serta program kesehatan nasional.

Kesimpulan dan Analisis


Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan dan menganalisis implikasi pandemi
Covid-19 terhadap pajak negara. Bagian-bagian yang dianalisis ialah pendapatan pajak
negara dan pengelolaan APBN ditengah pandemic covid-19 .Hasil kajian menunjukkan
bahwa atas dasar situasi yang tidak menguntungkan tersebut, Pemerintah Indonesia
telah mengeluarkan kebijakan pengelolaan anggaran untuk penanganan pandemi ini
melalui pendekatan strategi baru pengelolaan APBN yang menguatkan sisi penerimaan
dan relevansi sisi pengeluaran yang selaras dengan penanganan Covid-19. Stimulus
perekonomian secara intensif dilakukan dengan alokasi anggaran yang diperoleh
dari berbagai sumber realokasi belanja pemerintah pusat, penghematan belanja
negara dari pos anggaran yang tidak mendesak dan belanja modal yang tidak prioritas
selanjutnya dialihkan dalam bentuk pemenuhan infrastruktur kesehatan, jaring
pengaman sosial, dan stimulus ekonomi untuk dunia usaha. Pada sisi lain, defisit
anggaran berjalan tidak dapat dihindarkan dan diprediksi melebihi ambang batas
maksimal yang ditetapkan undang-undang tentang keuangan negara. Kajian ini juga
membuktikan bahwa pada situasi yang abnormal dimana anggaran negara mendapat
tekanan luar biasa selama masa pandemi pemerintah dapat mengatasi krisis sosial ekonomi
yang lebih dalam dengan menempuh langkah extraordinary sebagai terobosan luar
biasa berupa perumusan dan implementasi kebijakan memperluas defisit anggaran demi
penyelematan ekonomi dan sistem keuangan. Langkah luar biasa yang memang
diperlukan untuk mengamankan anggaran negara disertai dengan evaluasi akuntabel dan
transparan dengan tujuan terhindar dari krisis dengan skenarioberat atau bahkan
skenariosangat berat, kemudian setelah dapat melewati fase kritis tersebutsecara
bertahap fokus pada pemulihan ekonomi nasional

Daftar Pustaka
Badan Pusat Statistik. (2021). Badan Pusat Statistik. Retrieved from Badan Pusat Statistik:
https://www.bps.go.id/indicator/13/1070/1/realisasi-pendapatan-negara.html

Indonesia, K. K. (2020, 12 01). Pemerintah Siapkan Strategi Penggunaan APBN. Retrieved from
KEmenkeu.go.id: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/pemerintah-siapkan-
strategi-penggunaan-apbn-2021/

Kementrian Keuangan. (2020, April 27). Kementrian keuangan direktorat jendral anggaran.
Retrieved from Kementrian keuangan direktorat jendral anggaran:
https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/perubahan-postur-dan-rincian-apbn-2020-di-
masa-pandemi-covid-19

Kementrian Keuangan. (2021). APBN 2021: Percepatan Pemulihan Ekonomi dan Penguatan
Reformasi. 4.

Kementrian Keuangan. (2021). kementrian keuangan direktorat jendral anggaran. Retrieved from
kementrian keuangan direktorat jendral anggaran:
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/target-penerimaan-negara-di-2021-
meningkat-untuk-akselerasi-pemulihan-ekonomi/

Anda mungkin juga menyukai