Anda di halaman 1dari 3

PENERIMAAN PERPAJAKAN DIPREDIKSIKAN KURANG

Rp.403,1 TRILIUN DARI TARGET


Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memprediksikan
penerimaan perpajakan pada tahun ini hanya akan mencapai Rp1.462,6
triliun atau kurang Rp403,1 triliun dari target APBN 2020 sebesar
Rp1.865,7 triliun.
Sri Mulyani menyatakan prediksi tersebut didasarkan oleh
penerimaan pajak yang diperkirakan mengalami kontraksi 5,9 persen
dengan s hortfall  Rp388,5 triliun,atau turun dari Rp1.642,6 triliun dalam
APBN 2020, menjadi Rp1.254,1 triliun pada  outlook  terbaru.
Sri Mulyani menegaskan postur APBN 2020 sangat terpengaruh
akibat wabah COVID-19, sehingga pemerintah harus mengeluarkan
berbagai stimulus dalam rangka mengurangi dampak pandemi tersebut.
Dalam hal ini, Sri Mulyani menuturkan perpajakan mendapat dua mandat
sekaligus yaitu mengumpulkan penerimaan dan memberikan insentif bagi
dunia usaha yang tertekan akibat COVID-19.
COVID-19, RELAKSASI PAJAK, DAN RISIKO TURUNNYA
PENERIMAAN

Perang negara-negara di dunia dalam melawan pandemi Covid-19


belum usai. Eskalasi penyebaran virus Corona hingga saat ini masih
meningkat di berbagai negara. Untuk mengantisipasi ancaman resesi
ekonomi tersebut, berbagai negara mengambil langkah yang lebih proaktif
dari sebelumnya.
Kinerja pajak yang optimal tetap dibutuhkan di tengah adanya
kebutuhan atas berbagai relaksasi. Sebab, hilangnya penerimaan pajak
akibat berbagai keringanan pajak yang diberikan perlu diseimbangkan
dengan kesadaran wajib pajak. Oleh karena itu, kesadaran membayar
pajak masyarakat luas justru menjadi semakin krusial di tengah besarnya
kebutuhan pendanaan dari pemerintah.

1
 PANDEMI CORONA, PENERIMAAN PAJAK TAHUN INI DIPREDIKSI
RP 1.223 T

Presiden Jokowi mengikuti KTT Luar Biasa G20 secara virtual


bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dari Istana Bogor, Kamis, 26
Maret 2020. KTT ini digelar secara virtual untuk menghindari penularan
virus corona.
Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Denny Vissaro
memproyeksikan penerimaan pajak tahun ini akan mencapai Rp1.218,3
triliun hingga Rp1.223,2 triliun atau sekitar 97,2 persen hingga 97,6
persen dari outlook pemerintah. Sementara itu, pada
perubahan APBN 2020 yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor
54/2020 penerimaan pajak diprediksi akan mengalami penurunan 5,9
persen dibandingkan realisasi 2019 atau sekitar Rp1.254,1 triliun.
Ia menjelaskan aktivitas ekonomi para pelaku usaha terhambat akibat
keterbatasan mobilitas, baik dalam maupun antarnegara, yang akhirnya
turut menekan penerimaan pajak berbasis kegiatan impor seperti PPN
Impor dan PPh Pasal 22 Impor.
Meski demikian, PPh Pasal 21 berpotensi menjadi andalan
sebagaimana tercatat per Maret 2020 yakni PPh yang berasal dari
karyawan masih tumbuh 4,94 persen meskipun turun dibandingkan pada
2019 yang tumbuh sebesar 14,7 persen.
PEMERINTAH WASPADA DAMPAK PANDEMI COVID-19
TERHADAP EKONOMI
Peningkatan negara yang terdampak virus Covid-19 di seluruh
dunia seperti Amerika, Spanyol dan Italia membuat situasi ekonomi
dunia semakin memburuk. Beberapa lembaga bahkan memprediksikan
perlemahan ekonomi dunia, antara lain International Monetary Fund
(IMF) yang memproyeksikan ekonomi global tumbuh minus di angka
3%.

2
Pemerintah berkomitmen untuk menjaga keberlanjutan fiskal di
tahun 2020, dimana realisasi defisit APBN hingga Maret 2020
mencapai 0,44% Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu posisi
defisit keseimbangan primer pada Maret 2020 telah turun hampir Rp30
triliun dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Dengan
kondisi tersebut, realisasi pembiayaan APBN melalui utang hingga
Maret 2020 juga mengalami penurunan sebesar 57,17% jika
dibandingkan realisasi pada periode tahun sebelumnya. Penurunan
tersebut juga didorong oleh adanya tekanan di pasar keuangan pada
bulan Maret, yang berdampak pada menurunnya likuiditas karena
meningkatnya volatilitas pasar keuangan yang ditunjukkan oleh
peningkatan yield, turunnya IHSG, dan melemahnya nilai tukar Rupiah
terhadap Dolar AS. Dalam menghadapi kondisi tersebut, Pemerintah
menjalankan strategi pengelolaan pembiayaan utang secara hati hati
(prudent) dan terukur. Sejalan dengan hal ini, Pemerintah telah
mengubah jadwal penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dalam
valuta asing, dari semula di bulan Maret menjadi di bulan April 2020.
Pemerintah berharap dengan adanya penundaan ini dapat
membantu arus kas perusahaan sehingga perusahaan dapat terus
menjalankan usahanya. Keberlangsungan industri sangat penting untuk
mengatasi terhambatnya penyediaan logistik dan penyerapan tenaga
kerja agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja. Selain itu
Pemerintah juga telah mengantisipasi keadaan kahar ini dengan
berbagai kebijakan yang relevan seperti relaksasi aturan impor untuk
bahan baku pembuatan alat kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai