Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2020 menunjukkan berlanjutnya proses perbaikan perekonomian.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun mengalami kontraksi, pertumbuhan ekonomi pada triwulan
IV 2020 sebesar -2,19% (yoy) membaik dari pertumbuhan triwulan III 2020 sebesar-3,49% (yoy). Tren perbaikan
pada triwulan IV 2020 tersebut terjadi di hampir seluruh komponen permintaan dan lapangan usaha. Dengan
perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi 2,07% pada tahun 2020. Ke depan,
pertumbuhan ekonomi domestik yang membaik hingga akhir 2020, diprakirakan meningkat secara bertahap pada
2021. Bank Indonesia mengarahkan bauran kebijakan akomodatif serta memperkuat sinergi dengan Pemerintah dan
otoritas terkait untuk terus mendukung pemulihan ekonomi nasional.
Perbaikan ekonomi domestik triwulan IV 2020 ditopang realisasi stimulus dan kontribusi positif sektor eksternal.
Konsumsi Pemerintah tumbuh positif pada 2020 sebesar 1,94% dipengaruhi oleh realisasi stimulus Pemerintah,
terutama berupa bantuan sosial, belanja barang dan jasa lainnya, serta Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD).
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga membaik pada triwulan IV 2020, yakni tumbuh -3,61% (yoy) dari -4,05% (yoy)
pada triwulan sebelumnya, seiring dengan perbaikan mobilitas masyarakat. Secara keseluruhan tahun, konsumsi
rumah tangga terkontraksi sebesar 2.63%. Pertumbuhan investasi juga membaik pada triwulan IV 2020, dari -6,48%
(yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -6,15% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun mengalami kontraksi
sebesar 4,95%. Sementara itu, net ekspor tercatat positif ditopang perbaikan kinerja ekspor sejalan dengan perbaikan
kinerja perekonomian di beberapa negara tujuan ekspor di tengah masih terbatasnya kinerja impor.
Di sisi lapangan usaha (LU), sebagian besar lapangan usaha mengalami perbaikan pada triwulan IV 2020. LU yang
terkait dengan kesehatan dan aktivitas work from home dan school from home tercatat tetap tumbuh positif dan
melanjutkan perbaikan, seperti LU Informasi dan Komunikasi dan LU Jasa Kesehatan. LU Pertanian dan LU
Pendidikan juga mencatatkan pertumbuhan positif. Sementara itu, LU Industri Pengolahan dan LU Perdagangan yang
berkontribusi cukup besar pada perekonomian terus melanjutkan perbaikan, meski masih terkontraksi.
Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan, produk domestik bruto (PDB) RI pada
kuartal III-2020 secara year on year/yoy. Perekonomian Indonesia berdasarkan
besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2020
mencapai Rp3.894,7 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp2.720,6
triliun.
Sumber: https://setkab.go.id/membaca-kembali-perekonomian-indonesia-semester-i-2020-
pilihan-kebijakan-pemerintah-dalam-peningkatan-pdb-nasional/
DATA SENSUS
Indonesia | English
Download Bahan Tayang
Download Infografis
Abstraksi
Perekonomian Indonesia 2020 yang diukur berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar
harga berlaku mencapai Rp15.434,2 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp56,9 Juta atau
US$3.911,7.
Ekonomi Indonesia tahun 2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,07 persen (c-to-c)
dibandingkan tahun 2019. Dari sisi produksi, kontraksi pertumbuhan terdalam terjadi pada Lapangan
Usaha Transportasi dan Pergudangan sebesar 15,04 persen. Sementara itu, dari sisi pengeluaran
hampir semua komponen terkontraksi, Komponen Ekspor Barang dan Jasa menjadi komponen
dengan kontraksi terdalam sebesar 7,70 persen. Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan
faktor pengurang terkontraksi sebesar 14,71 persen.
Ekonomi Indonesia triwulan IV-2020 terhadap triwulan IV-2019 mengalami kontraksi pertumbuhan
sebesar 2,19 persen (y-on-y). Dari sisi produksi, Lapangan Usaha Transportasi dan Pergudangan
mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 13,42 persen. Dari sisi pengeluaran, Komponen
Ekspor Barang dan Jasa mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam sebesar 7,21 persen.
Sementara, Impor Barang dan Jasa yang merupakan faktor pengurang terkontraksi sebesar 13,52
persen.
Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada 2020 didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau
Jawa sebesar 58,75 persen, dengan kinerja ekonomi yang mengalami kontraksi pertumbuhan
sebesar 2,51 persen.
Perlambatan ekonomi juga dialami Indonesia. Perekonomian Indonesia tumbuh 4,97 persen
(YoY) pada triwulan IV tahun 2019, lebih lambat dibandingkan pertumbuhan ekonomi
triwulan sebelumnya sebesar 5,02 persen (YoY). Pertumbuhan pada triwulan ini masih
didorong oleh sektor jasa yang tumbuh tinggi, meskipun kontribusinya pada PDB masih relatif
kecil. Pertumbuhan paling tinggi berturut-turut adalah sektor jasa lainnya, jasa perusahaan,
dan informasi komunikasi. Dari sisi pengeluaran, perlambatan terjadi pada semua komponen,
dengan ekspor dan impor kembali mengalami kontraksi. Secara kewilayahan, sebagian besar
wilayah di Indonesia tumbuh positif, kecuali Maluku dan Papua, yang meskipun masih
Sampai dengan akhir Desember 2019, realisasi pendapatan negara mencapai 90,4 persen
terhadap target APBN 2019 dengan capaian penerimaan pajak mencapai 86,5 persen. Rasio
pajak Indonesia menunjukkan tren yang cenderung turun. Tanpa mobilisasi pendapatan dan
mempertimbangkan penerapan omnibus law perpajakan padda tahun 2021 yang berdampak
pada penurunan pendapatan dalam jangka pendek. Sementara itu, kondisi Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) turun dibandingkan triwulan IV tahun 2018 yang disebabkan oleh
Realisasi belanja negara hingga akhir Desember 2019 mencapai 93,9 persen dari alokasi APBN.
Belanja pemerintah pusat mencapai 91,7 persen dari target APBN. Kinerja tersebut sejalan
dengan pencapaian sasaran output strategis. Realisasi APBN secara keseluruhan mengalami
defisit sebesar Rp353 triliun atau setara -2,2 persen terhadap PDB.
"Pertumbuhan kuartal pertama lebih ditopang konsumsi domestik yang baik, daya beli
masyarakat yang stabil, dan angka inflasi yang juga rendah," ujar David, Jumat (3/5).
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi bulanan pada Maret 2019 sebesar 0,11% atau
secara tahunan 2,48%. Dengan demikian, inflasi Januari-Maret 2019 tercatat 0,35%. David
menilai, angka inflasi masih akan terjaga dalam target Bank Indonesia (BI) sepanjang tahun
ini yaitu 3,5% plus minus 1% secara tahunan. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2019,
kata David, ditopang kegiatan konsumsi yang relatif baik lantaran kondisi harga cukup stabil.
Aktivitas kampanye dan persiapan pemilihan umum sepanjang periode tersebut juga turut
berkontribusi, mulai dari aktivitas logistik, konsumsi makanan dan minuman, hingga
aktivitas terkait transportasi.
Dari sisi ekspor netto 2019
ekspor netto merupakan salah satu komponen pertumbuhan ekonomi selain konsumsi,
investasi, dan pengeluaran pemerintah.
Tak heran, permintaan dolar AS meningkat, rupiah terjerembab dalam sepekan terakhir.
Selain itu, pasar saham juga ikut bergejolak. Selasa (15/4), investor asing tercatat
melakukan aksi jual bersih (net sell) mencapai Rp998,81 miliar.
"Selain itu, perlu diingat bahwa perang dagang ini bisa saja menyebar ke negara-negara
lain. Yang terdekat setelah China adalah barang impor dari Eropa. Jadi inti utamanya adalah
trump memang istilahnya bersikap 'egois' karena dia memperjuangkan perekonomian
negaranya sendiri," jelas Dini.
Ia mengatakan, perang dagang masih akan menjadi pengaruh utama pergerakan rupiah
hingga akhir pekan ini. Namun, kondisi ini bisa berubah asal ada data ekonomi dalam negeri
positif. Data ini, tentu untuk meyakinkan investor bahwa menanam modal di Indonesia masih
menguntungkan.
Baca artikel CNN Indonesia "Rupiah dan Ekonomi RI Bisa 'Tumbang' Gara-gara Perang
Dagang" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190515114517-
532-395047/rupiah-dan-ekonomi-ri-bisa-tumbang-gara-gara-perang-dagang.
Ekonomi Indonesia pada triwulan III 2020 terhadap triwulan sebelumnya meningkat 5,05
persen (q-to-q). Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha transportasi
dan pergudangan yang mencapai 24,28 persen. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan
tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah (PK-P) yang tumbuh
16,93 persen.
BPS menyatakan ekonomi Indonesia triwulan III 2020 terhadap triwulan III 2019 mengalami
kontraksi 3,49 persen (year on year/YoY). Dari sisi produksi, lapangan usaha transportasi
dan pergudangan mengalami kontraksi pertumbuhan terdalam 16,7 persen. Darisisi
pengeluaran, komponen ekspor barang dan jasa mengalami kontraksi pertumbuhan
terdalam yakni 10,82 persen.
Kontraksi YoY ini merupakan yang kedua kali setelah pada kuartal II 2020, ekonomi
Indonesia minus hingga 5,32 persen. Artinya ekonomi Indonesia telah masuk ke jurang
resesi pada triwulan III tahun ini, atau merupakan pertama kali sejak 1999.
Dari sisi produksi, pelemahan pertumbuhan pada triwulan IV-2019 terutama terjadi di sektor
manufuktur yang porsinya hampir 20 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka ini
turun signifkan dari 4,14 persen secara tahunan pada III-2019 menjadi 3,66 persen pada
triwulan IV-2019.
Sejumlah sektor lain memberi sedikit kompensasi dengan pertumbuhan yang cukup tinggi
meskipun karena porsinya di bawah sektor manufaktur, penurunan tipis pertumbuhan
ekonomi tetap terjadi. Sektor pertanian, misalnya, tumbuh 4,26 persen secara tahunan pada
triwulan IV-2019, meningkat dari 3,12 persen. Penyediaan akomodasi (hotel) dan makanan
(restoran) meningkat tajam dari 5,41 persen menjadi 6,41 persen pada triwulan IV-2019.
Transportasi dan pergudangan melonjak dari 6,66 persen ke 7,55 persen. Kendati demikian,
hal itu masih belum cukup mengangkat pertumbuhan PDB menjauhi pertumbuhan steady
state 5,0 persen. Sebab, sektor perdagangan yang porsinya sekitar 13 persen dari PDB juga
praktis stagnan, bahkan melambat tipis dari 4,43 persen ke 4,24 persen.