Anda di halaman 1dari 52

BAB IV

PENDEKATAN KONSEP PERANCANGAN

A. Konsep Dasar Perancangan


Konsep Dasar Perancangan merupakan gagasan awal dari suatu konsep
perancangan, dimana konsep-konsep tersebut merupakan alat untuk mengubah
pernyataan non fisik menjadi produk bangunan fisik. Konsep-konsep tersebut
diarahkan pada pengembangan Perencanaan Balai Latihan Kerja (BLK) dengan
pendekatan Eco-Tech DI Kabupaten Muna. Adapun kategori pendekatan acuan
perancangan itu meliputi pendekatan secara makro dan pendekatan secara mikro
serta pendekatan fisik lainnya.
Pendekatan secara makro merupakan suatu langkah untuk menentukan
kesesuaian bangunan yang direncanakan dengan wilayah yang digunakan sebagai
tempat perencanaan bangunan tersebut. Pendekatan secara makro mencakup
tentang pendekatan pemilihan lokasi, pendekatan pemilihan site/tapak dan
pendekatan pengolahan site/tapak dengan menerapkan prinsip Eco-Tech. Ketiga
hal tersebut harus senantiasa memperhatikan kesesuaian antara fungsi bangunan
Pelatihan dengan segala potensi yang ada di sekitar wilayah yang dijadikan lokasi
perencanaan dan mampu menjadi solusi desain yang menjawab permasalahan
pada site/tapak.
Pendekatan secara mikro merupakan suatu langkah yang lebih diarahkan
pada fungsi bangunan itu sendiri. Artinya, pendekatan secara mikro ini lebih
membahas secara mendetail tentang aktivitas dan kegiatan yang terjadi di dalam
bangunan Balai Latihan Kerja. Pendekatan ini mencakup identifikasi pelaku dan
aktivitas di dalam bangunan, pendekatan kebutuhan dan besaran ruang, serta
pendekatan pola organisasi dan hubungan ruang.
Pendekatan fisik dan perlengkapan bangunan adalah segala sesuatu
yang mencakup pendekatan bentuk dan penampilan bangunan, penataan ruang
luar, pengkondisian ruang, pendekatan sistem struktur, sistem utilitas, dan lain
sebagainya. Pendekatan ini tentunya dengan memperhatikan serta menerapkan
konsep Eco-Tech Arsitektur.
Keseluruhan pendekatan acuan yang dilakukan akan menentukan bentuk
dan karakter bangunan yang direncanakan. Untuk itu, dalam setiap pendekatan
tersebut diiringi dengan dasar-dasar pertimbangan di dalamnya yang senantiasa
disesuaikan dengan fungsi bangunan sebagai Balai Latihan Kerja Di Kabupaten
Muna.

B. Pendekatan Parancangan Makro


1. Pendekatan Pemilihan Lokasi
Pendekatan penentuan lokasi merupakan salah satu pendekatan yang
menjadi indikator terpenting dan awal dalam merancang untuk memperoleh
kerberhasilan dalam konsep maupun penempatan sebuah bangunan. Tujuan
pendekatan penentuan lokasi adalah mendapatkan analisa lokasi kawasan yang
sesuai dengan fungsi bangunan sebagai Balai Latihan Kerja Di Kabupaten Muna.
Pendekatan penentuan lokasi merupakan salah satu syarat keberhasilan
desain dalam upaya Penempatan perencanaan gedung Balai Latihan Kerja (BLK)
di Kabupaten Muna yang tepat dan strategis. Oleh karena itu pemilihan
tempat/lokasi perancangan memerlukan pertimbangan cermat terhadap faktor-
faktor berikut:
a. Aspek Zonasi
Kesesuaian lokasi dengan peraturan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) Kabupaten Muna
b. Aspek Pencapaian
Kemudahan dalam pencapaian ke lokasi bangunan gedung Balai Latihan
Kerja (BLK) dari seluruh bagian wilayah Kabupaten Muna, yaitu
pertimbangan fasilitas jalur transportasi, angkutan transportasi umum,
maupun prasarana yang memudahkan masyarakat mencapai gedung
tersebut dengan mudah, cepat, dana aman.
c. Aspek Lingkungan dan Luasan Tapak
Perlunya pertimbangan integrasi dengan kondisi lingkungan sekitar serta
luasan tapak nantinya harus mampu menampung seluruh program kegiatan
yang ada di dalam Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Muna
d. Aspek Prasarana Lingkungan
Pertimbangan prasarana lingkungan yang ada pada bangunan tersebut
seperti pembuangan air kotor, jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan
telpon dan internet dan lain-lain yang akan menunjan utulitas pada
bangunan nantinya.

2. Pendekatan Pemilihan Tapak


Tujuan penentuan Tapak adalah untuk mendapatkan tapak yang sesuai
dengan kebutuhan dengan fungsi bangunan dengan memperhatikan kondisi fisik
lingkungan. Dalam penentuan tapak diperlukan pendekatan yang diarahkan untuk
memperoleh suatu area yang mampu memberikan fungsi yang maksimal terhadap
pengguna bangunan. Sehingga dalam menentukan tapak harus didasarkan pada
beberapa dasar pertimbangan sebagai berikut :
a. Sesuai dengan peruntukan lahan
b. Pencapaian ke lokasi tapak yang mudah
c. Luas lahan yang mencukupi
d. Kondisi fisik topografi tapak
e. Aspek klimatologis dan Kondisi lingkungan sekitar tapak
f. Tata letak tapak yang strategis dalam hal dapat memberikan tampilan
visual yang baik bagi penampilan bangunan natinya.
g. Ketersediaan sarana dan prasarana utilitas lingkungan

Selain itu juga untuk membangun suatu lembaga pelatihan, lokasi yang
akan ditetapkan harus memenuhi persyaratan dan telah di atur dalam standar
minimum BLK, yang berkaitan dengan :
a) Topografi
b) Drainase
c) Sumber air
d) Pembuangan limbah
e) Transportasi
f) Planologi
g) Kemungkinan untuk pengembangan

3. Pendekatan Pengolahan Tapak


Tujuan dari pengelolahan tapak adalah untuk mengetahui potensi dan
kekurangan yang ada tapak kemudian memanfaatkanya seoptimal mungkin
kelebihan yang ada pada tapak, serta mengatasi masalah-masalah yang akan
timbul pada tapak. Dalam pengelolah tapak diperlukan pendekatan pengelolahan
tapak yang di dasarkan atas pertimbangan sebagai berikut.
a. Kondisi Eksisting
Data eksiting di perlukan untuk mengetahui informasi keadaan kondisi
fisik tapak, keadaan lingkungan pada tapak, batas-batas tapak, dan potensi
yang ada pada tapak unsur pendukung bangunan, serta hal-hal yang perlu
dibenahi atau diadakan untuk mendukung fungsi bangunan.. Data eksisting
pada tapak ini diperlukan sebagai landasan utama untuk membuat analisis
pengelolah tapak.
b. Iklim (Orientasi Matahari dan Arah Angin)
Dalam perancangan bangunan Balai Latihan Kerja (BLK) dengan
Pendekatan Eco-Tech (Ekologi-Teknologi) Arsitektur, Analisis Iklim
dilakukan untuk mengetahui arah orientasi bangunan terhadap kondisi iklim
sekitar untuk mengurangi resiko gangguan cuaca yang mempengaruhi
bangunan. Hal yang perlu diperhatikan dalam analisis Iklim yang ada pada
area tapak menurut (Edward T. White, 1995) dalam Fabiola (2017) yaitu :
1) Variasi suhu setiap bulan dalam setahun termasuk temperatur
tertinggi dan terendah serta temperatur maksimum dan rata-rata
pada malam haridan perubahan temperature setiap hari dalam
setiap bulan.
2) Variasi kelembaban setiap bulan dalam setahun termasuk
kelembaban maksimum, minimum, dan rata-rata dalam setiap
bulan dan pada hari-hari biasa dalam setiap bulan.
3) Variasi curah hujan setiap bulan dalam setahun yang dinyatakan
dalam inch. Harus mencakup curah hujan maksimum yang dapat
diperkirakan dalam setiap hari.
4) Arah angin yang terjadi pada setiap bulan dalam setahun termasuk
kecepatan dalam kaki/menit atau mil/jam dan variasi yang dapat
diperkirakan untuk sepanjang hari dan malam. Juga harus
mencakup kecepatan angin maksimum yang dapat diperkirakan.
5) Garis edar matahari pada musim panas dan musim dingin solstice
(titik tertinggi dan titik terendah) termasuk altitude dan azimuth
pada waktu waktu tertentu setiap hari pada musim panas dan
musim dingin (matahari terbut dan matahari terbenam, posisi pada
jam 9 pagi, sore dan jam 3 sore)

c. Kebisingan
Kebisingan di sekitar tapak disebabkan oleh beberapa faktor, seperti
kebisingan akibat kendaraan bermotor dan kebisingan akibat aktivitas di
sekitar tapak. Kebisingan diatasi dengan mempertimbangkan :
1) Arah datangnya kebisingan.
2) Tinggi rendahnya tingkat kebisingan.
3) kegiatan yang membutuhkan tingkat kebisingan tertentu dipisahkan
menurut tingkat kebisingan polusi dan kegiatan.
4) Menggunakan bahan dan material yang dapat menyerap bunyi pada
ruang-ruang yang membutuhkan ketenangan.
5) Menempatkan ruang-ruang yang membutuhkan suasana tenang
jauh dari sumber kebisingan.
6) Membuat Penyangga disekitar tapak guna meredam kebisingan
disekitar tapak seperti vegetasi tanaman sebagai elemen.

d. View
View merupakan arah pandang yang baik dari dalam dan ke luar tapak.
Untuk mendapatkan view yang baik perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1) Pemandangan (view) dari tapak ke luar meliputi :
a) Posisi pada tapak dimana pemandangan tidak terhalangi
b) Bentuk pemandangan positif ataukah negative
c) Sudut dalam tapak yang paling baik dan dimana pemandangan
tersebut dapat terhalang
d) Kemungkinan kesinambungan pemandangan untuk jangka panjang
2) Pemandangan (view) dari luar ke arah tapak meliputi:
a) Sudut di bagian mana pada tapak yang akan terlihat untuk pertama
kali
b) Pemandangan pada tapak yang paling dramatik dari lahan.
c) Pemandangan terbaik dari tapak dan daerah-daerah yang dapat
dilihat.

e. Sirkulasi dan Pencapain dalam Tapak


Sirkulasi dan pencapaian merupakan hal yang sangat penting dalam
bangunan atau kawasan karena memberikan pengalaman dan pemandangan
yang akan muncul melalui satu kesan yang berturut-turut dan mengalir dalam
pemahaman suatu obyek/ruang.
1) Sirkulasi pada Tapak
Sebelum benar-benar memasuki interior suatu bangunan, kita
mencapai pintu masuknya melalui sebuah jalur. Ini adalah tahap pertama
sistem sirkulasi yang ketika menempuh pencapaian itu kita disiapkan
untuk melihat, mengalami serta memanfaatkan ruang-ruang di dalam
sebuah banguan. Waktu tempuh pencapaian sebuah bangunan dan pintu
masuknya bisa bervariasi, mulai dari beberapa langkah melalui ruang
sempit hingga ke sebuah rute yang panjang dan memutar. Ia bisa tegak
lurus ataupun miring terhadap terhadap fasad utama suatu bangunan.
Berikut ini merupakan pembagian jalur sirkulasi pada tapak yang
umumnya digunakan :
a) Sirkulasi Pejalan Kaki
Dengan mempertimbangkan:
(1) Menuntut kejelasan dan kemudahan (pemisahan yang jelas
antara jalur pejalan kaki dan kendaraan).
(2) Berfungsi sebagai pengarah.
(3) Cross sirkulasi antara pejalan kaki dengan kendaraan dibuat
seminimal mungkin.
(4) Memberikan keamanan, kemudahan, kejelasan, kecepatan dan
perlindungan terhadap pejalan kaki, misalnya dengan menanam
tanaman pelindung, disekitar jalur sirkulasi sebagai pelindung dari
sengatan panas matahari, dan memberikan kenyamanan
dengan menghadirkan suasana yang tidak membosankan. Dengan
factor batas kelelahan maksimum 30 m.

b) Sirkulasi Kendaraan
Dasar pertimbangan pada pendekatan arus sirkulasi kendaraan adalah :
(1) Adanya kejelasan arah dalam pola jalan agar tidak
membingungkan.
(2) Kemudahan dalam pencapaian dari fasilitas-fasilitas yang ada.
(3) Kelancaran sirkulasi dengan memisahkan jalan masuk dan
keluar kendaraan.
(4) Dapat dengan mudah meninggalkan kendaraan maupun kembali ke
kendaraan setelah parkir.
(5) Tidak mengganggu sirkulasi pejalan kaki.

c) Sirkulasi Servis
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pendekatan sirkulasi servis
adalah :
(1) Kelancaran arus keluar masuk barang
(2) Posisi area bongkar muat yang strategis
(3) Bila memungkinkan dibuat terpisah dari jalur pengunjung

d) Aksesibitas Penyandang Cacat


Dengan mempertimbangkan :
(1) Tingkat kemudahan untuk dapat menuju, mencapai, memasuki dan
penggunaan bangunan secara mandiri
(2) Bagi penyandang cacat, untuk mengatasi perbedaan jalan
digunakan ramp dan jalur pemandu.
(3) Simbol dan arah dalam bentuk implementasi standar-standar
aksisbilitas dan ukuran dasar ruang bagi penyandang cacat.
(4) Dimensi jalur Permukaan tidak halus atau licin dan tanpa
hambatan atau lubang.
2) Pencapaian Tapak
Pendekatan pencapaian untuk memperoleh arahan penentuan pintu
masuk dan pintu keluar, segi pencapaian ini disamping dipengaruhi oleh
letak zona tapak, juga dipengaruhi kesan yang ingin disampaikan oleh
bangunan terutama dari segi kemudahan sirkulasi, view kedalam tapak,
serta tingkat aktivitas pada bangunan nantinya.
(1) Main Enterance
Pencapaian umum pengunjung yang difungsikan sebagai jalan
masuk dari luar ke dalam tapak. Adapun dasar pertimbangan
penetuna pintu masuk adalah sebagai berikut
(a) Kemungkinan arah masuk terbesar
(b) Kemudahan pencapaian ke tapak bangunan
(c) Kelancaran arus lalu lintas di sekitarnya

(2) Side Enterance


Side enterance merupakan pencapaian bagi pengunjung yang
difungsikan sebagai jalan dari dalam keluar tapak. Penentuan
side enterance dipertimbangkan agar :
(a) Kejelasan dan kemudahan arus masuk dan keluar
(b) Menghindari terjadinya crossing dalam tapak
(c) Memudahkan pengawasan (Aspek Keamanan)

(3) Service Enterance


Merupakan alternatife pencapaian bagi sirkulasi kegiatan
service seperti kegiatan pelayanan service bangunan yang
hanya digunakan secara berkala atau pada saat-saat tertentu.

Selain itu juga pencapaian pada bangunan di dalam tapak akan


mempengaruhi penampilan serta kesan yang ditimbulkan oleh bangunan
tersebut. Ada tiga teknik pencapaian yang bias diterapkan dalam
perancangan yaitu : pencapaian frontal, tidak langsung, dan spiral.
(Francis D.K. Ching)
a) Pencapaian Frontal (Langsung)
Pencapaian frontal secara langsung mengarah ke pintu masuk
sebuah bangunan melalui sebuah jalur lurus dan aksial. Ujung
akhir visual yang dihilangkan pencapaian ini jelas bisa berupa
seluruh fasad dapan bangunan atau pintu masuk yang mendetail
didalam bidang

Gambar IV.1. Pencapaian Frontal


Sumber: Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan Edisi Ketiga, DK. Ching

b) Pencapaian Tidak Langsung (Tersamar)


Sebuah pencapaian tidak langsung menekankan efek persektif
pada fasad depan dan bentuk sebuah bangunan. Jalurnya dapat
diarahkan kembali sekali atau beberapa kali untuk menunda dan
melamakan pencapaianya. Jika sebuah bangunan dicapai dari
sebuah sudut yang ekstrim, pintu masuknya dapat dibuat
menjorok dari fasadnya agar lebih terlihat.

Gambar IV.2. Pencapaian Tidak Langsung


Sumber: Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan Edisi Ketiga, DK. Ching

c) Pencapaian Spiral (Berputar)


Sebuah jalur spiral melamakan pencapaian dan menekankan
bentuk tiga dimensional sebuah bangunansementara kita
bergerak di sepanjang kelilingnya. Pintu masuk bangunan ini
bisa terlihat berulang kali pada waktu pencapaianya untuk
memperjelas posisinya, atau ia bias disembunyikan hingga tipa
titik kedatangan.
Gambar IV.3. Pencapaian Spiral
Sumber: Arsitektur Bentuk Ruang dan Tatanan Edisi Ketiga, DK. Ching

f. Penzoningan Pada Tapak


Tujuan dari analisis zoning yaitu untuk mendapakan kemungkinan
terbaik bagi pengelompokan aktifitas agar masing-masing mempunyai tingkat
privasi yang sesuai dengan hirarki ruang yang jelas. Penentuan
pengelompokan kegiatan ini didasarkan ini didasarkan atas pertimbangan
sebagai berikut :
1) Fungsi-fungsi yang di rencanakan keberadaanya dalam tapak
2) Kebutuhan ruang yang diperlukan berdasarkan fungsi dan sifat
kegiatan/resepsi pernikahan
3) Sistem pencapain dan jalur sirkulasi yang langsung, mudah dan aman.
4) Kondisi kedaan linkungan tapak
5) Pola sirkulasi, jenis, dan fungsi bangunan sekitar tapak, prasaran
lingkungan dan sebagainya
6) Interaksi terhadap lingkungan disekitar tapak
Bedarsarkan sifatnya pengelopokan kegiatan zona dapat dikelompokan
menjadi 3 zona yaitu sebaagai berikut :
a) Zona Publik : Daerah yang dapat dicapai dengan bebas oleh
publik berisikan fasilitas-fasilitas yang bersifat umum
b) Zona Privat : Daerah yang membutuhkan ketenangan atau
untuk kegiatan internal pengelolahan gedung Mal Pelayanan
Publik
c) Zona Service : Diperuntukan untuk kegiatan service yang
letaknya berhubungan dengan bagian perawatan dan
pemeliharaan.
4. Pendekatan Ruang Luar
Ruang Luar adalah ruang yang terbentuk oleh batas horizontal bawah
(bentang alam seperti tanah) dan batas vertikal (masa bangunan dan vegetasi).
Masa berupa bangunan atau vegetasi dan ruang luar yang terbentuk diantaranya.
Keduanya perlu disusun dan diintegrasikan dalam site untuk dapat menciptakan
lingkungan hunian yang baik. Jenis ruang luar diklasifikasikan melalui beberapa
cara sehingga setiap klasifikasi membedakan jenis ruang luar dengan metode
tertentu seperti fungsi atau kegiatan yang dilakukan pada ruang tersebut..

Gambar IV.4. Ruang Luar Hidup dan Ruang Mati


Sumber: e-jurnal.uajy.ac.id

Berdasarkan jenis kegiatan yang ditampungnya, ruang luar dapat


dibedakan menjadi beberapa jenis. Berikut jenis-jenis ruang luar berdasarkan
kegiatannya :
a) Ruang Aktif
Ruang Aktif adalah ruang-ruang yang dibentuk untuk difungsikan
sebagai ruang untuk aktivitas olah raga, jalan, dan bermain. Ruang luar ini
dapat berbentuk: plaza, playround, lapangan Olah Raga, sidewalk.
b) Ruang Pasif
Ruang pasif adalah ruang-ruang yang dibentuk bukan difungsikan
sebagai tempat manusia melakukan kegiatan utama. Ruang luar ini dapat
berbentuk seperti taman pasif, area hijau terbuka untuk penyerapan air
hujan.

Ruang luar juga bisa dikategorikan sesuai dengan fungsinya. Berikut adalah
jenis ruang luar berdasarkan fungsinya :
a) Fungsional
Ruang Luar Fungsional merupakan ruang luar yang sebgaja dibentuk
dengan adanya fungsi/guna untuk melakukan kegiatan tertentu. Fungsi/guna
tersebut misalnya sebagai ruang aktif seperti tempat untuk bermain dan olah
raga, tempat peralihan kegiatan atau menunggu, sarana penghubung antar
bangunan, sebagai pembatas antar bangunan, atau sebagai pengatur jarak
antar bangunan
b) Ekologis
Ruang luar ekologis artinya ruang luar dibentuk dengan
pertimbangan fungsi ekologisnya. Fungsi ini terkait dengan pelestarian
lingkungan dan pemeliharaan alam yang dimulai dari skala kecil yaitu
bangunan. Fungsi tersebut misalnya seperti sumber penyegaran udara
(menyerap CO2 dan menghasilkan O2), sebagai penyerap dan pengendali air
hujan dan banjir, sebagai pengendali ekosistem tertentu, atau sebagai
pelunak/pelembut massa bangunan.

a. Prinsip Penataan Ruang Luar


Prinsip serta aza penataan ruang luar ditujukan untuk menghasilkan bentuk
penataan yang idal baik dalam fungsi maupun estetikanya. Prinsip-prinsip yang
dimaksud adalah keseimbangan, irama dan pengulangan, penekanan,
kesederhanaan, kontras, proporsi, ruang dan kesatuan (Hakim, 2012).

b. Elemen-Elemen Ruang Luar


1) Elemen Keras (Hardscape)
Hardscape adalah unsur-unsur material buatan atau elemen selain vegetasi
yang dimaksudkan adalah benda-benda pembentuk taman, terdiri dari bangunan,
gazebo, kursi taman, kolam ikan, pagar, pergola, air mancur, lampu taman, batu,
kayu, dan lain sebagainya. Hardscape berfungsi sebagai :
(a) Penambah suasana untuk meningkatkan nilai-nilai estetika atau
keindahan
(b) Dapat membangkitkan jiwa seni seseorang
(c) Sebagai tempat untuk meningkatkan rasa nyaman, aman, dan nikmat
(d) Menambah pengetahuan
(e) Tempat rekreasi
2) Elemen Lunak (Softscape)
Softscape adalah istilah yang digunakan untuk unsur-unsur material yang
berasal dari alam. Elemen softscape merupakan elemen yang dominan, terdiri dari
tanaman atau pepohonan dan air. Tanaman tidak hanya mengandung nilai estetis
saja, tetapi untuk meningkatkan kualitas lingkungan (Hakim, 2012). Fungsi
tanaman dapat dikategorikan sebagai berikut :
(a) Kontrol pandangan (visual control)
(b) Pembatas Fisik (physical barriers)
(c) Pengendali iklim (climate control)
(d) Pencegah erosi (erosion control)
(e) Habitat hewan (wildlife habitats)
(f) Nilai estetis (aesthetic values)

c. Pendekatan Penataan Parkir pada Ruang Luar


1) Perancangan Tempat Parkir
Secara garis besar, dalam perancangan (desain) tempat parkir harus
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
a) Waktu penggunaan dan pemanfaatan tempat parkir.
b) Banyaknya kebutuhan jumlah kendaraan untuk menentukan luas
tempat parkir.
c) Ukuran dari jenis kendaraan yang akan ditampung.
d) Mempunyai keamanan yang baik dan terlindungi dari panas
pancaran sinar matahari.
e) Cukup penerangan cahaya pada malam hari.
f) Tersedianya sarana penunjang parkir, misal tempat tunggu sopir,
tempat sampah dan lain-lain.
g) Keleluasan dalam memarkir kendaraan serta keleluasan pada saat
masuk dan keluar area parkir.
h) Kemudahan dalam pencapaian.
2) Bentuk Tempat Parkir
a) Parkir Tegak Lurus (Perpendicular)
Gambar IV.5. Parkir Tegak Lurus
Sumber: Hakim, 2012

b) Parkir Pararel (Pararell)

Gambar IV.6. Parkir Pararel


Sumber: Hakim, 2012

c) Parkir Sudut (Angle)

Gambar IV.7. Parkir Sudut 45°(Kiri) dan Sudut 60° (Kanan)


Sumber: Hakim, 2012

d) Parkir Khusus Penderita Cacat

Gambar IV.8. Parkir Khusus Penderita Cacat


Sumber: Hakim, 2012
d. Bentuk-Bentuk Tata Masa Ruang Luar
Tatanan massa adalah perletakan massa bangunan majemuk pada suatu
tapak, yang ditata berdasarkan zona dan tuntutan lain yang menunjang.
Tata letak massa bangunan juga harus dibuat berdasarkan alur sirkulasi yang
saling terkait. Massa sebagai elemen tapak dapat tersusun dari massa
berbentuk bangunan dan vegetasi kedua-duanya baik secara individual
maupun kelompok menjadi unsur pembentuk ruang outdoor. Adapun bentuk
dan tata masa ruang luar adalah sebagai berikut.

1) Bentuk Space

Gambar IV.9. Bentuk Space


Sumber: Hakim, 2012

2) Bentuk Grid

Gambar IV.10. Bentuk Grid


Sumber: Hakim, 2012

3) Bentuk Linear

Gambar IV.11. Bentuk Linear


Sumber: Hakim, 2012
4) Bentuk Geometris

Gambar IV.12. Bentuk Geometri


Sumber: Hakim, 2012
5) Bentuk Mekanis

Gambar IV.13. Bentuk Mekanis


Sumber: Hakim, 2012

C. Pendekatan Konsep Mikro


1. Pendekatan Kebutuhan Ruang
Untuk mendapatkan jenis-jenis ruang yang dibutuhkan, diperlukan analisis
terhadap pelaku kegiatan, kelompok kegiatan, serta program pelatihan yang
disediakan di dalam bangunan Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Muna
sehingga seluruh kegiatan dapat di wadahi. Berikut ini adalah pelaku kegiatan di
Balai Latihan Kerja :
a) Peserta Didik Pelatihan
Peserta didik pelatihan adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan diri dengan cara pembelajaran dan pelatihan yang
diselenggarakan oleh Balai Latihan Kerja (BLK) setempat. Umumnya peserta
pelatihan berusia diatas 17 Tahun dengan lama pelatihan 25 hari hingga 35 hari
atau bahkan bisa lebih tergantung dari jenis pelatihannya.
b) Instruktur Latihan Kerja
Instruktur Latihan Kerja adalah seseorang yang bertanggung jawab
melaksanakan kegiatan pelatihan kerja kepada peserta pelatihan di balai latihan
kerja (BLK) pada bidang atau kejuruan tertentu. Tugas seorang instruktur di
antaranya adalah membimbing dan mengawasi peserta pelatihan dalam
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan untuk bekerja. Instruktur bersama-
sama dengan tenaga perencana, penganalisis kebutuhan pelatihan, pengembang
kurikulum, pengadministrasi pelatihan, pemeliharaan sarana, dan pengelola
lembaga pelatihan.
c) Pengunjung
Adalah orang-orang yang datan berkunjung di Balai Latihan Kerja (BLK)
dengan tujuan dan maksud tertentu baik itu kunjungan secara perorangan atau
kelompok atau adan tertentu.
d) Pengelolah
Merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan pelatihan
kerja. Untuk itu, ia wajib menjalankan tugas yang telah tercantum dalam
Peraturan Mentri Ketenagakerjaan Republik Indonesia No. 21 Tahun 2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Pelatihan Kerja

Gambar IV.14. Contoh Struktur Organisasi Pengelolah BLK


Sumber: blkpadang.kemenaker.go.id

2. Pendekatan Besaran Ruang


Untuk mendapat besaran ruang diperoleh dari pola aktifitas, perabot yang
digunakan, sirkulasi gerak oleh pelaku di dalam ruang tersebut, selain itu
pertimbagan yang perlu diperhatikan dalam pendakatan penentuan besaran ruang
adalah sebagai berikut :
a. Jumlah pemakai ruang
b. Jumlah pelaku kegiatan
c. Jenis kegiatan
d. Standar-standar luasan yang dapat dilihat dalam standar ukuran ruang
e. Macam dan fungsi ruang
f. Studi prabot dan fasilitas yang dibutuhkan dalam ruang
g. Pola gerak statis dan dinamis dari pelaku kegiatan (pengunjung dan
pengelolah)
h. Modul dasar
Adapun standar penentuan besaran ruang yang digunakan adalah :
a) Neufert Architect Data.
b) Building Planing dan Design Standards.
c) Studi peralatan dan ruang gerak.
d) Pengamatan dan Asumsi

3. Pendekatan Hubungan Ruang


a. Pola Organisasi Ruang dan Tata Masa Bangunan
Organisasi ruang dan tata masa bangunan menunjukan keterkaitan antara
ruang/kelompok ruang yang terbentuk oleh keterkaitan kegiatann ataupun fungsi
dari ruang ruang/kelompok ruang tersebut yang juga membentuk sirkulasi.
Organisasi ruang dilihat dari bentuknya terbagi atas :

Gambar IV.15. Organisasi Ruang


Sumber: ejurnal.iternas.ac.id

1) Organisasi Terpusat
Organisasi terpusat merupakan komposisi terpusat dan stabil yang
terdiri dari sejumlah ruang sekunder, yang dikelompokan mengelilingi
sebuah ruang terposat dominan.
2) Linear
Organisasi linear pada dasarnya terdiri dari sederetan ruang. Ruang
ruang itu dapat berhubungan secara langsung satu dengan yang lainya atau
dihubungkan melalui ruang linear yang berbeda dan terpisah.
3) Radial
Sebuah ruang terpusat yang menjadi terlihat seperti organisasi-
organisasi ruang linear yang memanjang dengan cara radial. Ruang radial
dapat berbeda satu sama lain tergantung dari kebutuhan dan fungsi.
4) Organisasi Ruang Mengelompok
Ruang-ruang dikelompokan berdasarkan adanya hubungan atau
sama-sama memanfaatkan ciri atau hubungan visual, serta sumbu dapat
membantu organisasi ruang ini.
5) Grid
Organisasi grid terdari dari bentuk-bentuk dan ruang-ruang dimana
posisinya dalam ruang dan hubungan antar ruang diatur oleh pola atau
bidang grid tiga dimensi. Dalam daerah grid ini, ruang-ruang dapat
terbentuk sebagai pengulangan modul grid

b. Pola Hubungan Ruang


Untuk mendapatkan pola hubungan ruang yang baik harus berdasarkan
pertimbangan sebagai berikut :
1) Pola sirkulasi dari masing-masing kegiatan pada bangunan
2) Pengelompokan dan keterkaitan dari masing-masing kegiatan pada
bangunan
3) Pertimbangan dari segi fleksibelitas peruangan
Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas, maka hubungan
ruang disini dibedakan menjadi 2 hubungan secara garis besar :
a) Hubungan Langsung
Hubungan langsung secara yang relatif tidak melalui
media/fasiltas penghubung
b) Hubungan Tidak Langsung
Hubungan yang melalui media/fasilitas penghubung (corridor, hall
dan sebagainya).
Tingkat Hubungan ruang juga dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a) Hubungan erat
b) Hubungan kurang erat
c) Tidak ada hubungan.
Sedangkan untuk pendekatan hubungan ruang pada kawasan dilakukan
dengan dasar pertimbangan sebagai berikut :
a) Jenis kegiatan : kelompok kegiatan utama, kelompok kegiatan
penunjang, kelompok kegiatan perlengkapan, dan kegiatan servis.
b) Sifat ruang : publik, semi publik, semi prifat, dan servis.
c) Tingkat kebisingan : area bising, agak bising, dan area tenang.

4. Pendekatan Ruang Dalam


Pendekatan Ruang dalam (interior) dimaksudkan sebagai upaya
menciptakan ruang yang sesuai dengan fungsinya, dalam perencanaan ruang
dalam didasarkan pada pengitegrasiannya terhadap penggunaan automatisasi
bangunan yang berkaitan erat dengan tata susunan prabot ruangan, luas ruangan,
sirkulasi ruang, temperatur, pencahayan, kebisingan/akustik, sirkulasi udara,
kemanan, keselamatan serta unsur antropometri dan ergonomic manusia.
a. Elemen Pembentuk Kesan Ruang
Elemen pembentuk ruang interior adalah unsur-unsur yang harus ada
dalam interior. Satu dan yang lainnya saling ketergantungan. Apabila salah satu di
antaranya tidak ada maka ia bukanlah interior. Karena ketika satu elemen ini
hilang ruangan tidak bisa berfungsi dan dapat dipergunakan dengan baik.

Gambar IV.15. Elemen Pembentuk Ruang


Sumber: Slideplayer.info
Adapun elemen pembentuk ruang interior di antaranya meliputi elemen
adalah sebagai berikut
1) Lantai
Lantai merupakan bagian paling bawah dalam sebuah ruang. Ia
berfungsi untuk membentuk karakter dan menunjang aktivitas yang ada di
dalam ruangan tersebut. Sebagai pembentuk karakter, lantai juga memiliki
dampak psikologi yang berbeda-beda tergantung material apa yang
digunakan. Lantai yang menggunakan granit, marmer, keramik dan plester
akan membentuk dan melahirkan suasana ruang yang terasa lebih dingin.
Sementara lantai dengan material kayu akan membentuk dan menciptakan
suasana ruang yang lebih hangat.
2) Dinding
Dinding adalah elemen pembentuk ruang interior selanjutnya. Ia
merupakan elemen interior bagian tengah antara plafon dan lantai. Selain
memiliki fungsi sebagai pembentuk dan pemisah ruang, dalam desain
interior dinding juga merupakan focal point dan menjadi salah satu elemen
yang bisa didekorasi untuk meningkatkan daya tarik ruang itu sendiri.
3) Plafon
Plafon atau ceiling merupakan bagian paling atas, batasan antara
ruang di bawah atap dengan dinding yang memiliki ketinggian bervariasi
sesuai dengan kebutuhan. Tinggi plafon umumnya adalah 280-400 cm, atau
dalam beberapa situasi bisa lebih pendek dan lebih tinggi dari itu. Kuncinya
adalah tergantung kebutuhan.
Plafon berfungsi menyembunyikan area instalasi listrik dan struktur
atap sehingga ruangan terlihat lebih indah dan menarik secara visual. Plafon
tidak hanya berfungsi sebagai nilai estetik. Ia juga memiliki fungsi untuk
menahan panas dari atap sehingga udara dalam ruangan dapat lebih
terkontrol. Selain itu, plafon juga memiliki peran sebagai akustik ruang.
Dalam desain interior plafon sebagai elemen pembentuk ruang, bisa
memiliki jenis atau tipe bermacam-macam, ia dibedakan dari gaya dan
konsep desain yang digunakan.
b. Pemilihan Warna
Warna sangat menentukan kesan dan perasaan bagi pengamat dalam suatu
ruang. Warna juga mampu menutupi kekurangan-kekurangan dalam bentuk dan
konstruksi apabila mampu diaplikasikan secara baik. Sehingga . pemilihan warna
yang salah pada ruangan dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, atau bahkan
membawa dampak buruk bagi kondisi psikologis. Adapun fungsi warna adalah
sebagai berikut :

1) Estetika
Hal sederhana dari fungsi warna dalam suatu ruangan adalah
memberikan nilai estetika, keindahan, serta menghilangkan kesan kusam
dan tidak terawat. Suatu ruangan yang didesain dengan menggunakan
warna-warna tertentu, akan terlihat jauh lebih indah daripada sebuah
ruangan yang tidak dicat.
2) Manipulasi
Mengaplikasikan cat warna yang tepat pada interior hunian
merupakan salah satu cara untuk manipulasi ruangan. Manipulasi yang
dimaksud adalah kesan yang dihadirkan dari warna yang diterapkan pada
ruangan. Penggunaan warna tertentu seperti putih merupakan jurus ampuh
untuk menciptakan kesan luas dan lapang dalam sebuah ruangan sempit.
3) Psikologis
Setiap warna juga memiliki potensi yang memberikan efek positif
serta negatif pada seseorang. Penggunaan warna berkaitan dengan kondisi
psikologis seseorang yang akan memengaruhi tubuh, pikiran, emosi dan
keseimbangan ketiganya pada diri manusia.

Tabel IV.1 Pengelompokan Psikologi Warna


Dari atas kelihatan merangsang kejiwaan, dari samping
Warna yang hangat
menghangatkan, mendekatkan, dari bawah meringankan, dan
dan terang
meningkatkan
Warna yang hangat Dari atas tampak menyendiri, anggun, dari samping melingkari; dari
dan gelap bawah sentuhan dan injakan yang nyaman
Warna yang dingin Dari atas, mengendorkan saraf, dari samping menggiring, dari bawah
dan terang licin, merangsang untuk berjalan
Warna yang dingin Dari atas berbahaya,dari samping dingin dan sedih, dari bawah
dan gelap membebani, menarik kebawah
warna yang merepresentasi kesucian, kebersihan dan keadaan
Warna putih
reratur yang mutlak, serta terlihat lebih formal.
Sumber : Data Arsitek jilid 1 : 33

c. Pemilihan Material Ruangan


Dalam pemilihan material ruang dalam yang digunakan perlu
mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut :
1) Fungsi
Material yang dipilih sebaiknya dapat menciptakan suasana yang nyaman
2) Efisiensi
Material yang dipilih sebaiknya ringan tetapi kuat sehingga beban
bangunan dapat berkurang dan struktur dapat menjadi lebih ekonomis.
3) Keamanan
Material tidak mudah rusak dan terbakar serta tahan lama
4) Estetika
Warna serta bentuk material sesuai dengan fungsi ruang dan divariasikan
dengan bahan yang bertekstur halus dan kasar sehingga menarik
5) Diharapkan masing-masing material mudah dilaksanakan dan mudah
perawatanya

5. Pendekatan Sistem Sirkulasi Antar Ruang


Sistem sirkulasi pada bangunan dapat di definisikan sebagai jalan lalu
lalang dari masuk diluar bangunan sampai masuk ke dalam bangunan. Dan untuk
sirkulasi dalam bangunan dapat digolongkan menjadi dua yaitu sirkulasi
horizontal dan sirkulasi vertikal
a. Sirkulasi Horizontal
Sirkulasi horizontal merupakan jalam lala lalang antar ruang dalam satu
lantai. Presentas kemiringan pada sirkulasi ini tidak lebih dari 10% sedangkan alat
teranportasi jenis sirkulasi horizontal adalah koridor dan konveyor. Beberapa
syarat yang harus dipenuhi dalm merancang sirkulasi horizontal terutama koridor
dan ruang peralihan di antaranya adalah :
a) Urutan yang logis baik dalam ukuran ruang, bentuk, dan arah
b) Pencapaian yang mudah dan langsung dengan jarak sependek
mungkin
c) Memberi gerak yang logis dan pengalaman yang bermakna
d) Aman, persilangan arus sirkulasi sesedikit mungkin atau
dihindari sama sekali
e) Cukup terang
Sistem sirkulasi horizontal sangat erat kaian dengan pola penempatan
aktifitas dan pola pengunaan sehingga merupakan pergerakan dari ruang yang satu
ke ruang yang lain. Hubungan jalur sirkulasi dengan ruang dapat dibedakan
menjadi 3 (tiga) macam yaitu ;
1) Jalur Melalui Ruang :
a) Integrasi masing-masing ruang sangat kuat
b) Bentuk alur cukup fleksibel
2) Jalur Memotong Ruang
Mengakibatkan terjadinya ruang gerak dan ruang diam
3) Jalur Berakhir pada Ruang
a) Lokasi ruang menetukan arah
b) Sering digunakan pada ruang bernilai fungsional atau simbolis

1) Sirkulasi Jalur Melalui Ruang

3) Sirkulasi Jalur Berakhir pada


2) Sirkulasi Jalur Memotong Ruang Ruang

Gambar IV.16. Jenis Jalur SIrkulasi antar Ruang


Sumber: Suparman, (1999)

b. Sirkulasi Vertikal
Sistem sirkulasi vertikal digunakan untuk keperluan pengelola,
pengunjung maupun servis untuk mengangkut suatu benda dari bawah ke atas
ataupun sebaliknya. Ada berbagai macam tipe transportasi vertikal diantaranya
lift, escalator, tangga, dan ramp. Adapun Sistem sirkulasi Veritikal yang mungkin
digunakan pada bangunan Balai Latihan Kerja (BLK), Kabupaten Muna adalah
sebagai berikut.
1) Tangga
Merupakan salah satu jalur penghubung atau vertikal line dari suatu
bangunan berlantai banyak. Penggunaan tangga sebagai jalur penghubung
lntai tangga ke lantai dianggap efektif tidak lebih dari 3 lantai.

Gambar IV.17. Detail Tangga


Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

Gambar IV.18. Lebar Ukuran Tangga


Sumber: Data Arsitek jiid 1

2) Ramp
Ramp adalah bidang miring yang dipasang sebagai pengganti tangga.
Landau memungkinkan pengguna kursi roda, serta orang-orang yang
mendorong kereta bayi atau benda berda lain agar pengguna benda beroda
lebih mudah untuk terakses kedalam kedalam sebuah bangunan.
Ramp untuk pengunaan dalam gedung paling besar harus memiliki
kelandain 6° , atau perbandingan antara tinngi dan kemiringan 1:10,
sedangkan untuk penggunaan luar bangunan paling besar memiliki
kelandain 5° atau perbandingan anatara tinggi dan kemiringan 1:12
Gambar IV.19. Detail Ram
Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

6. Pendekatan Sistem Pencahayaan dan Pengahawaan Bangunan


a. Sistem Pencahayaan
Ruangan mendapatkan cahaya dengan 2 cara, yaitu penerangan alami dari
sinar matahari dan penerangan buatan dari lampu.
1) Sistem Pencahayaan alami

Gambar IV.20. Prinsip Pencahayaan Alami


Sumber: https://culdesachdmks.wordpress.com/2013

Prinsip-prinsip dasar kualitas ruang terhadap pengaruh sinar matahari, yaitu :


a) Didasari pada pancaran sinar matahari
b) Untuk cahaya langsung sebaiknya Cuma pada jam 06.30 – 08.00
pagi dan sore setelah jam 17.00
c) Orientasi ideal pada masa bangunan
d) Menghindari cahaya langsung dari sdut 45° pada matahari
e) Memeberikan bukaan 25% dari luas lantai jika menghadap lapangan
terbuka
f) Memberikan bukaan 50% dari luas lantai jika tidak menghadap ke
lapangan terbuka
g) Pencahayaan alami tersebut efektif untuk lebar ruang ± 9 meter.

2) Sistem Pencahayaan Buatan

Gambar IV.21. Contoh Konsep Pencahayaan Buatan


Sumber: https://1219251008ketutryanbudhisaputra.wordpress.com

Didasarkan pada kondisi yang tidak menguntungkan sehingga


cahaya matahari tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal, misalkan pada
malam hari atau keadaan cuaca yang mendung atau hujan. Kondisi ruangan
diusahakan sedapat mungkin mendekati keadaan pada saat pemanfaatan
cahaya matahari secara optimal.
Untuk mencapai kondisi seperti yang dimaksudkan, maka sumber
cahaya mempunyai peranan penting dengan karakter cahaya yang
dikeluarkan serta daya yang dihasilkan dapat semaksimal mungkin, untuk
itu perlu juga diperhatikan :
a) Luas ruangan
b) Jenis ruangan yang digunakan
c) Warna ruangan
d) Titik iluminasi yang sesuai dengan kegiatan dalam ruangan
e) Perletakan titik lampu agar tidak silau, distribusi cahaya yang
merata di dalam ruangan
f) Penggunaan daya listrik sehemat mungkin, dengan cara
pemakaian listrik pada saat yang benar-benar diperhatikan.

b. Sistem Penghawaan
Penghawaan pada bangunan didasari atas pertimbangan :
a) Angka kelembahan udara berada diatas kelembaban yang sehat
dan nyaman
b) Adanya ruang-ruang khusus yang membutuhkan kontinuitas
kondisi dan kontinuitas komposisi udara pada kadar tertentu
c) Adanya ruang-ruang yang tidak memungkinkan ventilasi secara
alamiah.
Pendekatan untuk sistem penghawaan terdiri dari 2 jenis antara lain :
1) Penghawaan Alami

Gambar IV.22. Pemanfaatan Penghawaan Alami Pada Bangunan


Sumber: https://arsitekturdanlingkungan.wg.ugm.ac.id

Sistem penghawaan alami adalah suatu sistem penghawaan yang


memanfaatkan hembusan angin dan iklim sekitar untuk penghawaannya
atau tanpa bantuan alat.
Penghawaan alami ini tidak konstan dan sangat tergantung pada
keadaan lubang ventilasi, temperature udara, angka kelembaban dan radiasi
matahari. Sistem yang paling tepat adalah sistem udara horizontal, yaitu
pengaliran udara dari satu sisi ke sisi lain dalam ruangan.
2) Penghawaan Buatan
Sistem ini merupakam pengaliran udara atau pengatur temperature
udara dalam ruang dengan mengunakan alat atau teknologi buatan untuk
mengalirkan udara. Adapun sistem yang dapat dugunakan adalah :
a) Sistem penghawaan buatan tanpa dikondisikan
sistem ini membantu pengaliran udara alami tetapi masih
dipengaruhi fakor-faktor lingkungan adapun sistem yang digunakan adalah
(1) Sistem fun biasa
Digunakan dua fun yang masing-masing digunakan untuk
mengeluarkan dan memasukan udara
(2) Sistem full fun
Pada prinsipnya sama dengan fun biasa, hanya sistem ini
digunakan untuk banyak ruangan atau ruang ruangan besar

b) Sistem penghawaan buatan (artificial) yang dikondisikan atau


biasa disebut AC (Air Conditioning)

Gambar IV.22. Penggunaan AC untuk Penghawaan Buatan Pada Bangunan


Sumber: https://www.mitra-arsitek.com

Sistem AC pada bangunan berfungsi untuk mengontrol temperature


udara agar tidak terlalu panas dan dingin, mengatur kelembabab udara dan
mengatur sirkulasi udara yang banyak mengandung CO ₂ dan mengganti
dengan udara segar yang mengandung O ₂ .
Adapun sistem penghawaan dengan menggunakan AC adalah
(1) Sistem AC unit
(a) Dapat diatur langsung oleh pemakai ruangan
(b) Hanya dapat di manfaatkan pada ruang-ruang terkecil
(2) Sistem unit AC sentral
(a) Kapasitas pendingin
Untuk tipe yang terbesar = 4,25 ton refrigerant
Untuk tipe yang terkecil = 2,25 ton refrigerant
(b) Sistem unit AC sentral tepat digunakan untuk melayani
satu atau beberapa zona dalam satu bangunan yang
membutuhkan tingkat kondisi yang khusus.
(3) Sistem AC sentral
Hanya efektif digunakan pada bangunan lantai banyak
dengan kebutuhan tingkat pengkondisian yang uniform untuk
setiap ruang

7. Pendekatan Bentuk Dasar dan Tampilan Bangunan


Tujuan dari pendekatan Bentuk dasar dan tampilan bangunan adalah untuk
mendapatkan bentuk dan tampilan bangunan yang menarik dan sesuai dengan
fungsi bangunan nantinya.
a. Bentuk Dasar Bangunan
Bentuk dasar merupakan aspek prinsip yang membantu kita
mengidentifikasi serta mengategorikan bentuk (Francis D. K. Ching, 2008) .
Bentuk dasar juga merupakan garis luar karakteristik atau konfigurasi permukaan
sebuah bentuk yang khusus. Berikut ini adalah bentuk dasar serta kesan bentuk
yang dihasilkan yang dapat digunakan dalam pemilahan bentuk dasar bangunan
sebagai berikut

Tabel IV.2. Karakteristik yang Ada pada Bentuk Dasar

Kriteria

Persegi Segitiga Lingkaran


Penyesuaian terhadap bentuk atap Sesuai Kurang Stabil
Sesuai

Sifat formil Formil, tegas


Stabil Stabil
dan sederhana

Efesiensi Ruang Tinggi Kurang Sedang

Visual Bangunan Dari Segala


4 Arah 3 Arah
Arah
Pengembangan Mudah Sukar Agak Sukar
Pelaksanaan Lebih Mudah Agak Sukar Cukup

Fleksibilitas Ruang Tinggi Kurang Cukup

(Sumber : Francis D.K. Ching, 1984)

Faktor utama dalam pemilihan bentuk dasar suatu bangunan adalah


fungsi serta sifat kegiatan yang ditampungnya, selain itu pemilihan bentuk
dasar bangunan juga mempertimbangkan terhadap beberapa faktor-faktor
yaitu; kesesuaian bentuk site, orientasi bangunan, konstruksi bangunan,
efisiensi ruang, ekonomi bangunan dan kesan atau tampilan yang ingin
dicapai. Pendekatan bentuk dasar terhadap konsep desain yang ada serta sifat
kegiatan masing- masing mempengaruhi bentuk dasar bangunan sehingga
memberi nilai estetika dan aksen pada bangunan secara keseluruhan.

b. Tampilan Bangunan
Tampilan bangunan merupakan faktor yang sangat menetukan
keberhasilan suatu perencanaan, terutama bagi bangunan yang bersifat formal.
Dalam hal ini, penampilan luar bangunan maupun tata ruang dalam bangunan,
adapun faktor faktor yang mempengaruhi pendekatan penampilan bangunan yaitu
sebagai berikut
1) Tuntutan fungsi dari unit-unit kegiatan bangunan
2) Karakter filosofi bangunan yang menuntut penampilan bangunan dan
kenyamanan, dimana penataan bentuk bangunan sangat berpengaruh
3) Keserasian serta proporsi bangunan terhadap lingkungan di sekitarnya
4) Efektifitas dan efesiensi dalam pengunaan ruang

8. Pendekatan Sistem Modul dan Struktur Bangunan


Struktur dan konstruksi merupakan sarana untuk menyalurkan beban yang
diakibatkan penggunaan atau kehadiran bangunan di atas tanah. Selain itu juga
perwujudan ungkapan fisik bangunan didukung oleh struktur, sehingga pemilihan
sistem struktur yang digunakan didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut :
a) Pertimbangan bentuk dan tampilan bangunan
b) Kondisi fisik lingkungan tapak
c) Kemudahan dan kecepatan pelaksanaan
d) Kekuatan struktur bangunan

Adapun sistem struktur dan konstruksi pada bangunan antara lain sebagai
berikut:
a. Sistem Modul Pada Bangunan
Pemilihan modul harus memenuhi syarat perancangan struktur, efisiensi,
efektifitas, fungsi dan sifat bangunan, fleksibel serta tetap mempertahankan
estetika.
1) Modul Dasar
Modul yang digunakan didasarkan pada ukuran tubuh manusia dari
area gerak tubuh. Untuk mendapatkan besarnya terlebih dahulu diketahui unit
dasar (unit terkecil), kemudian ditetapkan dimensinya yang dapat diwakili.
2) Modul Fungsi
Modul ruang yang didasarkan pada fungsi ruang yang direncanakan
terlebih dahulu diketahui unit fungsi lalu ditetapkan dimensi yang mewakili.
Dari unit terkecil angka 30 cm merupakan kelipatan terkecil yang dapat
menjadi interval dari besaran 60 cm, 90 cm, dan 120 cm.
3) Modul Meterial
Modul Material merupakan metoda pelaksanaan pembangunan
dengan memanfaatkan ukuran material atau komponen fabrikasi, yang dibuat
di luar lokasi proyek atau di dalam lokasi proyek namun perlu disatukan lebih
dahulu antar komponennya (erection) ditempat yang seharusnya/posisi dari
komponen tersebut. Modul material yang digunakan dapat diambil dari
kelipatan modul fungsi yaitu, 30 cm, 60 cm, 90 cm, 120 cm.
4) Modul Struktur
Pemilihan modul struktur didasarkan atas pertimbangan :
a) Dimensi dasar gerak manusia
b) Dimensi peralatan operasional
c) Standar efisiensi gerak
d) Dimensi bahan bangunan dan perlengkapan lainnya
e) Efektifitas bentangan struktur.
Gambar IV.23. Bentuk Modul Bangunan
Sumber: DK. Ching, 2000

b. Sub Struktur
Sistem sub struktur adalah struktur pendukung bawah yang berfungsi
meneruskan beban bangunan kedalam tanah.. Pertimbangan pemakaian sub
struktur adalah :
a) Mampu mendukung beban setiap struktur
b) Mampu menetralisir beban eksternal
c) Kekuatan daya dukung tanah pada tapak
d) Pada tahap pelaksanaan tidak mengganggu bangunan disekitarnya

Tabel IV.3. Jenis-Jenis Pondasi


Nama
Dan Gambar Kriteria
Jenis Pondasi

- Pelaksanaanya mudah tetapi bising


Pondasi Tiang dan getaran tinggi
Pancang - Kualitasnya lebih terjaga karena
sudah standar pabrik
- Ekonomi dalam penggunaan lahan
- Mudah diperoleh dan juga
Jenis terjangkau oleh teknologi setempat
Pondasi Dalam

Pondasi Rakit - Digunakan di mana tanah dasar


mempunyai daya dukung yang
rendah dan/atau beban kolom yang
begitu besar, sehingga lebih dari 50
% dari luas bangunan
- Struktur pondsi dapat digunakan
Jenis
sebagai tiang
Pondasi Dalam - Pelaksanaan tidak terlalu bising
tetapi sulit dalam pelaksanaanya
- Kekuatan besar walaupun agak
boros

Pondasi Sumuran - Kebisingan rendah walaupun cukup


memakan waktu dalam pelaksanaan
- Polusi getaran kecil, tetapi agak
rumit dalam pelaksanaan
- Cocok dalam segala jenis tanah
tetapi tidak ekonomis.
Jenis - Daya dukung lebih besar, tetapi
Pondasi Dalam relatif mahal
- Digunakan pada kondisi tanah
berair dan berpasir

Pondasi - Cukup aman untuk gaya vertikal


Garis/Menerus dan leteral
- Dipakai ditanah yang lapisan tanah
yang kerasnya tidak jauh dari
permukaan tanah
Jenis - Penggunaan bahan yang cukup
Pondasi Dangkal ekonomis dan cara pelaksanaanya
lebih mudah

Pondasi Poer Plat - Cukup aman untuk menahan gaya


vertikal dan lateral
- Dipakai pada pada tanah yang
lapisan tanah kerasnya tidak jauh
dari permukaan tanah
- Penggunaan bahan yang cukup
Jenis ekonomis dan cara pelaksanaanya
Pondasi Dangkal lebih mudah

Sumber: Analisa Penulis dari Berbagai Sumber, 2022


c. Super Struktur
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan sistem super struktur adalah
beberapa unit bangunan membutuhkan ruang yang cukup besar, sehingga
memerlukan sistem struktur yang mampu mengatasi bentangan yang lebar. Super
struktur terdiri dari :
1) Sistem Struktur Rangka Kaku (rigid frame)
Sistem rangka kaku merupakan penggabungan unsur linear
pembentuk bidang vertikal dan horizontal yang saling dihubungkan pada
ujung-ujungnya oleh joints (titik hubung) yang dapat mencegah rotasi relatif
di antara elemen struktur yang dihubungkannya. Dengan kriteria spesifik:
a) Efektifitas untuk ruang dengan bentangan kurang atau sama
dengan 12 meter.
b) Penyaluran beban terpusat pada kolom, sedang untuk penyelesaian
konstruksi diperlukan terutama pada join kolom dan balok.
c) Digunakan pada struktur berlantai banyak
d) Material yang digunakan berupa baja, beton, komposit beton, dan
aluminium.

Gambar IV.24. Struktur Rangka Kaku


Sumber: https://berandaarsitek.blogspot.com, 2022

2) Sistem Dinding Pemikul (Bearing Wall)


Dinding pemikul (Bearing wall) adalah struktur yang menggunakan
dinding sebagai penopang atau pemikul beban bangunan. Pada bearing wall,
beban di atap sisi bangunan ditanggung oleh dinding dengan karakteristik
beban terbagi menjadi dua yaitu beban vertikal dan juga beban horizontal.
Adapun jenis dari struktur dinding pendukung ada yang beraturan dan
struktur dinding tidak beraturan. Dengan kriteria spesifik:
a) Efektifitas dengan bentang lebar 12 – 25 meter
b) Beban terbagi rata pada setiap bidang permukaan ( lurus dan
diagonal)
c) Material yang digunakan, antara lain, baja-beton, baja plat ( selaput
tipis ).

Gambar IV.24. Struktur Rangka Kaku


Sumber: https://pdfcoffee.com, 2022

3) Sistem Gantung
Menggunakan bahan secara efesien dengan penggantung sebagai
pengganti kolom untuk memikul beban lantai.

4) Sistem Box berdiri Sendiri (self supporting boxes)


Sistem ini merupakan unit tiga dimensi prefebrikasi yang
menyerupai bengunan dinding pendukung yang diletakan di suatu tempat
dan di gabung dengan unit lainya. Sebagai contoh boks-boks ini di tumpuk
seperti bata dengan pola “English Bond” sehingga tersusun seperti balok
dinding berselang-seling.

d. Upper Struktur
Sistem upper struktur merupakan struktur penutup atas bangunan dengan
fungsi utama melindungi gedung dan penghuninya secara fisik dan metafisik.
Adapun dasar pertimbangan pemilihan upper struktur adalah sebagai berikut
a) Faktor iklim dan cuaca
b) Bahan vertikal termasuk beban angina dan gempa
c) Beban horizontal termasuk beban angina dan gempa
d) Pertimbangan ekonomis, mudah dalam pelaksanaandan perawatan
e) Fungsi bangunan
f) Bentuk dan tampilan bangunan
Terdapat beberapa jenis upper struktur yang dapat digunakan dalam
perencanaan Balai Latihan Kerja (BLK) Kabupaten Muna :

1) Struktur Atap Plat Lantai Beton (concrete roof)

Gambar IV.25. Struktur Atap Plat Beton


Sumber:Firdauziah, 2013

Dengan kriteria spesifik :


a) Efektif untuk bentangan kecil dan dapat dikombinasikan dengan
konstruksi atap lainya
b) Penyaluran beban terpusat pada kolom melalui rigbalk
c) Sulit dalam pemeliharaan

2) Konstruksi Atap Kuda-Kuda

Gambar IV.24. Struktur Rangka Kaku


Sumber: httpshttp://almuzazin19.blogspot.com, 2022

Konstruksi kuda-kuda ialah suatu susunan rangka batang yang


berfungsi untuk mendukung beban atap termasuk juga beratnya sendiri dan
sekaligus dapat memberikan bentuk pada atapnya. Kuda-kuda merupakan
penyangga utama pada struktur atap, struktur ini termasuk dalam klasifikasi
struktur framework (truss) dan digunakan pada bangunan yang bentanganya
tidak lebih dari 12 m.
Pada dasarnya konstruksi kuda-kuda terdiri dari rangkaian batang yang
selalu membentuk segitiga. Dengan mempertimbangkan berat atap serta
bahan dan bentuk penutupnya, maka konstruksi kuda-kuda satu sama lain
akan berbeda, tetapi setiap susunan rangka batang harus merupakan satu
kesatuan bentuk yang kokoh yang nantinya mampu memikul beban yang
bekerja tanpa mengalami perubahan. Umumnya kuda-kuda terbuat dari kayu,
bambu, baja, dan beton bertulang

3) Struktur Rangka Ruang (space frame)

Gambar IV.26. Struktur Rangka Ruang


Sumber: pdf.Struktur Rangka Ruang oleh Annas Maruf

Dengan kriteria spesifik :


a) Digunakan pada bentangan lebar
b) Sistem struktur yang dirakit dari elemen-elemen linear yang disusun
sedemikian rupa agar gaya dapat ditransfer secara tiga dimensi ke tanah
c) Material yang biasa digunakan adalah baja, alloy alumunium, kayu
khusus seperti kayu besi, jati, dll. Untuk titik tumpuan space frame pada
pondasi, material yang umum digunakan adalah jepitan/fixed joint,
sendiri, roll satu arah, per, roll dua arah, gantungan/suspension.
d) Kekurangan dari sistem struktur space frame adalah sistem struktur ini
biasanya menggunakan material baja yang tidak tahan api, serta
memerlukan tingkat presisi tinggi karena biasanya struktur ini akan di
expose.
e. Dilatasi
Merupakan suatu kebutuhan dimana suatu bangunan yang memiliki
panjang lebih dari 30 m dianjurkan untuk menggunakan dilatasi. Hal ini
dimaksudkan untuk menjaga agar bangunan terhindar dari pengaruh patah
atau retakan yang diakibatkan oleh pengaruh beban atau getaran tanah
(Hanono Purbo, 1999)

Jenis-Jenis dilatasi antara lain :

a) Dilatasi dengan 2 Kolom

Gambar IV.17. Dilatasi dengan 2 Kolom


Sumber: https://www.arsitur.com, 2022

b) Dilatasi dengan Kolom Kantiliver

Gambar IV.18. Dilatasi dengan Kolom Kantiliver


Sumber: https://www.arsitur.com, 2022

c) Dilatasi dengan Balok Gerber


Gambar IV.19. Dilatasi dengan Balok Gerber
Sumber: https://www.arsitur.com, 2022
d) Dilatasi dengan Konsol

Gambar IV.20. Dilatasi dengan Balok Gerber


Sumber: https://www.arsitur.com, 2022

9. Pendekatan Bahan dan Material Bangunan


Bahan material bangunan yang pada umunnya digunakan pada bangunan
modern adalah sebagai berikut :

1) Beton
a) Tahan terhadap udara yang lembab mengandung kadar garam
yang tinggi
b) Titik lebur pada suhu yang tinggi
c) Tidak memerlukan perlakuan khusus dalam perawatan dan
pemakaian
d) Cukup fleksibel
e) Waktu pekerjaan cukup lama
f) Kualitas bahan tidak selalu homogeny
g) Memerlukan perhitungan yang cukup cermat dalam menentukan
besar kolom balok
2) Baja
a) Struktur menjadi ringan
b) Mudah dan cepat dalam pemasangan
c) Fleksibel (dapat ditambah/dipotong untuk memenuhi tuntutan
yang diperlukan)
d) Titik leleh yang rendah untuk menahan suhu yang tinggi sehingga
harus di treatment khusus yang dilapisi bahan asbes atau beton
3) Kaca
a) Mempunyai beban yang relative berat
b) Mempunyai daya tahan yang cukup lama dan membutuhkan
perawatan yan cukup
c) Mempunyai sifat akustik yang memantulkan suara
d) Mempunyai daya tahan terhadap api, menyerap panas serta tahan
terhadap air
4) Logam
a) Mempunyai beban yang relatif ringan
b) Mempunyai daya tahan yang cukup lama
c) Mempunyai daya tahan yang kurang baik terhadap api

10. Pendekatan Sistem Utilitas dan Keamanan Bangunan


Konsep utilitas dan keamanan bangunan bertujuan untuk menunjang
tercapainya kenyamanan, keamanan kesehatan, komunikasi dan mobilitas
didalam bangunan.

a. Instalasi Listrik
Kebutuhan listrik dibutuhkan sebagai sumber tenaga untuk pencahayaan
dan penghawaan buatan serta peralatan elektronik lainya. Untuk itu ada
beberapa dasar pertimbangan yang harus diperhatikan antara lain :
1) Keteraturan jaringan listrik yang masuk ke dalam tapak
2) Daya listrik yang dibutuhkan sesuai dengan peralatan yang digunakan
3) Sumber yang digunakan baik sumber listrik PLN atau Generator Set
(genset)
Sistem distribusi jaringan elektrikal perlu diperhatikan agar tidak
menggangu visual dan keamanan kegiatan. Perletakan ruang genset dan power
suplay perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan kebisingan.

PLN Gardu Meteran

Pompa Air
Penerangan
Panel Panel Penghawaan
ATS Utama Cabang Tata Suara
Transportasi dalam
Bangunan
DLL
GENSE
T

Gambar IV.28. Skema Sistem Elektrikal


Sumber: Zumahir, 2016

Pengadaan daya listrik PLN dilengkapi trafo penurun tegangan dan


pendistribusian melalui panel-panel. Untuk keadaan darurat sewaktu-waktu
alairan listrik dari PLN terputus maka secara otomatis pengadaan listrik
menggunakan generator cadangan. Perletakan generator cadangan ini diletakan
diluar bangunan utama dan dilengkapi dengan bahan material yang dapat
mereduksi bising dan memberi stabilisator getar antara lantai dengan bagian
bawah mesin generator. Sistem mekanikal elektrikal diterapkan dalam
menunjang kegiatan aperasional bangunan seperti pengoprasian elevator,
escalator, pengkondisian ruang, tata suara, dan lain-lain.

b. Sistem Distribusi Air


1) Sistem Jaringan Air Bersih
Sistem pengadaan dan distribusi air bersih ada 4 cara anatara lain :
a) Dengan menyambung pipa saluran fasilitas PDAM
b) Dengan membuat sumur air tanah melalui pengisapan pipa
c) Kombinasi dari PDAM dan sumur air tanah
d) Penyediaan tempat penampungan air bersih (reservoir)

Dasar-dasar pertimbangan dalam perencanaan sistem penyediaan air


bersih yaitu :
a) Kelancaran distribusi ke setiap unit pemakaian
b) Mampu mencukupi batas pemakaian sesuai dengan fungsinya
c) Persiapan/cadangan air bersih bila distribusi air dari PDAM terhenti
d) Factor penghematan energi didalam pendistribusianya

Adapun persyaratan yang perlu diperhatikan dalam dalam penyediaan air


bersih antara lain :
a) Faktor-faktor fisik air, dengan melihat warna, baud an kekeruhan air
b) Karakteristik kimia, dengan melakukan tes untuk mengetahui kadar
racun yang terkandung dalam air, kadar asam basah (PH), kadar zat
logam berat, dan bahan bahan kimia yang larut.
c) Karakteristik biologi, dengan melakukan pengamatan kandungan
mikro organisme seperti bakteri patogen, bakteri kaliform, plankton
dan alga.

Sedangkan untuk keperluan pemadam kebakaran seperti splinker dan


hydrant, menggunakan air terpisah dari tangka air bersih agar lebih hemat dan
ekonomis. Untuk keperluan pemadam kebakaran dapat menggunkan tangk
terisah dengan memanfaatkan air daur ulang. Untuk Penempatan tangka air
dapat di letakan diatas atap atau dilantai bawah, penempatan tangka atas atap
lebih efesien karena tekanan air dapat maksimal dan tenaga untuk mendorong
lebih sedikit.

2) Sistem Jaringan Air Kotor


Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuangan air kotor hanyalah
kelancaran keluar dari tapak dan jaminan tidak akan menimbulkan dampak bagi
lingkungan sekitarnya.
Air buangan dapat dibagi menjadi 4 golongan :
a) Air kotor, berupa air buangan dari closet, perurasan, air buangan
kotoran manusia
b) Air bekas, berupa air buangan dari bak mandi, bak cuci tangan, daour
dan sebagainya.
c) Air hujann dari atap dan sebagainya
d) Air buangan khusus, berupa air buangan yang mengandung lemak
seperti pada restoran atau dapur, yang termasuk dalam kategori ini
pembuangan tidak langsung dimasukan ke roil umum tanpa
pengelolahan lebih dulu

Sistem pembuangan air kotor dapat dipisahkan atas beberapa sistem :


(1) Sistem pembuangan air kotor dan air bekas
Sistem ini ada dua macam yaitu sisitem campuran dan sistem terpisah.
Pada sistem campuran air kotor dan air bekas dikumpulkan dan dialirkan
dalam satu saluran. Sedangkan pada sistem terpisah masing-masing
dikumpulkan dan dialirkan secara terpisah.
(2) Sistem pembuangan air hujan
Pembuangan air hujan harus terpisah dari sistem pembuangan air kotor
dan air bekas
(3) Sistem gravitasi dan sistem bertekanan
Diusahakan air buangan dialirkan secara gravitasi dengan mengatur letak
dan kemiringan pipa. Pada sistem bertekanan digunakan jika saluran
pembuangan letaknya lebih tinggi dari alat plumbing, dengan sistem ini
buangan dikumpulkan dalam bak penampungan dan kemudian dipompa
keluar dengan menggunkan pompa listrik yang bekerja secara otomatis.

c. Sistem Pembuangan Sampah


Maksud dan tujuan dari pembuangan sampah adalah untuk menjaga
kebersihan dari ruangan. Disamping menjaga dan memperbaiki lingkungan
sekitar, juga dari segi kesehatan serta kenikmatan dari pengguna bangunan. Hal
ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius untuk perencanaan sistem
pembersihan dalam suatu bangunan dan kawasan. Adapun dasar pertimbangan
dalam sistem pembuangan sampah adalah :
a) Kemudahan mengontrol
b) Tidak mengganggu pemandangan
c) Kemudahan pengangkutan
d) Tidak menyebabkan polusi udara

Sistem pembuangan sampa ini ada tiga macam, yaitu :


(1) Dikumpulkan secara horizontal, kemudian secara vertikal (untuk
bangunan bertingkat) dikumpulkan melalui lift barang untuk kemudian
dibuang ke luar bangunan
(2) Disposal langsung dihancurkan kemudian diangkut dengan aliran tertentu
dari beberapa saluran yang akan terkumpul dan dibuang keluar
bangunan. Sistem ini disebutt pulping system.
(3) Disposal dikumpulkan kemudian dihancurkan dengan proses kimia
(cemical process)

d. Sistem Komunikasi
Untuk menunjang kelancaran kegiatan di dalam bangunan bagi pengguna
bangunan guna melakukan hubungan dengan orang atau instansi yang diingikan,
maka diperlukan sarana komunikasi baik yang berfungsi untuk bangunan
sendiri, lokal, maupun internasional Alat-alat komunikasi yang digunakan
adalah ;
(1) Intercom untuk hubungan antar ruang didalam bangunan
(2) Telepon sistem sambungan langsung atau PABX (Privat Automatic
Branch Exchange) Untuk hubungan keluar bangunan tanpa operator
(3) PMBX (Privat Manual Branch Exchange), mirip PABX tetapi melalui
operator
(4) Facsimile, untuk menyampaikan data secara tertulis, dalam maupun luar
negeri
(5) LAN dan Wireless, dengan sistem komunikasi internet dengan dan tanpa
kabel

e. Sistem Pencegahan dan Penaggulangan Bahaya Kebakaran


Dalam pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran ada beberapa
dasar pertimbangan yang dapat di ambil antara lain :
a) Keamanan dan keselamatan pelaku kegiatan
b) Keamanan dam keselamata perabotan
c) Ketahanan konstruksi bangunan, efisiensi dan efektifitas, serta
pencegahan dan penanggulangannya
d) Pendektesian dini terhadap kemungkinan bahaya kebakarann yang akan
terjadi
e) Penyediaan peralatan pemadam kebakaran

Adapun pendekatan pencegahan terhadap bahaya kebkaran terbagi


menjadi dua yaitu pencegahan pasif dan aktif.
1) Pencegahan Pasif
a) Tangga kebakaran
- Jarak tangga kebakaran disetiap ruang efektif tanpa ruang
sirkulasi maksimal 25 m.
- Lebar tangga minimum 1,2 m

Gambar IV.29. Tangga Darurat


Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

b) Pintu Darurat (eksit)


Lebar pintu minimal 90 cm, dengan indeks tahan api selama 2 jam
(buka keluar dan tutup secara otomatis)

Gambar IV.30. Contoh Pintu Keluar Darurat


Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

c) Koridor
Lebar minimal koridor yaitu 120 m

d) Penerangan Darurat dan Tanda Arah


- Sumber daya listrik darurat pada pencahayaan pintu darurat,
tanda arak eksit dan tanda-tanda arah lokasi yang dilengkapi
dengan beterai terpisah atau pasokan baterai sentral yang
didukung oleh generator siaga
- Terdapat paling sedikit 2 pencahayaan darurat dalam lobi bebas
asap, lobi pemadaman kebakaran dan koridor dengan tanda arah
eksit sehingga tidak terdapat bagian yang gelap
- Harus terdapat paling sedikit 1 pencahayaan darurat di setiap
bordes tangga darurat.

Gambar IV.31. Contoh Penerangan Darurat


Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

Gambar IV.32. Contoh Petunjuk Arah


Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

2) Pencegahan Aktif
a) Fire Alarm System
Alat untuk mendeteksi sedini mungkin adanya bahaya kebakaran
secara otomatis, yaitu head detectore dan fire detector. Dapat
melayani area pelayanan seluas 90 m²/lantai
b) Splinker
Alat ini dapat bekerja otomatis bila suhu ruangan mencapai titik
tertentu. Luas area yang dapat dilayani 25 m². Jarak antara slinker 9
m. media pemadaman dapat berupa air, gas, atau busa khusus
c) Fire hydrant System
Melayani area 800 m² dengan jarak maksimal 30 m. Hydran dalam
bangunan mendapatkanair dari reservoir bawah dengan pompa
bertekanan tinggi, sedang pilar hydran di luar bangunan disambung
langsung dengan jaringan PDAM.
d) Pemadamn api dengan kabut dan bahan kimia
Untuk mennghindari kerusakan barang-barang elektronik, maka
perlu digunakan pemadaman kebakaran dengan kabut dan bahan
kimia meliputi :
- Kabut dihasilkan dengan sistem penyemrotan berputar
- Bahan busa karbon
- Karbondioksida (CO₂) meredam api dengan mengantikan
oksigen (O₂)
- Bahan kimia kering, dalam keadaan panas serbuk ini berubah
menjadi gas
- Area pelayanan 200-250 m² dengan jarak antar alat 20-25 m
dan diletakan pada tempat yang mudah dicapai.
e) Smoke Detector
Mencegah merambatnya asap dan api dengan cepat, maka perlu
diatasi dengan :
- Pendeteksian api dan asap sedini mungkin
- Mengelurkan asap tempat kebakaran
- Penanggulangan api dengan splinker, fire hydran, dan bahan
kimia portable
Gambar IV.33. Sistem Peringatan kebakaran
Sumber: Permen PUPR No. 14 Tahun 2017

f. Sistem Pencegahan Kriminal


Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam menghadapi masalah kriminalitas
didalam lingkungan bangunan yaitu :
a) Kemampuan pendeteksian terhadap kejahatan yang terjadi di dalam
maupun di luar bangunan.
b) Penanganan yang tepat terhadap peristiwa kejahatan yang terjadi
Sistem keamanan yang diterapkan adalah Multi Visual System (MVS)
yaitu dengan menempatkan beberapa unit monitor kamera CCTV (Closed
Circuit Television) pada ruangan tertentu yang memerlukan pengamanan. Setiap
kamera yang dihubungkan ke Multi Information Control System yang kemudian
akan terlihat di monitor.

Gambar IV.34. Sistem Jaringan CCTV sederhana


Sumber: famcctv.blogspot.com, 2020

g. Sistem Penangkal Petir


Untuk mencegah kerusakan pada bangunan yang diakibatkan sambaran
petir, maka bangunan perlu dilengkapi dengan penangkal petir yang mempunyai
persyaratan sebagai berikut :
a) Instalasi penyalur petir harus dipasang sedemikian rupa sehingga
penyalur petir dapat berlangsung dengan baik
b) Penerima petir ditempatkan pada bagian yang tinggi dari bangunan
c) Bangunan yang terdiri dari beberapa bagian harus dipasang dipasang
sebagai satu kesatuan

Pendekatan terhadap penangkal petir dengan pengajuan sistem :


1) Sistem Tongkat Franklin
Yakni tongkat yang diletakan di atas bangunan dengan pengantar
listrik yang baik dan dihubungkan dengan kabel penghantar dalam suatu
plat atau pipa logam yang ditanam dalam tanah. Syarat-syarat
penggunaanya adalah :
a) Tinggi antenna diatas puncak 25 - 90 cm
b) Sudut perlindungan bangunan 45°
c) Jarak antara antena yang satu dengan antenna yang lain 6 m.
d) Penggunaan efektif untuk masa bangunan yang memanjang
dengan bentang relative kecil

Gambar IV.35. Penangkal Petir Sistem Tongkat Franklin


Sumber: sistemdo.web.id, 2020

2) Sistem Sangkar Faraday


Yaitu sistem bangunan dikurung dalam suatu kurungan logam yang
kemudian akhir dari ujung logam ini ditanam dalam tanah sehingga
bangunan tidak lagi peka atau dapat dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh
listrik dari luar. Syarat-syarat penggunaanya adalah :
a) Jarak maksimal dari tepi bangunan 9 cm
b) Jarak maksimal anatara kedua konduktor parallel adalah 18 cm
c) Penggunaan lebih efektif untuk bangunan dengan bentuk masa
yang lebar

Gambar IV.36. Penangkal Petir Sistem Sangkar Faraday


Sumber: https://www.arsitur.com, 2020

3) Sistem Preventor
Sistem ini menggunakan zat radio aktif pada terminal udara.
Preventor yang dipasang pada antenna dengan bahan radio aktif berfungsi
mengionisasikan udara terkonditifikasi dengan baik tanpa menerima arus +
dari bumi, sehingga dengan keadaan demikian hanya dibutuhkan satu
konduktor pertanahan yang berfungsi mengalihkan arus petir ke dalam
tanah. Jangkauan preventor tergantung dari bahan radioaktif, dimana garis
kerjanya berbentuk setengah linkaran. Syarat-syarat penggunaan sistem
preventor adalah :
a) Sistem kerja identic dengan sistem tongkat franklin
b) Tiap-tiap preventor hanya membutuhkan 1 konduktor
pertanahan

Gambar IV.37. Penangkal Petir Sistem Preventor


Sumber: Zumahir, 2016

Anda mungkin juga menyukai