Anda di halaman 1dari 15

PERBEDAAN PRIVASI BERTETANGGA ANTARA LAKI-LAKI YANG

TINGGAL DI PERUMAHAN TIPE 36 DENGAN TIPE 70


DI KOTA PEKANBARU

Harmaini
Fakultas Psikologi UIN Suska Riau
harmaini@uin-suska.ac.id
Abstrak

Privasi selalu dibutuhkan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun, agar


diperoleh perasaan aman dan nyaman di dalam melakukan aktivitas, termasuk
juga saat berada di dalam rumah. Rumah merupakan tempat menjalankan fungsi
kehidupan tentunya juga memerlukan privasi bagi penghuninya termasuk dalam
bertetangga. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan privasi
bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di
Kota Pekanbaru. Subjek terbagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki yang
tinggal di perumahan tipe 36 yang berjumlah sebanyak 127 dan perumahan tipe
70 sebanyak 110. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random
sampling.Hasil Penelitian ini dianalisis menggunakan teknik analisis t-test atau uji
t menggunakan bantuan program komputer SPSS 20.00 for windows. Berdasarkan
hasil analisis diperoleh nilai t hitung sebesar -9,126 dengan taraf signifikannya
yaitu 0,000 lebih kecil dari 0,05 (p≤0,05), jadi hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini diterima. Dengan kata lain ada perbedaan yang antara privasi
bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di
Kota Pekanbaru. Privasi bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan
tipe 70 lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki yang tinggal di perumahan tipe
36. Hal ini dapat dilihat dari besar rata-rata privasi bertetangga laki-laki yang
tinggal di perumahan tipe 36 lebih besar dari mean bertetangga laki-laki yang
tinggal di perumahan tipe 70 yaitu 111,85 > 103,56.

Kata Kunci: Privasi Bertetangga, Perumahaan, Tipe 36, dan tipe 70.

1
Abstract

Privacy is always needed by anyone, anytime and anywhere, in order to get a


feeling of security and comfort in carrying out activities, including when you are
at home. The house is a place to carry out the functions of life, of course, it also
requires privacy for its residents, including neighbors. This study aims to
determine differences in neighborly privacy between men who live in type 36
housing and type 70 in Pekanbaru City. Subjects were divided into two groups,
namely men who lived in housing type 36 totaling 127 and housing type 70 as
many as 110. The sampling technique used cluster random sampling. The results
of this study were analyzed using t-test analysis techniques or t-test using program
assistance. SPSS 20.00 computer for windows. Based on the results of the
analysis, the t-count value is -9.126 with a significance level of 0.000 which is
smaller than 0.05 (p≤0.05), so the hypothesis proposed in this study is accepted. In
other words, there is a significant difference between the privacy of neighbors
between men who live in type 36 housing and type 70 housing in Pekanbaru City
Neighbor privacy among men who live in type 70 housing is higher than that of
men living in type 36 housing. This can be seen from the average privacy of men
living in type 36 housing which is greater than the mean male neighbors who live
in type 70 housing, namely 111.85 > 103.56

Keywords: Neighbor Privacy, Housing, Type 36, and Type 70

2
PERBEDAAN PRIVASI BERTETANGGA ANTARA LAKI-LAKI YANG
TINGGAL DI PERUMAHAN TIPE 36 DENGAN TIPE 70
DI KOTA PEKANBARU

Latar Belakang Masalah


Perspektif psikologi lingkungan, lingkungan residensial atau lingkungan
perumahan adalah suatu istilah yang mengandung di dalamnya rumah dan
perumahan, kebertetanggaan, dan komunitas (Hanurawan, F. 2008). Pengertian
lingkungan perumahan ini mencakup di dalamnya komponen-komponen alamiah
(iklim, topografi, tata letak alam, dan vegetasi) dan komponen-komponen buatan
(konstruksi gedung, infrastruktur, fasilitas komunitas, dan layanan-layanan
umum). Para ahli psikologi sosial, yang berkecimpung dalam psikologi komunitas
memberikan sumbangan yang signifikan untuk memajukan kesejahteraan
berkehidupan dalam suatu komunitas. Sumbangan memajukan kesejahteraan
berkehidupan dalam suatu komunitas itu dilakukan melalui intervensi yang
bersifat kolaboratif. Memajukan kehidupan masyarakat itu meliputi kesejahteraan
fisik, psikologis, sosial, dan spiritual melalui proses pemberdayaan warga dan
kelompok-kelompok komunitas (Hanurawan, 2011). Intervensi kolaboratif berarti
prevensi dan intervensi dilakukan secara bersama antara ahli dan praktisi
psikologi komunitas dengan warga komunitas, kelompok-kelompok yang ada
dalam suatu komunitas, dan masyarakat (Dalton dkk., 2007). Secara khusus salah
seorang tokoh psikologi komunitas, Rappoport (dalam Dalton dkk., 2007)
menjelaskan bahwa paradigma psikologi komunitas adalah perspektif teori
ekologi. Perspektif teori ekologi mendasarkan diri pada prinsip dasar keselarasan
hubungan antara pribadi dan lingkungan (the person-environment fit). Prinsip
keselarasan ini menjadi dasar bagi kajian dan penelitian psikologi komunitas yang
bermuara pada tujuan pemberdayaan individu dan lingkungan dalam menghadapi
masalah-masalah individu dan sosial di suatu lingkungan komunitas.
Rumah sebagai tempat tinggal secara umum dapat dibedakan menjadi ke
dalam dua tipe yaitu tipe rumah tunggal dan tipe rumah susun. Masing-masing
tipe tersebut masih dapat dipilah lagi yaitu hunian sederhana hingga hunian
mewah. Salah satu tipe rumah sederhana adalah rumah tipe 36 yang menunjukkan
besarnya rumah adalah 36 m2. Rumah ini memiliki dua ruang tidur dan ruang
tamu yang merangkap fungsi, dan sebuah kamar mandi. Rumah tipe 36
merupakan rumah yang dapat memenuhi kebutuhan manusia secara minimum
(Iskandar, 2013). Selain dari rumah tipe 36 terdapat juga rumah yang sekarang
dikembangkan yakni rumah tipe 70. Rumah tipe 70 merupakan salah satu tipe
rumah dengan luas bangunan 70 m2 yang di bangun di atas lahan dengan luas
sekitar 14 kali 9 meter persegi, dan pada umumnya jendela ditempatkan di bagian

3
depan maka udara serta cahaya akan mudah masuk ke dalam rumah
(http://www.propertif.com)
Rumah sebagai tempat tinggal juga bermanfaat sebagai tempat
bersosialisasi dengan tetangga, karena sebagai makhluk sosial manusia
memerlukan interaksi sosial dengan makhluk lain untuk keberlangsungan
hidupnya. Tetapi manusia sebagai individu juga memerlukan privasi atau
mengatur jarak personalnya (Sarwono, 1992). Altman (dalam Halim, 2005)
melihat privasi sebagai konsep sentral dari semua proses manajemen ruang.
Ruang personal dan teritori merupakan mekanisme ketika orang dapat mengatur
privasinya dan kesesakan (crowding) merupakan kegagalan memperoleh privasi.
Berdasarkan pengamatan penulis pada masyatakat perumahaan di kota
Pekanbaru adanya masyarakat khususnya kehidupan bertetangga yaitu adanya
tingkah laku masyarakat yang menarik diri dari lingkungan bertetangga, misalnya
di beberapa perumahan penulis menemukan masyarakat lebih berdiam diri di
dalam rumah, bahkan menyendiri di dalam rumahnya tanpa memperdulikan
aktivitas lingkungan sekitar dan hanya berhubungan dengan anggota keluarga,
orang-orang tertentu saja, dan membatasi orang-orang yang berhubungan
dengannya masyarakat di perumahan tersebut bahkan untuk masuk ke dalam
rumah untuk bertamu.
Masyarakat di perumahan tipe 70 lebih banyak beraktivitas di luar
lingkungan perumahan, sehingga menyebabkan pertemuan antar tetangga semakin
berkurang, dikarenakan kesibukan dari masayarakat tersebut terhadap
aktivitasnya, selain dari unsur tersebut, masyarakat perumahan tipe 70 juga
didominasi oleh masyarakat yang memiliki latar belakang ekonomi menengah ke
atas dan pada umumnya berbeda dengan masyarakat pada perumahan tipe 36 yang
lebih banyak memiliki pertemuan antara tentangga dan menunjukkan
kecendrungan tidak membatasi untuk berhubungan dengan tetangga (Iskandar,
2013).
Penelitian Marshall (998) tentang privasi dalam rumah tinggal,
menemukan bahwa tinggi rendahnya privasi di dalam rumah antara lain
disebabkan oleh setting rumah. Setting rumah disini sangat berhubungan dengan
seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak antar rumah dan
banyaknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang mempunyai rumah yang jauh
dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak rumah lain disekitarnya dari jendela
dikatakan memiliki kepuasan privasi yang lebih besar
Privasi sering dipahami sebagai kemampuan kontrol seseorang atau
sekelompok orang dalam mewujudkan interaksinya dengan pihak lain. Privasi
membantu seseorang atau sekelompok orang untuk mengatur jarak personalnya
kapan ingin mendekat dan kapan ingin menjauh. Privasi akan dibutuhkan oleh
siapapun, kapanpun dan dimanapun, agar diperoleh perasaan aman dan nyaman di

4
dalam melakukan aktivitasnya, termasuk juga saat berada di dalam rumahnya
(Sativa dalam Anisa, 2014).
Altman (2006) menjabarkan beberapa fungsi privasi yaitu: 1) pengaturan
dan pengontrolan interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan
dengan orang lain diinginkan dan kapan waktunya menyendiri dan kapan
waktunya bersarna dengan orang lain. Privasi dibagi menjadi dua macam, yaitu
privasi rendah yang terjadi bila hubungan dengan orang lain dikehendaki dan
privasi yang tinggi yang terjadi bila ingin menyendiri dan hubungan dengan orang
lain dikurangi, 2) merencanakan dan membuat shategi untuk berhubungan dengan
orang lain, yang meliputi keintiman atau jarak dalam berhubungan dengan orang
lain dan 3) memperjelas identitas diri.
Fenomena perumahan khususnya rumah sederhana di Kota Pekanbaru
menurut pandangan penulis memiliki kedekatan jarak antara satu rumah dengan
rumah yang lain, maka frekuensi pertemuan tetangga akan lebih sering, jika
dibandingkan dengan jarak antara satu rumah yang saling berjauhan maka akan
berakibat pada terganggunya keadaan seseorang untuk bebas melakukan hal yang
diinginkan, maupun bersama orang tertentu yang diinginkannya. Salah satu tipe
perumahan yang bemunculan pada saat ini adalah perumahaan tipe 36. Hal ini
mendorong penulis untuk meneliti perumahan tipe 36 khususnya berkaitan dengan
privasi bertetangga, dikarenakan pada umumnya banyak perumahan tipe 36 yang
banyak dikembangkan, selain dari kedekatan jarak antara satu rumah dengan
rumah yang lain, menurut Anisa (2014) permasalahan keinginan untuk tidak
diganggu (privasi) pada perumahan tipe 36 adalah keberadaan satu pintu sebagai
akses keluar masuk rumah, sehingga apabila ada tamu di ruang tamu maka
penghuni akan merasa sungkan ketika akan keluar masuk rumah karena harus
melewati pintu tersebut. Peramasalahan lainnya adalah desain rumah tipe 36 pintu
langsung terbuka dan melihat keseluruh rumah. Kondisi tersebut akan semakin
mengurangi privasi penghuni rumah, karena ada beberapa aktivitas yang tidak
ingin diketahui oleh orang lain.
Kondisi tersebut mendorong penulis untuk melihat perbedaan privasi
bertetangga pada laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 70, karena rumah ini
memiliki kondisi rumah yang lebih luas dibandingkan dengan perumahan tipe 36.
Perbedaan luas rumah dan bentuk rumah, akan memberikan keluasan bagi
penghuninya khususnya laki-laki yang tinggal didalamnya. Kondisi tersebut dapat
berakibat pada rendahnya intensitas kebersamaan antara tetangga, dari
pengamatan penulis lakukan di salah satu perumahan tipe 70 di kota Pekanbaru,
kebanyakan masyarakat lebih banyak berada di dalam rumah dibandingkan
bersama tetangganya, dan beberapa masyarakat menutup pintu rumah meskipun
berada di dalam rumah.

5
Seseorang dalam kehidupan bertetangga tentunya juga membutuhkan
privasi tersendiri bagi penghuninya. Di dalam rumah diperlukan adanya berbagai
tingkat privasi bagi penghuni rumah. Besarnya rumah tidaklah menjadi
penghalang untuk mendapatkan privasi, bahkan seringkali yang terjadi adalah
terbatasnya ruang atau penataan ruang yang kurang baik sehingga penghuni
rumah tidak mempunyai privasi (Anisa, 2014).
Privasi rendah dapat dilihat dari seseorang dengan mudah untuk
berinteraksi dengan orang lain sedangkan privasi yang tinggi yaitu dimana pada
saat tertentu seseorang dapat menyendiri dan terpisah dari orang lain. Setiap
orang tentu ingin hidup rukun dan harmonis dengan tetangganya. Keharmonisan
hubungan bertetangga sebenarnya amat penting, sebab kekuatan sendi-sendi sosial
suatu masyarakat sangat ditentukan oleh keharmonisan hubungan antarwarganya,
sehingga diperlukan pengaturan ruang dan zona rumah yang baik. Pengaturan
ruang dan zona rumah dengan memiliki pemagaran, pintu dan jendela dapat
memberikan batasan terhadap privasi seluruh penghuni rumah.
Rumah tipe 70 merupakan rumah yang memiliki ciri-ciri bangunan dengan
luas 70 m2. Rumah tipe 70 juga memiliki luas lahan yang bangunan yang
cenderung lebih luas dibandingkan dengan rumah tipe 36. Rumah tipe 70 rata-rata
di bangun di atas lahan dengan luas 14 kali 9 meter persegi. Rumah tipe 70 juga
pada umumnya memiliki dua kamar tidur dengan tambahan satu kamar tidur
utama, serta satu ruang keluarga, satu ruang tamu, satu dapur, satu ruang makan,
dan dua kamar mandi dan rata-rata telah memiliki memiliki luas area hijau bagian
depan dan belakang yang cukup luas (http://www.propertif.com).
Berdasarkan Kondisi tersebut memungkinkan penghuninya akan merasa
lebih nyaman ketika ada tamu, dengan jarak antara rumah yang satu dengan yang
lain lebih berjauhan.
Kedekatan antar penghuni yang bertetangga dapat dilihat secara fisik jarak
antara satu rumah dengan rumah yang lain. Semakin dekat jarak antara satu rumah
dengan rumah yang lain, maka frekuensi pertemuan antartetangga akan lebih
sering, bila dibandingkan dengan jarak antara satu rumah yang saling berjauhan.
Berdasarkan hal tersebut jika seseorang berkeinginan untuk tidak terlibat dengan
para tetangga terjadi pada laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 akan merasa
terganggu dan akan menimbulkan kecemasan pada dirinya.
Seseorang yang memiliki privasi tinggi tentunya akan cenderung untuk
tidak mau berhubungan dengan tetangga dan apabila hal tersebut terjadi maka
akan menimbulkan ketidaknyaman pada dirinya. Sebaliknya seseorang yang
memiliki tingkat privasi yang rendah tentunya tidak sepenuhnya kondisi dengan
jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain yang saling berdekatan
menyebabkan seseorang tersebut terganggu karena individu yang memiliki privasi
rendah akan cenderung tidak membatasi komunikasi tentang dirinya dengan orang

6
lain termasuk dalam kehidupan bertetangganya. Hasil penelitian O. Osman
Demirbas dan Halime Demirkan (2000) yang meneliti tentang privasi
membuktikan bahwa ada perbedaan privasi antara jenis kelamin laki-laki dan
perempuan yang menunjukkan jenis kelamin wanita lebih suka keintiman dengan
keluarga dan laki-laki lebih suka keintiman dengan teman-teman. Berkaitan
dengan hasil tersebut peneliti tertarik untuk meninjau privasi bertetangga pada
jenis kelamin laki-laki dalam kehidupan bertetangga, karena kondisi perumahan
tidak terbatas hubungan antara lingkungan keluarga tetapi juga lingkungan di luar
rumah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan di atas maka penulis
tertarik mengkaji secara ilmiah dengan menggunakan analisis privasi dengan
tujuan intuk mendiskripsikan perbedaan privasi perumahan tipe 36 dengan tipe
70. Dari serangkain latar belakang di atas, penulis tertarik untuk mengkaji secara
ilmiah mengenai Perbedaan Privasi Bertetangga antara laki-laki yang Tinggal di
Perumahan Tipe 36 dengan Tipe 70 di Kota Pekanbaru.

Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan peneliti pada latar
belakang di atas maka masalah yang menjadi pokok kajian dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada perbedaan privasi bertetangga
antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di Kota
Pekanbaru?

Privasi
Beberapa defenisi tentang privasi mempunyai kesamaan yang menekankan
pada kemampuan seseorang atau kelompok dalam mengontrol interaksi dengan
orang lain dengan cara mendekatinya atau menjauhinya, Lang (2006) berpendapat
bahwa tingkat dari privasi tergantung dari pola prilaku dalam konteks budaya adat
dalam kepribadian dan aspirasi diketerbukaan individu.
Privasi membantu seseorang atau kelompok untuk mengatur jarak personal
atau jarak sosial. Bates, Chapin dan Kira (dalam Sarwono, 1992) mendefinisikan
privasi sebagai kebutuhan akan keterpisahan individu dari lingkungan sosialnya.
Definisi ini juga senada dengan Sarwono (1992) yang menyatakan bahwa privasi
adalah keinginan atau kecenderungan pada diri seseorang untuk tidak diganggu
kesendiriannya. Menurut Altman (dalam Iskandar, 2013) privasi merupakan
kendala selektif terhadap akses kepada dirinya atau kelompoknya yaitu seseorang
ingin menyendiri tidak mau diganggu orang lain atau kemampuan mengendalikan
informasi tentang dirinya. Artinya tidak semua informasi tentang dirinya diketahui
oleh orang lain atau orang banyak termasuk hubungannya tetangga.

7
Berdasarkan beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa privasi
bertetangga merupakan tingkat kemampuan seseorang yang memiliki
kecendrungan untuk tidak berhubungan dengan tetangga.

Privasi dalam Pandangan Psikologi


Menurut Wolfe dan kawan-kawan (dalam Prabowo, 2006) mencatat bahwa
pengelolaan hubungan interpersonal adalah pusat dari pengalaman tentang privasi
dalam kehidupan sehari-hari. Menurutnya, orang yang tertanggu privasinya akan
merasakan keadaan yang tidak mengenakkan. Halim (2005) mengemukakan
bahwa jika lingkungan fisik tidak menyediakan privasi, banyak masalah yang
akan timbul.
Dinamika psikologis dari privasi merupakan proses sosial antara privasi,
teritorial dan ruang personal. Privasi yang optimal terjadi ketika privasi yang
dibutuhkan sama dengan privasi yang dirasakan. Privasi yang terlalu besar
menyebabkan orang merasa terasing. Sebaliknya terlalu banyak orang lain yang
tidak diharapkan, perasaan kesesakan (crowding) akan muncul sehingga orang
merasa privasinya terganggu. Privasi memang bersifat subjektif dan terbuka hanya
bagi impresi atau pemeriksaan individual (Yuminanto, 2001).
Schatwart (dalam Prabowo, 2006) menemukan bahwa kemampuan untuk
menarik diri ke dalam privasi (privasi tinggi) dapat membantu hidup ini lebih
mengenakkan saat harus berurusan dengan orang-orang yang “sulit”. Sementara
hal yang senada diungkapkan Westin bahwa saat-saat ini kita mendapatkan privasi
seperti yang kita inginkan, kita dapat melakukan pelepasan emosi dari akumulasi
tekanan hidup sehari-hari. Dengan demikian seseorang yang ingin menyendiri dan
tidak mau berhubungan dengan tetangga akan merasa nyaman ketika individu
tersebut berhubungan dengan individu yang memiliki privasi yang tinggi, hal ini
berarti ketika seseorang mengetahui perilaku individu orang lain maka akan
membantunya untuk lebih mudah berhubungan individu tersebut tanpa adanya
rasa batasan di antara individu tersebut.

Faktor-Faktor yang mempengaruhi Privasi


Terdapat faktor yang mempengruhi privasi yaitu faktor personal, faktor
situasional, dan faktor budaya.
a. Faktor personal
Marshall (dalam Prabowo, 2006) mengatakan bahwa perbedaan dalam
latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi.
Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa anak-anak yang tumbuh dalam
suasana rumah yang sesak akan lebih memilih keadaan yang anonym reserve
saat ia dewasa. Sedangkan orang menghabiskan sebagian besar waktunya di
kota akan memilih keadaan anonym dan intimacy.

8
b. Faktor situasional
Penelitian Marshall (dalam Prabowo, 2006) tentang privasi dalam
rumah tinggal menemukan bahwa tinggi rendahnya privacy di dalam rumah
antara lain disebabkan oleh seting rumah. Seting rumah disini sangat
berhubungan seberapa sering para penghuni berhubungan dengan orang, jarak
antar rumah dan banyanknya tetangga sekitar rumah. Seseorang yang
mempunyai rumah yang jauh dari tetangga dan tidak dapat melihat banyak
rumah lain di sekitarnya dari jendela dikatan memiliki kepuasan akan
memiliki privacy yang lebih besar.
c. Faktor budaya
Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai
budaya memandang bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya
perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda
dalam cara bagaimana mereka mendapatkan privasi (Prabowo, 2006).
.
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya dapat
dikemukakan hipotesis dalam penelitian ini yaitu : ada perbedaan yang signifikan
antara privasi bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36
dengan tipe 70 di Kota Pekanbaru.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain dalam bentuk
komparasi, Desain ini digunakan karena penelitian ini dilakukan dengan angka
dan dianalisis dengan menggunakan statistik setelah semua data yang
dikumpulkan serta digunakan untuk menjawab pertanyan hipotesis.
Subjek terbagi menjadi dua kelompok yaitu laki-laki yang tinggal di
perumahan tipe 36 yang berjumlah sebanyak 127 dan perumahan tipe 70 sebanyak
110. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random sampling.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini akan dikumpulkan dengan
menggunakan skala. Skala yang digunakan adalah skala tentang privasi
bertetangga. Item skala privasi disusun dengan menggunakan skala likert yang
terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavorable)
yang memiliki empat kategori yang jawaban.
Metode analisa data dalam penelitian ini menggunakan analisis data uji t Uji
t yang digunakan dalam menguji hipotesis yang diajukan adalah independent
sample t-test. Penggunaan uji t tersebut dilakukan untuk mengetahui perbedaan
privasi bertetangga antara laki-laki pada perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di kota
Pekanbaru. Uji t tersebut menggunakan komputer seri Program SPSS versi 20.0
for windows

9
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji t terlihat bahwa privasi
bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dan 70 mempunyai
harga thitung sebesar -9,126 pada taraf signifikan p=0,000 (p<0,05). Hasil uji
hipotesis terhadap data diperoleh probalitas (p) yaitu 0,000 dan nilai p tersebut
lebih kecil dari pada <0,05 (p=0,000<0,05). Berarti hipotesis dalam penelitian ini
diterima. Hipotesis yang telah diajukan dalam penelitian ini yaitu ada perbedaan
yang signifikan antara privasi bertetangga antara laki-laki yang tinggal di
perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di Kota Pekanbaru.

Pembahasan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara privasi
bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di
Kota Pekanbaru.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Cole
(2010) pada pejalan kaki yang membuktikan bahwa daerah yang kurang padat
berpotensi lebih privasi secara signifikan mengalami kesendirian dan menjadi jauh
dari kerumunan orang. Hasil penelitian Cole tersebut membuktikan bahwa kondisi
eksternal pada individu turut memberikan pengaruh terhadap privasi seseorang,
hal ini juga terjadi pada kondisi laki-laki yang tinggal diperumahan, yang
memiliki kondisi fisik rumah yang berbeda. Perbedaaan disebabkan adanya
perbedaan kondisi fisik rumah antara perumahan tipe 36 dengan 70. Prabowo
(2006) suatu desain rumah tempat tinggal dapat mempengaruhi perasaan privasi
secara langsung ialah dengan cara meningkatkan atau mengurangi kemungkinan
melihat dan dilihat oleh orang lain. Dinding-dinding dan pintu-pintu yang
disediakan oleh rumah besar kemungkinan adalah mekaninsme paling umum yang
sesungguhnya kita gunakan untuk mengelola privasi. Terdapat hubungan antara
laki-laki dengan privasinya melalui faktor eksterior, seperti ukurannya yang besar
atau jaraknya yang lebar dengan tetangga.
Perbedaan privasi bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan
tipe 36 dan 70 disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor
pendapatan. Hasil tersebut didukung oleh hasil analisis anova dua jalur yang
menunjukkan bahwa bahwa ada interaksi yang signifikan antara tipe perumahan
dan pendapatan dalam mempengaruhi privasi bertetangga pada laki-laki yang
tinggal di perumahan yang terbukti dari dari nilai F hitung sebesar 2,9957 dengan
nilai p < 0,01. Pendapatan yang besar memungkinkan seseorang untuk
memperoleh rumah yang lebih terjangkau dengan kondisi keuangaannya yang
lebih besar, namun jika kondisi keuangan dibawah rata-rata tentunya juga hanya
mampu membeli rumah yang lebih sederhana yang sesuai dengan kondisi
keuangannya. Dengan demikian besarnya pendapatan merupakan salah satu faktor

10
penentu dalam memiliki rumah yang tentunya akan mempengaruhi privasi
seseorang tersebut dalam bertetangga.
Hasil penelitian yang diperoleh dengan menggunakan teknik uji t terhadap
masing-masing aspek privasi terlihat bahwa pada aspek keinginan menyendiri
(solitude) antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dan 70 menunjukkan
bahwa pada aspek keinginan menyendiri (solitude) antara laki-laki yang tinggal di
perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di Kota Pekanbaru memiliki perbedaan yang
signifikan. Menurut Holahan (dalam Anisa, 2012) keinginan menyendiri
(solitude) merupakan aspek privasi diakibatkan karena batasan oleh elemen
tertentu sehingga bebas melakukan apa saja dan bebas dari perhatian orang lain.
Dalam kehidupan bertetangga solitude adalah kondisi menyendiri dan tidak
teramati oleh tetangga terhadap segala kegiatan yang dilakukan oleh individu
tersebut.
Perumahan tipe 70 perumahan yang kondisi rumah dengan tetangga
memiliki jarak antara tetangga sehingga kurangnya bentrokan dengan
lingkungannya. Mereka lebih sibuk menyibukkan urusan keluarga tanpa
memperdulikan tetangga. Apabila ada salah satu tetangga yang ingin tau
urusannya atau tetangga memperdulikan aktifitas yang dilakukannya maka
mereka merasa terganggu karena pada aspek solitude (keinginan menyendiri). Ini
keinginan menyendiri dari lingkungan tetangga. Namun di tipe 36 di lingkungan
tetangga tidak terlalu memperdulikan tetangga, ini tidak mempermasalahkan
apabila tetangga ingin tau urusannya. Mereka lebih terbuka dengan lingkungan
tetangganya karena bagaimanapun tetangga adalah orang terdekat yang ada
dikehidupannya
Hasil pengujian terhadap aspek privasi lainnya yaitu pada aspek keinginan
menjauh (seclusion) menunjukkan bahwa pada aspek keinginan menjauh
(seclusion) antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di
Kota Pekanbaru tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Aspek keinginan
menjauh (seclusion) merupakan aspek privasi yang tergolong dari adanya batasan
pandangan dan gangguan suara tetangga atau kebisingan lalu lintas (Holahan
dalam Anisa, 2012). Dengan demikian kehidupan bertetangga yang tidak terlepas
kehidupan sosial yang ada dalam lingkungan tersebut, maka aspek ini akan
terlihat dari adanya batasan-batasan tertentu oleh individu untuk memiliki batasan
agar tidak terganggu kenyamannya dari pandangan maupun suara-suara yang ada
disekitarnya.
Kehidupan bertetangga pada perumahan tipe 36 pada aspek keinginan
menjauh dari lingkungan tetangga memiliki jarak rumah antara tetangga adalah
salah satu keinginan untuk menjauh dari kehidupan bertetangga tidak memiliki
perbedaan yang signidikan dengan laki-laki yang tinggal di Perumahan tipe 70,
hal ini berarti bahwa sama-sama memiliki keinginan untuk menjauh dari

11
lingkungan tetangga, aspek dipengaruhi oleh adanya keinginan setiap laki-laki
yang memiliki keinginan yang sama untuk tidak diganggu keberadaanya pada saat
berada di rumahnya.
Hasil pengujian terhadap aspek privasi lainnya yaitu pada jenis keinginan
untuk intim dengan orang tertentu (intimacy) menunjukkan bahwa pada aspek
keinginan untuk intim dengan orang tertentu (intimacy) antara laki-laki yang
tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di Kota Pekanbaru memiliki
perbedaan yang signifikan. Menurut Holahan (dalam Anisa, 2012) keinginan
untuk intim dengan orang-orang (intimarcy) merupakan bentuk batasan seseorang
yang hanya ingin berhubungan dengan keluarga atau dalam ruang lingkup orang
tertentu saja misalnya teman-teman maupun sahabat-sahabat tanpa mau diganggu
oleh tetangga yang berada dilingkungannya meskipun ia berada pada lingkungan
kehidupan bertetangga.
Kondisi ini disebabkan adanya oleh faktor dari individi tersebut yang
membatasi tingkat pergaulannya dengan tetangga. Laki-laki yang memiliki
kesibukan tertentu akan berakibat pada adanya keinginannya untuk behubungan
dengan orang tertentu saja. Laki-laki yang tinggal di perumahaan 70 tentunya
memiliki perbedaan pada setiap aktivitas kegiatan yang dilakukannya dengan laki-
laki yang tinggal di perumahan tipe 36, hal ini akan berakibat pada pada
perbedaan kinginana untuk berhubungan pada orang tertentu saja, yang dimana
ditemukan bahwa laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 70 hanya kenal dengan
tetangga sampingnya saja. Ia malas atau tidak berkeinginan untuk berkenalan
dengan orang lain, atau cenderung tidak mau berhubungan dengan tetangganya
yang baik, dan apabila ia mempunyai tetangga yang dipercaya untuk berteman
cerita (berkomunikasi) dengannya. Walaupun hanya satu, hal tersebut akan
membuatnya nyaman.
Hasil pengujian terhadap aspek privasi lainnya yaitu pada jenis keinginan
merahasiakan (anonimity) menunjukkan bahwa pada aspek keinginan
merahasiakan (anonimity) antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36
dengan tipe 70 di Kota Pekanbaru memiliki perbedaan yang signifikan. Jenis
keinginan merahasiakan diri sendiri atau anonimity merupakan aspek privasi yang
diperoleh ketika berada diantara sesama di daerah orang lain namun seseorang
tersebut bebas berperilaku berbeda dengan yang biasa dilakukannya, tetapi tidak
ingin diketahui identitasnya. Anonimity merupakan jenis privasi yang memberikan
individu untuk bergerak di sekitar dan di depan umum tanpa diakui atau diatur
menjadi subjek perhatian (Holahan dalam Anisa, 2012).
Menutup diri dengan lingkungannya, merahasiakan identitas agar orang
lain tidak mengenalnya, merupakan salah satu keinginan merahasiakan diri
sendiri. Apabila seseorang ingin tau identitasnya maka ia akan membatasi
komunikasi agar tidak banyak yang dibicarakan tetangganya. Hal ini ditemukan

12
pada laki-laki yang tingga di Perumahan tipe 70. Keinginan merahasiakan diri
sendiri merupakan salah satu prilaku yang membuat nyaman dan apabila ada
seseorang ingin tau segala aktifitasnya, identitasnya, pribadi maka ia akan sangat
merasa terganggu, sementara pada laki-laki yang tinggal di Perumahan tipe 36,
keinginan merasiakan diri sendiri merupakan salah satu perilaku yang pernah ia
lakukan di lingkungan tetangga, tetapi ditipe 36 ini tidak membatasi komunikasi,
meskipun ada hal pribadi yang tidak boleh diketahui oleh tetangganya (privasi)
karena itu hanya keluarga saja yang tau.
Hasil pengujian terhadap aspek privasi lainnya yaitu pada aspek keinginan
untuk tidak mengungkapkan diri terlalu banyak kepada orang lain (reserve)
menunjukkan bahwa pada jenis keinginan untuk tidak mengungkapkan diri terlalu
banyak kepada orang lain (reserve) antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe
36 dengan tipe 70 di Kota Pekanbaru tidak memiliki perbedaan yang signifikan.
Menurut Holahan (dalam Anisa, 2012) keinginan untuk tidak mengungkapkan diri
terlalu banyak kepada orang lain atau yang disebut dengan istilah reserve
merupakan privasi ketika seseorang dapat mengontrol sepenuhnya kondisi bahwa
ia tidak dapat diganggu dan ia yakin merasa aman karena memiliki barrier
psikologis terhadap adanya gangguan. Orang yang berada di sekitarnya
menghargai dirinya yang ingin mernbatasi komunikasi tentang dirinya dengan
orang lain.
Pada perumahan tipe 70, masyarakat memang tidak ingin mengunggapkan
diri terlalu banyak dengan lingkungan tetangga, ketika berbicara ia hanya
seperlunya saja yang dibicarakan. Mereka lebih merahasiakan kehidupan keluarga
dengan lingkungan tetangga, karena kehidupanya adalah privasi yang tidak patut
diberi tau oleh kehidupan tetangganya. Jarangnya bertemu dengan lingkungan
tetangga karena kesibukan masing-masing individu, maka komunikasipun jarang
dilakukan pada perumahan tipe 70. Kondisi ini jauh berbeda dengan laki-laki yang
tinggal di perumahan tipe 36, karena meskipun seringnya berkomunikasi dengan
tetangga maka komunikasipun yang dilakukan disela-sela waktu luang antar
tetangga juga dibatasi dengan tidak terlalu banyak mengungkapkan diri dengan
lingkungan tetangga, hal ini dikarenakan setiap laki-laki juga memiliki batasa
tertentua dalam hal mengungkapkan dirinya kepada orang lain.
Hasil pengujian terhadap jenis privasi lainnya yaitu pada aspek keinginan
untuk tidak terlibat dengan para tetangga (non-neighboring) menunjukkan bahwa
pada aspek keinginan untuk tidak terlibat dengan para tetangga (non-neighboring)
antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe 70 di Kota
Pekanbaru tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Menurut Holahan (dalam
Anisa, 2012) non-neighboring atau aspek keinginan untuk tidak terlibat dengan
para tetangga merupakan individu yang tidak suka dengan adanya kehidupan
bertetangga. Privasi adalah kemampuan seseorang atau sekelompok orang dalam

13
hal ini adalah kehidupan bertetangga dalam suatu lingkungan perumahan. Pada
aspek ini laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 maupun tipe 70 keinginan
untuk tidak terlibat dengan para tetangga memiliki kencedrungan yang sama,
karena pada kondisi tertentu setiap seseorang akan memiliki keinginan untuk tidak
diketahui aktivitas yang akan dilakukannnya, karena setiap laki-laki juga akan
memiliki keinginan yang sama untuk nyaman dalam bertetangga.

Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan yang signifikan antara
privasi bertetangga antara laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 36 dengan tipe
70 di Kota Pekanbaru, dimana laki-laki yang tinggal di perumahan tipe 70 lebih
privasi dalam bertetangga dibandingkan dengan individu yang tinggal di
perumahan tipe 36. Perbedaan ini dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggal dan
kematangan sosial. kematangan sosial dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin,
laki-laki mempunyai tingkat kematangan sosial yang lebih tinggi daripada laki-
laki yang tinggal di tempat yang kematangan sosialnya rendah. Perbedaan ini
mungkin disebabkan karena adanya perlakuan yang berbeda dari masyarakat.
Seseorang yang tinggal di rumah tipe 36 diharapkan akan dapat lebih sosial dalam
bergaul, matang, mandiri, serta mampu membuat keputusan. Sebaliknya,
masyarakat yang tinggal di rumah tipe 70 yang tingkat kematangan sosialnya
rendah. Karena kondisi yang demikian, dengan minat, perilaku dan kebiasaan-
kebiasaan yang diharapkan masyarakat berbeda maka akan memunculkan aspek-
aspek kepribadian yang berbeda pula. Maka dapat dimengerti kalau kemudian
antara laki-laki yang tinggal di rumah tipe 36 dengan tipe 70 memiliki tingkat
kematangan sosial yang berbeda

Daftar Pustaka

Ahmadi, A. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.


Anisa. (2014). Pengaturan Privasi dalam Desain Rumah Sederhana. Jurnal
Arsitektur Nalars 13 1, 39-50.
Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta.
Azwar, S. (2009). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Burhanuddin. 2010. Konsep Teritori dan Privasi Sebagai Landasan Perancangan
Dalam Islam . Jurnal Ruang, 2 2, 1-7.
Dalton, J.H. Elias, M.J., & Wandersman, A. 2007. Community Psychology:
Linking Individuals and Communities. Belmont CA: Thomson

14
Cole, D.N. (2010). Privacy Functions and Wilderness Recreation: Use Density
and Length of Stay Effects on Experience. Ecopsycholgy. 2 2. 67-75.
Demirbas, O.O. (2000). Privacy Dimensions a Case Study in The Interior
Arhitecture Design Studio. Journal Environmental Psychology. 20, 53-
54.
Fakultas Psikologi. (2012). Pedoman Penulisan Skripsi. Pekanbaru: Universiras
Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Halim, D. (2005). Psikologi Arsitektur Pengantar Kajian Lintas Disiplin. Jakarta:
grasindo
Hanurawan, F. (2008). Psikologi Lingkungan. Malang: Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang
Iskandar, Z. (2013). Psikologi Lingkungan Metode dan Aplikasi. Bandung: Refika
Aditama.
Prabowo, H. (2006). Pengantar Psikologi Lingkungan. Universitas Gunadarma.
Prasetyadi, J. R. (2011). Kesinambungan dalam Bertetangga Perumahan Soka
Asri (Blok T). Yogyakarta: STMIK “Amikom”
Propertif. (2015). Desain Rumah Minimalis Tipe 70. Diterima Tanggal 16 Mei
2015 dari http://www.propertif.com/desain-rumah-minimalis-type-
70.html
Riduwan. (2012). Belajar Mudah Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Rumahminimal. (2015) Denah Rumah Tipe 70 dengan Tiga Kamar. Diterima
Tanggal 16 Mei 2015 dari http://rumahminimal.com/denah-rumah-tipe-
70-dengan-3-kamar-tidur/
Rustemli, A. (2001). Privacy Dimensions and Preferences Among Turkish
Students. The Jurnal of Social Psychology, 133 (6). 807-814.
Santoso, S. (2012). Aplikasi SPSS pada Statistik Parametrik. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.
Sarwono, S.W. (1992). Psikologi Lingkungan. Jakarta: Gramedia.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial. Yoyakarta: Andi Offset.
Yuwinanto, H.P. (2001). Kebijakan Informasi Dan Privacy. Korespondensi:
Helmy Prasetyo Yuwinanto. Departemen Informasi dan Perpustakaan,
FISIP, Universitas Airlangga. [on-line], vol. FTP: http://web.unair.ac.id.
Santoso, S. (2012). Aplikasi SPSS pada Statistic Parametrik. Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo.

15

Anda mungkin juga menyukai