Anda di halaman 1dari 8

Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam

P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
PENGAMATAN PROSES SOSIALISASI MASYARAKAT TENTANG
KERUKUNAN ANTAR UMMAT BERAGAMA DI DESA PASAR TIGA
KEC. PANAI TENGAH KAB. LABUHANBATU

ALWI RAMADHAN HARAHAP1, SITI MUTIAH SIREGAR2, AFIFAH AZMI3,


ANWARSYAH NUR4
1,2,3,4
Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, Indonesia
*Correspondence email: alwiramadhanhrp@gmail.com

ABSTRACK
The background of writing this article is the social life of the community. Where society is an
interdependent community (mutually dependent on one another). In general, the term
community is used to refer to a group of people who live together in an organized
community, and socialization is a process of inculcating or transferring habits or values and
rules from one generation to another in a group or society. A number of sociologists refer to
socialization as a theory of roles (role theory). Because in the process of socialization, it is
taught the roles that must be carried out by individuals, so that social solidarity is formed, and
Harmony between religious communities is a way or means to bring together, regulate
external relations between people who are not of the same religion or between religious
groups in social life.

Keyword: Comunity Outreach, Inter-Religious Harmony.

ABSTRAK
Penulisan artikel ini dilatarbelakangi oleh kehidupan sosial masyarakat. Di mana masyarakat
adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling tergantung satu sama lain). Yang pada
umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup
bersama dalam satu komunitas yang teratur, dan sosialisasi adalah sebuah proses penanaman
atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam
sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori
mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialsisai diajarkan peran-peran yang
harus dijalan oleh individu, agar terbentuknya solidaritas bermasyarakat, serta Kerukunan
antara ummat beragama adalah cara atau sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan
luar antara orang yang tidak seagama atau antara golongan ummat beregama dalam
kehidupan sosial kemasyarakatan.

Kata Kunci: Sosialisasi Masyarakat, Kerukunan Antar Umat Beragama.

360
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

A. PENDAHULUAN
Sejak zaman nenek moyang dahulu komunitas masyarakat sudah ada dan telah
mengajarkan berbagai macam pelajaran yang sangat berharga untuk menghormati alam.
Kehidupan masyarakat tradisional yang masih kental akan adat istiadatnya guna
memposisikan diri mereka sebagai kelompok yang dikaitkan hubungannya dengan alam,
sebagaimana realita yang ada dalam hubungan spiritualitas masyarakat dengan alam.
Kemudian konsep ini telah dimodernkan oleh pelaku pengembangan masyarakat dengan
memadukan kepercayaan, kebiasaan lama dan kearifan lokal, untuk menumbuhkan rasa
peduli akan pentingnya lingkungan hidup.1
Sosialisasi adalah sebuah proses penaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan
aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat.
Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory).
Karena dalam proses sosialsisai diajarkan peran-peran yang harus dijalan oleh individu.2
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) merupakan sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (semi terbuka), dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam bentuk kelompok tersebut.
Kata “masyarakat” adalah sendiri dari berakar dari kata dalam bahasa arab, musyarak.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.
Menurut syeikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan
sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan
yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama
mereka berdasarkan kemaslahatan. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara
utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada:
masyarakat pemburu, masyarakat bercocok tanam, masyarakat agrikultural intensif yang
juga disebut masyarakat berperadaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat industri
dan paska-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat
tradisional.
Kerukukunan beragama berkaitan dengan toleransi, yakni istilah dalam konteks
sosial, budaya dan agama yang berarti sikap dan perbuatan yang melarang adanya
diskriminasi terhadap kelompok-kelompok yang beda atau tidak dapat diterima oleh
mayoritas dalam suatu masyarakat. Contohnya adalah toletansi beragama, dimana
penganut mayoritas dalam suatu masyarakat mengizinkan keberadaan agama-agama
lainnya. Istilh toleransi juga digunakan dengan menggunakan definisi “kelompok” yang
lebih luas, misalnya partai politik, orientasi seksual, dan lain-lain. Hingga saat ini masih
banyak kontrovensi dan kritik mengenai prinsip-prinsip toleransi, baik dari kaum liberal
maupun konservatif.3
Adapun yang perlu dikedepankan adalah toleransi antar kelompok agama. Dan
toleransi tidak akan menjadi apa-apa tanpa ada perubahaan orinetasi dari kaum agama
untuk berani keluar dari pemahaaman sebelumnya. Dalam hal ini diperlukan adanya
transformasi internal yang signifikan dalam tradisi agama. Tanpa perubahan seperti itu,

1
Mukti Ali, Kehidupan Beragama dalam Proses Pembangunan Bangsa, (Bandung: Proyek
Pembinaan Mental Agama, 1975).
2
Soerejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1985).
3
Nazmudin, Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam Membangun Kutuhan NKRI,
Journal of Government & Civil Society 1, no. 1 (2017)..

361
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
pada akhirnya toleransi tidak lebih dari sekedar wacana yang tidak memiliki implikasi
normatif dalam tingkah laku antar pemeluk agama.
Toleransi memliki peranan yang penting dalam pluralism saat ini, tidak hanya
dipahami sebagai etika yang mengatur hubungan antar kelompok agama, akan tetapi juga
yang terpenting adalah adanya kepekaan baru untuk sepenuhnya menghargai
keberagaman. Dalam konteks ini, tranformasi internal agama tidak hanya pada doktrin-
teologis akan tetapi juga diperlukannya transformasi pada aspek kultural-sosiologis untuk
menghormati dan menghargai keberdaan dan hak-hak kelompok agama lain.4

B. METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Hal
ini didasari oleh kesesuaian jenis penelitian dengan fenomena yang diteliti, terdapat
interaksi antara peneliti dan informan, dan peneliti lebih memperoleh ruang eksplorasi
terhadap objek penelitian. Lebih lanjut, jenis penelitian ini mendeskripsikan keadaan riil
latar penelitian.5 Adapun tempat penelitian berlatar di Desa Pasar Tiga, Kecamatan Panai
Tengah, Kabupaten Labuhanbatu.

C. HASIL & PEMBAHASAN


1. Sosialisasi Masyarakat Di Desa Pasar Tiga
a. Sosialisasi
Menurut Vander Zanden, sosialisasi adalah proses intreaksi sosial melalui mana
calon anggota masyarakat mengenal cara-cara berfikir, berprasaan dan prilaku, sehingga
dapat berperan serta secara efektif dalam masyarakat. Dari pernyataan Vander Zanden
tersebut dapat disimpulkan sosialisasi yaitu bagaimana seseorang didalam proses intreaksi
sosial, beradaptasi dengan lingkungan sekitar dan menyesuaikan diri dengan orang-orang
daerah setempat. Saling berkenalan dengan individu satu dengan individu lainya lalu
kemudian membenntuk suatu hubungan kekerabatan atau kekeluarga karena adanya
kesamaan suku, kesamaan asal, kesamaan nasib dan perasaan. Kemudian berbawur
dengan warga sekitar dan mempelajari nilai dan normal yang ada di daerah tersebut,
memahami serta menjadi tahu nilai dan norma yang berlaku didalam lingkungan
bermasyarakat tersebut. Menjadi tahu bagaimana sebaiknya bertingkah laku yang dapat
diterima didalam hidup bermasyarakat, juga menjadi tahu sanksi yang diperoleh ketika
melanggar norma-norma yang berlaku di lingkungan itu.6
Setelah berinteraksi dengan individu lain yang berada disekitarnya atau
bersosialisasi dengan lingkumngan barulah individu tadi dapat berkembang dalam
keaadan yang normal, maka lingkungan pertama yang berhubungan dengan anaknya
adalah orang tuanya. Melalui lingkungan itu lah anak mengenal dunia sekitarnya dan pola
pergaulan hidup yang berlaku sehari-hari, melalui lingkungan itu lah anak mengalami
proses sosialisasi awal.
Lewat proses-proses sosialisasi, individu-individu masyarakat belajar mengetahui
dan memahami tingkah pekerti apakah yang harus dilakukan dan tingkah pekerti apa
pulakah yang harus tidak dilakukan (terhadap dan suatu berhadapan dengan orang lain)
didalam masyarakat ringkas kata sosialisasi warga masyarakat akan saling mengetahui
peranan masing-masing dalam masyarakat, dan kemudian dapat bertingkah pekerti sesuai
dengan peranan sosial masing-masing itu. Tepat sebagaimana yang diharapkan oleh

4
Toto Suryana, Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama, Ta’lim: Jurnal
Pendidikan Agama Islam 9, no. 2 (2011).
5
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2000).
6
Soerejono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1985).

362
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
norma-norma sosial yang ada dan selanjutnya mereka-mereka akan dapat saling
menyerasikan serta meyesuaikan tingkah pekerti masing-masing sewaktu melakukan
interaksi-interaksi sosial.
Tanpa mengalami proses sosialisasi yang memadai tidak mungkin seorang
masyarakat dapat hidup normal tanpa menjumpai kesulitan dalam masyarakat. Jelas,
bahwa hanya dengan menjalani proses sosialisasi yang cukup banyak sajalah seorang
individu warga masyarakat dapat menyesuaikan segala tingkah pekertinya dengan segala
keharusan norma-norma sosial. Hanya lewat proses-proses sosialisasi ini sajalah generasi-
generasi muda dapat belajar bagaimana seharusnya bertingkah laku didalam kondisi-
kondisi tertentu. Bagaimana pun juga proses sosialisasi adalah suatu proses yang
dilakukan secara aktif oleh dua pihak: pihak pertama adalah pihak yang mensosialisasi
atau disebut dengan aktifitas melaksanakan sosialisasi dan pihak yang kedua adalah
aktifitas pihak yang disosialisasi atau aktifitas internalisasi.

b. Masyarakat
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) merupakan sekelompok orang
yang membentuk sebuah sistem semi tertutup (semi terbuka), dimana sebagian besar
interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam bentuk kelompok tersebut.
Kata “masyarakat” adalah sendiri dari berakar dari kata dalam bahasa arab, musyarak.
Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar
entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen (saling
tergantung satu sama lain). Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu
sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur. 7
Menurut syeikh Taqyuddin An-Nabhani, sekelompok manusia dapat dikatakan
sebagai sebuah masyarakat apabila memiliki pemikiran, perasaan, serta sistem/aturan
yang sama. Dengan kesamaan-kesamaan tersebut, manusia kemudian berinteraksi sesama
mereka berdasarkan kemaslahatan. Masyarakat sering diorganisasikan berdasarkan cara
utamanya dalam bermata pencaharian. Pakar ilmu sosial mengidentifikasikan ada:
masyarakat pemburu, masyarakat bercocok tanam, dan masyarakat agricultural intensif
yang juga disebut masyarakat beradaban. Sebagian pakar menganggap masyarakat
industri dan paska-industri sebagai kelompok masyarakat yang terpisah dari masyarakat
tradisional.8
Berdasarkan pengamatan yang kami lakukan selama mengikuti kegiatan wajib
dari kampus yaitu program KKN (Kuliah Kerja Nyata) terhadap sosialisasi masyarakat
didesa Pasar Tiga Labuhan Bilik sangatlah tinggi. Karena dalam mengikuti program KKN
ini banyak progja (Program Kerja) yang harus dilakukan guna menambah rasa sosialisasi
kemasyarakatan dan toleransi dilingkungan sekitar dan juga sesuai dengan tema KKN
yaitu Benahi Desa. Berikut kegiatan yang kami lakukan yang Pertama, pada saat
Mahasiswa KKN Kelompok 98 mengadakan program kerja yang bertemakan Sosial
Kemasyarakatan melalui gotong royong seperti pembersihan lingkungan sekitar, tempat
ibadah (masjid) dan lain sebagainya, masyarakat sekitar berpartisispasi dalam kegiatan
tersebut bahkan memberikan assesment yang dibutuhkan sehingga kontribusi masyatakat
sekitar terhadap lingkungannya sangat tinggi.
Kedua, tentang program kerja Keagamaan dan Keislaman, kami banyak
melakukan kegiatan seperti mengajari anak-anak setempat mengaji baik dimasjid maupun
dirumah belajar disekolah SD (Sekolah Dasar) dan juga MDA (Madrasah Diniyah

7
Normina Hamda, Masyarakat dan Sosialisasi, Ittihad 12, no. 22 (2014)..
8
Devayana Gultom, Sosialisasi Nilai dan Norma pada Keluarga Pemulung (Medan: Devayana
Gultom, 2019).

363
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
Awwaliyah) bahkan kami mengikuti kegiatan pemotongan hewan Qurban yang diadakan
pada tanggal 20 Juli 2021/10 Zulhijjah 1442 H, dalam hal ini kami melihat bahwasanya
seluruh masyarakat sekitar ikut andil dalam bergotong-royong dan kemudian
membagikan daging Qurban kepada masyarakat yang membutuhkan di desa tersebut.
Ketiga, dalam mengikuti program Moderasi Beragama kami membuat sebuah
festival, ketika kami melaksanakan festival atau perlombaan tersebut, masyarakat juga
ikut serta dalam persiapan acara dan juga dalam penjurian sehingga acara tersebut tidak
hanya formalitas didalam Desa Pasar Tiga Labuhan Bilik, akan tetapi juga dapat menjadi
ajang pencarian bakat anak mereka untuk dapat mengembangkannya dikemudian hari.
Keempat, dalam program Kesehan Masyarakat, kami melakukan program kerja
yang bertemakan Pembagian Masker pada masyarakat sekitar. Dalam hal ini antusias
masyarakat sekitar sangatlah kuat terutama mengenai kesehatan mereka sendiri karena
dimasa Covid-19 ini kita dituntut untuk selalu mematuhi 3 M (memakai masker, mencuci
tangan, dan menjaga jarak).
Kelima, mengenai program Sains dan Teknologi, dalam hal ini kami bersosialisasi
dengan masyarakat mengenai bagaimana pembudidayaan Nenas, masyarakat sekitar
sangat antusias ketika menjelaskan tentang bagaimana membudidayakan nenas mulai dari
proses penenamannya sampai kepada bagaimana proses panennya dan masyarakat sekitar
juga menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami sehingga bisa menjadi bekal kami
untuk dapat mengajarkannya kembali kepada orang-orang yang belum paham akan
bagaimana membudidayakan nenas tersebut.

2. Kerukunan Ummat Beragama di Desa Pasar Tiga


Kata “rukun” merupakan kata dasar dari kerukunan. Dalam pandangan Said Agil
merupakan terminologi agama yang artinya “sendi” atau “tiang”. Kemudian kata rukun
berkembang menjadi khazanah kekayaan bahasa Indonesia, yang dalam pengertian
sehari-hari, yang dimaksudkan untuk menerangkan keadaan harmoni terutama antara hak
dan kewajiban. Dengan demikian, kerukunan dalam ranah beragama adalah terbinanya
keseimbangan antara hak dan kewajiban dari setiap agama. Keseimabangan antara hak
dan kewajiban tersebut merupakan usaha yang sungguh-sungguh setiap penganut agama
dalam mengamalkan ajaran agamanya sehingga ia menjadi agamawan yang paripurna,
namun pada saat yang sama pengalaman ajaran agamanya tersebut tidak bersinggungan
dengan kepentingan orang lain yang sama-sama memiliki hak untuk mengamalkan
ajaran-ajaran agamanya.9
Dalam pengertian sehari-hari kata rukun dan kerukunan adalah damai dan
perdamaian. Dalam pengertian ini jelas, bahwa kata kerukunan hanya dipergunakan dan
beralaku dalam dunia pergaulan. Kerukunan antara ummat beragama adalah cara atau
sarana untuk mempertemukan, mengatur hubungan luar antara orang yang tidak seagama
atau antara golongan ummat beregama dalam kehidupan sosial kemasyarakatan.
Menurut Drajat, kerukunan umat beragama itu dimungkinkan karena agama-
agama itu memiliki dasar hidup rukun. Serta semau agama senantiasa menganjurkan
unruk hidup damai dan rukun dalam hidup dan kehidupan sehari-hari. Agama islam
secara positif mendukung sikap toleransi dalam kehidupan. Sikap toleransi yang tertanam
dalam setiap pribadi muslim adalah berdasarkan kepada ajaran al-quran dan hadist.
Istilah kerukunan ummat beragama pertama kali dikemukakan oleh mentri agama,
K.H. M. Dachlan, dalam pidato pembukaan musyawarah antar agama tgl 30 November
1967 antara lain menyatakan: “adanya kerukunan antara golongan beragama adalah

9
Ibnu Rusydi & Siti Zolehah, Makna Kerukunan Umat Beragama dalam Konteks Keislaman dan
Keindonesiaan, Al-Afkar: Journal for Islamic Studies1, no. 1 (2018).

364
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
merupakan syarat mutlak bagi terwujudnya setabilitas polotik dan ekonomi yang menjadi
program cabinet AMPERA. Oleh, karena itu kami mengharapkan sungguh adanya
kerjasama antara pemerintah dan masyarakat beragama untuk menciptakan” iklim
kerukunan beragama ini, sehingga tuntutan hati nurani rakyat dan cita-cita kta bersama
ingin mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang dilindungi Tuhan Yang Maha
Esa itu benar-benar dapat berwujud. Dari pidato K.H. M. Dachlan tersebutlah istilah
“kerukunan hidup beragama” mulai muncul dan kemudian menjadi istilah baku dalam
berbagai dokumen Negara dan peraturan perundang-undangan.
Dalam konteks kepentingan negara dan bangsa, kerukunan umat beragama
merupakan bagian penting dari kerukunan nasional. Kerukunan umat beragama adalah
keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian,
saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengalaman ajaran agamanya dan
kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara didalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, kerukunan hidup antarumat beragama
merupakan prakondisi yang harus di ciptakan bagi pembangunan di Indonesia.
Kerukunan adalah proses yang dinamis yang berlangsung sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat itu sendiri. Pembinaan kerukunan hidup beragama adalah upaya
yang dilakukan secara sadar, berencana, terarah, teratur dan bertanggungjawab untuk
meningkatkan kerukukunan hidup beragama, dengan cara menanamkan pengertian akan
nilai dan kehidupan bermasyarakat yang mampu mendukung kerukunan hidup beragama,
mengusahakan lingkungan dan keadaan yang mampu menunjang sikap dan tingkah laku
mengarah kepada kerukunan hidup beragama, dan menumbuhkan dan mengembangkan
sikap dan tingkah laku yang mewujudkan kerukunan hidup beragama. Kerukunan
demikian inilah yang diharapkan sehingga dapat berfungsi sebagai fondasi yang kuat bagi
terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa kondisi ini ada gilirannya akan sangat
bermanfaat bagi pelaksana pembangunan untuk meningkatkan seluruh umat beragama di
Indonesia.10
Masyarakat Desa Pasar Tiga terbiasa terbuka dan menerima keragaman
pandangan baik dari sisi suku, agama, pras, maupun antar budaya, termasuk didalamnya
perbedaan pandangan aliran keagamaan. Sehingga terciptanya toleransi yang baik yaitu
menerima orang yang berbeda agama sebagai bagian dari diri serta berpikir positif,
karena toleransi tidak dapat dilepaskan dalam kerukunan beragama.
Interaksi umat beragama sangat cair dan dinamis. Satu sama lainnya saling
memahami keteguhan dan batasan masing-masing. Misalnya, setiap hari Raya Idhul Fitri
dan Natal warga yang beragama islam dan kristen saling mengunjungi. Karena mereka
tahu ada perbedaan-perbedaan mendasar antara muslim atau nasrani.11
Sebagaimana kerukunan ummat beragama di Desa Pasar Tiga ini yang masyarakat
umumnya menganut agama islam, meskipun agama mayoritasnya adalah agama islam
namun kehidupan sosial masyarakat rukun dan damai, toleransi dalam bidang keagamaan
dapat dijumpai dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari seperti proses beribadah
setiap agama berjalan dengan lancar tanpa adanya gangguan dari pemeluk agama lain,
misalnya pada hari minggu pemeluk agama kristen protestan dan kristen katolik
melakukan ibadah di gereja, proses ibadah tersebut berjalan dengan lancar tanpa adanya
gangguan dari pemeluk agama lain, begitupun ketika pemeluk agama islam ketika

10
Amirullah Syarbini, et.al., Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama (Jakarta: Elex Media
Komputindo, 2011).
11
Radiansyah, Sosiologi Pendidikan, (Banjarmasin: Antasari Press, 2008).

365
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20
beribadah dan melaksakan sholat di mesjid dengan tenang tanpa khawatir akan gangguan
dari pemeluk agama lain.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan Mahasiswa/i UINSU KKN-DR
Kelompok 98 selama 15 hari penuh terhadap sosial masyarakat di Desa Pasar Tiga
Labuhan Bilik, Kec. Panai Tengah, Kab. Labuhan Batu tersebut termasuk kedalam
kategori tinggi akan sikap toleransi dan kepeduliannya terdapat sesama walaupun ada
sebahagian yang masih memerlukan partisipasi penuh dari masyarakat sekitar, dan
sebagaimana kegiatan yang sudah kami lakukan selama menetap di Desa Pasar Tiga ini,
bahwasanya masyarakat sekitar sangat senang dengan program kerja yang kami rancang
serta mengambil andil dalam proses kegiatannya terutama kegiatan tersebut bertemakan
Kegamaan dan juga Kesehatan.
Pada dasarnya desa pasar tiga masih menjunjung tinggi nilai-nilai kebudayaan dan
keagamaan sehingga terciptanya rukun dalam beragama, sehingga terciptanya toleransi
yang baik yaitu menerima orang yang berbeda agama sebagai bagian dari diri serta
berpikir positif, karena toleransi tidak dapat dilepaskan dalam kerukunan beragama.
Sehingga terciptanya interaksi antar umat beragama yang sangat cair dan dinamis. Satu
sama lainnya saling memahami keteguhan dan batasan masing-masing. Misalnya, setiap
hari Raya Idhul Fitri dan Natal warga yang beragama Islam dan Kristen saling
mengunjungi. Karena mereka tahu ada perbedaan-perbedaan mendasar antara Muslim
atau Nasrani.

366
Al Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam
P-ISSN: 2088-7981
Vol. 4, No. 2, 2021 E-ISSN: 2685-1148
doi.org/10.36670/alamin.v2i02.20

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti. Kehidupan Beragama dalam Proses Pembangunan Bangsa. Bandung: Proyek
Pembinaan Mental Agama. 1975.
Gultom, Devayana. Sosialisasi Nilai dan Norma pada Keluarga Pemulung. Medan:
Devayana Gultom. 2019.
Hamda, Normina. “Masyarakat dan Sosialisasi”. Ittihad, 12, no. 22 (2014).
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. 2000.
Nazmudin. “Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama dalam Membangun Kutuhan
NKRI”. Journal of Government & Civil Society, 1, no. 1 (2017).
Radiansyah. Sosiologi Pendidikan. Banjarmasin: Antasari Press. 2008.
Rusydi, Ibnu & Siti Zolehah. Makna Kerukunan Umat Beragama dalam Konteks Keislaman
dan Keindonesiaan. Al-Afkar: Journal for Islamic Studies 1, no. 1 (2018).
Soekanto, Soerejono. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 1985.
Suryana, Toto. Konsep dan Aktualisasi Kerukunan Antar Umat Beragama. Ta’lim: Jurnal
Pendidikan Agama Islam, 9, no. 2 (2011).
Syarbini, Amirullah, et.al. Al-Quran dan Kerukunan Hidup Umat Beragama. Jakarta: Elex
Media Komputindo. 2011.

367

Anda mungkin juga menyukai