Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI

KESANGGUPAN KARDIOVASKULAR DAN PENGARUH


SIKAP DNA KERJA FIDIK TERHADAP TEKANAN DARAH

KELOMPOK D1

Meisya Claudia Susanto (OP) 102018090 Ketua


Winaldi Santi Musti (OP) 102012207
Putri Setiawati 102013417
Veronica Agrippina Franesta 102018019
Lourenza Novania Tirtajaya 102018028
Yani Andryani 102018054
Luky Darmawan (OP) 102018104
Devi Rahmawati Putri 102018130
Alat dan bahan:
1. Pengukur waktu (arloji dan stopwatch)
2. Bangku setinggi 19 inci
3. Metronom (frekuensi 120x/menit)
4. Sfigmomanometer
5. Stetoskop

Cara Kerja

I. Latihan Naik Turun Bangku (Harvard Step Test)


1. Mintalah pasien simulasi berdiri menghadap bangku setinggi 19 inci sambal
mendengarkan detakan sebuah metronome dengan frekuensi 120 kali per menit.
2. Mintalah pasien simulasi menempatkan salah satu kakinya di bangku, tepat pada suatu
detakan metronome.
3. Pada detakan berikutnya (dianggap sebagai detakan kedua) kaki lainnya dinaikkan ke
bangku sehingga pasien simulasi berdiri tegak di atas bangku.
4. Pada detakan ketiga, kaki yang pertama kali naik diturunkan.
5. Pada detakan ke empat, kaki yang masih di atas bangku diturunkan pula sehingga pasien
simulasi berdiri tegak lagi di depan bangku.
6. Siklus tersebut diulang terus-menerus sampai PS tidak kuat lagi tetapi tidak lebih dari 5
menit. Catatlah berapa lama latihan tersebut dilakukan dengan menggunakan sebuah
stopwatch.
7. Segeralah setealh iut PS disuru duduk. Hitunglah dan catatlah frekuensi denyut nadinya
selama 30 detik sebanyak 3 kali masing-masing dari 0”-30”, dari 1’-1’30” dan dari 2’-
2’30”.
8. Hitunglah Indeks kesanggupan pasien simulasi seta berikan penilaiannya dengan 2 cara
berikut ini:
Cara lambat:
lama naik-turun dalam detik x 100
Indeks kesanggupan badan =
2x jumlah ketiga harga denyut nadi tiap 30”

Penilaianya:
Kurang dari 55 = kesanggupan kurang
55-64 = kesanggupan sedang
65-79 = kesanggupan cukup
80-89 = kesanggupan baik
Lebih dari 90 = kesanggupan amat baik
Cara cepat:
Dengan rumus
lama naik turun dalam detik x100
Indeks kesanggupan badan=
5.5x harga denyut nadi selama 30” pertama

Petunjuk-petunjuk:
1. Carilah baris yang berhubungan dengan lama percobaan.
2. Carilah lajur yang berhubungan dengan banyaknnya denyut nadi selama 30” pertama.
3. Indeks kesangupan badan terdapat dipersilangkan baris dan lajur.
Penilaiannya:
Kurang dari 50 = Kurang
50-80 = Sedang
Lebih dari 80 = Baik

II. Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis Pada Sikap Berbaring, Duduk, Dan Berdiri.

Berbaring terlentang
1. Mintalah orang percobaan (OP) berbaring terlentang dengan tenang selama 10 menit.
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan kanan atas orang
percobaan.
3. Carilah dengan palpasi denyut a. radialis pada pergelangan tangan kanan orang
percobaan.
4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korotkoff dalam pengukuran
tekanan darah OP tersebut.
5. Ulangilah pengukuran sub. 4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya.
Duduk
6. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh duduk. Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi
tekanan a. brachialis nya dengan cara yang sama. Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali
untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.
Berdiri
7. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh berdiri. Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi
tekanan a. brachialis nya dengan cara yang sama. Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali
untuk mendapatkan nilai rata-rata dan catatlah hasilnya.
8. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada ketiga sikap yang berada di atas.

III. Pengukuran Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot


1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru pada
sikap duduk (OP tak perlu yang sama seperti di sub. I)
2. Tanpa melepaskan manset suruhlah OP berlari di tempat dengan frekuensi ± 120 kali
loncatan/menit, selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan ukurlah
tekanan darahnya.
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit, sampai tekanan darahnya kembali
seperti semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut.

IV. Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis Dengan Cara Palpasi


1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap duduk, dengan cara auskultasi (sub. I)
2. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap yang sama, dengan cara palpasi.
Hasil Percobaan :

Percobaan I. Latihan Turun Bangku (Harvard Step Test)


OP = Luky Darmawan
Denyut nadi awal = 58x/menit
Kesanggupannya berhenti pada 2 menit 07 detik diubah ke detik menjadi 127 detik
Denyut setelah melakukan Harvard step test, sbb:
- 58x/menit = 30 detik
- 64x/menit = 1 menit 30 detik
- 60x/menit = 2 menit 30 detik

Indeks kesanggupan badan OP akan dihitung dengan cara:


a. Cara lamban
Lama naik turun dalam detik x 100
=
2 x jumlah ketiga harga denyut nadi tiap 30”

127 detik x 100


=
2 x (58+64+60)
= 34,8
Sehingga kesanggupan OP Kurang.

b. Cara cepat
Lama naik turun dalam detik x 100
=
5,5 x harga denyut nadi selama 30” pertama

127 detik x 100


=
5,5 x 58
=39,8
Sehingga kesanggupan OP Kurang.
Pembahasan
Dari hasil percobaan di atas, dapat dilihat bahwa denyut nadi OP sebelum beraktifitas yaitu
58x/menit. Kemudian setelah beraktifitas nilai ini meningkat, tekanan darah dan denyut nadi
orang coba setelah beraktivitas (dalam hal ini naik turun bangku harvard) meningkat disebabkan
karena pada saat orang coba beraktivitas, maka banyak oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh,
secara otomatis aliran darah dari jantung ke seluruh tubuh semakin banyak, sehingga tekanan
darah menigkat, atau dengan kata lain sirkulasi peredaran darah di dalam tubuh lebih cepat dari
biasanya.1
Hal tersebut juga disebabkan karena keelastisitasan dinding aliran darah di pengaruhi oleh
otot yang membungkus arteri dan vena sehingga tekanan darah menjadi meningkat. Oleh karena
itu, agar kebutuhan tersebut terpenuhi, maka curah jantung meningkat. Peningkatan curah
jantung tersebut menyebabkan darah akan lebih banyak dipompakan melalui aorta sehingga
berpengaruh dalam peningkatan tekanan darah, dan akhirnya juga berdampak pada kecepatan
tekanan darah arteri dan denyut nadi meningkat.1,2
Pada saat OP beraktifitas, maka otot akan berkontraksi dan memerlukan energi. Dalam
pengaliran darah ke seluruh tubuh ketika beraktivitas, maka pembuluh darah di sekitar otot yang
berkontraksi akan mengalami vasodilatasi agar darah banyak dialirkan.1,2
Dari percobaan juga dapat kita lihat bahwa setelah melalui dua perhitungan diperoleh bahwa
indeks kesanggupan badan subjek dalam taraf kurang baik. Hal ini dikarenakan kurangnya olah
raga. Orang yang sering berolah raga memiliki kapasitas kerja lebih baik ketimbang dari orang
yang jarang berolah raga.2

Kesimpulan
1. Kesanggupan badan seseorang dapat dinyatakan dengan Indeks Kesanggupan Badan(IKB). Semakin besar
nilai IKB, semakin baik kesanggupan badan seseorang.
2. Semakin sering jantung dilatih, maka jantung akan beradaptasi untuk bekerja lebih cepat.

Percobaan II. Pengukuran tekanan darah a. Brachialis pada sikap berbaring, duduk dan
berdiri.
OP = Meisya Claudia S

Sikap Berbaring Duduk Berdiri

Korotkoff P1 P2 P3 R P1 P2 P3 R P1 P2 P3 R
Korotkoff 100 100 100 100 110 110 110 110 110 110 110 110
I

Korotkoff 90 - - - - - - - - - - -
II

Korotkoff 80 - - - - - - - - - - -
III

Korotkoff 70 - - - - - - - - - - -
IV

Korotkoff 60 60 60 60 70 70 70 70 70 70 70 70
V

Pembahasan
Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik arteri, yang dapat
digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata. Nilai ambang terkini untuk
tekanan darah normal yang ditentukan oleh National Institutes of Health (NIH) adalah kurang
dari 120/80mmHg.1
Dalam mengukur tekanan darah, dapat didengar bunyi Korotkoff. Perbedaan bunyi ini
diberi nama orang yang mendefinisikannya pada 1905. Korotkoff mendefinisikan berbagai bunyi
menjadi lima fase, mencerminkan tingkatan-tingkatan yang berbeda dalam pengukuran tekanan
darah. Fase tekanan darah dan bunyi Korotkoff antara lain:2
1. Fase I : Bunyi tepukan yang lemah yang intensitasnya semakin
meningkat.
2. Fase II : Bunyi lembut,berdesir,bising.
3. Fase III : Bunyi crispy bernada kuat,tetapi tidak sekuat fase I.
4. Fase IV : Suara teredam,mulai melemah dan samar-samar.
5. Fase V : Tenang,tidak ada suara.
Pada metode lama, fase I dianggap tekanan sistolik dan fase IV dianggap sebagai tekanan
diastolik. Pada metode baru, fase I dianggap tekanan sistolik sementara diastoliknya adalah fase
V.2
Pada percobaan ini, didapatkan tekanan darah tertinggi adalah saat sikap berdiri, duduk,
dan yang terendah adalah saat posisi berbaring terlentang. Hal ini dipengaruhi oleh gaya
gravitasi. Pada saat berbaring gaya gravitasi pada peredaran darah lebih rendah karena arah
peredaran darah horizontal dan tidak terlalu melawan gravitasi. Pada saat berdiri kerja jantung
dalam memompa darah menjadi lebih besar karena melawan gaya gravitasi.2
Peningkatan tekanan darah terjadi karena dipengaruhi oleh gaya gravitasi, jantung harus
memompa lebih keras untuk melawan gaya gravitasi. Berbeda pada saat berbaring letak
ekstremitas atas dan bawah sejajar dengan jantung sehingga kecepatan aliran darah standar. Tapi
bila dalam keadaan berdiri, bagian ekstremitas atas dan kepala lebih tinggi dari jantung sehingga
untuk memenuhi kebutuhan pada tempat yang dituju, maka diperlukan tekanan pompa yang
besar sehingga curah jantung meningkatkan tekanan darah.3
Sikap atau posisi duduk membuat tekanan darah cenderung stabil. Hal ini dikarenakan
pada saat duduk sistem Vasokonstraktor simpatis terangsang dan sinyal-sinyal saraf pun
dijalarkan secara serentak melalui saraf rangka menuju ke otot-otot rangka tubuh, terutama otot-
otot abdomen. Keadaan ini akan meningkatkan tonus dasar otot-otot tersebut yang menekan
seluruh vena cadangan abdomen, membantu mengeluarkan darah dari cadangan vaskuler
abdomen ke jantung. Hal ini membuat jumlah darah yang tersedia bagi jantung untuk dipompa
menjadi meningkat sehingga tekanan darah lebih tinggi diukur pada saat duduk dibandingkan
saat berbaring. Keseluruhan respon ini disebut refleks kompresi abdomen.5
Pada saat duduk, jantung harus memompa dengan lebih kuat karena jantung harus
memompa darah melewati pundak dan turun ke yang telentang. Pada saat berdiri posisi jantung
lebih tinggi daripada saat duduk maupun berbaring telentang sehingga aliran darah lebih lancar
lagi dan harus memompa darah lebih kuat ke atas karena adanya pengaruh gravitasi.3

Kesimpulan
1. Tekanan darah tertinggi adalah saat sikap berdiri, duduk, dan yang terendah adalah saat
posisi berbaring terlentang.
2. Hal ini dipengaruhi oleh gaya gravitasi.

Percobaan III. Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


OP = Winaldi Sandimusti

OP Hasil Percobaan

Normal 120/70

Menit ke-1 140/75/0

Menit ke-2 140/75/20

Menit ke-3 130/68

Menit ke-4 130/68


Menit ke-5 120/68

Pembahasan
Tekanan darah setelah berlari ditempat jauh lebih tinggi dibandingkan saat normal.
Terjadinya peningkatan tekanan darah ketika aktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan
tekanan darah pada saat istirahat karena diakibatkan karena pada saat beraktifitas sel tubuh
memerlukan pasokan O2 yang banyak akibat dari metabolisme sel yang bekerja semakin cepat
pula dalam menghasilkan energi. Sehingga peredaran darah didalam pembuluh darah akan
semakin cepat dan curah darah yang dibutuhkan akan semakin besar. 1,3
Akibat adanya vasodilatasi pada otot jantung dan otot rangka serta vasokontriksi arteriol
yang menyebabkan arteriol menyempit dan kerja jantung tiap satuan waktupun bertambah
sehingga volume darah pada arteriol akan meningkat dan tekanannya pun meningkat. Dapat
dikatakan bahwa volume darah yang masuk dari arteri ke jantung meningkat. Pada organ-organ
tersebut dan menyebabkan aliran darah ke saluran pencernaan dan ginjal berkurang. Persentase
darah yang dialirkan ke organ-organ tersebut untuk memunjang peningkatan aktifitas metabolik
keduanya dan kerja jantung juga akan semakin cepat dalam memompa darah.1,4
Pada saat frekuensi denyut jantung cepat, tekanan arteri turun secara tajam selama fase
ejeksi sistolik ventrikel karena katup atrioventrikular tertarik kebawah meningkatkan kapasitas
atrium. Kerja ini menyedot darah ke atrium dari vena besar. Sedotan darah ke atriumselama
sistolik turut membantu secara nyata pada arus balik vena. Hal inilah menjelaskan mengapa
beberapa subjek mengalami penurunan pada tekanan sistol setelah berlari.1, 2

Kesimpulan
1. Tekanan darah dipengaruhi beberapa banyak faktor, yaitu didalam percobaan tekanan darah
dipengaruhi gravitasi baik saat berbaring,duduk,maupun berdiri lalu berkontraksi otot/kerja
fisik yang lebih besar dari normal.
2. Tubuh melakukan kerja fisik yang lebih besar dari normal mengakibatkan kebutuhan
jaringan akan O2 meningkat dan terjadi stimulasi simpatis pada jantung sehingga jantung
meningkatkan curah jantungnya dan denyut nadi pun akan ikut meningkat.
3. Tekanan darah,yaitu sistol dan diastol pada orang normal mencerminkan aktivitas jantung
saat itu.Denyut nadi seseorang dapat diketahui dengan cara auskultasi (sistol dan diastole)
dan palpasi (sistol).

Percobaan IV - Pengukuran tekanan darah a. Brachialis dengan cara palpasi


OP = Meisya Claudia S

Cara Auskultasi (sistol/diastol) Cara Palpasi (sistol)

Sistol : 110 100


Diastol : 70

Pembahasan
Tekanan darah arteri dapat diukur dengan 2 cara, yaitu cara palpasi dan cara auskultasi.
Manset dipasang di atas fossa cubiti. Dengan cara palpasi (perabaan), orang percobaan dapat
diukur tekanan darahnya dengan meraba arteri radialis. Pengukuran tekanan darah dengan cara
palpasi tersebut hanya dapat mengetahui tekanan darah sistolik. Metode pengukuran tekanan
dengan cara palpasi denyut arteri dilakukan saat tekanan manset dilepaskan. Tekanan sistolik
dibaca pada sfigmomanometer saat denyutan pertama dirasakan. Pada saat memasangkan alat
manset usahakan tidak terlalu kencang atau terlalu longgar. Apabila terlalu kencang, maka hasil
pengukuran tekanan darah akan berkurang dari yang seharusnya. Sebaliknya, apabila manset
terlalu longgar, maka hasil pengukuran tekanan darah akan bertambah dari yang seharusnya,
sehingga menjadi tidak akurat.1,2,4
Dengan cara auskultasi, dapat dilakukan pengukuran tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan menggunakan stetoskop untuk mendengar aliran darah pada arteri brachialis. Pengukuran
dengan auskultasi dapat dilakukan berdasarkan fase korotkof. Bunyi korotkof adalah bunyi yang
terjadi akibat timbulnya aliran turbulen dalam arteri yang disebabkan oleh penekanan manset
pada arteri tersebut. Mula-mula arteri brachialis diraba untuk menentukan tempat meletakkan
stetoskop. Kemudian manset dipompa sehingga tekanannya melebihi tekanan diastolik. Tekanan
manset diturunkan perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop diatas arteri brachialis pada siku.
Mula-mula tidak terdengar suatu bunyi kemudian akan terdengar bunyi mengetuk yaitu ketika
darah mulai melewati arteri yang tertekan oleh manset sehingga terjadilah turbulensi. Bunyi yang
terdengar disebut bunyi Korotkoff dan dapat dibagi dalam lima fase yang berbeda.1,2
Fase 1 dimulai dengan timbulnya dengan tiba-tiba suatu bunyi mengetuk yang jelas dan
makin lama makin keras sewaktu tekanan menurun 10-14 mmHg berikutnya. Ini disebut pula
nada letupan. Permulaan fase ini yaitu dimana bunyi mula-mula terdengar merupakan tekanan
sistolik.
Fase 2 ketika bunyi berubah kualitasnya menjadi bising selama penurunan tekanan 15-20 mmHg.
Saat fase 3, bunyi sedikit berubah dalam kualitas tetapi menjadi lebih jelas dan keras selama
penurunan tekanan 5=7 mmHg berikutnya. Pada fase 4, bunyi meredam selama penurunan 5-6
mmHg berikutnya. Lalu fase 5 yaitu saat bunyi menghilang.1,2,5

Kesimpulan
1. Tekanan darah dapat berubah karena pengaruh sikap tubuh maupun kerja fisik.
2. Tekanan darah dapat diukur dengan cara auskultasi maupun dengan palpasi. Cara yang lebih
akurat adalah dengan auskultasi.

Daftar Pustaka
1. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. Jakarta: EGC, 2011.
2. Guyton A.C. 1986. Text book of medical physiology. W.B. Saunders Co. New York. h.
889-890.
3. Irawati L. Viskositas darah dan aspek medisnya. 2010; 34(2): 104-5.
4. Rakhmawati. Fisiologi tekanan darah. 2013. (Diakses pada tanggal 16 Juni 2016).
(http://eprints.undip.ac.id/44168/3/Sari_R_G2A009015_Bab2.pdf).
5. Andrajati, Retnosari dkk. Penuntun Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia. Departemen
Farmasi FMIPA UI : Depok, 2008.

Anda mungkin juga menyukai