Anda di halaman 1dari 22

Praktikum Fisiologi

Kesanggupan Kardiovaskular dan Pengaruh Sikap dan Kerja Fisik terhadap


Tekanan Darah

Kelompok E5
Ricko Ciady - 102010282 [ ]
Hendricus Novaldo Widodo Putra - 102013262 [ ]
Anita Peronika 102013418 [ ]
Natanael Petra 102014026 - (Ketua) [ ]
Irene Ferita Wijaya 102014075 [ ]
Stephanie Jessica Hartono Husodo 102014136 [ ]
Christiani Elliavani - 102014212 [ ]
Jason Julio Sutanto 102014213 [ ]

Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Kristen Krida Wacana


Jl.Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat
2015
Tujuan Percobaan :

Untuk mengetahui pengaruh sikap tubuh dan kerja fisik terhadap tekanan darah
seseorang.

Alat yang diperlukan:


1. Sfingomanometer
2. Pengaruh waktu (arloji atau stopwatch)
3. Bangku setinggi 19 inci
4. Metronom (frekuensi 120/menit)
5. Stetoskop

Cara Kerja :

I. Latihan Turun Bangku (Harvard Step Test)

1. Surulah orang percobaan berdiri menghadap bangku setinggi 19 inci sambil mendengarkan
detakan sebuah metronom dengan frekuensi 120 kali per menit.
2. Suruhlah orang percobaan menempatkan salah satu kakinya di bangku, tepat pada satu
detakan metronom.
3. Pada detakan berikutnya (dianggap sebagai detakan kedua) kaki lainnya dinaikkan ke bangku
sehingga orang percobaan berdiri tegak di atas bangku.
4. Pada detakan ketiga, kaki yang pertama kali naik diturunkan.
5. Pada detakan keempat, kaki yang masih di atas bangku diturunkan ulang sehingga orang
percobaan berdiri tegak lagi di depan bangku.
6. Siklus tersebut diulang terus-menerus sampai OP tidak kuat lagi tetapi tidak lebih dari 5
menit. Catatlah berapa lama percobaan tersebut dilakukan dengan mengunakan sebuah
stopwatch.
7. Segera setelah itu OP disuruh duduk. Hitunglah dan catatlah frekuensi denyut nadi selama 30
detik sebanyak 3 kali masing-masing dari 0-30, dari 1-130 dan dari 2-230.
8. Hitunglah indeks kesanggupan orang percobaan serta berikan penilaiannya menurut 2 cara
berikut ini:

Cara lambat:
Indeks kesanggupan badan = lama naik-turun dalam detik x 100

2x jumlah ketiga harga denyut nadi tiap 30

Penilaianya:

Kurang dari 55 = kesanggupan kurang

55-64 = kesanggupan sedang

65-79 = kesanggupan cukup

80-89 = kesanggupan baik

Lebih dari 90 = kesanggupan amat baik

Cara cepat:

Dengan rumus

Indeks kesanggupan badan= lama naik turun dalam detikx100

5.5x harga denyut nadi selama 30 pertama

Petunjuk-petunjuk:

Carilah baris yang berhubungan dengan lama percobaan


Carilah lajur yang berhubungan dengan banyaknnya denyut nadi selama 30 pertama
Indeks kesangupan badan terdapat dipersilangkan baris dan lajur.
Penilaiannya:

Kurang dari 50 = Kurang

50-80 = Sedang

Lebih dari 80 = Baik


II. Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis Pada Sikap Berbaring, Duduk, Dan
Berdiri.

Berbaring terlentang

1. Suruhlah orang percobaan (OP) berbaring terlentang dengan tenang selama 10


menit.
2. Selama menunggu, pasanglah manset sfigmomanometer pada lengan kanan atas
orang percobaan.
3. Carilah dengan palpasi denyut a. radialis pada pergelangan tangan kanan orang
percobaan.
4. Setelah OP berbaring 10 menit, tetapkanlah kelima fase Korotkoff dalam
pengukuran tekanan darah OP tersebut.
5. Ulangilah pengukuran sub. 4 sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata
dan catatlah hasilnya.

Duduk

6. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh duduk.


Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi tekanan a. brachialis nya dengan cara yang
sama.
Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya.
Berdiri
7. Tanpa melepaskan manset, OP di suruh berdiri.
Setelah di tunggu 3 menit, ukurlah lagi tekanan a. brachialis nya dengan cara yang
sama.
Ulangilah pengukuran sebanyak 3 kali untuk mendapatkan nilai rata-rata dan
catatlah hasilnya.
8. Bandingkan hasil pengukuran tekanan darah OP pada ketiga sikap yang berada di
atas.

III. Pengukuran Tekanan Darah Sesudah Kerja Otot


1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP dengan penilaian menurut metode baru pada sikap
duduk (OP tak perlu yang sama seperti di sub. I)
2. Tanpa melepaskan manset suruhlah OP berlari di tempat dengan frekuensi 120 kali
loncatan/menit, selama 2 menit. Segera setelah selesai, OP disuruh duduk dan ukurlah
tekanan darahnya.
3. Ulangilah pengukuran tekanan darah ini tiap menit, sampai tekanan darahnya kembali seperti
semula. Catatlah hasil pengukuran tersebut.

IV. Pengukuran Tekanan Darah A. Brachialis Dengan Cara Palpasi


1. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap duduk, dengan cara auskultasi (sub. I)
2. Ukurlah tekanan darah a. brachialis OP pada sikap yang sama, dengan cara palpasi.

Hasil Percobaan :

Percobaan I - Latihan Turun Bangku (Harvard Step Test)

OP = Jason Julio Santoso

Denyut nadi awal = 46x/30 detik

Kesanggupannya berhenti pada 2 menit 03 detik diubah ke detik menjadi 123 detik

Denyut setelah melakukan Harvard step test, sbb:

- 72x/menit = 30 detik
Pemeriksaan denyut nadi
- 58x/menit = 1 menit 30 detik
- 52x/menit = 2 menit 30 detik dilakukan selang 30 detik

Jadi, indeks kesanggupan badan OP dalam cara:

a. Cara lamban
Lama naik turun dalam detik x 100
2 x jumlah ketiga harga denyut nadi tiap 30
=
123 detik x 100 33,6
2 x (72+58+52)
=
Sehingga =
kesanggupan OP Kurang

b. Cara cepat
Lama naik turun dalam detik x 100
5.5 x harga denyut nadi selama 30 pertama
=
123 detik x 100 31,06
5.5 x 72
Jadi=kesanggupan OP Kurang =
Percobaan II Pengukuran tekanan darah a. Brachialis pad sikap berbaring, duduk dan
berdiri.

OP = Anita Peronika

Posisi Berbaring

Jenis Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran Rata-rata


Korotkoff (mmHg) (mmHg) III (mmHg) (mmHg)
Korotkoff I 120 110 120 116
Korotkoff II 104 104 104 104
Korotkoff III 100 90 90 93,3
Korotkoff IV 85 85 85 85
Korotkoff V 70 70 70 70

Posisi Duduk

Jenis Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran Rata-rata


Korotkoff (mmHg) (mmHg) III (mmHg) (mmHg)
Korotkoff I 110 110 110 110
Korotkoff II 104 104 104 104
Korotkoff III 100 90 90 93,3
Korotkoff IV 90 80 80 83,3
Korotkoff V 80 70 70 73,3

Posisi Berdiri

Jenis Pengukuran I Pengukuran II Pengukuran Rata-rata


Korotkoff (mmHg) (mmHg) III (mmHg) (mmHg)
Korotkoff I 110 110 110 110
Korotkoff II 106 106 106 106
Korotkoff III 100 100 100 100
Korotkoff IV 85 80 76 80,3
Korotkoff V 70 70 70 70

Percobaan III Pengukuran tekanan darah sesudah kerja otot


Hasil percobaan berlari:

OP = Christiani Elliavani

Percobaan Rata-Rata
OP I II III
I 140/80 120/80 100/80 120/80

Percobaan IV - Pengukuran tekanan darah a. Brachialis dengan cara palpasi

OP = Hendricus Novaldo Widodo Putra

Cara Auskultasi (sistole/diastole) Cara Palpasi (sistole)


Sistole : 110
100
Diastole : 70
Landasan Teori :

Aliran Darah

Sirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri dari sistem pembuluh darah yang
tertutup. Arteri yang mengangkut darah dari jantung ke jaringan, bercabang-cabang menjadi
suatu pohon pembuluh-pembuluh darah yang semakin kecil, dengan berbagai cabang
menyalurkan darah ke berbagai bagian tubuh. Sewaktu suatu arteri kecil mencapai organ yang
dipendarahinya, arteri tersebut bercabang-cabang menjadi banyak arteriol. Volume darah yang
mengalir melalui suatu organ dapat disesuaikan dengan mengatur kaliber (garis tengah internal)
arteriol organ. Di dalam pembuluh terkecil, tempat semua pertukaran antara darah dan sel-sel di
sekitarnya terjadi. Kapiler-kapiler kembali menyatu untuk membentuk venula kecil, yang terus
bergabung membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Vena-vena kecil secara progresif
bersatu untuk membentuk vena yang lebih besar yang akhirnya mengalirkan darah ke jantung.

Laju aliran (flow rate) darah melintasi suatu pembuluh (yaitu, volume darah yang lewat per
satuan waktu) berbanding lurus dengan gradient tekanan dan berbanding terbalik dengan
resistensi vaskuler.
Perbedaan tekanan antara tekanan permulaan dan akhir suatu pembuluh adalah gaya
pendorong utama aliran dalam pembuluh; yaitu, darah mengalir dari suatu daerah dengan
tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan darah yang lebih rendah sesuai penurunan gradien
tekanan. Kontraksi jantung menimbulkan tekanan terhadap darah, tetapi karena adanya friksi
(resistensi), tekanan berkurang sewaktu darah mengalir melalui suatu pembuluh. Karena tekanan
semakin turun di sepanjang pembuluh, tekanan akan lebih tinggi di permulaan daripada di akhir
pembuluh. Hal ini membentuk suatu gradient tekanan untuk mengalirnya darah melalui
pembuluh tersebut. Semakin besar gradient tekanan yang mendorong darah melintasi suatu
pembuluh, semakin besar laju aliran darah melalui pembuluh tersebut.

Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran melalui suatu pembuluh darah resistensi, yaitu
ukuran hambatan terhadap aliran darah melaui suatu pembuluh yang ditimbulkan oleh friksi
(gesekan) antara cairan yang mengalir dan dinding pembuluh yang stationer. Seiring dengan
peningkatan resistensi terhadap aliran, darah akan semakin sulit melintasi pembuluh, sehingga
aliran berkurang. Resistensi meningkat, gradient tekanan harus meningkat setara agar laju aliran
tidak berubah. Dengan demikian, apabila pembuluh memberikan resistensi yang lebih besar
terhadap aliran darah, jantung harus berkerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi agar
adekuat.

Resistensi terhadap aliran darah bergantung pada tiga faktor: (1) viskositas (kekentalan)
darah; (2) panjang pembuluh; dan (3) jari-jari pembuluh, yaitu faktor terpenting. Viskositas
mengacu kepada friksi yang timbul antara molekul suatu cairan sewaktu bergesekan satu sama
lain selama cairan mengalir. Semakin besar resistensi terhadap aliran.

Karena darah menggesek lapisan dalam pembuluh sewaktu mengalir, semakin besar luas
permukaan yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Luas
permukaan ditentukan oleh panjang (L) dan jari-jari (r) pembuluh. Pada jari-jari konstan,
semakin panjang pembuluh semakin besar luas permukaan dan semakin besar resistensi terhadap
aliran. Karena panjang pembuluh di dalam tubuh konstan, panjang tersebut bukan merupakan
faktor variabel untuk mengontrol resistensi vaskuler. Dengan demikian, penentu utama resistensi
terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh. Cairan mengalir lebih deras melalui pembuluh
berukuran besar daripada melalui pembuluh yang lebih kecil, karena di pembuluh berukuran
lebih kecil darah, dengan volume tertentu, berkontak dengan lebih banyak permukaan dari pada
di pembuluh besar.

Tekanan Darah dan Pengukurannya

Tekanan darah, gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh,
bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan compliance, atau daya
regang (distensibility), dinding pembuluh yang besangkutan. Apabila volume darah yang masuk
arteri sama dengan volume darah yang meninggalkan arteri selama periode yang sama, tekanan
darah arteri akan konstan. Namun yang terjadi bukan seperti ini. Selama sistol ventrikel, volume
sekuncup darah masuk arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga darah dari jumlah
tersebut yang meninggalkan mereka, terdorong oleh recoil elastic. Tekanan maksimum yang
ditimbulkan di arteri sewaktu darah disemprotkan masuk kedalam arteri selama sistol, atau
tekanan sistolik, rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri sewaktu darah
mengalir keluar ke pembuluh di hilir selama diastole, yakni tekanan diastolik, rata-rata 80
mmHg.

Perubahan tekanan arteri selama siklus jantung dapat diukur secara langsung dengan
menghubungkan alat pengukur tekanan ke sebuah jarum yang dimasukkan ke dalam sebuah
arteri. Namun pengukuran dapat dilakukan secara lebih nyaman dan cukup akurat, yaitu secara
tidak langsung dengan menggunakan sfignomanometer. Pengukuran secara tidak langsung ini
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu palpasi (dengan raba) dan auskultasi (menggunakan
stetoskop).

Pengukuran tekanan darah secara tidak langsung dengan menggunakan cara auskultasi
(menggunakan stetoskop) adalah suatu cara pengukuran tekanan darah dengan memompa manset
yang sudah dilingkarkan di lengan orang yang akan diukur tekanan darahnya hingga kantung
manset mengembung dan menahan aliran darah dengan berarti tidak ada aliran darah dalam
pembuluh darah.

Ada dua keadaan dimana tidak akan terdengar bunyi yaitu bila tidak ada aliran di dalam
pembuluh darah tersebut atau bila alirannya lancar atau laminer. Di antara kedua keadaan ekstrim
tersebut, turbulensi menyebabkan terjadinya vibrasi dinding pembuluh darah. Bila manset
dikempiskan perlahan-lahan, vibrasi tersebut terdengar sebagai bunyi Korotkoff. Bunyi
Korotkoff di bagi menjadi lima fase.

Fase 1 dimulai saat bunyi terdengar, disebut tekanan sistolik. Pada fase 1, tekanan sistolik
hanya cukup untuk membuka pembuluh darah untuk sementara waktu saja dan menimbulkan
bunyi ketukan nyaring, yang makin lama makin meningkat intensitasnya. Jika tekanan dalam
manset makin di turunkan, aliran yang melewati pembuluh darah meningkat, menimbulkan
bunyi mendesir yang merupakan ciri khas fase 2. Bunyi tersebut menjadi lebih keras dan lebih
nyaring pada fase 3. Pada fase 4, bunyi tiba-tiba redup, lemah dan meniup. Fase 5 adalah saat
dimana bunyi sama sekali tidak terdengar. Saat ini biasanya dianggap sebagai tekanan diastolik.
Bunyi korotkoff fase 1 pada kondisi normal berkisar pada tekanan 120 mmHg, yang dilanjutkan
dengan fase ke-2 pada tekanan 110 mmHg, fase ke-3 sekitar 100 mmHg, fase ke-4 sekitar 90
mmHg, sedangkan fase ke-5 yang di anggap sebagai tekanan diastolik adalah sekitar 80 mmHg.

Pemeriksaan lainnya adalah dengan menggunakan metode palpasi yaitu menggunakan


metode meraba denyut a. Radialis dari orang yang diukur tekanan darahnya. Perlakuan yang
sama dilakukan dengan memompa manset hingga kantung manset mengembang dan menekan
pembuluh darah sehingga tidak ada lagi aliran darah pada pembuluh darah tersebut. Tekanan
sistolik dapat ditentukan dengan memompa manset lengan dan kemudian membiarkan tekanan
turun dan tentukan pada denyut a. Radialis pertama kali teraba. Oleh karena kesukaran
menentukan seara pasti kapan denyut pertama teraba, tekanan yang diperoleh dengan metode
palpasi biasanya 2-5 mmHg lebih rendah dibandingkan dengan pengukuran dengan
menggunkanan cara auskultasi.

Pengaruh Gravitasi

Tekanan darah yang didapatkan dalam setiap pengukuran tekanan darah menggunakan
sfigmomanometer merupakan tekanan dalam pembuluh darah setinggi jantung. Tekanan setiap
pembuluh di bawah jantung lebih tinggi dan dalam pembuluh di atas jantung lebih rendah akibat
efek gravitasi. Besarnya efek gravitasi (hasil densitas darah, akselerasi karena gravitasi (980
cm/s), dan jarak vertikal di atas atau di bawah jantung) adalah 0,77 mmHg/ cm pada densitas
darah normal. Jadi pada orang dewasa dengan posisi berdiri, bila tekanan arteri rata-rata setinggi
jantung adalah 100 mmHg, tekanan rata-rata pada arteri besar di kepala (50 cm di atas jantung)
adalah 62 mmHg (100- [0,77 x 50]) dan tekanan pada arteri besar di kaki (105 cm di bawah
jantung) adalah 180 mmHg (100 + [0,77 x 105]).

Darah yang kembali ke atrium jantung di bantu oleh mekanisme dari vena. Darah dari
seluruh tubuh akan kembali ke jantung melalui sistem peredaran darah vena. Proses kembalinya
darah ke jantung melalui vena salah satunya dipengaruhi oleh gaya gravitasi sama seperti yang
terjadi pada arteri. Namun yang terjadi pada sistem vena adalah semakin besar pengaruh gaya
gravitasi yang bekerja pada pembuluh vena tersebut akan menahan aliran darah vena untuk
kembali ke jantung dan membuat darah terakumulasi pada daerah tersebut. Hal inilah yang
membuat tekanan vena akan semakin berkurang saat mulai menjauhi gaya gravitasi. Semakin
mendekati jantung tekanan darah vena akan semakin berkurang di bandingkan dengan tekanan
vena pada saat berada di daerah dengan pengaruh gaya gravitasi yang besar.

Pada posisi berbaring, gaya gravitasi bekerja secara merata, sehingga tidak perlu
dipertimbangkan. Namun, sewaktu seseorang berdiri, efek gravitasi tidak merata. Selain tekanan
yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, pembuluh yang terletak di bawah jantung juga
mendapat tekanan yang ditimbulkan oleh berat kolom darah dari jantung ke ketinggian kolom
darah yang bersangkutan. Terdapat dua konsekuensi penting dari peningkatan tekanan ini.
Pertama, vena yang dapat melebar menyerah di bawah peningkatan tekanan hidrostatik ini,
sehingga semakin melebar dan kapasitasnya meningkat. Sebagian besar darah yang masuk ke
kapiler cenderung menumpuk di vena-vena tungkai bawah dan tidak di kembalikan ke jantung.
Karena aliran balik vena berkurang, curah jantung berkurang dan volume sirkulasi efektif juga
menurun. Kedua, peningkatan mencolok tekanan darah kapiler yang terjadi akibat efek gravitasi
menyebabkan filtrasi berlebihan cairan keluar jaringan kapiler di ekstremitas bawah dan
menimbulkan edema lokal yaitu berupa pembengkakan kaki dan pergelangan kaki.

Dalam keadaan normal terdapat dua tindakan kompensasi yang melawan efek gravitasi
tersebut. Pertama, penurunan tekanan arteri rata-rata yang terjadi sewaktu seseorang berpindah
dari berbaring menjadi berdiri memicu vasokontriksi vena melalui stimulasi simpatis, yang
mendorong sebagian simpanan darah ke arah jantung. Kedua, pompa otot rangka mengganggu
kolom darah dengan secara total mengosongkan segmen-segmen tertentu vena secara intermiten,
sehingga bagian tertentu vena tidak mendapat beban berat kolom seluruh vena dari jantung ke
ketinggiannya. Refleks vasokonstriksi vena secara tidak total dapat mengompensasi efek
gravitasi tanpa bantuan aktivitas otot rangka. Dengan demikian, ketika seseorang berdiri untuk
waktu yang lama, aliran darah ke otak berkurang karena menurunnya volume sirkulasi efektif.

Pengaruh Kerja Fisik terhadap Tekanan Darah

Kerja fisik yang sangat berat merupakan kondisi yang sangat menegangkan yang harus
dihadapi oleh sistem sirkulasi normal. Selama istirahat, rata-rata aliran darah yang melalui otot
lurik besarnya antara 3 sampai 4 ml/ menit/ 100 gram otot. Selama kerja fisik yang hebat,
kecepatan ini dapat meningkat 15 sampai 25 kali lipat, mencapai 50 sampai 80 ml/menit/100
gram otot. Dalam latihan otot yang kuat dan ritmik berlangsung kontraksi otot yang kuat pula.
Setiap kontraksi otot yang berlangsung terjadi peningkatan dan penurunan aliran darah. Aliran
ini menurun selama fase kontraksi dan di antara dua kontraksi aliran tersebut meningkat. Pada
akhir kontraksi yang ritmik, aliran darah tetap tinggi selama beberapa detik tetapi kemudian
kembali normal setelah beberapa menit berikutnya. Penyebab berkurangnya aliran darah selama
fase kontraksi otot pada waktu kerja fisik adalah akibat tertekannya pembuluh darah oleh otot
yang berkontraksi.

Selama kerja fisik, terjadi tiga efek utama yang penting bagi sistem sirkulasi untuk
menyediakan banyak aliran darah yang dibutuhkan oleh otot. Efek-efek ini adalah pengeluaran
rangsangan yang besar dari sistem saraf simpatis diseluruh tubuh dengan akibat perangsangan
pada sistem sirkulasi, kenaikan tekanan arteri, dan kenaikan curah jantung. Salah satu efek
paling penting daripeningkatan aktivitas simpatis pada kerja fisik adalah menimbulkan
penongkatan tekanan arterial. Hal ini adalah akibat dari berbagai efek perangsangan, antara lain
(1) vasokonstriksi arteriol dan arteri kecil pada sebagian besar jaringan tubuh disamping otot-otot
aktif, (2) peningkatan aktivitas pemompaan oleh jantung, dan (3) peningkatan yang besar pada
tekanan pengisian sistemik rata-rata terutama disebabkan oleh kontraksi vena.

Bila seseorang melakukan kerja fisik dalam keadaan tegang tetapi hanya menggunakan
sedikit otot saja, respons simpatis masih tetap terjadi di setiap bagian tubuh, tetapi vasodilatsi
hanya terjadi pada beberapa otot yang aktif saja. Karena itu hasil utama yang didapatkan adalah
vasokonstriksi, yang seringkali meningkatkan tekanan arteri rata-rata sampai setinggi 170
mmHg. Sebaliknya seseorang yang melakukan kerja fisik dengan seluruh tubuhnya, misalnya
berlari atau berenang, kenaikan tekanan arterinya seringkali hanya 20 40 mmHg. Tidak adanya
kenaikan yang hebat itu disebabkan oleh terjadinya vasodilatasi hebat pada sejumlah besar otot.

Baik dalam keadaan istirahat maupun latihan fisik, atlet yang terlatih memiliki isi volume
sekuncup yang lebih besar dan frekuensi denyut jantung yang lebih rendah daripada orang yang
tidak terlatih dan para atlet ini cenderung memiliki jantung yang lebih besar. Perubahan yang
terjadi pada otot rangka dengan latihan adalah peningkatan jumlah mitokondria dan enzim yang
berperan dalam metabolisme oksidatif. Terjadi peningkatan jumlah kapiler, dengan distribusi
darah ke serat otot menjadi lebih baik. Efek akhir ialah ekstraksi O 2 yang lebih sempurna dan
akibatnya, untuk beban kerja yang sama, peningkatan pembentukan laktat lebih rendah dan,
karena hal ini, kecepatan denyut jantung dan curah jantung kurang meningkat dibandingkan
dengan orang yang tidak terlatih. Selain itu, penurunan tekanan darah terjadi juga karena latihan
olahraga yang teratur dapat melemaskan pembuluh pembuluh darah, sehingga tekanan darah
menurun, sama halnya dengan melebarkan pipa air akan menurunkan tekanan air. Dalam hal ini,
olahraga dapat mengurangi tahanan perifer. Penurunan tekanan darah juga dapat terjadi akibat
aktivitas memompa jantung berkurang. Peningkatan efisiensi kerja jantung dicerminkan dengan
penurunan tekanan sistolik, sedangkan penurunan tahanan perifer dicerminkan dengan
penurunan tekanan diastolik.

Refleks baroreseptor merupakan mekanisme terpenting dalam pengaturan tekanan darah


jangka-pendek.
Setiap perubahan pada tekanan darah rata- rata akan mencetuskan refleks baroreseptor
yang diperantarai secara otonom dan mempengaruhi jantung serta pembuluh darah untuk
menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total sebagai usaha untuk memulihkan tekanan
darah ke normal. Seperti reflex lainnya, reflex baroreseptor mencakup reseptor, jalur aferen,
pusat integrasi, jalur eferen dan organ efektor.
Reseptor terpenting yang berperan dalam pengaturan terus-menerus tekanan darah, yaitu
sinus karotikus dan baroreseptor lengkung aorta, adalah mekanoreseptor yang peka terhadap
perubahan tekanan arteri rata- rata dan tekanan nadi. Ketanggapan reseptor- reseptor tersebut
terhadap fluktasi tekanan nadi meningkatkan kepekaan mereka sebagai sensor tekanan, karena
perubahan kecil pada tekanan sistolik atau diastolik dapat mengubah tekanan nadi tanpa
mengubah tekanan rata-rata. Baroreseptor tersebut terletak di tempat strategis untuk
menyediakan informasi penting mengenai tekanan darah arteri di pembuluh- pembuluh yang
mengalir ke otak (baroreseptor sinus karotikus) dan di arteri utama sebelum bercabang- cabang
untuk mempendarahi bagian tubuh lain (baroreseptor lengkung aorta).
Baroreseptor secara terus-menerus memberikan informasi mengenai tekanan darah;
dengan kata lain, mereka secara kontinu menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap
tekanan di dalam arteri. Jika tekanan arteri (tekanan rata- rata atau nadi) meningkat, potensial
reseptor kedua bororeseptor itu meningkat, sehingga kecepatan pembentukan potensial aksi di
neuron aferen yang bersangkutan juga meningkat, sebaliknya, apabila tekanan darah menurun,
kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron aferen oleh baroreseptor berkurang.
Pusat integrasi yang menerima impuls aferen mengenai status tekanan arteri adalah pusat
kontrol kardiovaskular, yang terletak di medulla didalam batang otak. Sebagai jalur aferen adalah
sistem saraf otonom. Pusat kontol kardiovaskular mengubah rasio antara aktivitas simpatis dan
parasimpatis ke organ- organ efektor (jantung dan pembuluh darah).
Sekarang marilah kita menyatukan refleks baroreseptor bersama- sama dengan
menelusuri aktivitas refleks yang terjadi untuk mengkompensasi peningkatan atau penurunan
tekanan darah. Jika karena suatu hal tekanan arteri meningkat di atas normal, baroreseptor sinus
karotikus dan lengkung aorta meningkatkan kecepatan pembentukan potensial aksi di neuron
aferen masing- masing. Setelah mendapat informasi bahwa tekanan arteri terlalu tinggi oleh
pembentukan potensial aksi tersebut, pusat kontrol kardiovaskuler berespons dengan mengurangi
aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskuler. Sinyal-
sinyal aferen ini menurunkan kecepatan denyut jantung, menurunkan volume sekuncup, dan
menimbulkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada gilirannya menurunkan curah jantung dan
resistensi perifer total, sehingga tekanan darah kembali ke tingkat normal.
Sebaliknya jika tekanan darah turun di bawah normal, aktivitas baroreseptor menurun
yang menginduksi pusat kardiovaskuler untuk meningkatkan aktivitas jantung dan
vasokonstriktor simpatis sementara menurunkan keluaran parasimpatis. Pola aktivitas eferen ini
menyebabkan peningkatan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup di sertai oleh
vasikonstriksi arteriol dan vena. Perubahan- perubahan ini menyebabkan peningkatan curah
jantung dan resistensi perifer total, sehinga tekanan darah naik kembali ke normal.
Berbagai Pengaruh Terhadap Tekanan Darah

Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh, bukan
tekanan sistolik atau diastolik arteri atau tekanan nadi dan juga bukan tekanan di bagian lain
pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik arteri,
yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata. Nilai ambang terkini
untuk tekanan darah normal yang ditentukan oleh National Institutes of Health adalah kurang
dari 120/80 mmHg.

Tekanan darah diatur dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total dan
volume darah.

Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang megalirkan darah ke jaringan.
Tekanan ini harus diatur secara ketat karena 2 alasan. Pertama, tekanan ini harus cukup tinggi
untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai, tanpa tekanan ini, otak dan organ lain tidak
dapat menerima aliran yang memadai, apapun penyesuaian lokal yang dilakukan dalam aspek
resistansi arteriol yang mendarahi organ organ tersebut. Kedua, tekanan kerja bagi jantung dan
meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah
halus.

Mekanisme mekanisme yang terlibat dalam memadukan kerja bebagai komponen


sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain sangat penting untuk mengatur tekanan arteri rerata.
Ingatlah bahwa dua penentu tekanan arteri rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer total:
Tekanan arteri rerata = curah jantung x resistensi perifer total.

Ingatlah bahwa curah jantung, sebaliknya, ditentukan sejumlah faktor. Demikian pula
resistensi perifer total. Karena itu anda dapat dengan cepat dapat memahami kompleksitas
regulasi tekanan darah. Marilah kita bahas faktor yang mempengaruhi tekanan arteri rerata.

1. Tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan resistensi perifer total.
2. Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung dan isi sekuncup.
3. Kecepatan jantung bergantung pada keseimbangan relatif aktivitas parasimpatis yang
menurunkan kecepatan jantung dan aktivitas simpatis yang meninggalkan meningkatkan
kecepatan jantung.
4. Isi sekuncup meningkat sebagai respon terhadap aktivitas simpatis.
5. Isi sekuncup juga meningkat bila tekanan arah balik vena meningkat.
6. Aliran balik vena juga ditingkatkan oleh vasokontriksi vena yang diinduksi oleh
parasimpatis, pompa otot rangka, pompa pernafasan dan penghisapan jantung.
7. Volume darah sirkulasi efektif juga mempengaruhi seberapa banyak darah dikembalikan
ke jantung . Volume darah jangka pendek bergantung pada ukuran perpindahan cairan
bulkflow pasif antara plasma dan cairan intersitium menembus dinding kapiler. Dalam
jangka panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan garam dan air, yang secara
hormonal dikontrol masing masing oleh sistem renin-antigotensin-aldosteron dan
vasopresin.
8. Penentu utama lain tekanan darah arteri rerata, resitensi tekanan perifer total, bergantung
pada jari jari semua arteriol serta kekentalan darah adalah jumlah sel darah merah.
Namun jari jari arteriol adalah faktor yang lebih penting dalam menentukan resistensi
perifer total.
9. Jari jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal yang menyamakan aliran
darah dengan kebutuhan metabolik. Sebagai contoh, perubahan lokal yang terjadi di otot
otot rangka yang aktif menyebabkan vasodilatasi arteriol lokal dan peningkatan aliran
darah ke otot otot tersebut.
10. Jari jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis suatu mekanisme kontrol
ekstrinsik yang menyebabkan vasokontriksi arteriol untuk meningkatkan resitensi perifer
total dan tekanan darah arteri rerata.
11. Jari jari arteriol juga dipengaruhi secara ekstrinsik oleh hormon vasopresin dan
angiotensin II, yaitu vasokontriktor poten serta penting dalam keseimbangan garam dan
air.

Perubahan faktor di atas yang mempengaruhi tekanan darah akan mengubah tekanan
darah, kecuali jika terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga tekanan darah
konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong tekanan arteri rerata dan
derajat vasokontriksi arteriol organ tersebut. Karena tekanan darah arteri rerata bergantung pada
curah jantung dan derajat vasokontriksi arteriol, maka jika arteriol arteriol di satu organ
melebar, maka aretriolarteriol di organ lain harus berkontriksi untuk mempertahankan tekanan
darah arteri yang adekuat. Tekanan yang memadai diperlukan untuk mendorong darah tidak saja
ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang bergantung pada aliran darah
yang konstan. Karena itu variabel variabel kardiovaskular harus terus menerus diatur untuk
mempertahankan tekanan darah yang konstan meskipun kebutuhan akan darah dari masing
masing organ berubah rubah.

Tindakan kontrol jangka pendek dan jangka panjng tekanan darah arteri secara terus
terus menerus dipantau oleh baroreseptor di dalam sistem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya
penyimpangan dari normal maka berbagai sistem refleks teraktifkan untuk mengembalikan
tekanan arteri rerata ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka pendek dilakukan dengan
mengubah curah jantung dan resistensi perifer total dan diperantarai oleh pengaruh sistem saraf
otonom pada jantung, vena dan arteriol. Kontrol jangka panjang dicapai melalui penyesuaian
volume darah dengan cara memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme
mekanisme yang mengatur pengeluaran urin dan rasa haus. Besar dan kecilnya volume darah
total, sebaliknya berdampak besar pada curah jantung dan tekanan arteri rerata.
Analisa Hasil Percobaan :

Pada percobaan pertama, kami melakukan percobaan naik-turun bangku (Harvard step test)
untuk mengetahui pengaruh perubahan frekuensi denyut nadi terhadap aktivitas fisik yang
dilakukan OP. Pertama kami mengukur denyut nadi normal OP, yaitu 92x/menit. Setelah itu, OP
melakukan kerja fisik dengan cara naik-turun bangku setinggi 19 inchi sesuai dengan irama
metronom dengan frekuensi 120 kali per menit. OP hanya sanggup melakukan kerja fisik ini
selama 123 detik. Lalu, OP diukur frekuensi denyut nadinya selama 30 detik sebanyak 3 kali
dengan jeda waktu pemeriksaan selama 30 detik. Hasil menunjukan, pada pemeriksaan pertama
denyut nadi meningkat menjadi 144x/menit , pada pemeriksaan kedua menjadi 116x/menit, dan
pada pemeriksaan ketiga 104x/menit.

Peningkatan frekuensi denyut nadi dapat terjadi karena adanya peningkatan curah jantung.
Aktivitas yang meningkat menyebabkan kebutuhan jaringan akan oksigen meningkat untuk
melakukan proses metabolisme. Oleh karena itu, curah jantung juga perlu ditingkatkan agar
kebutuhan tersebut terpenuhi. Karena peningkatan curah jantung inilah dimana darah akan lebih
banyak dipompa melalui aorta sehingga berpengaruh dalam peningkatan tekanan darah dimana
peningkatan ini mengakibatkan gelombang tekanan yang berjalan di sepanjang arteri semakin
cepat dan selanjutnya akan mengakibatkan denyut nadi meningkat.

Selain itu peningkatan curah jantung juga dipengaruhi oleh peningkatan aliran balik vena akibat
dari meningkatnya tonus otot karena pergerakan fisik dan penurunan tekanan intratorak.
Penurunan tekanan intratorak merupakan akibat dari reaksi tubuh yaitu inspirasi yang dalam
pemenuhan kebutuhan O2 untuk menghasilkan energi. Udara mengalir dari atmosfir ke paru-paru
juga karena tekanan di atmosfir lebih tinggi dibandingkan tekanan intratorak. Karena penurunan
tekanan ini maka tekanan pada vena pada bagian ekstremitas bawah akan lebih tinggi sehingga
akan meningkatkan aliran darah ke jantung.

Peningkatan curah jantung juga dipengaruhi oleh saraf otonom yang akan merangsang saraf
simpatis sehingga denyut nadi meningkat. Stimulasi simpatis dan epinefrin meningkatkan
kontraktilitas jantung, yang mengacu kepada kekuatan kontraksi pada setiap volume diastolik
akhir; dengan kata lain jantung memeras lebih banyak darah yang dikandungnya. Selain tiu,
stimulasi simpatis juga meningkatkan volume sekuncup tidak hanya dengan memperkuat
kontraktilitas jantung, tetapi juga dengan meningkatkan aliran balik vena. Stimulasi simpatis
menyebabkan konstriksi vena, yang memeras lebih banyak darah dari vena ke jantung, sehingga
terjadi peningkatan volume diastolik akhir dan akhirnya peningkatan volume sekuncup lebih
lanjut. Peningkatan volume sekuncup dan peningkatan kekuatan kontraksi menyebabkan denyut
nadi meningkat.

Pada percobaan ini juga, kami mengukur kesanggupan badan OP dengan cara menggunakan
rumus seperti yang terdapat pada hasil percobaan. Hasil akhir menunjukan bahwa OP mendapat
nilai dengan rumus lambat sebesar 33,6. Nilai ini menunjukan bahwa OP memiliki kesanggupan
yang kurang sesuai dengan kriteria penilaian di atas. Dengan rumus cepat OP mendapat nilai
31,06. Hal itu menunjukan juga OP memiliki kesanggupan yang kurang sesuai dengan kriteria
yang tampak di atas. Mungkin hal tersebut dapat terjadi karena OP jarang melakukan olahraga
atau OP melakukannya dengan tidak konsentrasi.

Seorang atlit dan orang biasa memilki curah jantung yang sama. Akan tetapi, yang membedakan
adalah pada kualitas volume sekuncup (jumlah darah yang dikeluarkan jantung setiap kontraksi).
Setiap kali jantung berkontraksi akan menghasilkan darah yang lebih banyak dibandingkan orang
biasa. Sehingga untuk menghasilkan curah jantung yang sama dengan atlit, jantung orang biasa
akan lebih banyak berkontraksi. Seperti yang kita ketahui curah jantung didapatkan dari
pengalian denyut jantung dengan volume sekuncup. Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa
kontraksi jantung pada atlit lebih sedikit tetapi karena volume sekuncup lebih banyak sehingga
bisa menyamai curah jantung dari orang biasa yang jantungnya lebih banyak berkontraksi, tetapi
volume sekuncupnya lebih sedikit. Hal ini menunjukan bahwa orang yang lebih suka berolahraga
cenderung memiliki kesanggupan badan dalam menangani aktivitas fisik lebih lama dan lebih
kuat.

Pada percobaan kedua, tekanan darah pada orang percobaan dari saat berbaring, kemudian
duduk, dan berdiri secara berturut turut semakin rendah. Hal ini terjadi karena adanya efek
gravitasi yang membuat aliran darah pada pembuluh balik / vena daerah bawah jantung menjadi
berkurang. Berarti volume darah yang sampai ke jantung semakin berkurang pula yang
menyebabkan berkurangnya volume sekuncup dan kemudian kekuatan pompa jantung juga akan
semakin melemah, dan itu artinya sistol akan menurun. Sistol yang menurun tentu berarti diastol
juga menurun. Seharusnya apabila pengukuran tidak diberikan waktu kepada orang percobaan
untuk istirahat, yang berarti ketika melakukan perubahan posisi langsung diukur tekanan
darahnya, perubahan tekanan darah akan lebih jauh berbeda. Namun, karena diberi waktu untuk
istirahat, perubahan tekanan darah secara mendadak ini telah dikompensasi oleh baroreseptor
yang berada di lengkung aorta dan arteri carotis, sehingga perubahan tekanan darah tidak terlalu
signifikan.

Pada percobaan ketiga, tekanan darah orang percobaan jauh meninggi ketika olahraga.
Peningkatan tekanan ini dipengaruhi berbagai faktor, yaitu adanya kontraksi otot pada bagian
kaki yang dengan kekuatan pompanya memompa aliran balik vena sehingga jantung
mendapatkan volume darah yang cukup besar sehingga meningkatkan volume sekuncup,
regangan otot jantung, dan kemudian meningkatkan kontraksi otot jantung. Artinya, sistol dan
diastol meningkat. Efek dari stimulasi simpatis yang berasal dari pusat pengatur di medulla
(norepinephrin) dan medulla adrenal (epinephrin) membuat vena menjadi konstriksi dan arteri
menjadi dilatasi pada seluruh arteri yang mengalirkan darah ke otot yang memerlukan banyak
O2, sedangkan pada arteri yang mengalirkan darah ke bagian tubuh yang tidak terlalu terpakai
(seperti traktus digestive dan ginjal) menjadi konstriksi. Vasokonstriksi pada arteri tersebut
terjadi agar darah yang mengalir ke bagian organ ini tidak terlalu banyak sehingga aliran darah
lebih dialirkan menuju otot yang terpakai dengan aliran darah yang deras (vasodilatasi).
Kemudian aliran darah melalui vena yang konstriksi sehingga aliran darah yang dikembalikan ke
jantung semakin cepat. Reseptor metabolisme lokal pada arteri otot tersebut juga membuat
vasodilatasi pada arterinya. Reseptor bekerja karena kurangnya supplai O2, kelebihan CO2, dan
adanya asam laktat yang mulai menumpuk. Dengan adanya pelebaran arteri pada daerah ini akan
memberikan lebih banyak O2 pada jaringan otot tersebut. Pada kasus melompat lompat, berarti
otot yang terpakai yang memerlukan banyak masukan O2 adalah daerah sekitar kaki dan jantung.
Selain itu, efek stimulasi simpatis juga meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, sehingga
kekuatan kontraksi jantung dalam hal ini dipengaruhi oleh isi sekuncup dan efek stimulasi.
Setelah berisitirahat dengan jeda waktu per satu menit, baroreseptor bekerja memberikan
informasi kepada pusat pengaturan di medulla oblongata agar stimulasi parasimpatis diberikan
lebih kuat, sehingga semakin lama semakin kecil cardiac outputnya, keadaan pembuluh darah
kembali normal menyesuaikan pada keadaan posisi istirahatnya orang percobaan, tekanan darah
kembali normal dalam keadaan tenang. Selain itu, adanya relaksasi dari otot yang terpakai
membuat pompaan vena berkurang, dan reseptor metabolisme lokal juga membuat arteri pada
otot tersebut kembali normal, sehingga aliran balik kembali normal (berkurang dibandingkan
dengan keadaan simpatis) dan kekuatan kontraksi jantung berkurang, yang berarti sistol dan
diastol berkurang pula. Perbedaan antara orang percobaan yang sering dan jarang berolahraga
pada kelompok kami tidak membuat perbedaan yang berarti. Bahkan pada yang tidak
berolahraga peningkatannya tidak lebih tinggi. Hal ini dapat dikarenakan orang percobaan yang
jarang berolahraga yang kami pakai tidak sepenuhnya jarang berolahraga (lumayan sering,
walaupun kuantitasnya tidak lebih sering dari yang pertama), sehingga perbedaan tidak
mencolok dan terlihat sama.

Pada percobaan ke empat, pengukuran tekanan darah dengan menggunakan metode


palpasi dan auskultasi tidak jauh berbeda, hanya 5 mmHg. Hal ini dikarenakan pada palpasi saat
tekanan 125 mmHg dimana saat auskultasi sistol sudah terdengar karena turbulensi dari aliran
darah, denyutan kurang terasa (sangat lemah). Aliran yang melalui arteri masih sangat sedikit
sehingga denyutan yang dialirkan melalui turbulensi aliran darah belum terlalu terasa, sehingga
sangat mengandalkan kepekaan dari pelaku percobaan. Apabila kepekaan pelaku percobaan lebih
rendah lagi, maka denyutan yang dirasakan akan berada pada tekanan yang lebih rendah lagi.

Kesimpulan :

1. Kerja fisik yang berat mengakibatkan kebutuhan jaringan akan O 2 meningkat dan terjadi
stimulasi simpatis pada jantung sehingga jantung meningkatkan curah jantungnya dan
denyut nadi pun akan ikut meningkat.
2. Tekanan darah dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pada percobaan ini adalah gravitasi,
stimulasi simpatis dan parasimpatis, metabolisme lokal, aktivitas pompaan otot rangka,
dan baroreseptor.
3. Tekanan darah, yaitu sistol dan diastol pada orang normal mencerminkan aktivitas
jantung saat itu.
Daftar Pustaka

1. Burnside JW. Adams Diagnosis Fisik. 17th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
1995. h. 69-70

2. Ganong WF. Buku Ajar Fisiolgi Kedokteran. 20th ed. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC. 2003. h. 565

3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 9 th ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 1997. 317-320

4. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. 2 nd ed. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2001. h. 299-333

Anda mungkin juga menyukai