Anda di halaman 1dari 2

Tubuh dan organ organ bahasa

Ungkapan sesuatu yang amat lumrah dan sangat amat terbiasa karena terdapat dalam semua bahasa-
bahasa yang ada di dunia, karena ungkapan tidak pernah lepas dari masyarakat. Akan tetapi tidak dapat
juga dipisahkan antara ungkapan dan bahasa.karena bahasalah semua pangkal daripada makna-makna
yang ada, jadi dapat disimpulkan ungkapan ada sesudah Bahasa ada. “Bahasa membuat kita percaya
akan adanya komunikasi. Dan membuat masyarakat mempunyai etika, moral dan estetika, tidak gagap
dalam menjalani interaksi sosial”.

Bahasa dalam masyarakat adalah “tubuh” itu sendiri, dan makna-makna dalam garapan Semantik
sebagai organ-organ yang membuat tubuh itu menjadi tumbuh dan bergerak, seumpamanya manusia.

Selain itu semantik juga menelaah relasi makna. Relasi makna Adalah hubungan secara semantik yang
terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan bahasa lainnya. Antara lain: Sinonim, Antonim,
Polisemi, Homonimi, Hiponim, Redundansi, Ambiguiti atau Ketaksaan. Sampai kepada perubahan makna,
diantaranya makana meluas, makna menyempit, dan perubahan makna total. Hingga pada medan
makna dan komponen makna.

Tulisan kali ini akan di jelaskan organ yang sangat berperan penting dalam bahasa itu, hingga
membuatnya berkembang dan bertumbuh. Yaitu mengenai ungkapan atau idiom itu sendiri, hingga
penggunaannya di dalam masyarakat indonesia yang sampai saat ini belum diajarkan kepada masyarakat
layaknya penggunaannya dalam berkomunikasi yang seharusnya sangat penting, untuk menjadi
penggerak dalam perkembangan bahasa Indonesia.

dalam bahasa Indonesia bentuk menjual gigi tidaklah memiliki makna seperti itu, melainkan bermakna
‘tertawa keras-keras’. Jadi, makna seperti yang dimiliki bentuk menjual gigi ialah yang disebut makan
idiomatikal. Contoh lain dari idiom adalah bentuk membanting tulang yang bermakna ‘bekerja keras’,
meja hijau dengan makna ‘pengadilan, dan sudah beratap seng dengan makna ‘sudah tua’.

makna idiomatis adalah makna konstruksi yang maknanya sudah menyatu dan tidak dapat ditafsirkan
atau dijabarkan dari makna unsur-unsur pembentuknya. Contohnya: tanah air ‘ negeri tempat lahir’,
besar kepala ‘sombong’, dan mengambing hitamkan ‘menuduh bersalah’.

Ada dua macam bentuk idiom atau ungkapan, yaitu yang disebut idiom penuh dan idiom sebagian. Yang
dimaksud dengan idiom penuh adalah idiom yang semua unsur-unsurnya sudah melebur menjadi satu
kesatuan, sehingga makna yang dimiliki berasal dari seluruh kesatuan itu. Bentuk-bentuk seperti
membanting tulang, menjual gigi, dan meja hijau termasuk contoh idiom penuh.

Sedangkan yang dimaksud dengan idiom sebagian adalah idiom yang salah satu unsurnya masih memiliki
makna leksikalnya sendiri. Misalnya, buku putih yang bermakna ‘buku yang memuat keterangan resmi
mengenai suatu kasus’; daftar hitam yang bermakna ‘daftar yang memuat nama-nama orang yang
diduga atau dicurigai berbuat kejahatan’; dan koran kuning dengan makna ‘koran yang biasa memuat
berita sensasi’. Pada contoh tersebut, kata buku, daftar, dan koran masih memiliki makna leksikalnya.

penyair dalam memandang bahasa. Bahasa, bagi seorang penyair adalah miliknya yang paling berharga.
Dengan bahasa ia mengutuk atau mencaci maki dunia, tetapi juga dengan bahasa ia menyanyikan
perasaannya atau mengembara dalam angan-angannya. Bahasa tidak pernah kering dalam jiwanya,
setiap sentuhan, setiap situasi, setiap merasa dan mengagumi, dicobanya hendak ditemukan dalam
bahasa. Itulah pentingnya bahasa bagi seorang penyair. Bahasa adalah nyawanya sendiri, jadi tidak
seorangpun yang dapat memisahkan bahasa dengan penyair, karena sama halnya dengan mengambil
nyawanya. Dalam penggunaan bahasa yang di godok oleh seorang penyair tersebut, dia sangat
membutuhkan makana-makna yang di kaji semantik, seperti ungkapan itu sendiri.

Pada jaman sekarang ini ungkapan atau idiom sudah sering digunakan dalam media, baik media tertulis
ataupun elektronik. Ungkapan sangat penting bagi perkembangan suatu media, yaitu untuk menarik
minat dan menggugah nurani pembaca dan pendengar. Tapi sangat disayangkan jika diantara ungkapan-
ungkapan yang sering di gunakan oleh mediator tersebut tak mampu diartikan oleh masyarakat,
khususnya masyarakat awam. Sehingga mengakibatkan masyarakat tersebut acuh-tak acuh pada suatu
berita atau tulisan yang diberikan.

bahasa seksis yaitu bahasa yang mengandung kekerasan simbolik, yang di dalamnya terjadi pemaksaan
secara halus posisi subordinasi dan rendah perempuan lewat bahasa (ternoda, tercela, tuna susila, binal,
emosional). Kekerasan simbolik terhadap perempuan di dalam media pemberitaan tidak dapat
dipisahkan, dan merupakan efek langsung, dari kekerasan yang dilakukan oleh penulis suatu berita
terhadap bahasa itu sendiri, khususnya berupa ‘pemerkosaan bahasa’. Pemerkosaan bahasa, yaitu
pemilihan kata-kata (diksi) serta penggunaan cara-cara pengungkapan, dengan msnggunakan makna-
makna dalam semantik khususnya ungkapan.

http://ferdinan01.blogspot.com/2009/01/esai-semantik-ungkapan-idiom.html

Anda mungkin juga menyukai