Anda di halaman 1dari 10

PERAN BAHASA DALAM KOMUNIKASI

A. PENDAHULUAN
Manusia merupakan makhluk yang perlu berinteraksi dengan manusia
lainnya. Interaksi terasa semakin penting pada saat manusia membutuhkan
eksistensinya diakui. Kegiatan ini membutuhkan alat, sarana atau media. Alat yang
digunakan dalam komunikasi adalah bahasa, sedangkan inti dari interaksi itu
sendiri adalah komunikasi.
Bahasa yang dalam bahasa Inggris-nya disebut language berasal dari
bahasa Latin yang berarti “Lidah”. Secara universal (umum) pengertian bahasa
adalah suatu bentuk ungkapan yang bentuk dasarnya ujaran (bunyi bahasa). Ujaran
inilah yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Dengan ujaran ini pula
manusia mengungkapkan hal yang nyata atau tidak, yang berwujud maupun yang
kasat mata, situasi yang lampau, kini, maupun yang akan datang.
Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa lambang
bunyi ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa merupakan alat
komunikasi yang mengandung beberapa sifat, yaitu sistematik, mana suka, ujar,
manusiawi dan komunikatif.
- Sistematik artinya bahasa itu diatur oleh sistem. Setiap bahasa mengandung dua
sistem, yaitu sistem bunyi dan sistem makna. Sistem bunyi, yaitu berupa ujaran
yang dihasilkan oleh sistem alat ucap manusia, yang bersifat fisik, yang dapat
ditangkap oleh panca indra. Sedangkan sistem makna, yaitu makna yang
terkandung dalam arus bunyi yang terbentuk dari sistem lambang yang
disepakati oleh kelompok masyarakat pemakai bahasa. Dan, setiap bahasa
memiliki pola dan kaidah yang harus ditaati agar dapat dipahami oleh
pemakainya.
- Mana suka artinya unsur-unsur bahasa itu dipilih secara acak tanpa dasar. Tidak
ada hubungan logis antara bunyi dan makna yang dilambangkannya. Jadi, bunyi
dengan makna yang dilambangkannya itu ditentukan bukan atas dasar kriteria
atau standar tertentu, melainkan secara mana suka.
- Ujar atau ujaran artinya bunyi bahasa yang dilisankan oleh sistem alat ucap
manusia. Sedangkan tulisan merupakan turunan dari bunyi lisan.

1
- Manusiawi artinya bahasa hanya milik manusia dan dipergunakan oleh manusia
dalam kehidupannya, bukan milik makhluk lain.
- Komunikatif artinya bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat
dalam berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antara anggota
masyarakat terbagi atas dua unsur utama, yaitu 1) bentuk (arus ujaran), dan 2)
makna (isi). Bentuk merupakan bagian yang dapat diserap oleh unsur panca indra
(membaca dan mendengar). Bagian ini terdiri atas dua unsur, yaitu :
1. Unsur segmental, yang secara hierarkis meliputi segmen yang paling besar
sampai segmen yang paling kecil, yaitu:
- Wacana
- Paragraf
- Kalimat
- Klausa
- Frasa
- Kata
- Morfem
- Suku kata/silabel, dan
- Fonem.
2. Unsur suprasegmental merupakan segmen nonverbal atau bagian yang
mendukung bahasa verbal (yang dapat dilisankan atau dapat dituliskan), yang
berupa intonasi, yaitu:
- Tekanan : keras, lembut ujaran
- Nada : tinggi, rendah ujaran
- Durasi : penjang, pendek waktu pengucapan
- Perhentian : yang membatasi arus ujaran.
Sedangkan makna adalah isi yang terkandung dalam bentuk-bentuk di atas.
Sesuai dengan urutan bentuk dari segmen yang paling besar sampai segmen
terkecil, maka makna pun dibagi berdasarkan hierarki itu, yaitu:
- Makna wacana : disebut tema
- Makna sintaksis : makna frasa, klausa, dan kalimat
- Makna leksikal : makna kata
- Makna morfemis : makna imbuhan.
Bahasa sebagai alat komunikasi memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Fungsi informasi, yaitu untuk menyampaikan informasi timbal balik antara

2
anggota masyarakat. Wujud fungsi bahasa sebagai fungsi infomasi ini, antara
lain: berita, pengumuman, petunjuk, dan pernyataan lisan ataupun tulisan
melalui media massa ataupun elektronik.
2. Fungsi ekspresi diri, yaitu untuk menyalurkan perasaan, sikap, gagasan, emosi,
atau tekanan-tekanan perasaan pembicara. Bahasa sebagai alat
mengekspresikan diri ini dapat menjadi media untuk menyatakan eksistensi
(keberadaan) diri, membebaskan diri dari tekanan emosi, dan untuk menarik
perhatian orang.
3. Fungsi adaptasi dan integrasi, yaitu untuk menyesuaikan dan membaurkan diri
dengan anggota masyarakat. Melalui bahasa seorang anggota masyarakat dapat
belajar adat istiadat, kebudayaan, pola hidup, perilaku, dan etika
masyarakatnya. Mereka menyesuaikan diri dengan semua ketentuan yang
berlaku dalam masyarakat melalui bahasa.
4. Fungsi kontrol sosial, yaitu bahasa berfungsi untuk mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain. Apabila fungsi ini berlaku dengan baik, maka semua
kegiatan sosial akan berlangsung dengan baik pula. Dengan bahasa seseorang
dapat mengembangkan kepribadian dan nilai-nilai sosial kepada tingkat yang
lebih berkualitas.

B. PENGGUNAAN BAHASA
Del Hymes, seorang pakar sosiolinguistik, mengatakan bahwa suatu
komunikasi dengan menggunakan bahasa harus memperhatikan delapan unsur,
yang diakronimkan dengan SPEAKING, yakni:
1. Setting and Scene, yaitu unsur yang berkenaan dengan tempat dan waktu
terjadinya percakapan. Umpamanya percakapan yang terjadi di kantin sekolah
pada waktu istirahat tentu berbeda dengan yang terjadi di kelas ketika pelajaran
sedang berlangsung.
2. Participants, yaitu orang-orang yang terlibat dalam percakapan. Umpamanya,
antara Ali murid kelas dua SMA dengan Pak Ahmad gurunya. Percakapan
antara Ali dan Pak Ahmad ini tentu berbeda kalau partisipannya bukan Ali dan
Pak Ahmad, melainkan antara Ali dan Karim, teman sekelasnya.
3. Ends, yaitu maksud dan hasil percakapan. Misalnya, seorang guru SMA
bertujuan menerangkan pelajaran Sosiologi secara menarik, tetapi hasil yang
3
didapat adalah sebaliknya, murid-murid bosan karena mereka tidak berminat
dengan pelajaran Sosiologi.
4. Act Sequences, yaitu hal yang menunjuk pada bentuk dan isi percakapan.
Misalnya dalam kalimat:
a. Dia berkata dalam hati, “Mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik.”
b. Dia berkata dalam hati, mudah-mudahan lamarannya diterima dengan baik.
Perkataan “mudah-mudahan lamaranku diterima dengan baik” pada kalimat (a)
adalah bentuk percakapan, sedangkan kalimat (b) adalah contoh isi percakapan.
5. Key, yaitu hal yang menunjuk pada cara atau semangat dalam melakukan
percakapan. Misalnya, pelajaran Sosiologi dapat diberikan dengan cara yang
santai, tetapi dapat juga dengan semangat yang menyala-nyala.
6. Instrumentalities, yaitu hal yang menunjuk pada jalur percakapan, apakah
secara lisan atau tulisan.
7. Norms, yaitu hal yang menunjuk pada norma perilaku peserta percakapan.
8. Genres, yaitu hal yang menunjuk pada kategori atau ragam bahasa yang
digunakan dalam percakapan.
Kedelapan unsur yang diakronimkan menjadi SPEAKING itu, dalam
formulasi lain dapat dikatakan dalam berkomunikasi melalui penggunaan bahasa
harus memperhatikan faktor-faktor: siapa lawan atau mitra bicara kita, tentang atau
topiknya apa, situasinya bagaimana, tujuannya apa, jalurnya apa (lisan atau
tulisan), dan ragam bahasa yang digunakan yang mana.

C. KONTAK BAHASA
Dalam masyarakat yang terbuka, artinya yang para anggotanya dapat
menerima kedatangan anggota dari masyarakat lain, baik dari satu atau lebih dari
satu masyarakat, akan terjadilah kontak bahasa. Bahasa dari masyarakat yang
menerima kedatangan masyarakat lain akan saling mempengaruhi dengan bahasa
dari masyarakat yang datang. Hal yang sangat menonjol yang dapat terjadi dari
adanya kontak bahasa ini adalah terjadinya bilingualisme dan multilingualisme
dengan berbagai macam kasusnya.

Dalam masyarakat yang bilingual atau multilingual sebagai akibat adanya


kontak bahasa (dan juga kontak budaya), dapat terjadi peristiwa atau kasus, seperti

4
interferensi, integrasi, alihkode (code-switching), dan campur-kode (code-
mixing). Keempat peristiwa ini gejalanya sama, yaitu adanya unsur bahasa lain
dalam bahasa yang sedang digunakan, tetapi konsep masalahnya tidak sama.
1. Interferensi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang
sedang digunakan sehingga tampak adanya penyimpangan kaidah pada bahasa
yang sedang digunakan itu. Interferensi dapat terjadi pada semua tataran
bahasa, mulai dari tataran fonologi, morfologi, sintaksis, sampai ke tataran
leksikon.
2. Integrasi adalah terbawa masuknya unsur bahasa lain ke dalam bahasa yang
sedang digunakan sudah dianggap, diperlakukan, dan dipakai sebagai bagian
dari bahasa yang menerimanya atau yang dimasukinya. Proses integrasi ini
tentunya memerlukan waktu yang cukup lama, sebab unsur yang berintegrasi
itu telah disesuaikan, baik lafalnya, ejaannya, maupun tata bentuknya.
3. Alihkode adalah beralihnya penggunaan suatu kode (entah bahasa atau ragam
bahasa tertentu) ke dalam kode yang lain (bahasa atau ragam bahasa lain).
Alikode ini dapat terjadi karena pengalihan penggunaan bahasa tertentu,
perubahan situasi pembicaraan, atau topik pembicaraan berdasarkan suatu
sebab tertentu.
4. Campurkode adalah bercampurnya dua kode atau lebih yang digunakan
bersama tanpa alasan dan biasanya terjadi dalam situasi santai. Jika dalam
situasi formal terjadi campurkode, maka biasanya karena ketiadaan ungkapan
yang harus digunakan dalam atau yang sedang dipakai. Dalam masyarakat
Indonesia kasus campurkode ini biasa terjadi. Biasanya percakapan dalam
bahasa Indonesia dicampurkan dengan unsur-unsur bahasa daerah. Di kalangan
orang terpelajar seringkali bahasa Indonesia dicampur dengan unsur-unsur
bahasa Inggris.

D. HAKIKAT KOMUNIKASI
Salah satu fungsi bahasa adalah sebagai alat komunikasi atau alat interaksi.
Dalam Webster’s New Collegiate Dictionary (1981:225) dikatakan sebagai
berikut:
”Communication is a process by which information is ex-change
between individuals through a common system of symbols, signs,

5
or behavior (Komunikasi adalah proses pertukaran informasi
antarindividual melalui sistem simbol, tanda, atau tingkah laku
yang umum)”.

Kalau disimak batasan di atas, maka kita dapatkan tiga komponen yang
harus ada dalam setiap proses komunikasi, yaitu (1) pihak yang berkomunikasi,
yakni pengirim dan penerima informasi yang dikomunikasikan, yang lazim disebut
partisipan; (2) informasi yang dikomunikasikan; dan (3) alat yang digunakan
dalam komunikasi itu.
Pihak yang terlibat dalam suatu proses komunikasi tentunya ada dua orang
atau dua kelompok orang, yaitu pertama yang mengirim (sender) informasi, dan
yang kedua yang menerima (receiver) informasi. Informasi yang disampaikan
berupa suatu ide, gagasan, keterangan, atau pesan. Sedangkan alat yang digunakan
dapat berupa symbol/lambang (seperti bahasa), berupa tanda-tanda (seperti rambu-
rambu lalulintas, gambar, atau petunjuk), dan dapat juga berupa gerak-gerik
anggota badan (kinesik).
Bedasarkan alat yang digunakan ini dibedakan adanya dua macam
komunikasi, yaitu (1) komunikasi nonverbal dan (2) komunikasi verbal atau
komunikasi bahasa. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang
menggunakan alat bukan bahasa, seperti bunyi peluit, cahaya (lampu, api),
semafor, dan termasuk juga alat komunikasi dalam masyarakat hewan. Sedangkan
komunikasi verbal atau komunikasi bahasa adalah komunikasi yang menggunakan
bahasa sebagai alatnya. Bahasa yang digunakan dalam komunikasi ini tentunya
harus berupa kode yang sama-sama dipahami oleh pihak penutur dan pihak
pendengar.

E. KOMUNIKASI-BAHASA

6
Berlangsungnya proses komunikasi-bahasa dapat digambarkan melalui
bagan berikut ini.
gangguan

pengirim enkoding P pesan D dekoding penerima


pesan ujaran pesan

umpan balik

Dalam setiap komunikasi-bahasa ada dua pihak yang terlibat, yaitu


pengirim pesan (sender) dan penerima pesan (receiver). Ujaran (berupa kalimat
atau kalimat-kalimat) yang digunakan untuk menyampaikan pesan (berupa
gagasan, pikiran, saran, dan sebagainya) itu disebut pesan. Dalam hal ini pesan itu
tidak lain pembawa gagasan (pikiran, gagasan, dan sebagainya) yang disampaikan
pengirim (penutur) kepada penerima (pendengar).
Setiap proses komunikasi-bahasa dimulai dengan si pengirim pesan
merumuskan terlebih dahulu yang ingin diujarkan dalam suatu kerangka gagasan.
Proses ini disebutl dengan istilah semantic encoding. Gagasan itu lalu disusun
dalam bentuk kalimat atau kalimat-kalimat yang gramatikal. Proses memindahkan
gagasan dalam bentuk kalimat yang gramatikal ini disebut grammatical encoding.
Setelah tersusun dalam kalimat yang gramatikal, lalu kalimat (yang berisi gagasan
tadi) diucapkan. Proses ini disebut phonological encoding. Kemudian oleh si
pendengar atau penerima pesan, ujaran pengirim tadi diterjemahkan atau
didekoding. Pada mulanya ujaran tadi merupakan stimulus untuk diterjemahkan.
Ini disebut phonological decoding. Selanjutnya, proses ini diikuti oleh proses
grammatical decoding. Kemudian diakhiri dengan proses semantic decoding.
Dalam praktiknya urutan proses ini berlangsung dengan cepat. Lebih-lebih
jika yang terlibat dalam proses komunikasi itu mempunyai kemampuan berbahasa
yang sangat tinggi. Semakin tinggi kemampuan berbahasa dari kedua pihak yang
berkomunikasi itu, maka semakin lancarlah proses komunikasi itu terjadi.
Kelancaran proses komunikasi dapat juga mengalami hambatan karena adanya
unsur gangguan. Misalnya, ketika komunikasi itu berlangsung terjadi kebisingan

7
suara di tempat berlangsungnya komunikasi itu, atau salah satu pihak yang
berkomunikasi itu mempunyai pendengaran yang kurang baik.
Ada dua macam komunikasi bahasa, yaitu komunikasi searah dan
komunikasi dua arah. Dalam komunikasi searah, si pengirim tetap sebagai
pengirim dan si penerima tetap sebagai penerima. Komunikasi searah ini terjadi,
misalnya, dalam komunikasi yang bersifat memberitahukan, khotbah di masjid
atau gereja, ceramah yang tidak diikuti tanya jawab, dan sebagainya. Dalam
komunikasi dua arah, secara berganti-ganti si pengirim bisa menjadi penerima, dan
penerima bisa menjadi pengirim. Komunikasi dua arah terjadi, misalnya, dalam
rapat, perundingan, diskusi, dan sebagainya.
Bahasa itu dapat mempengaruhi perilaku manusia. Maka kalau si penutur
ingin mengetahui respon si pendengar terhadap tuturannya, dia bisa
mengetahuinya dari umpan balik yang dapat berwujud perilaku tertentu yang
dilakukan pendengar setelah mendengar tuturan dari si penutur. Dengan demikian,
umpan balik berfungsi sebagai sistem mengecek respon, yang jika diperlihakan si
penutur dapat menyesuaikan diri dalam menyampaikan pesan/tuturan berikutnya.
Tentu saja umpan balik ini hanya ada pada komnikasi yang bersifat dua arah.
Sebagai alat komunikasi, bahasa itu terdiri dari dua aspek, yaitu aspek
linguistik dan aspek nonlinguistik atau paralinguistik. Kedua aspek ini “bekerja
sama” dalam membangun komunikasi-bahasa. Aspek linguistik mencakup tataran
fonologi, morfologi, dan sintaksis. Ketiga tataran ini mendukung terbentuknya
pesan yang akan disampaikan, yaitu semantik (yang di dalamnya terdapat makna,
gagasan, ide, atau konsep). Aspek paralinguistik mencakup: (1) kualitas ujaran,
yaitu pola ujaran seseorang, seperti falseto (suara tinggi), staccato (suara terputus-
putus), dan sebagainya; (2) unsur suprasegmental, yaitu tekanan (stres), nada
(pitch), dan intonasi; (3) jarak dan isyarat (gerak-gerik tubuh), seperti gerakan
tangan, anggukan kepala, dan sebagainya; (4) rabaan, yaitu yang berkenaan
dengan indera perasa (pada kulit).
Aspek linguistik dan paralinguistik tersebut berfungsi sebagai alat
komunikasi, bersama-sama dengan konteks situasi membentuk atau membangun
situasi tertentu dalam proses komunikasi. Hubungan alat-alat komunikasi dengan
konteks situasi itu dapat digambarkan melalui bagan berikut.

8
alat komunikasi

linguistik paralinguistik

fono- morfo- sintaksis kualitas Unsur supra- Jarak dan rabaan


logi logi suara segmental isyarat

semantik

konteks situasi

Komunikasi-bahasa atau komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai


alatnya mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis komunikasi lainnya,
termasuk komunikasi yang berlaku pada masyarakat hewan. Komunikasi dengan
gerak isyarat tangan yang berlaku untuk orang bisu, tuli, dan komunkasi membaca
gerak bibir yang juga berlaku untuk orang bisu dan tuli sudah tidak dapat
digunakan lagi dalam keadaan gelap atau tidak ada cahaya, karena kedua jenis
komunikasi itu sangat mengandalkan penglihatan mata untuk menangkap dan
memahami bahasa gerak tangan dan bibir itu. Sedangkan komunkasi-bahasa masih
dapat digunakan meski dalam gelap sekalipun. Malah dengan bantuan alat-alat
modern dewasa ini sistem komunikasi-bahasa telah dapat menembus jarak dan
waktu.

9
Daftar Rujukan :
Haryono, Anung. 2000. Modul Pelatihan Penyusunan Modul, Tujuan Pembelajaran.
Jakarta : Pustekom Depdiknas.
K. Roestiyah, N. 1991. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.
Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas. 2002. Pengembangan Silabus Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta : Puskur Balitbang Depdiknas.
Tarigan, Djago. 1985. Metodik Khusus Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta :
Penerbit THEME 76.

10

Anda mungkin juga menyukai