Anda di halaman 1dari 26

LABORATORIUM FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

LAPORAN PRAKTIKUM

FARMAKOLOGI

PERCOBAAN V

ANTIPIRETIK

O L E H:

NAMA : AYU SUNDARI

NIM : O1A122201

KELAS :A

KELOMPOK : III (TIGA)

ASISTEN : ALYAH RAHMAWATY SAID S.Farm

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Demam adalah peningkatan suhu melebihi batas normal (>38°C) yang


merupakan gejala dari timbulnya penyakit. Diketahui bahwa suhu tubuh normal
manusia adalah 36,5-37°C. Demam sebagai salah satu gejala klinis yang
merupakan respon pertahanan tubuh terhadap pathogen. Orang tua sering kali
dibuat khawatir oleh demam yang terjadi pada anak. Hal tersebut dapat
membuat Sebagian orang tua memutuskan untuk mengunjungi fasilitas layanan
kesehatan, walaupun suhu tinggi tidak selalu berhubungan dengan derajat
penyakit. Demam yang terjadi pada anak Sebagian besar adalah perubahan pusat
panas pada hipotalamus. Beberapa penyakit yang ditandai dengan demam dapat
menyerang sistem imunitas tubuh. Demam menyebabkan berkembangnya imunitas
spesifik dan nonspesifik dalam proses pertahanan terhadap infeksi (Fatan
dkk.,2023).

Demam atau pireksia merupakan gejala dari suatu penyakit. Penyakit infeksi,
seperti demam berdarah, tifus, malaria, dan peradangan hati, merupakan beberapa
contoh Jenis penyakit yang sering mempunyai gejala demam. Dampak negatif
demam antara lain mengakibatkan dehidrasi, kekurangan oksigen, kerusakan saraf,
serta rasa tidak nyaman seperti sakit kepala, nafsu makan menurun (anoreksia),
lemas, dan nyeri otot. Untuk mengurangi dampak negatif tersebut, demam dapat
diobati dengan antipiretik. Antipiretik atau analgetik non-opioid merupakan salah
satu obat yang secara luas paling banyak digunakan. Obat yang biasa digunakan
untuk menurunkan demam adalah parasetamol dan asetosal. Sekitar 175 juta tablet
parasetamol dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia setiap tahunnya ketika gejala
demam muncul, karena cukup aman, mudah didapat, dan harganya terjangkau.
Beberapa hasil penelitian tentang parasetamol akhir-akhir ini menemukan bahwa
meskipun cukup aman, parasetamol memiliki banyak efek samping. Selain itu, ada
kemungkinan kemiripan struktur parasetamol dengan flavonoid. Golongan terbesar
flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai tiga karbon
dengan salah satu cincin benzene, dimana efek parasetamol tersebut ditimbulkan
oleh gugus aminobenzena (Ermawati dkk., 2020)

Antipiretik adalah obat yang dapat menurunkan suhu tubuh, dari suhu tubuh yang
tinggi ke suhu normal. Obat antipiretik yang dapat digunakan adalah parasetamol,
ibuprofen, dan asetosal [4]. Parasetamol merupakan obat golongan analgesik-
antipiretik yang sering diberikan kepada anak-anak dan sangat aman bila digunakan
dengan dosis 50 - 100 mg dalam sekali minum, namun jika dosis terlalu tinggi akan
menyebabkan kerusakan hati. Studi baru menemukan, parasetamol menjadi
penyebab utama gagal hati pada anak-anak di Australia dan Selandia Baru. Para
peneliti mengidentifikasi 54 kasus gagal hati di dua rumah sakit anak antara tahun
2002 hingga 2012, 14 dari kasus ini berkaitan dengan overdosis parasetamol pada
penggunaan dosis di atas 4 g dalam sehari, dan 12 diantaranya menimpa anak-anak
di bawah usia lima tahun. Sementara jumlah kasus anak yang mengalami kerusakan
hati masih rendah, para peneliti mendesak adanya penelaahan terhadap praktik
keselamatan dalam penggunaan parasetamol (Novita dkk.,2020)

Parasetamol atau asetaminofen adalah analgetik-antipiretik turunan dari para-


amino-fenol yang paling banyak digunakan di kalangan masyarakat. Efek yang
dimiliki parasetamol yaitu analgetik atau penghilang rasa nyeri, antipiretik atau
penurun panas, dan antiinflanmasi untuk menguranggi proses peradangan.
Penggunaan dosis parasetamol yang sudah terbukti aman dan efektif yaitu 10-15
mg/kg berat badan setiap 4 hingga 6 jam. Parasetamol membutuhkan 30–60 menit
untuk mencapai onset, dan dalam rentang waktu tersebut sekitar 80% anak akan
mengalami penurunan suhu tubuh (Fatan dkk.,2023)
Mekanisme kerja obat antipiretik- analgesik adalah dengan menghambat enzim
siklooksigenase yang menyebabkan asam arakidonat menjadi endoperoksida,
sehingga menghambat pembentukkan prostaglandin. Parasetamol bekerja dengan
menekan efek dari pirogen endogen dengan jalan menghambat sintesis
prostaglandin, efek parasetamol langsung ke pusat pengaturan panas di hipotalamus
sehingga terjadi vasodilatasi perifer, keluarnya keringat dan pembuangan panas
(Moot dkk.,2018).

B. TUJUAN

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan efek antipiretik dari
beberapa sediaan yang diberikan pada hewan coba mencit

C. MANFAAT

Manfaat dari percobaan ini adalah agar dapat menentukan efek antipiretik dari
beberapa sediaan yang diberikan pada hewan coba mencit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Demam adalah salah satu gejala paling umum pada anak-anak dan merupakan
respons fisiologis sistem kekebalan tubuh manusia terhadap patogen eksternal.
Namun, studi efektivitas terapi antipiretik tunggal dan gabungan relatif sedikit karena
kurangnya data (Park dkk.,2021). Demam juga disebut pireksia, atau reaksi demam,
didefinisikan sebagai suhu tubuh yang lebih tinggi dari normal karena peningkatan set
point termoregulasi. Namun, tidak ada batas atas yang disepakati untuk suhu normal
pada sumber yang menggunakan nilai antara 37,5 dan 38,3°C (99,5 dan 100,9°F).
Demam dihasilkan dari pelepasan dan konversi asam arakidonat dari membran lipid
seluler menjadi prostaglandin E2 melalui aksi enzim siklooksigenase COX-1 dan
COX-2 (Muthee dkk.,2019).

Demam terjadi karena adanya faktor-faktor imunologik yang memicu sel-sel


fagosit mononuklear membuat sitokin yang berperan sebagai pirogen endogen.
Sitokin tersebut memicu produksi asam arakidonat yang selanjutnya akan diubah
menjadi prostaglandin melalui enzim siklooksigenase sehingga terjadi peningkatan
suhu pada pusat termoregulasi di hipotalamus. Antipiretik merupakan obat yang
bekerja untuk menekan suhu tubuh diatas normal yang terjadi ketika demam. Obat ini
bekerja dengan mekanisme penghambatan enzim siklooksigenase sehingga produksi
prostaglandin dapat dicegah. Obat antipiretik yang sering digunakan di masyarakat
yaitu parasetamol dan ibuprofen (Pahmi dkk.,2022)

Tanda medis umum demam yaitu setelah suhu tubuh manusia berada di atas
kisaran normal (36,5-37,5°C) sekunder akibat infeksi, kerusakan jaringan,
peradangan, keganasan, penolakan cangkok, dan kondisi penyakit radang lainnya. Ini
adalah pertahanan alami tubuh untuk menciptakan lingkungan di mana agen infeksi
atau jaringan yang rusak tidak dapat bertahan hidup karena banyak agen mikroba
yang menyebabkan infeksi tumbuh tertinggi pada suhu tubuh normal dan
pertumbuhannya dihambat oleh suhu dalam kisaran demam. Dengan demikian,
kurangnya demam dapat berkontribusi pada resistensi yang lebih rendah terhadap
infeksi, pemulihan yang tertunda, dan hasil yang tidak optimal. Respons demam yang
lebih rendah terhadap infeksi dikaitkan dengan tingkat kematian yang lebih tinggi dan
prognosis yang buruk dari setiap gangguan manusia (Mus dkk.,2022).

Analgesik-antipiretik adalah senyawa yang digunakan untuk mengurangi rasa


sakit dan demam karena berbagai alasan. Analgesik adalah senyawa yang dapat
mengurangi atau menghilangkan rasa sakit tanpa kehilangan kesadaran. Sedangkan
antipiretik adalah senyawa yang dapat mengurangi demam.Salah satu obat antipiretik
analgesik- yang paling banyak digunakan adalah parasetamol. Parasetamol bertindak
secara terpusat dengan menghambat sintesis prostaglandin dan enzim
siklooksigenase, serta menghambat transmisi sinyal melalui sistem erotogenik yang
menurun di sumsum tulang belakang (Mus dkk.,2022).

Parasetamol adalah salah satu obat yang paling banyak digunakan baik yang
dijual bebas maupun dengan resep untuk rasa sakit dan demam. Ini memiliki profil
farmakologis klinis unik yang mencakup efek analgesik dan antipiretik yang kuat dan
tidak ada atau sedikit aktivitas anti-inflamasi serta efek samping gastrointestinal,
ginjal, dan vaskular minor (Freo dkk.,2021)
BAB III

METODE

A. ALAT DAN BAHAN

1. Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
a. Batang pengaduk
b. Gelas kimia
c. Gelas ukur
d. Kanula/sonde lambung
e. Spoit 1 ml
f. Stopwatch

2. Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu:
a. Alkohol 70%
b. Antalgin
c. Asam mefenamat
d. Aspilets
e. Handskun
f. Hewan coba (Mus musculus)
g. Ibuprofen
h. Meloxicam
i. NaCMC 0,5%
j. Natrium diklofenak
k. Paracetamol
l. Pepton
m. Vaksin DPT
B. URAIAN BAHAN
1. Alkohol (Ditjen POM, 1995 : 537)
Nama resmi : AETHANOLUM

Nama lain : Alkohol, etanol, ethyl alkohol

Rumus molekul : C2 H6 O

Berat molekul : 46,07 g/mol

Rumus struktur :

Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap, dan


mudah bergerak, bau khas, rasa panas, mudah terbakar,
dan memberikan nyala biru yang tidak berasap.

Kelarutan :Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan


dalam eter P

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai zat tambahan

2. NaCMC (Ditjen POM, 1979: 401)


Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHIL CELLULOSUM

Nama lain : Natrium karboksimetil selulosa

Rumus molekul : C8H15NaO8

Berat molekul : 262,19 g/mol

Rumus struktur :
Pemerian :Serbuk atau butiran putih atau kuning gading, tidak
berbau, dan bersifat higroskopik

Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air membentuk suspense


kolorida, tidak larut dalam etanol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai kontrol

3. Pepton (Dirjen POM, 1979: 721)


Nama Resmi : PEPTON

Nama Lain : Pepton

Pemerian : Serbuk, kuning sampai coklat, bau khas, tidak busuk

Kelarutan :Larut dalam air, memberikan larutan berwarna, coklat


kekuningan yang bereaksi asam.

Kegunaan : Sebegai penginduksi.


C. URAIAN HEWAN
1. Klasifikasi Mencit
Kingdom : Animalia
Filum : Cordate
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Murinane
Genus : Mus
Spesies : Mus musculus

2. Morfologi Mencit
Mencit mempunyai ukuran dan berat badan yang lebih kecil dari pada
tikus. Mus musculus mempunyai ciri dengan struktur rambut lembut dan
halus, bentuk hidung kerucut, bentuk badan silindris, warna badan putih.
Mencit mempunyai banyak keunggulan sebagai hewan coba, di antaranya
siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi
sifat-sifatnya tinggi, dan mudah dalam penanganannya. Morfologi: Tubuh
mencit terdiri dari kepala, badan, leher, dan ekor. Rambutnya berwarna putih
atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat.

3. Karakteristik Mencit
Karakteristik mencit yaitu dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun, dan
dapat juga mencapai umur 3 tahun. Pada umur 8 minggu, tikus siap
dikawinkan. Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami
estrus. Siklus estrus yaitu 4-5 hari, sedangkan lama bunting 19-21 hari. Berat
badan mencit bervariasi.
D. URAIAN OBAT
1. Antalgin
Nama dagang : Metampiron
Nama lain : Methampyron atau Metamizole
Golongan obat : Analgesik
Indikasi : Antalgin digunakan untuk menurunkan demam, dan
meredakan nyeri ringan hingga sedang, seperti sakit kolik
abdomen (kram perut), nyeri haid, sakit kepala, sakit gigi,
sakit akibat kecelakaan, peradangan atau inflamasi, hingga
manajemen nyeri setelah operasi
Dosis : Antalgin tablet atau kaplet Dewasa: 500–1.000 mg
dikonsumsi 3–4 kali sehari, waktu pengobatan maksimal
4–5 hari. Dosis maksimal 4.000 mg/hari. Anak-anak usia
di atas 3 bulan: Dosis ditentukan berdasarkan berat badan
pasien. Dosis yang disarankan adalah 8–16 mg/kgBB,
dikonsumsi 3–4 kali sehari. Antalgin suntik Dewasa: 1.000
mg diberikan sampai dengan 4 kali sehari atau 2.500 mg
diberikan 2 kali sehari. Dosis dapat disesuaikan kembali
berdasarkan kondisi dan respons pasien terhadap
pengobatan. Dosis maksimal 5.000 mg/hari. Anak-anak
usia di atas 3 bulan: Dosis ditentukan berdasarkan berat
badan pasien
Kontra indikasi : Pasien yang hipersensitif (termasuk rinitis, asma,
urtikaria) terhadap metamizol, turunan pirazolon lain,
NSAID lain, analgesik lain. Anak usia. Kehamilan dan
menyusui
Efek samping : Mual, muntah, sakit perut, nyeri ulu hati, pusing berputar,
atau vertigo, dan ruan kulit
Farmakokinetik : Antalgin mengalami proses ADME yaitu absorpsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi yang berjalan secara
simultan langsung atau tidak langsung melintasi sel
membrane Anief, 1990. Pada pemberian secara oral
senyawa diserap cepat dan sempurna dalam saluran cerna.
Terdapat 60 antalgin yang terikat oleh protein plasma,
masa paru dalam plasma 3 jam. Obat ini dimetabolisme di
hati menjadi metabolit utama dan diekskresi melalui ginjal
Farmakodinamik : Sebagai analgetika, obat ini hanya efektif terhadap nyeri
dengan intensitas rendah sampai sedang, misalnya sakit
kepala dan juga efektif terhadap nyeri yang berkaitan
dengan inflamasi. Efek analgetiknya jauh lebih lemah dari
efek analgetik opiat, obat ini tidak menimbulkan ketagihan
adiksi dan efek samping sentral yang merugikan. Sebagai
antipiretik, obat ini akan menurunkan suhu badan hanya
pada keadaan demam. Kerja analgetik antalgin lebih besar
dibandingkan dengan kerja antipiretik yang dimilikinya.
Sedangkan efek antiinflamasinya sangat lemah
Mekanisme kerja : Antalgin bekerja dengan cara menghambat produksi
hormon prostaglandin, yaitu hormon yang memicu
peradangan, nyeri, dan demam.

2. Apilets
Nama dagang : Thrombo Aspilet
Nama lain : Thrombo Aspilet
Golongan obat : Antiinflamasi nonsteroid
Indikasi : Obat aspilet bisa diberikan kepada konsumen atau pasien
yang ingin mencegah penyakit serebrovaskuler atau infark
miokard. Obat aspilet ini juga bisa dipakai oleh penderita
penyakit diabetes mellitus yang ingin mencegah penyakit
kardiovaskular.
Dosis : Dewasa : 2-3 tablet, bila perlu diulang tiap 4 jam,
maximum 4 g perhari. Anak > 12 tahun : 2 tablet. Anak 6-
12 tahun : 1 tablet. Anak 3-5 tahun : 0.5 tablet. Anak 1-2
tahun : 0.25 tablet.
Kontra indikas : Aspilet tidak bisa diberikan kepada anak di bawah 16
tahun. Selain itu, kontraindikasi obat aspilet juga berlaku
bagi ibu menyusui. Ibu menyusui tidak boleh meminum
obat thrombo aspilet. Para penderita tukak peptik yang
aktif juga harus menghindari penggunaan obat aspilet.
Hindari pula pemakaian obat aspilet pada penderita
hemofilia.
Efek samping : Gangguan saluran cerna, peningkatan waktu perdarahan,
hipoprotrombinemia, reaksi hipersensitivitas, pusing,
tinitus, ulkus peptikum.
Farmakokinetik : Absorpsi: Setelah oral (melalui mulut) dikonsumsi,
asetilsalisilat cepat diserap oleh saluran pencernaan.
Absorpsi utamanya terjadi di usus kecil. Metabolisme:
Setelah diserap, asetilsalisilat mengalami metabolisme di
hati menjadi asam salisilat. Metabolisme ini melibatkan
hidrolisis (pemecahan) ikatan asetil, yang menghasilkan
asam salisilat aktif.
Farmakodinamik : Aspilets menghambat produksi prostaglandin di seluruh
tubuh dengan menargetkan enzim COX-1 dan COX-2.
Prostaglandin terjadi akibat proses inflamasi dan berperan
meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri. Pemberian
aspilets dapat menurunkan produksi dan mencegah
pelepasan prostaglandin dalam proses inflamasi, sehingga
meredakan keluhan nyeri yang dialami pasien.
Mekanisme kerja : Aspilets mengandung asetilsalisilat memiliki sifat
antiinflamasi, yang berarti ia dapat mengurangi peradangan
dalam tubuh. Ini terjadi melalui penghambatan enzim
siklooksigenase (COX), yang bertanggung jawab untuk
produksi prostaglandin. Prostaglandin adalah senyawa
yang memainkan peran penting dalam merespons
peradangan, sehingga penghambatan COX dapat
mengurangi peradangan.

3. Asam mefenamat
Nama dagang : Allogon, Asmef, Benostan, Bimastan, Corstanal, Costan,
Datan Forte, Dogesic, Dolorstan, Fargetix, Femisic,
Freedol, Inastan, Lapistan, Mefenamic, Acid, Mefinal,
Mefinter, Nemic 500, Novastan, Opistan, Omestan,
Ponstan,Trifastan, dan Tropistan.
Nama lain : MEFENAMIC Acid
Golongan obat : Antipiretik
Indikasi : Digunakan untuk meredakan nyeri, akibat sakit gigi,
nyeri haid, atau berbagai kondisi radang sendi, seperti
osteoarthritis dan rheumatoid arthritis.
Dosis : Dosis obat ini pada orang dewasa dan anak usia di atas 14
tahun adalah 500 mg, 3 kali sehari. Untuk lansia, dosis
yang diberikan bisa lebih rendah dan durasi pengobatan
pun lebih singkat, untuk menurunkan risiko terjadinya efek
samping.
Kontra indikasi : Beberapa kondisi yang merupakan kontraindikasi
penggunaan asam mefenamat adalah hipersensitivitas,
riwayat ulkus peptikum atau perdarahan saluran cerna,
reaksi alergi, dan penggunaan pada pasien yang menjalani
coronary artery bypass graft (CABG)
Efek samping : Masalah pencernaan, seperti mual, mulas atau sakit
perut, diare, sembelit,dan kembung,Pusing atau sakit
kepala, kulit terasa gatal atau terdapat ruam, mulut kering,
berkeringat, pandangan kabur dan telinga berdengung.
Farmakokinetik : Absorbsi : Asam mefenamat diserap setelah pemberian
oral. Penyerapan dipengaruhi oleh jumlah air yang
diminum dengan sediaan 250 mg. AUC (area under the
curve) berkurang pada keadaan puasa dengan meminum
250 mg asam mefenamat dengan 500 ml air dibandingkan
dengan 50 ml air. Makanan tidak dilaporkan mengurangi
AUC dalam penelitian ini. Ketersediaan hayati. Distribusi :
Volume Distribusi 1.06l/kg Ikatan Protein Plasma lebih
dari 90%. Fakta dan Perbandingan Obat.
Metabolisme :Asam mefenamat dimetabolisme menjadi
metabolit 3′-hidroksimetil dan 3′-karboksilat dan dapat
dikonjugasikan dengan glukuronida. Waktu Paruh Plasma
2jam Fakta dan Perbandingan Obat Bio Waktu Paruh Izin
21.23 l/jam. Fakta dan Perbandingan Obat Eliminasi :
Sekitar 20% dari dosis yang diberikan muncul dalam tinja
dan sisanya dalam urin.
Farmakodinamik : Asam mefenamat menginhibisi aktivitas enzim
siklooksigenase I dan II, yang menyebabkan penurunan
pembentukan prekursor prostaglandin dan thromboksan.
Mekanisme kerja : Mekanisme kerja asam mefenamat yaitu dengan cara
menghalangi efek enzim yang disebut cyclooxygenase
(COX). Enzim ini membantu tubuh untuk memproduksi
bahan kimia yang disebut prostaglandin.Prostaglandin ini
yang menyebabkan rasa sakit dan peradangan.

4. Ibuprofen
Nama dagang : Advil, Motrin, Nuprin, dan Brufen.
Nama lain : Asam isobutilfenilpropionat
Golongan obat : ANTIINFLAMASI NON STEROID (OAINS)
Indikasi : Obat ini bekerja dengan mengurangi hormon yang
menyebabkan peradangan dan rasa sakit di tubuh.
Ibuprofen digunakan untuk menurunkan demam dan
mengobati rasa sakit atau peradangan yang disebabkan
oleh berbagai kondisi seperti sakit kepala , sakit gigi , sakit
punggung , radang sendi, kram menstruasi, atau cedera
ringan.
Dosis : Untuk demam, nyeri ringan-sedang:Oral: Dewasa: 3-4 x
200-400 mg/hari.Anak: 20-30 mg/kgBB/hari dalam 3-4
dosis terbagi Inj IV. Dewasa 400-800 mg tiap 6 jam, sesuai
kebutuhan. Maks 3.2 g/hari.
Kontra indikasi : Hati-hati pada asma, penyakit jantung, gangguan hati
atau ginjal, hipertensi, gangguan koagulasi, SLE, hamil
trimester 1 dan 2, menyusui, anak < 1 tahun.
Efek samping : Gangguan gastrointestinal (mual, muntah, diare,
konstipasi, nyeri ulu hati). ruam kulit, gangguan darah
(agranulositosis, trombositopenia), sakit kepala, gangguan
pendengaran, reaksi alergi, edema.
Farmakokinetik : Ibuprofen diabsorbsi melalui pemberian oral melalui
usus. Konsentrasi plasma maksimum biasanya tidak lebih
dari 1-2 jam dan ibuprofen terikat pada protein plasma
lebih dari 99% serta dieleminasi sebagian besar melalui
urin dengan waktu paruh 1,8- 2,4 jam
Farmakodinamik : Ibuprofen merupakan penghambat enzim siklooksigenase
pada biosintesis prostaglandin, sehingga konversi asam
arakhidonat ke prostaglandin menjadi terganggu.
Prostaglandin ini sendiri berperan dalam produksi nyeri
dan inflamasi, sehingga dengan adanya penghambat
tersebut dapat menurunkan rasa nyeri
Mekanisme kerja : Ibuprofen menghambat aktivitas enzim siklooksigenase I
dan II, sehingga terjadi reduksi pembentukan prekursor
prostaglandin dan tromboksan. Selanjutnya, akan terjadi
penurunan dari sintesis prostaglandin, oleh enzim sintase
prostaglandin. Mekanisme obat seperti ini juga dapat
ditemukan pada jenis obat anti inflamasi steroid lainnya
yaitu aspirinmual atau muntah, sembelit atau malah diare,
perut kembung, dan pusing

5. Paracetamol
Nama dagang : Panadol, Naprex, Paramol, Mixagrip Flu, Hufagesic,
Paramex SK, Sanmol, Sumagesic, Termorex, dan Poro.
nama dagang: Panadol, Naprex, Paramol, Mixagrip Flu,
Hufagesic, Paramex SK, Sanmol, Sumagesic, Termorex,
dan Poro.
Golongan obat : obat bebas (analgesik dan antipiretik)
Indikasi : Obat ini digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga
sedang seperti sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot, serta
menurunkan demam.
Dosis : Dosis dewasa: 1-2 kaplet, 3-4 kali per hari. Penggunaan
maximum 8 kaplet per hari. Anak 7-12 tahun : 0.5 - 1
kaplet, 3-4 kali per hari. Penggunaan maximum 4 kaplet
per hari.
Kontra indikasi : parasetamol jangan diberikan kepada penderita
hipersensitif/alergi terhadap Paracetamol. Penderita
gangguan fungsi hati berat.
Efek samping : Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping
tertentu dan sesuai dengan masing-masing individu. Jika
terjadi efek samping yang berlebih dan berbahaya, harap
konsultasikan kepada tenaga medis. Efek samping yang
mungkin terjadi dalam penggunaan obat adalah: -
Penggunaan untuk jangka waktu lama dan dosis besar
dapat menyebabkan kerusakan fungsi hati. - Reaksi
hipersensitifitas/ alergi.
Farmakokinetik : Parasetamol di absorpsi cepat dan sempurna melalui
saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma dicapai
dalam waktu ½ jam dan waktu paruh plasma antara 1-3
jam. Dalam plasma, 25% parasetamol terikat protein
plasma. Obat ini di metabolisme oleh enzim mikrosom
hati.
Farmakodinamik : Efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan atau
mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Parasetamol
menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga
berdasarkan efek sentral. Efek antiinflamasinya yang
sangat lemah, oleh karena itu parasetamol tidak digunakan
sebagai antireumatik. Ketidakmampuan parasetamol
memberikan efek antiradang itu sendiri mungkin berkaitan
dengan fakta bahwa parasetamol hanya merupakan
inhibitor siklooksigenase yang lemah dengan adanya
peroksida konsentrasi tinggi yang ditemukan pada lesi
radang. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis
prostaglandin yang lemah. Efek iritasi, erosi, dan
perdarahan lambung tidak telihat pada obat ini, demikian
juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa.
Mekanisme kerja : Parasetamol bekerja dengan cara menghambat produksi
prostaglandin, suatu zat peradangan dan pemicu demam,
dan terutama bekerja di otak. Prostaglandin dapat
memengaruhi setelan suhu tubuh di salah satu bagian otak
bernama hipotalamus.

6. Meloxicam
Nama dagang : Arimed, Artilox, Atracox, Cameloc, Denilox, Flamoxi,
Fri-Art, Genxicam, Hufaxicam, Hexcam, Loximei, Mecox,
Meloxin, Meloxicam, Moxam, Ostelox, Relox, Velcox, X-
Cam
Nama lain :
Golongan obat : Nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID)
Indikasi : Obat ini digunakan untuk meredakan gejala-gejala
arthritis, misalnya peradangan, pembengkakan, serta kaku
dan nyeri otot.
Dosis : Dewasa usia : 7,5–15 mg per hari. Lansia: 7,5 mg per
hari. Anak dengan berat badan ≥60 kg: 7,5 mg per hari.
Kontra indikasi : Hipersensitivitas yang diketahui disebabkan oleh
meloxicam atau komponen di dalam produk obat, termasuk
riwayat reaksi anafilaksis dan reaksi Kulit yang serius,
seperti Steven Johnson syndrome (SJS), toxic epidermal
necrolysis (TEN), dan exfoliative dermatitis.
Efek samping : Sakit perut dan sakit magh, mual atau muntah, sembelit
atau malah diare, perut kembung, dan pusing
Farmakokinetik : Meloxicam tergantung dari sediaan yang digunakan.
Sediaan meloxicam ada yang digunakan peroral, injeksi,
topikal, atau supositoria
Farmakodinamik : Meloxicam berhubungan dengan penghambatan sintetase
prostaglandin (cyclooxygenase). Sedangkan prostaglandin
merupakan mediator inflamasi, sehingga obat ini berfungsi
sebagai obat antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik.
Meloxicam telah menunjukkan kemampuan dalam
menurunkan laju sedimentasi eritrosit atau laju endap
darah (LED) pada pasien rheumatoid arthritis. Selain itu
juga dapat menurunkan C-reactive protein (CRP) serta
ekspresi aquaporin-1.
Mekanisme kerja : Meloxicam bekerja dengan cara menghambat
biosynthesize prostaglandin yang merupakan mediator
peradangan melalui penghambatan cyclooxygenase-2
(COX-2), sehingga terjadinya proses peradangan dapat
dihambat.

7. Natrium diklofenak
Nama dagang : Araclof, Dicloflam, Flamar, Gratheos, Neurofenac,
Voltaren.
Nama lain :
Golongan obat : Non steroid anti inflamasi (NSAID)
Indikasi : Obat pereda nyeri dari nyeri ringan sampai sedang dan
membantu meredakan peradangan. Terapi simtomatik
untuk eksaserbasi akut dari arthritis reumatoid (AR) dan
osteoarthritis (OA), spondilitis ankilosa.
Dosis : Dewasa dan Anak diatas 14 tahun: 25 mg atau 50 mg, 2
sampai 3 kali per hari.
Kontra indikasi : Hipersensitivitas terhadap diklofenak atau NSAID
lainnya. Gagal jantung sedang hingga berat, penyakit
jantung iskemik, penyakit arteri perifer, penyakit
serebrovaskular, ulserasi gastrointestinal, perforasi atau
perdarahan gastrointestinal. Penggunaan bersamaan
dengan NSAID lainnya, antiplatelet, antikoagulan.
Gangguan hati atau ginjal berat. Kehamilan (trimester
ketiga).
Efek samping : Gangguan dan perdarahan GI, tukak peptik, sakit kepala,
cemas, ruam kulit, pruritus, tinitus, edema, depresi,
mengantuk, insomnia, penglihatan kabur. Hipersensitivitas.
Kerusakan hati dan ginjal. Agranulositosis dan
trombositopenia.
Farmakokinetik : Natrium diklofenak dapat diabsorpsi melalui saluran
pencernaan setelah pemberian oral. Absorpsi dapat terjadi
baik di lambung maupun di usus kecil. Kehadiran makanan
dapat mempengaruhi laju dan tingkat absorpsi. Bentuk obat
tertentu, seperti natrium diklofenak enterik-coated,
dirancang untuk melindungi lambung dan memungkinkan
penyerapan di usus.
Farmakodinamik : Natrium diklofenak mengikatkan diri dan berkelat pada
kedua isoform dari enzim siklooksigenase 1 (COX-1) dan
2 (COX-2). Hal ini akan menghalangi konversi asam
arakidonat menjadi prostaglandin. Inhibisi natrium
diklofenak terhadap COX-2 akan meredakan rasa nyeri dan
inflamasi, dan inhibisi obat terhadap COX-1, dapat
menimbulkan efek buruk terhadap gastrointestinal.
Natrium diklofenak dapat lebih aktif terhadap COX-2,
daripada beberapa obat lain golongan antiinflamasi
nonsteroid yang mengandung asam karboksilat.
Mekanisme kerja : Natrium diklofenak merupakan obat antiinflamasi non
steroid (NSAID) yang memiliki efek analgetik,
antiinflamasi, dan antipiretik dengan mekanisme kerja
secara reversibel menghambat sikloosigenase-1 dan 2,
serta menghambat sintesis prostaglandin.

8. Vaksin DPT
Nama dagang : Vaksin DTP, vaksin DTP-HB 5,vaksin DTP-HB 10
Nama lain : Vaksin Pentabio (DTP-HB-Hib)
Indikasi : Semua anak di seluruh dunia harus mendapatkan
vaksinasi difteri. Wabah difteri di beberapa negara
mencerminkan cakupan vaksinasi yang tidak memadai, dan
telah menunjukkan pentingnya untuk mempertahankan
tingkat cakupan yang tinggi dalam program imunisasi
anak.
Dosis : Dosis pertama diberikan pada usia 6 minggu. Dosis
selanjutnya harus diberikan dengan interval minimal 4
minggu antara dosis. Dosis ketiga dari seri primer harus
diselesaikan pada usia 6 bulan jika memungkinkan.
Kontra indikasi : Vaksin DPT tidak boleh diberikan kepada seseorang yang
alergi terhadap kandungan dalam vaksin ini. Beri tahu
dokter jika Anda sedang atau pernah mengalami koma,
penyakit saraf, kejang, sindrom Guillain-Barre, gangguan
pembekuan darah, atau sistem imun lemah.
Efek samping : pembengkakan, nyeri hebat, perdarahan, dan kulit
kemerahan pada daerah bekas suntikan.
Farmakokinetik : Individu dengan tingkat antibodi toksin anti-difteri lebih
dari 0,1 IU/mL dianggap sepenuhnya terlindungi dari
penyakit difteri. Setelah pemberian seri utama vaksin yang
mengandung DTP, 94-100% anak memiliki tingkat
antibodi anti-difteri > 0,01 IU/mL. Percobaan terkontrol
secara acak dari seri primer 3 dosis vaksin DTwP-Hib,
yang dimulai pada usia 6-8 minggu dengan interval 4
minggu antara dosis, menunjukkan bahwa seroproteksi
(≥0,1 IU/mL) diperoleh pada 93,9-100% bayi
Farmakodinamik : Imunisasi primer dengan DTP (difteri, tetanus, dan
pertusis) melindungi lebih dari 95% orang selama
setidaknya 10 tahun untuk difteri dan tetanus, serta
kekebalan yang bertahan lama selama masa kanak-kanak
untuk pertusis. Diphtheria Toxoid Adsorbed disiapkan oleh
adsorpsi toksoid difteri, yang merupakan formaldehida
toksin difteri yang dilemahkan, polipeptida tunggal dengan
berat molekul perkiraan 62 kDa.
Mekanisme kerja : Setelah suntikan pertama kali timbul rangsangan terhadap
tubuh untuk membentuk antibodi toksin tetanus. Dia
terdapat dalam serum setelah 7 hari suntikan pertama,
kemudian titernya menarik dan pada hari ke-28. Kalau
pada hari ke-28 itu diberikan suntikan kedua, titernya akan
menanjak terus dan akan mencapai 1,0 i.u pada hari ke 60
yaitu jauh di atas garis proteksi minimal walau kemudian
ada penurunan, diperkirakan titer itu akan tetap berada di
atas garis proteksi minimal selama 5 tahun. Bila suntikan
ketiga diberikan 6 bulan sesudah suntikan kedua, titernya
jauh lebih tinggi, walau kemudian akan ada penurunan,
tetapi tetap berada di atas garis proteksi minimal sampai 10
tahun, bahkan 15 – 20 tahun yang didapatkan pada 85 – 95
% personil perang dunia kedua.
E. PROSEDUR KERJA
1. Pemberian Vaksin pada hewan coba

Mencit

- Disiapkan alat dan bahan


- Ditimbang BB Mencit
- Diukur suhu awal mencit
- Diberikan penginduksi vaksin setelah didiamkan selama 10 menit
sebanyak 0,5 ml secara intraperintoneal
- Diukur suhu setelah diberi penginduksi
- Diberi sediaan oral secara oral pada masing-masing mencit
- Diukur suhu pada parameter 15, 30, 45, dan 60
- Dimasukan dalam tabel pengamatan

Hasil Pengamatan ?

2. Pemberian pepton pada hewan coba

Mencit

- Disiapkan alat dan bahan


- Ditimbang BB Mencit
- Diukur suhu awal Mencit
- Diberi pengenduksi pepton setelah didiamkan selama 20 menit
sebanyak 1 ml secara interperitorial
- Diukur suhu setelah diberi penginduksi
- Diberi sediaan obat secara oral pada masing-masing Mencit
- Diukur suhu pada parameter waktu 15, 30, 45, dan 60.
- Dimasukan dalam tabel pengamatan
Hasil Pengamatan ?
DAFTAR PUSTAKA

Ermawati F,E., Sumigun dan Endang S,H.2020.Efek antipiretik ekstrak daun pare
(Momordica charantia) pada tikus putih jantan.Biofarmasi,9(1).

Fatan F,A,. Indah L,H., dan Salman.2023.An Overview of Selection of Antipyretic


Drugs for Children.Journal of Pharmaceutical and Sciences,6(1).

Freo U., Chiara R., Irene S., dan Enzo N.2021.Paracetamol: A Review of Guideline
Recommendations.PMC PubMed Central,10(15).

Moot L,C,. Widdhi B., dan Jeane M.2018.Uji Efek Antipiretik Infusa Daun
Sesewanua (Clerodendron squamatum Vahl.) Terhadap Kelinci Jantan
yang Diinduksi Vaksin DTP HB.Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi 2(3).

Mus S., Sitti R., dan Fadhilla M.2022.Analgesic and Antipyretic Effects of Jamblang
(Syzygium cumini (1) Skeel) Leaves Ethanol Extract.Ad-Dawaa' Journal of
Pharmaceutical Sciences,5(1).

Muthee D,G., Mathew N., David M. 2019.Antipyretic and anti-inflammatory effect of


dichloromethane-methanolic extracts of Ximenia americana leaves and
barks in rats and mice models.BIOFARMASI J NAT PROD
BIOCHEM,17(2).

Novita P,R,. Herlina,. Dan Atika A.2020.Penyuluhan Tentang Penggunaan


Antipiretik Balita dan Anak Secara Rasional Didesa Pulau Sembabu
Indralaya.Jurnal Pengabdian Sriwijaya,1(1).

Pahmi,K., Ramadhian,M.R., Putri,A., Dalimunthe,G.I.2022. Antipyretic Activity Test


of Combination of Peperomia pellucida Extract and Andrographis
paniculata in Mice (Mus musculus). Indonesian Journal of Pharmaceutical
(e-Journal), 2(3).

Park R,Y.,Hyery K,. Sang H,A., Seyun C., Myeongchan K., dan Jae
H,L.2021.Comparative Analysis of Single and Combined Antipyretics
Using Patient-Generated Health Data: Retrospective Observational
Study.JMIR Publications,9(5).

Anda mungkin juga menyukai