Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PRAKTIKUM

AKTIVITAS ANTIPERITIK

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Praktikum Farmakologi


Toksikologi

Nama : Nela Sopiani


NIM : 220106190
Kelas : FA 22 4B
Dosen pengampu : apt.Kartika Sari,M.S.Farm.

Asisten : Marchella Zyahra Shafira

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANDUNG
2023
DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN..............................................................................................................
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................
1.2 Tujuan Khusus Praktikum.................................................................................................
1.3 Manfaat Praktikum............................................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................


2.1 Suatu Topik.......................................................................................................................
2.2 Uraian Topik.....................................................................................................................
2.3 Klasifikasi Hewan Uji.......................................................................................................

BAB III METODE PRAKTIKUM...............................................................................................


3.1 Waktu Dan Tempat Praktikum.........................................................................................
3.2 Alat Dan Bahan.................................................................................................................
3.3 Variabel Praktikum...........................................................................................................
3.4 Tahapan Praktikum...........................................................................................................
3.5 Prosedur Praktikum...........................................................................................................
3.6 Teknik Pengumpulan Data..............................................................................................

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................................


4.1 Tabel Pengamatan...........................................................................................................
4.2 Pembahasan.....................................................................................................................

BAB V PENUTUP........................................................................................................................
5.1 Kesimpulan......................................................................................................................
5.2 Saran................................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
LAMPIRAN……………………………………………………………………19
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Antipiretik digunakan untuk membantu untuk mengembalikan suhu set point ke


kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin E2,
yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Obat ini menurunkan suhu
tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat golongan ini tidak boleh
digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Efek samping yang sering ditimbulkan
setelah penggunaan antipiretik adalah respon hemodinamik seperti hipotensi,
gangguan fungsi hepar dan ginjal, oliguria, serta retensi garam dan air (Hammond
and Boyle, 2017).
Salah satu obat analgetik-antipiretik yang sering digunakan adalah parasetamol.
Hal ini disebabkan parasetamol bekerja pada tempat yang tidak terdapat peroksid
sedangkan pada tempat inflamasi terdapat leukosit yang melepaskan peroksid
sehingga anti inflamasinya tidak bermakna. Parasetamol berguna untuk nyeri ringan
sampai nyeri sedang, seperti sakit kepala, mialgia, nyeri paska melahirkan dan
keadaan lain.. Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara baik dalam
bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat
lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas. Parasetamol
mempunyai daya kerja analgetik, antipiretik, tidak mempunyai daya kerja anti radang
dan tidak menyebabkan iritasi serta peradangan lambung (Katzung BG, 2015).
Untuk meningkatkan efek farmakologis dari parasetamol dan mengurangi efek
samping, maka dibutuhkan modifikasi struktur dari parasetamol. Modifikasi molekul
merupakan metode yang digunakan untuk mendapatkan obat baru dengan aktifitas
yang dikehendaki, antara lain yaitu meningkatkan aktifitas obat, menurunkan efek
samping atau toksisitas, meningkatkan selektifitas obat, memperpanjang masa kerja
obat, meningkatkan kenyamanan penggunaan obat dan meningkatkan aspek
ekonomis obat (Siswandono dan Soekardjo, 2018).
1.2 Tujuan Khusus Praktikum
1. Mengidentifikasi efek dari vaksin sebagai toksin terhadap terjadinya
demam
2. Mengidentifikasi khasiat parasetamol sebagai obat penurun panas
3. Mengidentifikasi khasiat dari obat X sebagai obat penurun panas

1.3 Manfaat Praktikum


Manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Memberikan pemahaman kepada praktikan tentang efek dari vaksin
sebagai toksin terhadap terjadinya demam
2. Memberikan pemahaman terhadap praktikan tentang khasiat obat sebagai
obat penurun panas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suatu Topik


Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan
suhu tubuh bila demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan
pembuluh darah dikulit, sehingga teradi pendinginan darah oleh udara luar.
Sebagian obat antipiretik juga merangsang berkeringat. Penguapan keringat
turut menurunkan suhu badan. Diduga kerja obat antipiretik adalah
mempengaruhi bagian otak yang mengatur suhu badan. Bagian ini terletak di
hipotalamus. Obat antipiretik juga bersifat analgesik dan oleh karena itu biasa
disebut golongan obat analgesik-antipiretik. Sebagai antipiretik, obat mirip
aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun
kebanyakan obat ini memperlihatkan efek antipiretik, in vitro, tidak semuanya
berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin
atau terlalu lama. Fenilbutazon dan antirematik lainnya tidak digunakan
sebagai antipiretik (Katzung, 2009).
Demam (pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat
suhu set point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini
terjadi adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat. Demam
adalah keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 37,5ºC dan bisa menjadi manifestasi
klinis awal dari suatu infeksi. Suhu tubuh manusia dikontrol oleh hipotalamus.
Selama terjadinya demam hipotalamus di reset pada level temperatur yang paling
tinggi. Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara
lain faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan
tumbuh gigi), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus, vaskulitis),
keganasan (penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia), dan pemakaian
obat-obatan (antibiotik dan antihistamin). Hal lain yang juga berperan sebagai faktor
non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti perdarahan
otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan lainnya (Nelwan,
2013).
2.2 Uraian Topik
Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik dan antipiretik
yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini pertama sejak tahun 1950.
Parasetamol digunakan secara luas di berbagai negara termasuk Indonesia baik dalam
bentuk sediaan tunggal maupun kombinasi dengan obat lain seperti dalam obat flu,
melalui resep dokter atau yang dijual secara bebas. Oleh karena itu, risiko untuk
terjadinya keracunan akibat overdosis parasetamol menjadi lebih besar akibat
mudahnya mendapat parasetamol dan perilaku masyarakat yang cenderung
mengonsumsi obat sendiri tanpa melalui resep dokter (Nelwan, 2013).
Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), yang
memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang bekerja secara perifer.
Obat ini digunakan pada terapi simtomatis penyakit rematik (osteoatritis, atritis gout)
dalam menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri. Obat ini juga sering digunakan
untuk pengobatan sakit kepala, menekan rasa sakit pada radang akibat luka dan
radang yang timbul setelah operasi, nyeri ginekologi dan nyeri neurologik. Pada
terapi ringan, OAINS digunakan untuk menekan rasa sakit waktu menstruasi dan
demam. Dalam pemilihan terapi, OAINS di golongkan menjadi obat dengan potensi
ringan, sedang dan berat, dimana pemilihan obat berdasarkan potensinya harus
disesuaikan dengan tingkat nyeri yang ditimbulkan (Wilmana & Gan, 2012).
Obat – obat antipiretik secara umum dapat digolongkan dalam beberapa golongan
yaitu golongan salisilat, (misalnya aspirin, salisilamid), golongan para-aminofenol
(misalnya acetaminophen, fenasetin) dan golongan pirazolon (misalnya fenilbutazon
dan metamizol). Acetaminophen, Non Steroid Anti-inflammatory Drugs, dan cooling
blanket biasa digunakan untuk mencegah peningkatan suhu tubuh pada pasien cedera
otak agar tetap konstan pada kondisi suhu ≤ 37,5ºC . Pemberian obat melalui rute
intravena atau intraperitonial biasanya juga digunakan pada keadaan hipertermia,
yaitu keadaan dimana suhu tubuh lebih dari 41ºC. Suhu ini dapat membahayakan
kehidupan dan harus segera diturunkan (Sweetman, 2018).
2.3 Klasifikasi Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan alasan
bahwa kondisi biologis mencit jantan lebih stabil dibandingkan dengan mencit
putih betina yang kondisi biologisnya dipengaruhi oleh siklus haid.
Disamping keseragaman jenis kelamin, hewan uji yang digunakan juga
mempunyai keseragaman berat badan antara 20-30 g dan berumur 2-3 bulan.
Guneberg mengklasifikasikan sistem orde mencit sebagai berikut
1. Kingdom : animalia
2. Filum : chordata
3. Kelas : mamalia
4. Ordo : rodentia
5. Famili : murinane
6. Genus : mus
7. Spesies : mus musculus
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu Dan Tempat Praktikum


Pelaksanaan praktikum dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 29 Maret
2023 di Laboratorium Universitas Muhammadiyah Bandung.

3.2 Alat Dan Bahan


3.2.1 Alat
NO Nama Alat Gambar Kegunaan
1 Alat Suntik Untuk menyuntik kan
atau menghisap cairan

2 Sonde Oral Untuk memberikan


cairan ke hewan uji
melalui peroral atau
mulut
3 Stopwatch Untuk menentukan waktu

4 Timbangan Untuk menimbang


Mencit hewan uji

5 Termometer Untuk mengukur suhu


rectal tubuh mencit

3.2.2 Bahan
No Nama Bahan Kegunaan Precaution
1 Aquadest Bahan uji Tidak berbahaya

2 Aspirin Bahan uji Tidak berbahaya


3 Mencit Hewan uji Tidak berbahaya
4 Parasetamol Bahan uji Tidak berbahaya

5 Vaksin Bahan uji


3.3 Variabel Praktikum
Variabel bebas dalam praktikum ini adalah pengukuran suhu tubuh mencit
sebelum diberi obat. Variabel terikat berupa perubahan suhu mencit ketika
diberi obat uji setiap 5 menit selama 20 menit.
3.4 Tahapan Praktikum
Mencit
- Diukur suhu mencit sebanyak tiga kali dengan selang waktu 5
menit.
- Ditentukan temperatur rata-rata (Temperatur normal mencit 36-
37ºC ).
- Disuntikan vaksin secara intramuskular pada paha mencit
- Dicatat perubahan suhu tubuh mencit setiap 5 menit selama 20
menit.
- Diberi parasetamol setelah 20 menit dengan dosis yang telah
dihitung dan diberi obat aspirin kepada mencit 1 dan 2.
- Diberi aquadest secara peroral pada mencit 3 sebagai kontrol.
- Dicatat perubahan suhu tubuh mencit setiap 5 menit selama 20
menit.

Hasil Pengamatan

3.5 Prosedur Praktikum


3.5.1 Perhitungan Dosis
- Aspirin
Konversi dosis :300 x 0,0026 = 0,78
25
Dosis obat : x 0,78 = 0,65 = 0,6 ml
30
- Paracetamol
Konversi dosis : 500 x 0,0026 = 1,3
25
Dosis obat : x 1,3 = 1,08 = 1 ml
30
- Vaksin : 0, 05 ml
3.5.2 Aspirin
Aspirin adalah golongan Obat Anti Inflamasi Non-Steroid
(OAINS), yang memiliki efek analgetik, antipiretik dan antiinflamasi
yang bekerja secara perifer. Obat ini digunakan pada terapi simtomatis
penyakit rematik (osteoatritis, atritis gout) dalam menghilangkan atau
mengurangi rasa nyeri. Obat ini juga sering digunakan untuk
pengobatan sakit kepala, menekan rasa sakit pada radang akibat luka
dan radang yang timbul setelah operasi, nyeri ginekologi dan nyeri
neurologik. Pada terapi ringan, OAINS digunakan untuk menekan rasa
sakit waktu menstruasi dan demam. Dalam pemilihan terapi, OAINS
di golongkan menjadi obat dengan potensi ringan, sedang dan berat,
dimana pemilihan obat berdasarkan potensinya harus disesuaikan
dengan tingkat nyeri yang ditimbulkan (Wilmana 2012).

3.5.3 Parasetamol
Parasetamol (asetaminofen) merupakan salah satu obat analgesik
dan antipiretik yang banyak digunakan di dunia sebagai obat lini
pertama sejak tahun 1950 (Sari, 2007). Parasetamol digunakan secara
luas di berbagai negara termasuk Indonesia baik dalam bentuk sediaan
tunggal maupun kombinasi dengan obat lain seperti dalam obat flu,
melalui resep dokter atau yang dijual secara bebas. Oleh karena itu,
risiko untuk terjadinya keracunan akibat overdosis parasetamol
menjadi lebih besar akibat mudahnya mendapat parasetamol dan
perilaku masyarakat yang cenderung mengonsumsi obat sendiri tanpa
melalui resep dokter (Apparavoo, 2012).

3.5.4 Persiapan Hewan Uji


Hewan uji yang digunakan adalah mencit putih jantan dengan
alasan bahwa kondisi biologis mencit jantan lebih stabil dibandingkan
dengan mencit putih betina yang kondisi biologisnya dipengaruhi oleh
siklus haid. Disamping keseragaman jenis kelamin, hewan uji yang
digunakan juga mempunyai keseragaman berat badan antara 20-30 g
dan berumur 2-3 bulan. Hal ini bertujuan untuk memperkecil
perbedaan respon yang ditunjukan oleh hewan uji.
3.5.5 Pengelompokan Hewan Uji
Kontrol Positif (+) : Diberikan perlakuan dan tidak diberi pengobatan.
Kontrol Negatif (-) : Tidak diberi perlakuan dan tidak diberi
pengobatan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada praktikum ini adalah
dengan melihat perubuhan suhu tubuh mencit setelah diberi obat setiap 5
menit selama 20 menit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Pengamatan


a. Suhu rata rata mencit

No keterangan Waktu Suhu


(s) (c)
1 Mencit I (aquadest) 5 35,7
10 35,9
15 36,0
20 36,4
Suhu rata rata 36,0
2 Mencit II ( paracetamol) 5 35.1
10 36,4
15 36,0
20 36,2
Suhu rata rata 35,9
3 Mencit III (aspirin) 5 35,6
10 36,0
15 37,1
20 36,2
Suhu rata rata 36,2

b. Suhu setelah pemberian vaksin

No Keterangan Waktu Suhu


(s) (c)
1 Mencit I (aquadest) 5 36,2
10 36,1
15 37,0
20 37,2
2 Mencit II ( paracetamol) 5 37,0
10 37,4
15 37,8
20 37,9
3 Mencit III (aspirin) 5 37,1
10 37,4
15 37,2
20 37,4

c. Suhu setelah pemberian obat

no keterangan Waktu Suhu


(s) (c)
1 Mencit I (aquadest) 5 35,4
10 35,2
15 35,4
20 35,5
2 Mencit II ( paracetamol) 5 36,9
10 36,5
15 35,8
20 35,3
3 Mencit III (aspirin) 5 36,3
10 35,7
15 36,2
20 36,7
4.2 Pembahasan
Pada praktikum aktivitas antiperitik praktikum melakukan tiga kali
percobaan terhadap 3 ekor mencit. Sebelum diberikan obat, suhu tubuh mencit
diukur terlebih dahulu dengan menggunakan termometer rektal dengan selang
waktu 5 menit selama 20 menit kemudian ditentukan temperatur rata-rata suhu
mencit. Kemudian disuntikkan vaksin kepada 3 ekor mencit secara
intramuskular pada paha mencit. Dicatat suhu tubuh mencit setiap 5 menit
selama 20 menit. Kemudian diberikan obat aspirin dan parasetamol kepada
mencit secara peroral dengan dosis yang sudah dihitung. Untuk kontrol mencit
diberi aquadest secara peroral dengan volume suspensi parasetamol. Dicacat
perubahan suhu tubuh mencit setiap 5 menit selama 20 menit.
Hasil percobaan yang didapat pada pengukuran suhu tubuh mencit
sebelum diberikan obat yaitu untuk mencit 1 (Aquadest) suhu rata-rata yaitu
36,0. Mencit 2 (Aspirin) suhu rata-rata yaitu 36,2. Mencit 3 (Parasetamol)
suhu rata-rata yaitu 35,9. Suhu tubuh normal mencit berkisar antara 37,5-39,5
derajat Celsius. Namun, suhu tubuh mencit dapat bervariasi tergantung pada
berbagai faktor seperti usia, kondisi lingkungan, aktivitas, dan lain
sebagainya. Suhu tubuh yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat
menunjukkan adanya masalah kesehatan pada mencit. Jika mencit mengalami
kenaikan suhu tubuh yang tidak normal atau menunjukkan gejala lain seperti
nafsu makan menurun, lesu, atau tidak aktif, segera konsultasikan dengan
dokter hewan untuk mendapatkan penanganan yang tepat (Zheng et al 2015).
Setelah 20 menit mencit diberikan vaksin dengan dosis 0,05 ml di berikan
secara intramuskular pada paha mencit. Suhu tubuh mencit diukur kembali
menggunakan termometer rektal setiap 5 menit selama 20 menit. Hasil yang
didapat setiap 5 menit selama 20 menit untuk mencit 1 yaitu 36,2ºC, 36,1ºC,
37,0ºC, 37,2ºC, dengan suhu rata-rata 36,6ºC, untuk mencit 2 yaitu 37,0ºC,
37,4ºC, 37,8ºC, 37,9ºC, dengan rata-rata suhu 37,5ºC dan untuk mencit 3 yaitu
37,1ºC, 37,4ºC, 37,2ºC, 37,4ºC dengan rata-rata suhu 37,2ºC. Suhu tertinggi
tidak sampai 38ºC berkisar antara 36-37ºC. Hal ini karena dosis yang
digunakan hanya sebesar 0,05 ml. Keadaan ini menyebabkan tubuh M.
musculus sudah berada pada level demam yakni ditandai dengan keadaan fisik
seperti rambutnya berdiri serta tubuh menggigil dan kurangnya mobilitas yang
dilakukan oleh tubuh M. musculus. Hal ini sejalan dengan pendapat Wahyu
Widyaningsih, dkk (2018), yang menyatakan bahwa kenaikan suhu tubuh
tikus ditandai piloereksi dan penggigilan. Efek samping penyuntikan dengan
vaksin DPT adalah demam tinggi dan gejala ringan yang bersifat sementara
seperti kemerahan dan bengkak pada lokasi suntikan. Demam terjadi bila suhu
tubuh di atas suhu normal pada tubuh Mus musculus yaitu 37,4⁰C.
Percobaan ketiga dengan memberikan obat kepada mencit yang sudah
diberi vaksin selama 20 menit. Mencit 1 diberi aquadest sebagai kontrol
dengan dosis sama seperti parasetamol yaitu 1 ml diberikan dengan peroral.
Hasil yang di dapat dengan rata-rata suhu selama 20 menit setiap 5 menit yaitu
35,4ºC, mencit 2 diberi aspirin dengan dosis 0,6 ml secara peroral dengan
hasil yang didapat rata-rata suhu selama 20 menit setiap 5 menit yaitu 36,2ºC.
Mencit 3 diberi parasetamol dengan dosis 1 ml diberikan secara peroral
dengan diukur suhu tubuh mencit menggunakan termometer rektal, hasil yang
didapat dengan suhu rata-rata 36,1ºC. Suhu tubuh mencit yang paling tinggi
yaitu pada pemberian aspirin.
Parasetamol sebagai pembanding mampu menurunkan suhu tubuh yang
demam, sesuai dengan mekanisme kerja dari parasetamol yang memiliki zat
antipiretik dan analgesik. Kandungan zat antipiretik akan bekerja keras
menurunkan suhu tubuh langsung dipusat pengatur suhu tubuh, yaitu didaerah
otak tepatnya di hipotalamus caranya dengan menghambat enzim
siklooksigenase yang berperan pada sintesis prostaglandin. Turunnya panas ini
akan diikuti respon fisiologi berupa penurunan produksi panas, peningkatan
aliran darah ke kulit, dan mudahnya panas tubuh menguap lewat kulit
(Nelwan, 2013).
Kemudian Soedarmo, 2002 dalam Anonim, 2012, menyatakan bahwa
Parasetamol, yang memiliki kandungan zat antipiretik dan analgesik.
Kandungan zat antipiretik tersebut akan bekerja keras menurunkan suhu tubuh
langsung dipusat pengatur suhu tubuh, yaitu didaerah otak tepatnya di
hipotalamus caranya dengan menghambat enzim siklooksigenase yang
berperan pada sintesis prostaglandin. Turunnya panas ini akan diikuti respon
fisiologi berupa penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit,
dan mudahnya panas tubuh menguap lewat kulit.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum aktivitas antiperitik yaitu :
1. Vaksinasi pada mencit dapat menyebabkan reaksi imun yang serupa
dengan reaksi pada manusia, termasuk peningkatan suhu tubuh dan
demam. Kenaikan suhu tubuh dan demam ringan adalah reaksi umum
setelah vaksinasi, dan sebagian besar tidak perlu diobati kecuali jika
suhu tubuh mencapai 39ºC atau lebih tinggi.
2. Khasiat parasetamol sebagai obat penurun panas terutama terkait
dengan kemampuannya dalam menghambat produksi prostaglandin,
yaitu senyawa kimia yang terbentuk di dalam tubuh sebagai respon
terhadap kerusakan jaringan atau infeksi. Prostaglandin akan
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh, sehingga
ketika produksi prostaglandin dihambat oleh parasetamol, suhu tubuh
dapat menurun.
3. Aspirin digunakan sebagai obat penurun panas (antipiretik), meskipun
khasiatnya sebagai obat penurun panas tidak sekuat parasetamol.
Aspirin bekerja dengan cara menghambat produksi prostaglandin,
yaitu senyawa kimia yang terbentuk di dalam tubuh sebagai respon
terhadap kerusakan jaringan atau infeksi. Prostaglandin akan
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh, sehingga
ketika produksi prostaglandin dihambat oleh aspirin, suhu tubuh dapat
menurun.

5.3 Saran
Sebelum memulai praktikum, pastikan bahwa mencit yang
digunakan dalam penelitian sehat dan tidak sedang menderita kondisi
yang dapat mempengaruhi hasil percobaan dan pastikan bahwa dosis
yang diberikan pada mencit tidak melebihi dosis yang diizinkan.
DAFTAR PUSTAKA

Apparavoo (2012). Obat Analgetik dan Antiinflamasi : Jakarta. Cermin Dunia


Kedokteran
Katzung (2015). Buku Bantu Farmakologi, diterjemahkan oleh Staf Pengajar
Laboratorium Farmakologi FK UNSRI : Jakarta. EGC
Hammond dan Boyle (2017), Dinamika Obat, diterjemahkan oleh Widianto, M.B
dan Ranti, E.S. edisi V : Bandung. ITB
Nelwan (2013). Farmakologi Medis : Jakarta. Erlangga.
Siswando dan Soekardjo (2018). Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu Tubuh dan
Demam: Yogyakarta. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Sweetman (2018) . Analgesik-Antipiretik Analgesik Anti Inflamasi Non Steroid
dan Obat Pirai : Makassar. Universitas Hassanudin
Soedarmo (2012). Obat-Obat Penting Khasiat Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingnya : Jakarta. PT. Elex Media Komputer.
Widyaningsih (2018). Efektifitas Analgetik pada Pasien Fraktur dengan Metode
VAS di RSUD Dr. Ahmad Mochtar Bukittinggi : Padang. Universitas
Andalas
Zheng et al (2015). Farmakologi Dasar dan Klinik edisi 4 : Jakarta. Kedokteran
EGC
LAMPIRAN

Gambar 1.1 Gambar 1.2


Pengecekan suhu tubuh mencit pemberian obat secara intramuskular

Anda mungkin juga menyukai