EPIDEMIOLOGI
(KSM233)
DISUSUN OLEH
Ira Marti Ayu, S.K.M.,M.Epid
2
Determinan berguna untuk menjawab pertanyaan “Why” dan “How”. Hal
ini dikenal dengan Epidemiologi analitik.
Pada pertemuan sebelumnya telah didisikusikan tentang ukuran frekuensi
yang merupakan epidemiologi deskriptif. Ukuran frekuensi merupakan
kuantifikasi seberapa sering suatu penyakit atau masalah kesehatan terjadi di
▪ How frequent is
the event? populasi. Ukuran frekuensi merupakan informasi awal untuk menentukan
→ukuran
frekuensi penyebab. Hal ini dapat digunakan hanya untuk merumuskan suatu hipotesis.
▪ How strongly Tetapi tidak dapat dipakai untuk membuktikan hipotesis bahwa suatu penyebab
associated with
suspected dapat menyebabkan akibat. Oleh karena itu dibutuhkan epidemiologi analitik
cause?→ukuran dalam membuktikan hipotesis tersebut.
asosiasi
Ukuran asosiasi dalam epidemiologi digunakan untuk mengkuantifikasi
hubungan antara exposure (pajanan/ penyebab) dan penyakit diantara dua
kelompok. Misalnya kita menemukan bahwa merokok adalah penyebab kanker
paru. Maka kita butuh mengkuantifikasikan seberapa besar hubungan amtara
merokok dan kanker paru.
▪ Ukuran
frekuensi→me Dalam ukuran asosiasi, digunakan istilah exposure dan outcome. Berikut
mbagi merupakan penjelasannya “
pembilang
dengan ▪ Exposure
penyebut
Exposure (status pajanan) disebut juga dengan sebab/penyebab/ faktor
▪ Ukuran
asosiasi→memb risiko/ variabel independen→yang artinya faktor yang meningkatkan/
andingkan
ukuran faktor risiko atau menurunkan/ faktor protektif untuk kemungkinan
frekuensi satu mengalami outcome atau faktor yang mempengaruhi terjadinya outcome.
kelompom
dengan Exposure dapat dapat berupa paparan makanan, nyamuk, berpasangan
kelompok
lainnya dengan penderita penyakit menular seksual, atau pembuangan limbah
beracun, dapat juga karakteristik dari orangnya (seperti usia, ras, jenis
kelamin), karakteristik biologis (status imun), karakteristik yang diperoleh
3
(status perkawinan), kegiatan (pekerjaan, aktivitas di waktu senggang),
atau status ekonomi dan akses ke pelayanan kesehatan dll.
Jika exposure/ sebab merupakan faktor risiko maka status exposure
atau pajanan di populasi akan dikatagorikan menjadi terpajan dan tidak
terpajan.
▪ Terpajan (expose) yaitu individu yang mengalami faktor risiko yang
diamati (yang meningkatkan risiko mengalami oucome) sedangkan
tidak terpajan (non-expose) yaitu yang tidak mengalami faktor risiko
yang diamati (menurunkan risiko terkena outcome)..
Contoh penelitian hubungan merokok dengan kanker paru→
pajanan yaitu merokok→ Terpajan (merokok) dan tidak terpajan (tidak
merokok)
▪ Atau defenisi terpajan yaitu mengalami/ melakukan faktor risiko
dengan derajat yang tinggi sedangkan tidak terpajan yaitu yang
mengalami tetapi dalam derajat yang rendah
Contoh status pajanan yaitu merokok→Terpajan (perokok berat) dan
tidak terpajan (perokok ringan)
Catatan : jika faktor risiko maka ukuran asosiasinya >1
Jika exposure/ sebab adalah faktor protektif maka status exposure atau
pajanan di populasi akan dikatagorikan menjadi terpajan dan tidak terpajan.
Penjelasannya kebalikan dari faktor risiko.
▪ Terpajan (expose) yaitu individu yang tidak mengalami faktor risiko
yang diamati sedangkan tidak terpajan (non-expose) yaitu yang
mengalami faktor risiko yang diamati.
Contoh status pajanan yaitu merokok→ Terpajan (tidak merokok) dan
tidak terpajan (merokok)
▪ Atau defenisi terpajan yaitu mengalami/ melakukan faktor risiko
dengan derajat yang rendah (menurunkan risiko terkena outcome)
sedangkan tidak terpajan yang mengalami tetapi dalam derajat yang
tinggi (menaikkan risiko terkena outcome).
4
Contoh status pajanan yaitu merokok→Terpajan (perokok ringan)
dan tidak terpajan (perokok berat).
Catatan : jika faktor protektif maka ukuran asosiasinya <1
▪ Outcome
Outcome disebut juga dengan efek/ akibat/ variabel dependen yang
muncul diakibatkan oleh exposure. Biasanya outcome adalah penyakit/
peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan. Dalam suatu
populasi status ouctome dapat berupa sakit atau tidak sakit. Sakit bisa
berupa mengalami outcome yang diteliti, sedangkan tidak sakit adalah
tidak mengalami outcome yang diteliti. Pengakategorian outcome
disesuaikan dengan status pajanan apakah sebagai faktor risiko atau
sebagai faktor protektif.
5
Jika sebab adalah faktor protektif maka outcome akan dikatagorikan
menjadi sakit (tidak mengalami outcome) dan tidak sakit (mengalami
outcome)
Contoh penelitian hubungan merokok dengan kanker
paru→outcome : kejadian kanker paru
Maka sakit→yang tidak menderita kanker paru dan tidak sakit→yang
menderita kanker paru.
6
merokok. Ukuran asosiasi akan membandingkan kedua kelompok
ini→kelompok yang merokok dan tidak merokok terhadap terjadinya penyakit.
CATATAN :
PAHAMI TENTANG EXPOSURE DAN OUTCOME, KARENA
BERMANFAAT DALAM MENGHITUNG UKURAN ASOSIASI SERTA
DISAIN STUDI ANALITIK
Ukuran Asosiasi
atau ukuran
relatif
Risk ratio dan rate ratio merupakan ukuran asosiasi untuk disain penelitian
kohort, prevalence ratio dan prevalence odds ratio untuk disain penelitian
cross sectional dan odds ratio untuk disain penelitian kasus kontrol. Disain-
Disain penelitian ini akan dibahas pada bab selanjutnya.
7
1. Risk Ratio
❑ Risk Ratio disebut juga dengan relative risk
❑ Risk Ratio yaitu membagi risiko (insiden kumulatif, attack rate) pada
kelompok 1 dengan risiko insiden kumulatif, attack rate) pada
kelompok 2
❑ Kelompok 1 sering disebut dengan kelompok terpajan/ terpapar/ expose
dan kelompok 2 merupakan kelompok tidak terpapar/ tidak terpajan/
tidak terexpose
Contoh : perilaku merokok maka kelompok 1 yaitu merokok (kelompok
terpajan) dan kelompok 2 yaitu tidak merokok (kelompok tidak
terpajan)
❑ Risk Ratio dan Rate Ratio digunakan dalam penelitian kohort dimana
peneliti mulai mengamati status pajanan terlebih dahulu kemudian
mengamati status penyakit
Contoh: mengamati pajanan tahun 1990 lalu akibatnya tahun 2000
❑ Dalam risk ratio menggunakan ukuran frekuensi insiden kumulatif
Untuk perhitungan risk ratio dapat disajikan dalam tabel 2x2, seperti dibawah ini :
Pajanan Penyakit Jumlah
Sakit Tidak sakit
terpajan a b a+b
Tidak terpajan c d c+d
Jumlah a+b+c+d
8
Arti angka Rate Ratio/ Risk Ratio (RR), odds ratio (OR), prevalence odds
ratio (POR), prevalnce ratio (PR)
= 1→tidak ada asosiasi→risiko yang sama antara kelompok terpajan
dengan kelompok tidak terpajan
>1→faktor risiko→suatu peningkatan risiko pada kelompok terpajan
dibandingkan kelompok tidak terpajan
<1→faktor protektif→suatu penurunan risiko pada kelompok terpajan
dibandingkan kelompok tidak terpajan
Contoh soal :
Suatu kejadian luar biasa (KLB) tuberkulosis paru (TB paru) terjadi pada
tahanan di South Carolina tahun 1999. Jumlah tahanan yaitu ada 294 orang. Untuk
mengetahui penyebab penyakitnya maka dilakukan pengamatan pada tahanan
yang tinggal di ruangan timur (terpajan) dan barat (tidak terpajan) kemudian
mengamati kejadian TB paru. Dari hasil pengamatan terlihat bahwa 28 dari 157
tahanan yang tinggal di ruangan sebelah timur mengalami TB paru dan 4 dari 137
tahanan yang tinggal dibagian barat mengalami Tb paru. Hitunglah risk ratio dari
penyakit TB paru tersebut!
Langkah 1 : Pahami isi penelitian apakah menggunakan disain kohort, kasus
kontrol atau cross sectional.
9
Langkah 2 : Pindahkan isi kasus ke dalam tabel 2x2. Jika penelitian
menggunakan disain kohort maka totalnya kebaris atau kesamping
Langkah 3 : Hitunglah insiden kumulatif pada masing-masing kelompok
yaitu pada kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan
Langkah 4 : Hitunglah risk rationya
Jawaban contoh :
Langkah 1 : Penelitian tersebut menggunakan disain kohort karena penelitian
dimulai dari pajanan yaitu ruangan tinggal kemudian mengamati status penyakit
yaitu kejadian TB Paru
28
Insiden kumulatif pada kelompok t erpajan = = 0,17
157
4
Insiden kumulatif pada kelompok t idak terpa jan = = 0,029 = 0.03
137
Langkah 4 : menghitung risk ratio
10
2. Rate ratio
Suatu Rate Ratio membandingkan Insidence rate/ insidence density
(person time-rate) pada kelompok yang terexpose dibagi dengan insiden rate pada
kelompok yang tidak terexpose. Seperti risk ratio, rate kelompok yang dibagi
terdiri dari kelompok yang terpajan dengan kelompok yang tidak terpajan
kemudian mengamati status penyakit/ efeknya. Dalam rate ratio menggunakan
ukuran asosiasi insidence rate.Dalam perhitungan Insidence rate menggunakan
person time pada penyebutnya.
Risk ratio juga digunakan dalam penelitian dengan disain kohort, hanya saja
yang membedakan dengan risk ratio yaitu rate ratio tidak menggunakan
insiden kumulatif tetapi incidence rate
Langkah 1 : Pahami isi penelitian apakah menggunakan disain kohort, kasus
kontrol atau cross sectional
Langkah 2 : Pindahkan isi kasus ke dalam tabel 2x2 jika memang diketahui isi
sel a, b, c, d. Jika penelitian menggunakan disain kohort maka
totalnya kebaris atau kesamping. Jika isi sel tidak diketahui (hanya
diketahui insidence rate) maka tidak perlu membuat tabel 2x2
maka langsung ke langkah 4 yaitu menghitung rate rationya
(seperti contoh halaman 10).
Langkah 3 : Hitunglah insiden rate pada masing-masing kelompok yaitu
pada kelompok terpajan dan kelompok tidak terpajan
Langkah 4 : Hitunglah rate ratio nya
Tabel 2x2
Pajanan Penyakit Jumlah
Sakit Tidak sakit
Terpajan a b a+b (Total kel terpajan)
Tidak terpajan c d c+d (Total kel tidak terpajan)
Jumlah a+b+c+d
Insiden Rate pada kelompok yang terpajan
Rate Ratio =
Insiden Rate pada kelompok yang tidak terpajan
Contoh soal :
Tingkat insiden rate dari kegagalan transpalatasi ginjal yaitu yaitu 82,6 kegagalan
per 1000 orang tahun diantara perokok dan 55,3 kegagalan per 1000 orang tahun
11
diantara yang tidak merokok. Hitunglah rate ratio kegagalan transplatasi ginjal
tersebut! Dimana perokok adalah kelompok terpajan dan tidak merokok sebagai
kelompok tidak terpajan.
Jawaban :
Langkah 1 : Disain kohort karena menggunakan insiden rate
Langkah 4 : Menghitung rate ratio karena insiden rate pada kelompok
terpajan dan insiden rate pada kelompok tidak terpajan sudah
diketahui
Artinya orang yang merokok berisiko 1,49 kali mengalami kegagalan transplatasi
ginjal dibandingkan orang yang tidak merokok
CATATAN :
❑ Dalam studi kohort→total nya yaitu baris (perhatikan warna pada tabel)
❑ Risk ratio menggunakan insiden kumulatif
❑ Rate ratio menggunakan insiden rate
❑ Rate ratio dan risk ratio dipakai untuk disain kohort yaitu prospektif yang
artinya diawali dengan status pajanan terlebih dahulu lalu mengamati status
penyakit beberapa waktu ke depan
12
❑ Dalam perhitungan odds ratio maka dilakukan dengan membandingkan
Odds untuk satu kelompok dengan odds untuk kelompok yang lain
❑ OR Mempunyai interpretasi yang sama seperti risiko relatif
❑ Odds ratio bisa menggunakan insidence dan prevalence. Insidence
digunakan jika saat dimulainya penelitian perbedaan waktunya tidak
terlalu lama dengan terjadinya penyakit (sehingga disebut dengan kasus
baru terjadi) dan prevalence digunakan jika penyakit berupa kasus lama
dan kasus baru
13
Jika bentuk tabel sudah sesuai dengan tabel diatas maka bisa langsung
menghitung odds ratio saja. Tidak perlu menghitung odds pemajan untuk kasus
dan odds pemajan untuk kontrol.
Contoh soal :
Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan merokok dengan
penyakit jantung koroner (PJK). Pada awal penelitian diambil pasien PJK
sebanyak 700 orang dan pasien yang tidak PJK yang tidak mengalami penyakit
pada jantungnya sebanyak 1400 orang. Kemudian dicari penyebabnya dengan
menanyakan paparan merokok di masa lalu. Ditemukan 650 PJK yang
merokok dan 350 tidak PJK yang bukan perokok. Berapakah odds ratio penelitian
tersebut?
Jawaban :
Langkah 1 : soal tersebut menggunakan disain kasus kontrol dimana peneliti
mengamati status penyakit/ akibat yaitu yang PJK dan tidak PJK, lalu mengamati
penyebabnya (merokok/ tidak merokok) dimasa lalu
Langkah 2 : karena disain kasus kontrol maka totalnya ke kolom
650 1050
odds pemajan untuk kasus = odds pemajan untuk kontrol =
50 350
langkah 4 : Menghitung odds ratio
650
50 650 x 350 227500
Odds Ratio = = = = 4,33
1050 1050 x 50 52500
350
Kesimpulan : orang yang merokok berisiko 4,33 kali mengalami PJK
dibandingkan orang yang tidak merokok
14
CATATAN :
❑ Dalam studi kasus kontrol→total nya yaitu kolom (perhatikan warna
pada tabel)
❑ Odds ratio dipakai untuk disain kasus kontrol yang artinya melihat status
penyakit terlebih dahulu lalu melihat faktor risiko di masa lalu
a
= a+b
Prevalens pada kelompok terpajan
PR =
Prevalens pada kelompok tidak terpajan c
c+d
Contoh soal :
Suatu studi prevalence dilakukan pada populasi tahanan perempuan. Studi
ini dilakukan dimana pajanan penggunaan narkoba suntuk dan status penyakit
HIV positif dilakukan pada saat yang bersamaan. Dari studi ditemukan bahwa
dari 136 yang menggunakan narkoba suntik ditemukan 61 orang yang HIV positif
dan dari 339 tahanan yang tidak menggunakan narkoba suntik ada 27 yang
mengalami HIV positif. Hitunglah ukuran asosisiasi dalam studi tersebut!
15
HIV positif HIV negatif total
Pengguna jarum 61 75 136
suntik
Bukan pengguna 27 312 339
jarum suntik
Total 88 387 475
Menghitung prevalence :
j umlah kasus 88
o kasus→jumlah populasi =475 𝑥100% = 18.5%
Catatan :
❑ Dalam soal ada diceritakan bahwa sebab dan akibat diukur pada saat
yang bersamaan→cross sectional
❑ Hitung prevalensi kasus untuk melihat apakah prevalensi >10% atau
tidak→(jumlah kasus/ jumlah populasi)
❑ Perhitungan prevalence sudah dijelskan di halaman 13
16
❑ Untuk kasus prevalens pada studi cross sectional survey
❑ Rumus sama seperti perhitungan Odds ratios
Pajanan Penyakit Jumlah
Sakit Tidak Tidak sakit
Terpajan a b a+b
Tidak terpajan c d c+d
Jumlah a+c b+d a+b+c+d
a
Prevalence Odds Ratio = c = a x d = ad
b bxc bc
d
Catatan tambahan :
jika penelitian ingin membuktikan faktor risiko tetapi ukuran asosiasi yang
ditemukan faktor protektif (<1) maka ukuran asosiasi sebaiknya diubah menjadi
faktor risiko. Misalnya: penelitian hubungan merokok dengan hipertensi pada
pekerja→faktor risiko
Interpretasi:
▪ Pekerja yang merokok berisiko 0.69 kali mengalami hipertensi
dibandingkan pekerja yang tidak merokok
▪ Atau→1/0.69=1.44 (katagori pajanan dibalik dalam
pembacaan)→pekerja yang tidak merokok berisiko 1.44 kali mengalami
hipertensi dibandingkan pekerja yang merokok
17
LATIHAN
1. Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan merokok dengan PJK (penyakit
jantung Koroner). Peneliti mengamati sebab (merokok atau tidak) dan akibat
(PJK dan tidak PJK) pada saat bersamaan. Ukuran asosiasi apakah yang akan
digunakan dalam penelitian tersebut?
a. Risk ratio
b. Rate ratio
c. Odds ratio
d. Prevalens ratio
2. Seorang peneliti ingin mengetahui hubungan merokok dengan PJK. Peneliti
mengamati pasien yang PJK (sakit) dan tidak PJK (tidak sakit) kemudian
mengamati status merokok di masa lalu. Ukuran asosiasi apakah yang akan
digunakan dalam penelitian tersebut?
a. Risk ratio
b. Rate ratio
c. Odds ratio
d. Prevalens ratio
3. Suatu penelitian ingin mengetahui apakah vaksin pneumokokus berhubungan
dengan pneumonia. Apakah sebab dan akibat dalam penelitian tersebut?
4. Suatu penelitian ingin mengetahui apakah tingkat pendidikan berhubungan
dengan penggunaan entibiotik. Apakah sebab dan akibat dalam penelitian
tersebut?
JAWABAN :
1. Prevalens ratio→perhatikan kata kunci “Peneliti mengamati sebab
(merokok atau tidak) dan akibat (PJK dan tidak PJK) pada saat
bersamaan”
2. Odds ratio→ perhatikan kata kunci “Peneliti mengamati pasien yang PJK
(sakit) dan tidak PJK (tidak sakit) kemudian mengamati status merokok
di masa lalu”
3.Sebab : vaksin pneumokokus, sedangkan akibat adalah pneumonia
18
4.Sebab yaitu tingkat pendidikan sedangkan akibat adalah penggunaan
antibiotik
Daftar pustaka
Budiarto, Eko & Anggraeni, Dewi. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC
CDC. 2012. Principles of Epidemiology in Public.
Gerstman, B Burg. 2003.Epidemiology Kept Simple : An Introduction Traditional
and Modern Epidemiology. Canada : Wiley-Liss Inc
Gordis, Leon. 2009. Epidemiology 4th Edition. Philadelphia: Saunders Elsevier
19