Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui , berdasarkan data statistik, kasus kecelakaan yang terjadi di
tempat kerja dalam pekerjaan konstruksi sangat tinggi.  Hal ini disebabkan karena masih banyak
pengurus maupun tenaga kerja belum mengenal dan memahami peraturan K3 yang berkaitan
dengan pekerjaan mereka. Dengan demikian perlu adanya upaya pengendalian, pembinaan,
penyuluhan dan pelatihan tentang K3 dalam bidang konstruksi sehingga dapat dicapai kondisi
dan lingkungan kerja yang aman. Melalui topic-topik yang dibahas dalam modul ini diharapkan
dapat membantu para calon ahli K3 dalam pemahaman peraturan K3 di bidang konstruksi.
Masalah umum mengenai K3 ini juga terjadi pada penyelenggaraan konstruksi. Tenaga
kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 7-8% dari jumlah tenaga kerja di seluruh sektor,
dan menyumbang 6.45% dari PDB di Indonesia. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor
yang paling berisiko terhadap kecelakaan kerja, disamping sektor utama lainnya yaitu pertanian,
perikanan, perkayuan, dan pertambangan. Jumlah tenaga kerja di sektor konstruksi yang
mencapai sekitar 4.5 juta orang, 53% di antaranya hanya mengenyam pendidikan sampai dengan
tingkat Sekolah Dasar, bahkan sekitar 1.5% dari tenaga kerja ini belum pernah mendapatkan
pendidikan formal apapun. Sebagai besar dari mereka juga berstatus tenaga kerja harian lepas
atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja yang formal dengan perusahaan. Kenyataan ini
tentunya mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda
pelatihan dan penjelasan-penjelasan mengenai Sistem Manajemen K3 yang diterapkan pada
perusahaan konstruksi.

1.2  Rumusan Masalah
a.       Apa saja cakupan masalah konstuksi bangunan ?
b.      Apa saja pedoman dasar hukum K3 konstruksi ?
c.       Apa saja Istilah dalam K3 konstruksig ?
d.      Bagaimana Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan Sarana Bangunan ?
e.       Bagaimana Pengawasan K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan?

1.3  Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Makalah ini yaitu :
a.       Mengetahui seberapah pengetahuan buruh konstruksi bangunan tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di proyek konstruksi bangunan.
b.      Apakah ada perhatian yang khusus dari pemilik proyeek tentang pentingnya Manajemen  K3 di
lingkungan kerja proyek.

1.4  Manfaat Penulisan
Manfaat dari pangambilan judul tentang masalah kesehatan dan keselamatan kerja pada
konstruksi bangunan yaitu memberikan pengetahuan kepada kita tentang bagaimana keselamatan
dan kesehatan kerja khusunya di Indonesia ditangani dan seberakah pentingkah mencakupnya
dalam kehidupan sehari-hari.

BAB II

LANDASAN TEORI
2.1 Cakupan Masalah Konstruksi Bangunan
Pekerjaan kontruksi bangunan merupakan pekerjaan yang mengandung potensi bahaya,
sehingga dalam memberi perlindungan keselamatan kerja kepad pekerja diperlukan syarat-syarat
keslamatan dan kesehatan kerja yang sangat tinggi. Tahapan dalam konstruksi bangunan
berhubungan dengan seluruh tahapan yang dilakukan di tempat kerja. Diantara tahapan yang ada
yakitu pekerjaan penggalian, pekerjaan pondasi, pekerjaan beton, pekerjaan baja, dan
pembongkaran.
Penggalian. Penyebab kecelakaan yang timbul dari pekerjaan penggalian antara lain, pekerjan
yang disa tertimbun dan terkubur di dalamnya akibat runtuhnya dinding galian, pekerja tertimpa
dan luka akibat terjatuhnya material di dalam galian, kondisi tidak aman baik di dalam maupun
diluar galian akibat licinnya galian.
Pondasi. Pekerjaan pondasi merupakan suatu kegiatan pemasangan struktur bawah bangunan
yang dapat digunakan untuk menahan beban bangunan.
Pekerjaan Beton. Pada saat proses pengecoran berlangsung pada umumnya pekerja selalu pada
posisi tetinggian tertentu yang dapat berakibat pekerja terjatuh, material pencampur yang tidak
boleh bersinggungan dengan kulit bahkan terhirup oleh pernapasan pekerja.
Pekerjaan Baja. Bahaya yang timbul dari pekerjan pemasangan baja pekerja dapat jatuh dari
ketinggian tertentu dari permukaan tanah, terperosok, tertimpa material bangunan.
Pembongkaran. Bahaya yang di timbulkan dari pembongkaran bangunan adalah pekerja dapat
tertimpa atau runtuhnya bangunan, terperosok dari ketinggian tertentu dari permukaan tanah.

2.2  Pedoman Dasar Hukum K3 Konstruksi


a. Undang-undang Dasar 1945
b. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu
melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman,
pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang
undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerjayaitu upah, kesejahteraan,
jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja.
c.                   Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 1/Men/1980 tentang K3 Konstruksi Bangunan
Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan.
Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi
lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Di samping itu, besarnya sanksi untuk
pelanggaran terhadap peraturan ini sangat minim yaitu senilai seratus ribu rupiah.
d.Surat keputusan besama Menteri Tenaga Kerja dan Menteri Pekerjaan Umum
No   Kep174/Men/1986 dan No 104/Kpts/1986 tentang K3 Tempat Kegiatan  Kontruksi
Bangunan
Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai ”Pedoman K3
Konstruksi” ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi
di Indonesia. Pedoman K3 Konstruksi ini cukup komprehensif, namun terkadang sulit dimengerti
karena menggunakan istilah-istilah yang tidak umum digunakan, serta tidak dilengkapi dengan
deskripsi/gambar yang memadai. Kekurangan-kekurangan tersebut tentunya sangat menghambat
penerapan pedoman di lapangan, serta dapat menimbulkan perbedaan pendapat dan perselisihan
di antara pihak pelaksana dan pihak pengawas konstruksi.

2.3  Pengertian atau Istilah K3 Konstruksi


Istilah-istilah tentang K3 kontruksi dan sarana bangunan:
1.       Kontruksi bangunan
2.       Tempat kerja kegiatan kontruksi bangunan
3.       Sarana bangunan
4.       Perancah bangunan
5.       Kontraktor
6.       Sub Kontraktor
7.       Pekerja Kontruksi beton
8.       Tahapan pekerjaan kontruksi bangunan, yang mengunakan bahan bangunan
9.       Pekerjaan konstruksi baja
10.    Pekerja penggali
11.    Pekerja Pondasi
12.    Wajib lapor pekerja konstruksi bangunan
13.    Kepala proyek
14.    Scaffolder adalah pekerja pemasang, penguna dan pembongkar perancah
15.    Safety officer adalah pekerja yang melaksanakan K3 di bidang konstrusi bangunan
16.    Ahli K3 kontruksi
17.    Instalasi: lift orang, lift barang, listrik, penyalur petir, plambing, tata udara
18.    Penanganan bahan

2.4 Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Konstruksi dan Sarana Bangunan


Dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja pada tempat proyek atau konstruksi, para
pelaksana konstruksi wajib melaksanakan syarat-syarat teknis keselamatan dan kesehatan kerja
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.1         Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi
a.       Pekerjaan penggalian
Ketentuan Umum:
         Stabilitas tanah harus diuji dahulu sebelum dilakukan penggalian
         Melakukan pemeriksaan atas segala instalansi bawah tanah
         Prasarana umum harus dimatikan atau diputuskan alirannya, apabila tidak bisa maka prasarana
tersebut harus dipagari, ditarik ke atas atau dilindungi
         Tanah harus dibersihkan dari pohon, batu besar dan rintangan lain
         Lokasi penggalian harus diperiksa secara teliti setelah pekerjaan terputus melebihi 1 hari,
setelah setiap peledakan, ada longsoran, ada kerusakan pada konstruksi penyangga dan hujan
lebat.
         Jalan keluar masuk yang aman
         Dilarang bekerja di tanah lepas yang kemiringannya terlalu terjal
         Harus ada konstruksi penyangga yang cukup
         Ada penerangan yang cukup
         Galian bebas dari air
         Ada jalan keluar untuk menyelamatkan diri
         Tidak ada yang diizinkan masuk ruang bawah tanah yang belum diuji bebas gas
         Pengujian gas harus dilengkapi dengan sabuk pengaman, tali penyelamat dan alat-alat
pernapasan
         Ventilasi mekanis harus disediakan
         Tindakan penceghan harus diambil untuk melindungi runtuhnya bangunan

Persyaratan K3 pada pekerjaan penggalian :


         Tepi penggalian atau saluran harus dibuat dengan kemiringan tertentu, biasanya 45 derajat
         Penggalian diatas 1,2 m harus dipasang perancah bai yang terbuat dari kayu
         Penggalian tidak boleh dilakuakn pada batas bangunan atau suatu struktur.
         Material dan peralatan harus diletakkan berjauhan dari pinggir galian
         Tanah hasil galian atau sampah galian tidak diletakkan di tepi galian
         Meletakkan Stopblock di lokasi tempat kendaraan menurunkan material ke dalam galian
         Tersedia penerangan yang cukup
         Pekerja harus diinformasikan secara jelas tentang prosedur penggalian
         Menggunakan pelindung kepala dan kaki saat penggalian berlangsung
         Melakukan koordinasi dengan instansi lain mengenai instalansi llistrik, gas, air dsb
         Tidak menggunakan alat penggalian mesin (excavator) pada jarak 50 cm dari pipa gas

b.      Pekerjaan Pondasi
Persyaratan Umum:
         Mesin pemancang harus ditumpu oleh dasar yang kuat, diberi tali atau rantai penguat
secukupnya dan tidak boleh digunakan di dekat jaringan listrik
         Lantai kerja dan tempat kerja operator harus terlindungi dari cuaca
         Saluran uap atau udara harus dibuat dari pipa baja atau semacamnya

c.       Pengerjaan Beton
Persyaratan Umum
         Konstruksi beton bertulang yang berat untuk kerangka atap dan kerangka atas lainnya harus
didasarkan pada gambar rencana
         Selama pembangunan harus dicatat data sehari-hari mengenai kemajuan pembangunan,
termasuk data yang mempengaruhi kekuatan beton menurut waktunya

d.      Pekerjaan Konstruksi Baja


Persyaratan umum
         Penjaminan keselamatan pekerja dengan penyediaan dan pemakaian tangga, gang, peralatan
kerja tetap, pelataran kerja, tali pengaman dan sabuk pengaman serta jaring pengaman
         Kerangka baja yang sedang dipasang harus disangga dan dikopel secukupnya

2.4.2        Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana Bangunan


a.       Perancah
Peraturan umum
         Perancah harus dibuatkan untuk semua pekerjaan yang tidak bias dikerjakan secara aman dalam
ketinggian
         Perancah hanya dapat dibuat dan dirubah oleh pengawas yang ahli.

Perancah yang Safety


Perancah yang Safety
b.      Pelataran Tempat Kerja
Peraturan umum
         Semua perancah harus dilengkapi dengan platform untuk bekerja
         Pelataran paling sedikit dari tepi luarnya berjarak 60 cm dari sisi dinding bangunan
         Penyediaan tempat yang bebas dari rintangan dan timbunan
         Pelataran bekerja harus menggunakan papan pengaman kakai berukuran tebal min 2,5 cm dan
lebar min 15 cm
         Harus benar-benar berkonstruksi kuat

Peralatan yang Safety

c.       Plambing/Pemipaan
a.                    Fungsi instalansi plambing:
                      penyediaan air bersih
                      membuang air kotor

b.                   Jenis-jenis plambing
                      Instalansi plambing air bersih
                      Instalansi plambing air kotor
                      Instalansi plambing air hujan

c.                    Pemeriksaan dan pengujian


Objek pemeriksaan dan pengujian adalah instalansi pipa penyalur, tangki, hydrostos, alat-alat
perlengkapan dan pengaman
d.                   Pengesahan
Sebelum instalansi plambing dipakai, pemilik mengajukan permohonan pengesahan penggunaan
kepada Dinas Tenaga Kerja Kabupaten/Kota.  Sebelum dikeluarkan pengesahan, harus dilakukan
pemeriksaan dan pengujian pertama.

2.5 Pengawasan K3 Konstruksi dan Sarana Bangunan


a.       Wajib Lapor Pekerjaan/Proyek Konstruksi Bangunan
Setiap pekerjaan konstruksi bangunan yang akan dilakukan wajib dilaporkan kepada direktur
atau pejabat yang ditunjuk
b.      Akte Pengawasan Ketenagakerjaan Proyek Konstruksi Bangunan
                                      i.      Pengertian

Terdiri dari: data pelaksana konstruksi/pengawas-perencana konstruksi, data teknis proyek,


berita acara pemeriksaan, kartu pemeriksaan dan lembaran pemeriksaan.
                                    ii.      Batasan

Tempat kerja/pekerjaan konstruksi bangunan dengan waktu proyek 6 bulan atau lebih harus
diterbitkan akte ini dan akte harus diserahkan Pelaksana Konstruksi kepada Pemberi
Tugas/Pemilik setelah proyek selesai
                                  iii.      Pengesahan Akte

1.      Setelah meneliti wajib lapor pekerjaan proyek/konstruksi bangunan


2.      Melakukan pemeriksaan K3 proyek oleh pengawas spesialis K3 konstruksi
3.      Menerbitkan akte pengawasan
4.      Melakukan pemeriksaan berkala, sampai proyek selesai.

BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Simpulan yang dapat diambil dari penulisan makalah yang berjudul masalah keselamatan
dan kesehatan kerja ini adalah hubungan yang baik antara pegawai proyek, perusaahaan dan
pemerintah itu mutlak harus diperhatikan. Sehingga perpaduan antara pengetahuan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja ( K3) dari pegawai, manejemen yang baik dari perusahaan dan
penyulhan dari pemerintah tentang K3 untuk pegawai proyek maupun perusahaan sangat
dibutuhkan demi keselamatan dan kepentingan bersama.

3.2 Saran
Tidak hanya peraturan yang dapat membuat semua pihak baik dari pegawai proyek,
perusahaan maupun pemerintah  mengerti akan Keselamatan dan Kesehatan Kerja ( K3)
terlaksana dengan baik. Tetapi membuat sistem manejemen dan pengetahuan dari Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3)  jauh lebih baik.

DAFTAR PUSTAKA
Reini Kusuma Blog.com
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No. Kep.
174/MEN/1986-104/KPTS/1986: ”Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat
Kegiatan Konstruksi.”
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah No. 384/KPTS/M/2004 ”Tentang Pedoman
Teknis Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi Bendungan.”
Keppres RI No.22 Tahun 1993 ”Tentang Penyakit Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.”
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER-01/MEN/1980 “Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan.”
Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 1993 “Tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial
Tenaga Kerja.”
Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja
No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: “Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada
Tempat Kegiatan Konstruksi.”

Anda mungkin juga menyukai