Anda di halaman 1dari 18

BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI TELAAH JURNAL

FAKULTAS KEDOKTERAN SEPTEMBER 2022


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

THE MANAGEMENT OF ACUTE PAIN

OLEH :

Muhamad Ilhamsyah Dandung

111 2020 2145

PEMBIMBING :

dr. Muh. Nur Abadi, Sp.An., M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANESTESIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

2022
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Muhamad Ilhamsyah Dandung

NIM : 111 2020 2145

Judul : The Management Of Acute Pain

Telah menyelesaikan tugas telaah Jurnal dan telah disetujui serta telah

dibacakan dihadapan Dokter Pendidik Klinik dalam rangka kepaniteraan

klinik pada bagian Ilmu Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia.

Menyetujui, Makassar, September 2022

Dokter Pendidik Klinik, Penulis,

dr. Muh. Nur Abadi, Sp.An., M.Kes Muhamad Ilhamsyah Dandung


KATA PENGANTAR

Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

Subhanahu Wa Ta’ala, karena berkat limpahan rahmat, hidayah dan

inayah-Nya maka telaah jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Salam

dan salawat semoga selalu tercurah pada baginda Rasulullah Muhammad

Sallallahu’alaihi Wa Sallam beserta para keluarga, sahabat-sahabatnya

dan orang-orang yang mengikuti ajaran beliau hingga akhir zaman.

Telaah jurnal yang berjudul “The Management Of Acute Pain” ini

disusun sebagai persyaratan untuk memenuhi kelengkapan bagian.

Penulis mengucapkan rasa terimakasih sebesar-besarnya atas semua

bantuan yang telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak

langsung selama penyusunan telaah jurnal ini hingga selesai. Secara

khusus rasa terimakasih tersebut penulis sampaikan kepada dr. Muh. Nur

Abadi, Sp.An, M.Kes sebagai pembimbing yang sangat baik, sabar dan

mau meluangkan waktunya dalam penulisan karya tulis ini.

Terakhir saya sebagai penulis berharap, semoga telaah jurnal ini

dapat memberikan hal yang bermanfaat dan menambah wawasan bagi

pembaca dan khususnya bagi penulis juga.

Bone, September 2022

Penulis
DESKRIPSI JURNAL

 Judul

The Management Of Acute Pain

 Penulis

Lenny Ng Jeremy Cashman

 Publikasi

ElsevierADVANCED JOURNAL OF EMERGENCY MEDICINE


ABSTRAK
Meskipun prevalensi dan tingkat keparahan rasa nyeri serupa di

bangsal perawatan dan bedah, mengelola nyeri akut secara efektif pada

pasien non-bedah telah terbukti masih memiliki banyak kekurangan.

Artikel ini menguraikan prinsip-prinsip umum penilaian dan manajemen

nyeri akut pada pasien. Tantangan dalam mengelola pasien dengan nyeri

neuropatik akut, pasien dengan masalah ketergantungan obat dan pasien

usia lanjut akan dibahas secara spesifik.

Kata Kunci : Nyeri akut; analgesia; penilaian rasa sakit; MRCP


PENDAHULUAN

Nyeri akut didefinisikan sebagai rasa sakit dengan onset yang

cepat dan durasi tertentu. Biasanya memiliki hubungan respon dan

penyebab, yang dapat diidentifikasi dengan cedera atau suatu penyakit.

Nyeri akut sering terjadi dan sering tidak di perhatikan pada pasien

rawat inap medis, dengan ulasan dan pedoman yang diterbitkan yang

cenderung berfokus pada manajemen dalam perawatan paliatif, nyeri

kronis, dan nyeri pasca operasi.

Di rumah sakit umum di negara Inggris, prevalensi nyeri sedang

hingga berat ditemukan 19,9% di antara pasien rawat inap medis dan

16,7% di antara pasien rawat inap bedah, dengan tingkat kecemasan dan

depresi yang sebanding pada kedua kelompok. Rasa sakit dinilai dan

dikelola dengan buruk pada beberapa pasien, dan pengobatan nyeri non-

bedah seringkali merupakan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi di

banyak rumah sakit.

Pada tahun 2015, Royal College of Anaesthetists menerbitkan

sebuah dokumen berjudul Core Standards for Pain Management Services

di Inggris, yang menyatakan bahwa ruang lingkup Acute Pain Services

(APS) telah berkembang selama beberapa tahun terakhir untuk mencakup

nyeri akut pada pasien medis dan mereka yang memiliki latar belakang

nyeri kronis atau penyalahgunaan obat. Hal ini mengacu pada kerja bagi

para tenaga medis dalam mengembangkan rencana manajemen bagi

pasien-pasien tersebut.
Telah direkomendasikan bahwa layanan nyeri harus dilibatkan

dalam mengelola rasa sakit dan memberikan pendidikan kepada staf

medis dan keperawatan, tetapi masih ada keterlibatan yang relatif sedikit

dari layanan nyeri akut (APSs) di bangsal medis. Dengan demikian, survei

dari negara inggris terbaru terhadap prospek APS (dilakukan pada tahun

2008) menemukan bahwa hanya 36 (16%) dari 225 rumah sakit yang

melaporkan keterlibatan APS rutin.

PAIN ASSESMENT

Penilaian nyeri akut harus mencakup riwayat medis umum,

pemeriksaan fisik yang relevan, 'riwayat nyeri' spesifik dan evaluasi

gangguan fungsional terkait. Nyeri juga dipengaruhi oleh perilaku,

lingkungan, sosial dan budaya, yang dapat mempengaruhi respons pasien

terhadap terapi.

• Nyeri nosiseptif meliputi nyeri somatik dan visceral. Nyeri somatik

dapat digambarkan sebagai tajam, panas atau menyengat,

umumnya terlokalisasi dengan baik. Nyeri visceral bisa tumpul,

kram atau kolik, seringkali kurang terlokalisasi dan dapat dikaitkan

dengan gejala seperti mual, berkeringat dan perubahan

kardiovaskular.

• Nyeri neuropatik didefinisikan sebagai 'rasa sakit yang disebabkan

oleh lesi atau penyakit pada sistem somatosensori' Ini dapat timbul

setelah cedera atau penyakit yang menyebabkan kerusakan sistem


saraf perifer atau pusat. Pasien menggambarkan rasa sakit mereka

sebagai terbakar, atau menusuk. Ini bisa dikaitkan dengan

dysaesthesia (sensasi abnormal yang tidak menyenangkan),

hiperalgesia (peningkatan rasa sakit dari stimulus yang biasanya

memicu rasa sakit), allodynia (rasa sakit yang disebabkan oleh

stimulus yang biasanya tidak menghasilkan rasa sakit) atau area

hipoestesthesia (penurunan sensitivitas terhadap stimulasi).

Informasi dari pasien sendiri tentang intensitas nyeri adalah

ukuran rasa sakit yang lebih baik daripada penilaian objektif.

Alat ukur atau tindakan unidimensi yang digunakan hanya untuk

menilai intensitas nyeri, sementara alat ukur multidimensi menilai rasa

sakit dan dimensi evaluatif nyeri lainnya, seperti kecacatan dan gangguan

fungsional.

Contoh tindakan evaluasi nyeri multidimensi termasuk Abbey Pain

Scale, Critical Care Pain Observation Tool dan Brief Pain Inventory. Skala

Abbey Pain digunakan untuk pasien yang tidak dapat mengungkapkan

secara verbal dan melaporkan secara mandiri rasa sakit yang di rasakan,

dan merupakan penilaian berbasis gerakan yang terdiri dari enam

parameter: vokalisasi, ekspresi wajah, perubahan bahasa tubuh,

perubahan perilaku, perubahan fisiologis dan perubahan fisik, dinilai dari

tanpa nyeri ke nyeri hebat. Skor yang dicatat akan sesuai dengan

peringkat rasa sakit yang relevan, mulai dari 'tidak ada rasa sakit' hingga
'nyeri parah'. The Critical-Care Pain Observation Tool adalah alat nyeri

observasional pada orang dewasa yang sakit kritis yang tidak dapat

melaporkan rasa nyeri yang dirasakan. The Brief Pain Inventory adalah

alat ukur yang menilai dari aspek sensorik rasa sakit dan tingkat

gangguan yang dimilikinya pada berbagai aspek kehidupan. Ini adalah

alat ukur rasa nyeri yang umum digunakan dalam berbagai kondisi,

termasuk kanker, kondisi muskuloskeletal dan gangguan depresi.

HASIL

Pengobatan nyeri akut mengurangi ketidaknyamanan dan

penderitaan pasien, serta meningkatkan kondisi fisiologis dan psikologis


pasien. Nyeri yang tidak terkontrol dapat menghambat mobilitas, menunda

pemulihan dari penyakit akut serta meningkatkan risiko tromboemboli.

Respons katekolamin yang meningkat dapat menyebabkan peningkatan

aktivitas simpatik dan konsumsi oksigen.

Secara psikologis, jika mengalami rasa sakit yang tidak dapat

ditangani dapat menyebabkan peningkatan kecemasan, insomnia, dan

perasaan tidak berdaya. Nyeri persisten dan stimulasi nosiseptif yang

berkelanjutan dapat mengakibatkan kepekaan perifer dan sentral yang

mengarah pada peningkatan risiko terjadi nya nyeri kronis.

MANAGEMENT

Pilihan pengobatan untuk nyeri akut dapat secara luas dibagi menjadi

pendekatan non-farmakologis, teknik anestesi lokal regional dan teknik

farmakologis lainnya. Prinsip-prinsip manajemen nyeri merujuk pada

penggunaan tangga nyeri (Pain ladder) yang di tetapkan World Health

Organization (WHO) dan konsep analgesia multimodal.

WHO Pain Ladder

The three-step WHO analgesic ladder dikembangkan pada tahun 1986

khusus untuk pengobatan nyeri kanker. Prinsip-prinsipnya menekankan

secara teratur ‘by the clock, by the mouth’ prinsip bertahap dari analgesia

yang tepat dan efektif. Ini telah disesuaikan untuk nyeri akut, dengan

tangga yang digunakan secara dua arah, termasuk kemampuan untuk

'turun' ke tingkat yang lebih rendah setelah rasa sakit dikendalikan.


Pendekatan multimodal menggabungkan obat-obatan dan teknik

yang bekerja pada berbagai bagian dari jalur nyeri untuk mencapai efek

optimal dalam menghilangkan rasa sakit. Ada bukti bagus bahwa hal ini

meningkatkan kontrol rasa sakit, dan mengurangi konsumsi opioid dan

efek samping terkait obat. Penambahan parasetamol atau obat

antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dilaporkan mengurangi kebutuhan opioid

sebesar 30%.

Non-pharmacological techniques

Teknik non-farmakologis memiliki manfaat yang kecil dalam

manajemen nyeri akut. Diantaranya termasuk penyediaan informasi,

teknik psikologis seperti relaksasi, gangguan dan intervensi perilaku

kognitif, transcutaneous electrical nerve stimulation (TENS), akupunktur,

hidroterapi dan fisioterapi.


Regional local anaesthetic techniques

Teknik anestesi lokal regional memberikan efek analgesia yang baik dan

mengurangi ketergantungan pada opioid dan obat-obatan lain, sehingga

mengurangi efek samping. Teknik-teknik ini terutama digunakan dalam

pengelolaan nyeri trauma pasca operasi besar meliputi:

• Teknik neuraxial seperti analgesia epidural untuk menghilankgkan

nyeri toraks, perut dan tungkai bawah

• Blokade saraf perineural seperti blok pleksus brakialis untuk

analgesia tungkai atas, dan blok femoralis, siatik dan poplitea untuk

analgesia tungkai bawah

• Teknik Muscle plane block seperti blok plane otot serratus untuk

patah tulang rusuk

• blok quadratus lumborum untuk fraktur panggul.

Pharmacological techniques: drugs used in pain management

Parasetamol: parasetamol dianggap bertindak sebagai cyclooxygenase

(COX)-inhibitor serta memiliki effek anti-nociceptive sentral, meskipun

mekanisme kerjanya tidak dipahami dengan baik. Parasetamol memiliki

sifat analgesik dan antipiretik, dan umumnya ditoleransi dengan baik.

Timbulnya efek analgesia cepat didapatkan dengan pemberian

melalui intravena, diikuti oleh oral (waktu untuk puncak konsentrasi

plasma <1 jam), dengan respons yang lebih lambat dan bervariasi setelah

pemberian. Kerusakan hati terjadi pada overdosis. Dianjurkan batas 4 gr


per 24 jam, dengan maksimum 60 mg/kg per hari pada pasien dengan

berat <50 kg.

Non-steroidal anti-inflammatory drugs: sistem kerja utama NSAID

adalah penghambatan sintesis prostaglandin di jaringan perifer, saraf dan

sistem saraf pusat. NSAID adalah analgesik, antiinflamasi dan antipiretik.

Ada beberapa rute pemberian oral, intravena, intramuskuler, dan

topikal. Waktu untuk mencapai puncak efek kerja dengan pemberian oral

standar NSAID adalah >1 jam, tetapi kali ini dibagi menjadi dua

menggunakan formulasi larut. Pemberian dikaitkan dengan respons yang

lebih lambat dan lebih bervariasi.

NSAID memiliki sejumlah efek samping yang mempengaruhi

pencernaan, pernapasan, ginjal, hematologis dan sistem kardiovaskular.

NSAID harus digunakan dengan hati-hati pada orang tua.

Pengurangan kadar prostaglandin dengan penghambatan COX-1

dapat menyebabkan erosi mukosa gastrointestinal. Kerusakan akut dapat

terjadi dengan penggunaan NSAID jangka pendek. Penggunaan jangka

panjang dari semua NSAID non-selektif meningkatkan risiko komplikasi

gastrointestinal bagian atas. Ibuprofen dan diklofenak tampaknya memiliki

tingkat efek samping terendah, sebaliknya piroxicam dan ketorolac

memiliki efek samping yang tinggi.

Profilaksis atau upaya pencegahan untuk mengurangu efek samping yang

di timbulkan NSAID pada lambung, dimungkinkan dengan menggunakan

analog prostaglandin (misalnya misoprostol) dan proton pump inhibitor


(misalnya omeprazole), yang lebih efektif daripada antagonis H2 reseptor

(misalnya ranitidin). Dan ada juga penurunan risiko efek samping

gastrointestinal dengan pemberian COX-2-selektif NSAID (misalnya

celecoxib, parecoxib) dibandingkan dengan NSAID non-selektif (misalnya

ketorolac, piroxicam).

Penyakit pernapasan yang diperburuk NSAID non-selektif

mempengaruhi 15% orang dengan asma, dan presipitasi bronko spasme

oleh aspirin dan NSAID lainnya, hal ini diakui oleh individu dengan asma

sedang, rhinosinusitis kronis atau polip hidung. Coxibs tidak menginduksi

bronkospasme pada pasien dengan penyakit pernapasan yang diperburuk

oleh NSAID.

Opioid analgesic drugs: opioid adalah yang terbaik untuk mengobati

rasa sakit sedang hingga berat. Opioid mempengaruhi aspek emosional

dari rasa sakit, misalnya mengurangi kecemasan dan ketakutan. Karena

variasi persyaratan rawat jalan yang cukup besar, dosis harus dititrasi

untuk setiap pasien. Pada orang dewasa, usia adalah penentu dosis yang

lebih baik dibandingkan berat badan.

Dengan tidak adanya kontraindikasi, rute oral adalah rute pilihan

untuk pemberian opioid, kecuali jika seorang pasien memiliki rasa sakit

akut yang berat.

Opioid bekerja pada reseptor opioid, yang ditemukan di otak,

sumsum tulang belakang, saluran pencernaan dan kemih, paru-paru dan

ujung saraf perifer. Akibatnya, efek samping opioid termasuk depresi


pernapasan, mual, muntah, sembelit, gatal, retensi urin, halusinasi,

kecanduan psikologis dan fisik, sistem kekebalan tubuh dan disfungsi

sistem endokrin.

Tramadol memiliki kombinasi opioid serta serotonin dan

noradrenalin (norepinefrin). Ini memiliki aktivitas anti neuropatik. Ada risiko

menginduksi toksisitas serotonin ketika tramadol dikombinasikan dengan

obat-obatan serotonergik lainnya, khususnya selective serotonin reuptake

inhibitors. Pemberian tramadol kepada pasien usia lanjut pada periode

pasca operasi merupakan faktor risiko terjadi nya delirium.

Entonox: ini adalah campuran 50:50 nitrous oxide dan oksigen. Ini dapat

dihirup untuk prosedur sebelum tindakan operasi, untuk nyeri kontraksi

persalinan dan dalam perawatan trauma pra-rumah sakit.

Gabapentinoid: gabapentinoid (pregabalin dan gabapentin) berikatan

dengan subunit a2d dari saluran kalsium presinaptik pada neuron

nosiseptif tulang belakang. Binding menyebabkan penghambatan

masuknya kalsium dan pengurangan yang sepadan dalam jalur

rangsangan nyeri.

Obat antidepresan: efek analgesik terutama disebabkan oleh aktivasi

jalur descending inhibition dengan menghambat reuptake norepinefrin dan

serotonin (5- hydroxytryptamine).

Amitriptyline, trisiklik antidepresan, dapat digunakan sebagai lini

pertama untuk nyeri neuropatik akut. Ini dapat menyebabkan kantuk dan

paling baik diberikan di malam hari. Ini harus dihindari pada pasien usia
lanjut, karena penggunaan obat-obatan dengan aktivitas antikolinergik

meningkatkan risiko gangguan kognitif dan kematian.

Obat topikal: rubefacients topikal mengandung senyawa seperti nikotinat,

salisilat, minyak esensial dan kapur barus, yang diterapkan pada kulit

untuk menghilangkan rasa sakit dalam berbagai kondisi dan bertindak

sebagai kontra-iritasi dan meningkatkan aliran darah ke kulit. Namun,

bukti terbaru tidak mendukung penggunaannya dalam nyeri

muskuloskeletal akut atau kronis.


REFERENSI

1 Rockett M, Simpson G, Crossley G, et al. Characteristics of pain in

hospitalized medical patients, surgical patients, and outpatients

attending a pain management centre. Br J Anaesth 2013; 110:

1017e23.

2 Ng L, Cashman J. Acute pain management. In: Cashman JN,

Dinsmore J, eds. Lee’s synopsis of anaesthesia. 14th edn. New Delhi:

Elsevier, 2017; 309e37.

3 National Institute for Health and Care Excellence. Neuropathic pain in

adults: pharmacological management in non-specialist settings. 2013.

updated 2018. Clinical Guidance no. 173, https://www.nice.

org.uk/guidance/cg173 (accessed 12 Mar 2018).

4 Godlee F. What we must learn from the opioid epidemic. Br Med J

2017; 359: j4828.

5 Abdulla A, Adams N, Bone M, et al. Guidance on the management of

pain in older people. Age Ageing 2013; 42(suppl 1): i1e57.

Anda mungkin juga menyukai