Disusun Oleh:
Kelas 5-A
Dosen Pembimbing:
Sulistyorini, S.Kep.Ns.,M.Tr.Kep
PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020
i
KATA PENGANTAR
Surabaya, 26 Desember
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
BAB 3 PENUTUP...........................................................................................32
3.1 Kesimpulan.........................................................................................32
3.2 Saran...................................................................................................32
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Dasar Dari Manajemen Nyeri ?
2. Bagaimana Standar Operasional Prosedur Manajemen Nyeri ?
1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui dan memahami konsep kesuluruhan
mengenai manajemen nyeri serta Penulis dapat terlatih
mengembangkan keterampilan membaca yang efektif.
1.4.2 Bagi Pembaca
Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca yaitu menjadi
sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca karya tulis
ini supaya mengetahui serta memperoleh wawasan mengenai
manajemen nyeri.
1.4.3 Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Sebagai bahan masukan bagi calon perawat ataupun bagi FKK
untuk digunakan sebagai informasi dan pembelajaran untuk
pengembangan mutu pelayanan keperawatan dimasa yang akan
datang.
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
mengamati efisiensi serta melakukan evaluasi hasil perawatan manajemen
nyeri (Prasetyo, 2010).
Menurut peraturan Menkes RI No.519/MENKES/PER/III/2011
dijelaskan bahwa perawat memiliki tanggung-jawab dalam pelaksanaan
manajemen nyeri pada terapi analgesik pada pasien mulai dari pra-analgesik
sampai pasca-analgesik.
4
lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
c. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini
meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitive terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi (Herdman, 2010).
2. Persepsi (Kesadaran Seseorang Terhadap Nyeri)
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada
saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang
komplek. Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu
sehingga kemudian individu dapat bereaksi.
Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut: Stimulus
Nyeri Medula Spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat
otak, Persepsi stimulasi nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik
ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian
otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa
mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan
dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf
berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri
(Rasjidi, 2010).
3. Reaksi (Respon Fisiologis dan Perilaku Setelah Mempersepsikan
Nyeri)
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas
ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
“flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi
pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,
apabila nyeri berlangsung terus menerus maka sistem parasimpatis akan
bereaksi.
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut: Impuls nyeri
medula spinalis batang otak dan talamus pada sistem syaraf otonom
5
menghasilkan respon fisiologis dan perilaku impuls nyeri ditransmisikan
ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus. Lalu Sistem
saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis
bereaksi. Makan hal itu akan timbul respon fisiologis dan akan muncul
perilaku (Rasjidi, 2010).
2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
nyeri. Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam respons
terhadap nyeri, akan tetapi beberapa kebudayaan mempengaruhi pria
dan wanita dalam mengekspresikan nyeri. Misalnya seorang pria tidak
6
boleh menangis dan harus berani sehingga tidak boleh menangis,
sedangkan wanita boleh menangis dalam situasi yang sama.
3. Kebudayaan
Pengaruh kebudayaan dapat menimbulkan anggapan pada orang
bahwa memperlihatkan tanda-tanda kesakitan berarti memperlihatkan
kelemahan pribadinya, dalam hal seperti itu maka sifat tenang dan
pengendalian diri merupakan sifat terpuji. Pada beberapa kebudayaan
lain justru sebaliknya, memperlihatkan nyeri merupakan suatu hal
alamiah. Klien yang secara sadar atau tidak sadar memandang nyeri
sebagai suatu hukuman, maka penyakit merupakan cara untuk
menembus kesalahan atau dosa-dosa yang telah diperbuat.
4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.
5. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri juga bisa
menyebabkan seseorang cemas.
7
7. Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang untuk
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan
menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
8
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan
sekitar (Widnyana, 2020).
2. Berdasarkan Sifat :
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetapi dan dirasakan dalam waktu yang
lama
c. Paroxsymal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan
biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian
timbul kembali
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.
Contoh pada arthtitis, pemberian analgesik narkotik merupakan
kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat
mengakibatkan kecanduan (Widnyana, 2020).
9
b. Nyeri Kronis
The International Association for study of pain (IASP)
mendefinisikan nyeri kronis sebagai nyeri yang menetap melampaui
waktu penyembuhan normal yakni enam bulan. “Pain that persist
beyond normal tissue healing time, wich is assumed to be six
month”. Nyeri kronis dibedakan menjadi dua yaitu : nyeri kronis
nonmaligna (nyeri kronis persisten dan nyeri kronis intermetten) dan
nyeri kronis maligna. Karateristik penyembuhan nyeri kronis tidak
dapat di prediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan, namun
pada beberapa kasus penyebabnya kadang sulit ditentukan.
1) Nyeri kronis persisten merupakan perpaduan dari manifestasi
fisik dan psikologi sehingga nyeri ini idealnya diberikan
investasi fisik dan psikologi. Pada umumnya nyeri ini
diakibatkan oleh kesalahan diagnosis, rehabilitasi yang tidak
adekuat, siklus pemulihan, complex regional pain syndrome,
myofascial pain syndrome, dan depresi.
2) Nyeri kronis intermetten merupakan eksaserbasi dari kondisi
nyeri kronis. Nyeri ini terjadi pada periode yang spesifik. Contoh
nyeri kronis intermetten adalah migrain, nyeri abdomen yang
dihubungkan dengan kerusakan pencernaan dalam jangka waktu
yang lama seperti Crohns disease. Pada nyeri kronis, fungsi
endorfin sering kali berhenti. Klien yang mengalami nyeri kronis
sering kali mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian
atau seluruhnya, dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat
nyeri kronis yang tidak dapat diprediksi ini membuat seseorang
frustasi dan sering kali mengarah pada depresi psikologis.
3) Nyeri kronis maligna biasanya disebabkan oleh kanker yang
pengobatannya tidak terkontrol atau disertai gangguan progresif
lainnya, nyeri ini dapat berlangsung terus-menerus sampai
kematian (Rasjidi, 2010).
10
2.5 TINGKATAN NYERI
1. P : Provokatif/ Paliatif
Apa kira kira timbulnya penyebab rasa nyeri
2. Q : Qualitas/Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa
3. R : Region/ Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut di rasakan atau ditemukan
4. S : Skala Seviritas
Untuk mengukur seberapa nyeri tersebut
5. T : Timing
Kapan nyeri tersebut mulai di rasakan atau di temukan (Prasetyo 2010).
Skala Nyeri :
0 = tidak nyeri
1-2 = nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
3-6 = nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendekskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 = nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tappi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendekskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi.
10 = nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul (Prasetyo 2010).
11
2.6 PRINSIP ETIK MANAJEMEN NYERI
Menurut Sudarsa (2020) ada beberapa penerapan prinsip etik dalam
manajemen nyeri, diantaranya adalah:
1. Otonomy
Otonomi adalah hak individu untuk membuat keputusan mengenai
keputusan ini. Prinsip ini diaplikasikan dengan informed consent. Tugas
perawat untuk menghargai prinsip otonomi adalah melihat bahwa klien
benar-benar memperoleh otonomi sebelum keputusan perawatan dibuat.
Prinsip otonomi dilanggar dalam manajemen nyeri ketika pemberi
pelayanan kesehatan tak menghormati hak seorang klien untuk memilih
bagaimana mereka ingin rasa nyeri mereka diatasi. Contoh pelanggaran
atas hak otonomi atau penentuan nasib sendiri juga terjadi pada kasus
tidak tersampaikannya (pemenggalan) informasi tentang berapa banyak
dan seberapa sering mereka dapat menerima obat penghilang rasa nyeri
dirumah sakit.
Klien memiliki hak untuk tahu, mempertimbangkan, meminta, dan
menolak perawatan yang mereka percaya akan membantu mengelola
rasa nyeri mereka. Mereka juga memiliki hak untuk mendapat informasi
tentang obat, efek samping, dan perawatan lainnya dalam rangka
membuat keputusan yang tepat. Menariknya, ketika hak otonomi klien
diberikan sepenuhnya, klien menyatakan lebih puas dengan perawatan
yang diberikan pada mereka. Ketika klien merasa bahwa mereka
dipahami dan dapat membuat keputusan sendiri tentang pengendalian
nyeri, mereka lebih kooperatif dalam pelaksanaan manajemen nyeri.
Salah satu contoh dari hal ini adalah meningkatnya penggunaan patient
Controlled Analgesia (PCA) untuk pengobatan nyeri akut dirumah sakit.
Ketika analgesik diprogram untuk individu, klien melakukan kontrol
pribadi terhadap rasa nyeri mereka dan menerima analgesia yang efektif.
2. Beneficence
Beneficence didefinisikan sebagai pengambilan langkah-langkah
untuk memberi manfaat pada orang lain. Pada umumnya, perawat
12
menganggap mudah prinsip ini karena memasuki profesi kesehatan,
prinsip ini menuntut kita berbuat baik untuk klien dengan memberikan
kenyamanan melalui pengurangan rasa nyeri. Nyeri yang tidak
terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi pernapasan, jantung,
endokrin, memperlambat penyembuhan dan berpotensi menimbulkan
masalah nyeri kronis bagi seorang individu. Prinsip kebaikan ditegakkan
ketika manajemen nyeri dilakukan dengan tepat dan benar sehingga
klien mempunyai kontrol nyeri yang baik dengan efek samping yang
dapat diterima.
3. Non-Maleficence
Prinsip non-maleficence menyatakan bahwa kita memiliki tugas
etik untuk tidak menimbulkan bahaya, kenyataannya tugas tidak
membahayakan orang lain lebih berat dari pada tugas memberikan
keuntungan. Disinilah mungkin berbohong menjadi hambatan terbesar
bagi kepatuhan etik dalam menentukan pengobatan yang tepat untuk
nyeri dalam perawatan. Hal ini dikarenakan penatalaksanaan nyeri
farmokologi memiliki efek samping dari obat yang digunakan untuk
mengontrolnya, nyeri yang tidak diobati dapat memiliki efek fisik dan
emosional merugikan pada klien.
Sebagai contoh, opioid mungkin satu-satunya pengobatan yang
efektif untuk nyeri akut pada klien yang dirawat di rumah sakit. Namun
seorang perawat kadang mengalami kekhawatiran kemungkinan
terjadinya depresi pernapasan. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan
memantau efek samping secara teliti dan perawat harus ingat bahwa
mengharapkan klien untuk tetap dalam kesakitan dapat menyebabkan
kerugian yang banyak, mulai dari yang ringan (kecemasan) hingga berat
(bunuh diri).
4. Keadilan
Prinsip keadilan menyatakan bahwa semua orang harus
diperlakukan secara adil, sesuai dengan situasi mereka. Prinsip ini
13
dilanggar ketika perawatan tidak diberikan semata-mata berdasarkan
jenis kelamin seseorang, usia, ras, atau agama, kecuali faktor-faktor
yang memiliki pengaruh yang berbeda pada pengobatan. Misalnya,
ketika kita memilih obat penghilang nyeri bagi orang yang berusia 80
tahun. Usia harus di pertimbangkan karena obat-obatan tertentu telah
terbukti lebih berbahaya pada orang tua, namun semua perawatan yang
aman harus dipertimbangkan untuk klien yang berusia 80 tahun sama
seperti mereka yang berusia 40 tahun. Sebaliknya ketika seorang klien
yang kaya dapat menuntut dan menerima tindakan pengelolaan rasa
nyeri lebih baik dari pada seorang klien yang sederhana atau miskin, hal
tersebut menunjukkan prinsip keadilan dilanggar.
2. Distraksi
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada
hal lain sehingga kesadaran terhadap nyerinya berkurang. Teknik
distraksi dapat dilakukan diantaranya dengan cara :
a. Nafas dalam lambat dan berirama
b. Massage and slow, rhythmic breating
c. Rhythmic singing and tapping
14
d. Active listening
e. Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan
mendengarkan musik yang lembut).
3. Anticipatory Guidance
Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh perawat dengan cara
memberikan informasi yang dapat mencegah terjadinya misinterpretasi
dari kejadian yang dapat menimbulkan nyeri dan membantu pemahaman
apa yang diharapkan. Informasi yang diberikan kepada klien
diantaranya:
a. Penyebab nyeri
b. Proses terjadinya nyeri
c. Lama dan kualitas nyeri
d. Berat-ringannya nyeri
e. Lokasi nyeri
f. Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien
g. Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi nyeri
h. Hal-hal yang diharapkan klien selama prosedur
4. Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan
beberapa keuntungan, antara lain :
a. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri
atau stres.
b. Menurunkan nyeri
c. Menolong individu untuk melupakan nyeri
d. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
e. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
f. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat
nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain
sebagai berikut :
15
a. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
b. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi
kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut
c. Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
d. Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara
perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat
minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan pikiran pada kakinya
yang terasa ringan dan hangat.
e. Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut,
punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
f. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara
perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara
dangkal dan cepat.
16
dengan baik)
c. 4-6 : nyeri sedang (pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, mendeskripsikan
dan dapat mengikuti perintah)
d. 7-9 : nyeri berat (pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, tidak dapat mendeskripsikan, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang
dan distraksi)
e. 10 : nyeri sangat berat (pasien sudah tidak mampu
lagi berkomunikasi, memukul).
17
1) Mengatur pencahayaan senyaman mungkin
2) Mengatur suhu pada ruangan
3) Menjaga privasi pasien
c. Persiapan perawat
1) Persiapan peralatan pengkajian nyeri dan
membaca catatan medis keperawatan
2) Mencuci tangan dengan metode 6 langkah
2. Tahap Orientasi
a. Memberi salam
b. Validasi data pasien
c. Memperkenalkan diri
d. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada
pasien
e. Membuat kontrak waktu
f. Menawarkan pasien untuk bertanya
3. Tahap Kerja
a. Lakukan pengkajian skala, lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri. Pasien yang
mengalami nyeri derajat ringan(skala 1-3)
dilakukan edukasi untuk relaksasi dan distraksi.
b. Observasi reaksi nonverbal
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui peng alaman nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologidan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti:
1) Teknik Distraksi
18
Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan
untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri.
Contohnya : Melakukan hal yang sangat
disukai, Melakukan kompres hangat pada
bagian tubuh yang dirasakan nyeri, Bernapas
lembut dan berirama secara teratur, Menyanyi
berirama dan menghitung ketukannya.
2) Teknik reframing
Teknik ini tujuannya adalah untuk
mengajarkan kepada pasien agar selalu
memonitor dirinya dengan pikiran yang lebih
positif.
3) Teknik relaksasi
Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk
menurunkan ketegangan pada fisologis
tubuhnya, sehingga saat kita melakukan
relaksasi pasien tersebut merasakan dirinya
berada dalam keaadaan yang damai dan
tenang.
4) Cutaneous Stimulation (rangsangan pada area
kulit)
Contohnya aplikasi rangsangan panas, dingin,
tekanan, getaran, atau pijatan. Tujuan
dilakukannya teknik ini adalah untuk
membantu menurunkan bengkak melalui
aplikasi dingin, menurunkan kekakuan
melalui aplikasi panas, Menurunkan
peradangan, Mengurangi demam, Mengurangi
sepasme otot.
5) Terapi Musik
Tujuan dilakukannya teknik ini adalah untuk
mempengaruhi keadaan fisik, emosional,
19
mental, estetik, dan spriritual, agar pasien
mampu untuk mempertahankan kesehatannya.
6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tujuan dilakukannya pemberian analgetik
adalah membantu agar nyeri itu sedikit
berkurang atau bahkan sembuh itu jauh lebih
baik.
7) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Kontrol nyeri setelah dilakukannya terapi non
farmakologis agar kita tau bahwa teknik yang
kita ajarkan sedikit membantu dan bisa
dikatakan berhasil.
4. Tahap Terminasi
a. Jelaskan kepada pasien bahwa tindakan sudah
selesai dilakukan
b. Tanyakan kepada pasien bagaimana perasaannya
setelah dilakukan tindakan teknik manajemen
nyeri
c. Rapikan alat dan ucapkan salam kepada pasien
20
1. SOP Kompres hangat
21
8. Lakukan berulang selama 20 menit
9. Setelah selesai keringkan dengan handuk kering
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam pemberian kompres
hangat)
2. Mencatat kondisi nyeri
22
2. SOP Kompres dingin
23
7. Letakkan waslap pada area yang akan di kompres
8. Diulang-ulang sampai suhu tubuh turun
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan
kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam pemberian kompres
dingin)
2. Mencatat kondisi nyeri
24
3. SOP Distraksi
25
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi senyaman mungkin agar pasien lebih rileks
3. Mendekatkan peralatan
4. Cuci tangan
5. Memberikan penjelasan pada pasien beberapa cara distraksi
a) Mendengarkan lagu sambil menepuk-nepuk jari kaki
b) Membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata
c) Menonton TV
6. Menganurkan pasien untuk melakukan salah satu teknik distraksi
tersebut
7. Menganjurkan pasien untuk mencoba teknik tersebut bila terasa
nyaman atau ketidaknyamanan.
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lanjut dan
kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam pemberian distraksi)
2. Mencatat kondisi nyeri pasien
26
4. SOP Masase
27
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam masase)
2. Mencatat kondisi nyeri
5. SOP Relaksasi
28
5. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada sesuatu
yang kurang dipahami/jelas
6. Instruksikan pasien untuk melakukan tarik napas dalam sehingga
rongga paru berisi udara, intruksikan pasien dengan cara perlahan.
7. Menghembuskan udara membiarkannya keluar dari setiap anggota
tabuh, pada saat bersamaan minta pasien untuk memusatkan
perhataiannya pada sesuatu hal yang indah dan merasakan betapa
nikmatnya rasanya
8. Instruksikan pasien buat bernafas dengan irama normal beberapa saat
(1-2) menit
9. Instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam, kemudian
menghembuskannya dengan cara perlahan
10. Merasakan saat ini udara mulai mengalir dari tangan, kaki menuju
keparu-paru seterusnya rasakan udara mengalir keseluruh bagian
anggota tubuh
11. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pad kaki dan tangan dan
merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kaki dan rasakan
kehangatannya
12. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan,
udara
yang mengalir dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan
kaki dan rasakan kehangatanya
13. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bila rasa
nyeri kembali lagi
14. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan
secara mandiri
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan sakla nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam relaksasi)
2. Mencatat kondisi nyeri pasien
29
6. SOP Dzikir
30
3. Lingkungan hening sehingga dapat berkonsentrasi penuh
4. Pilih kalimat yang akan digunakan
5. Posisikan pasien duduk senyaman dan santai mungkin
6. Minta pasien untuk menutup mata agar lebih khusyuk
7. Rilekskan dan kendorkan otot-otot
8. bernapas secara rileks dan alami serta mulai mengucapkan kalimat
spiritual secara berulang-ulang
9. Lakukan selama kurang lebih 10 menit
1. Menyampaikan evaluasi tindakan
Tahap Terminasi 2. Melihat respon klien, diharapkan sakla nyeri
menurun
3. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam terapi dzikir )
2. Mencatat kondisi nyeri pasien
31
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum nyeri dapat di definisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri bersifat sebagai subjektif
karena intensitas dan responnya pada setiap orang berbeda-beda.
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan
jaringan. Nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik,latar
belakang kultural, umur, dan jenis kelamin. Sepertiga dari pasien dengan
kanker akan mengalami rasa sakit sebagai masalah dan ini akan meningkat
dua pertiga ketika pasien terminal. Nyeri ini mungkin sebagai akibat dari
kanker atau dapat sebagai konsekuensi dari pengobatan kanker. Apapun
penyebabnya, banyak orang percaya bahwa rasa sakit ini merupakan
konsekuensi tak terelakan dari penyakit mereka dan karena itu mereka
cenderung mengecilkan rasa sakit mereka.
3.2 SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah
ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang terapi komplementer dan
manajemen nyeri. Kami mengucapkan terima kasih dan sangat mengharap
kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah kami. Semoga
dengan adanya penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
32
DAFTAR PUSAKA
33
LEMBAR KONSUL
TANDA
NO TANGGA KETERANGAN TANGAN
L DOSEN
1. 21/12/20 Revisi SOP teknik nyeri
34