Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH KEPERAWATAN PALIATIF

DAN MENJELANG AJAL


MANAJEMEN NYERI

Disusun Oleh:
Kelas 5-A

Dosen Pembimbing:
Sulistyorini, S.Kep.Ns.,M.Tr.Kep

PRODI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
2020

i
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT


yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun agar para
pembaca dapat mengetahui cara melakukan terapi komplementer dan manajemen
nyeri. Guna memenuhi tugas untuk mata kuliah Keperawatan Paliatif dan
Menjelang Ajal dengan judul : “Manajemen Nyeri“.
Selama pembuatan makalah ini, penulis tidak terlepas dari bantuan
banyak pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga
laporan ini dapat terselesaikan. Untuk itu kami mengucapkan terimakasih kepada
dosen pembimbing Sulistyorini, S.Kep.Ns.,M.Tr.Kep. yang telah memberikan
dukungan, dan kepercayaan yang begitu besar. Disanalah semua kesuksesan ini
berawal, semoga semua ini bisa memberikan sedikit kebahagiaan menuntun pada
langkah yang lebih baik baik lagi.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik
yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Surabaya, 26 Desember

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN COVER .....................................................................................i


KATA PENGANTAR ...................................................................................ii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iii

BAB 1 PEDAHULUAN .................................................................................1


1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..............................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan ...............................................................................2
1.3.1 Umum ....................................................................................2
1.3.2 Khusus ...................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan .............................................................................2
1.4.1 Bagi Penulis ...........................................................................2
1.4.2 Bagi Pembaca ........................................................................2
1.4.3 Bagi FKK ...............................................................................2

BAB 2 TINJAUAN TEORI ...........................................................................3


2.1 Definisi Manajemen Nyeri.................................................................3
2.2 Fisiologi Nyeri....................................................................................5
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri.....................................................7
2.4 Klasifikasi Nyeri.................................................................................9
2.5 Tingkatan Nyeri..................................................................................12
2.6 Prinsip Etik Manajemen Nyeri...........................................................13
2.7 Tehnik Dalam Manajemen Nyeri.......................................................15
2.8 SOP Manajemen Nyeri.......................................................................17

BAB 3 PENUTUP...........................................................................................32
3.1 Kesimpulan.........................................................................................32
3.2 Saran...................................................................................................32

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................33

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Nyeri merupakan pengalaman sensori dan emosional yang dirasakan
mengganggu dan menyakitkan, sebagai akibat adanya kerusakan jaringan
aktual dan potensial yang menyebabkan seseorang mencari perawatan
kesehatan ( Smeltzer & Bare, 2012). Pengkajian dan pemahaman yang
menyeluruh tentang nyeri sangat penting bagi pemberi perawatan kesehatan
dalam penanganan nyeri yang efektif karena nyeri tidak bisa diobservasi
secara langsung, pengukuran nyeri hanya berdasar pada laporan pasien akan
adanya nyeri beserta kondisi fisiologis yang menyertainy. Berbagai
stimulasi penyebab nyeri diolah oleh otak yang kemudian menyampaikan
pesan adanya nyeri, untuk itu jika persepsi nyeri diubah oleh adanya
penatalaksanaan nyeri dengan atau tanpa obat, maka tidak ada lagi nyeri
yang dirasakan pasien, dengan kata lain kenyamanan sebagai kebutuhan
dasar klien dapat terpenuhi.
Untuk mengatasi nyeri diperlukan penatalaksanaan manajemen nyeri
melalui cara farmakologi dan non-farmakologi (Smeltzer & Bare, 2012).
Pereda nyeri farmakologi dibedakan menjadi tiga kategori yakni golongan
opioid, non-opioid, dan anesthetic. Walaupun analgesik dapat
menghilangkan nyeri dengan efektif, jenis analgesik opioid mempunyai efek
samping yang harus dipertimbangkan dan diantisipasi, yakni diantaranya
depresi pernapasan, mual, muntah, konstipasi, pruritus, dan efek toksik pada
pasien dengan gangguan hepar atau ginjal.
Terapi non-farmakologi diperlukan sebagai pendamping terapi
farmakologi untuk mempersingkat episode nyeri yang hanya berlangsung
beberapa detik atau menit. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa
relaksasi efektif dalam menurunkan nyeri, diantaranya yaitu dengan latihan
pernapasan diafragma, teknik relaksasi progresif, guided imagery, meditasi
dan relaksasi napas dalam (Smeltzer & Bare, 2012).

1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Konsep Dasar Dari Manajemen Nyeri ?
2. Bagaimana Standar Operasional Prosedur Manajemen Nyeri ?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Umum
Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep dasar
serta standar operasional prosedur dan manajemen nyeri.
1.3.2 Khusus
1. Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui konsep dasar dari
manajemen nyeri.
2. Mahasiswa mampu memahami standar operasional prosedur dalam
manajemen nyeri.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Bagi Penulis
Penulis dapat mengetahui dan memahami konsep kesuluruhan
mengenai manajemen nyeri serta Penulis dapat terlatih
mengembangkan keterampilan membaca yang efektif.
1.4.2 Bagi Pembaca
Manfaat penulisan makalah ini bagi pembaca yaitu menjadi
sumber referensi dan informasi bagi orang yang membaca karya tulis
ini supaya mengetahui serta memperoleh wawasan mengenai
manajemen nyeri.
1.4.3 Bagi Fakultas Keperawatan dan Kebidanan
Sebagai bahan masukan bagi calon perawat ataupun bagi FKK
untuk digunakan sebagai informasi dan pembelajaran untuk
pengembangan mutu pelayanan keperawatan dimasa yang akan
datang.

2
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 DEFINISI MANAJEMEN NYERI


Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum nyeri dapat didefinisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri bersifat sebagai subjektif
karena intensitas dan responnya pada setiap orang berbeda-beda (Prasetyo
2010).
Pain management atau manajemen nyeri adalah suatu kumpulan
prosedur medis yang bertujuan untuk meredakan atau menghilangkan nyeri
pada pasien. Nyeri pada dasarnya merupakan suatu sensasi yang tidak
menyenangkan atau menyakitkan yang muncul akibat rusaknya jaringan
tubuh, dan dapat menimbulkan dampak secara fisik dan emosi (Widnyana,
2020).
Manajemen nyeri merupakan upaya menghilangkan atau menurunkan
nyeri ke level yang lebih diterima oleh pasien. Manajemen nyeri dapat
dilakukan secara farmakologis maupun nonfarmakologis. Manajemen nyeri
farmakologis adalah metode yang melibatkan penggunakan obat-obatan
analgesik, dimana dibedakan menjadi 2 jenis yaitu obet jenis opiod dan non
opiod. Manajemen nyeri nonfarmakologis adalah metode menangani nyeri
tanpa penggunakan obat-obatan seperti massage, teknik relaksasi, teknik
distraksi dan terapi music (Widnyana, 2020).
Perawat memiliki peranan penting dalam pelaksanaan manajemen
nyeri. Perawat adalah tenaga kesehatan yang banyak berinteraksi langsung
dengan pasien, sehingga perawat mendalami informasi atau riwayat pada
pasien serta menjadi penghubung terhadap tenaga medis lainnya.
Manajemen nyeri penting untuk mempelajari riwayat dan metode pasien
dalam menangani nyeri sebelumnya. Selain itu perawat juga bertugas
mengajarkan pasien tentang pengetahuan pada perawatan nyeri dan

3
mengamati efisiensi serta melakukan evaluasi hasil perawatan manajemen
nyeri (Prasetyo, 2010).
Menurut peraturan Menkes RI No.519/MENKES/PER/III/2011
dijelaskan bahwa perawat memiliki tanggung-jawab dalam pelaksanaan
manajemen nyeri pada terapi analgesik pada pasien mulai dari pra-analgesik
sampai pasca-analgesik.

2.2 FISIOLOGI NYERI


1. Reseptor Nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri
adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap
stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut
juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor)
ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
perifer (Herdman, 2010).
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam
(deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang
berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi
yang berbeda. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan subkutan,
nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan
didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua
komponen yaitu :
a. Reseptor A delta, merupakan serabut komponen cepat (kecepatan
tranmisi 6-30m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam
yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan.
b. Serabut C, merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi
0,5m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri
biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi. Struktur reseptor
nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada
tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga

4
lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
c. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini
meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak
sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitive terhadap
penekanan, iskemia dan inflamasi (Herdman, 2010).
2. Persepsi (Kesadaran Seseorang Terhadap Nyeri)
Fase ini merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri, pada
saat individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang
komplek. Persepsi menyadarkan individu dan mengartikan nyeri itu
sehingga kemudian individu dapat bereaksi.
Proses persepsi secara ringkas adalah sebagai berikut: Stimulus
Nyeri Medula Spinalis Talamus Otak (area limbik) Reaksi emosi Pusat
otak, Persepsi stimulasi nyeri ditransmisikan ke medula spinalis, naik
ke talamus, selanjutnya serabut mentrasmisikan nyeri ke seluruh bagian
otak, termasuk area limbik. Area ini mengandung sel-sel yang yang bisa
mengontrol emosi (khususnya ansietas). Area limbik yang akan berperan
dalam memproses reaksi emosi terhadap nyeri. Setelah transmisi syaraf
berakhir di pusat otak, maka individu akan mempersepsikan nyeri
(Rasjidi, 2010).
3. Reaksi (Respon Fisiologis dan Perilaku Setelah Mempersepsikan
Nyeri)
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Nyeri dengan intensitas
ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
“flight atau fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi
pada cabang simpatis pada saraf otonom menghasilkan respon fisiologis,
apabila nyeri berlangsung terus menerus maka sistem parasimpatis akan
bereaksi.
Secara ringkas proses reaksi adalah sebagai berikut: Impuls nyeri
medula spinalis batang otak dan talamus pada sistem syaraf otonom

5
menghasilkan respon fisiologis dan perilaku impuls nyeri ditransmisikan
ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus. Lalu Sistem
saraf otonom menjadi terstimulasi, saraf simpatis dan parasimpatis
bereaksi. Makan hal itu akan timbul respon fisiologis dan akan muncul
perilaku (Rasjidi, 2010).

2.3 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI


Menurut Widnyana (2020) faktor yang mempengaruhi nyeri adalah
sebagai berikut:
1. Usia
Usia mempengaruhi persepsi dan ekspresi seorang terhadap nyeri.
Perbedaan perkembangan pada orang dewasa dan anak sangat
mempengaruhi bagaimana bereaksi terhadap nyeri. Anak yang masih
kecil mempunyai kesulitan dalam menginterprestasikan nyeri, anak akan
sulit mengungkapkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri pada
orang tua atau petugas kesehatan.
Anak toodler dan pra sekolah juga akan mengalami kesulitan
mengingat penjelasan tentang nyeri dan mengasosiasikan nyeri sebagai
pengalaman yang dapat terjadi pada berbagai situasi. Begitu juga dengan
lansia, kemampuan lansia untuk menginterprestasikan nyeri dapat
mengalami komplikasi dengan keberadaan berbagai penyakit disertai
gejala samar-samar yang mungkin mengenai bagian tubuh yang sama.
Apabila lansia memiliki sumber nyeri lebih dari satu, maka perawat
harus mengumpulkan pengkajian yang lebih terperinci, dengan kata lain
penyakit yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama.

2. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
nyeri. Secara umum pria dan wanita tidak berbeda dalam respons
terhadap nyeri, akan tetapi beberapa kebudayaan mempengaruhi pria
dan wanita dalam mengekspresikan nyeri. Misalnya seorang pria tidak

6
boleh menangis dan harus berani sehingga tidak boleh menangis,
sedangkan wanita boleh menangis dalam situasi yang sama.

3. Kebudayaan
Pengaruh kebudayaan dapat menimbulkan anggapan pada orang
bahwa memperlihatkan tanda-tanda kesakitan berarti memperlihatkan
kelemahan pribadinya, dalam hal seperti itu maka sifat tenang dan
pengendalian diri merupakan sifat terpuji. Pada beberapa kebudayaan
lain justru sebaliknya, memperlihatkan nyeri merupakan suatu hal
alamiah. Klien yang secara sadar atau tidak sadar memandang nyeri
sebagai suatu hukuman, maka penyakit merupakan cara untuk
menembus kesalahan atau dosa-dosa yang telah diperbuat.

4. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990) perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya
distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun.
Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi
nyeri.

5. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri juga bisa
menyebabkan seseorang cemas.

6. Pengalaman Masa Lalu


Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau
dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah
mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri
tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.

7
7. Pola Koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang untuk
mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan
menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.

8. Support Keluarga dan Social


Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan,
bantuan dan perlindungan.

2.4 KLASIFIKASI NYERI


1. Berdasarkan Tempat :
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (nyeri permukaan)
2) Deep Pain (nyeri dalam)
3) Reffered pain (nyeri alihan)
Nyeri yang dirasakan pada area bukan merupakan sumber
nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord,
batang otak, dll.
c. Psycogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma
psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah
tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat
dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi
reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri
pada area yang telah diangkat.

8
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan
sekitar (Widnyana, 2020).

2. Berdasarkan Sifat :
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetapi dan dirasakan dalam waktu yang
lama
c. Paroxsymal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan
biasanya menetap 10-15 menit, lalu menghilang dan kemudian
timbul kembali
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi.
Contoh pada arthtitis, pemberian analgesik narkotik merupakan
kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat
mengakibatkan kecanduan (Widnyana, 2020).

3. Berdasarkan Berat Ringannya :


a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri berat : dalam intensitas tinggi (Widnyana, 2020).

4. Berdasarkan Lama Keluhan atau Waktu Kejadian :


a. Nyeri Akut
Menurut federation of state medical boards of united states, nyeri
akut adalah respons fisiologis normal yang diramalkan terhadap
rangsangan kimiawi, panas, atau mekanik menyusul suatu
pembedahan, trauma dan penyakit akut. Ciri khas nyeri akut adalah
nyeri yang diakibatkan kerusakan jaringan yang nyata dan akan
hilang seirama dengan proses penyembuhannya, nyeri akut terjadi
dalam waktu singkat dari 1- detik sampai kurang 6 dari bulan.

9
b. Nyeri Kronis
The International Association for study of pain (IASP)
mendefinisikan nyeri kronis sebagai nyeri yang menetap melampaui
waktu penyembuhan normal yakni enam bulan. “Pain that persist
beyond normal tissue healing time, wich is assumed to be six
month”. Nyeri kronis dibedakan menjadi dua yaitu : nyeri kronis
nonmaligna (nyeri kronis persisten dan nyeri kronis intermetten) dan
nyeri kronis maligna. Karateristik penyembuhan nyeri kronis tidak
dapat di prediksi meskipun penyebabnya mudah ditentukan, namun
pada beberapa kasus penyebabnya kadang sulit ditentukan.
1) Nyeri kronis persisten merupakan perpaduan dari manifestasi
fisik dan psikologi sehingga nyeri ini idealnya diberikan
investasi fisik dan psikologi. Pada umumnya nyeri ini
diakibatkan oleh kesalahan diagnosis, rehabilitasi yang tidak
adekuat, siklus pemulihan, complex regional pain syndrome,
myofascial pain syndrome, dan depresi.
2) Nyeri kronis intermetten merupakan eksaserbasi dari kondisi
nyeri kronis. Nyeri ini terjadi pada periode yang spesifik. Contoh
nyeri kronis intermetten adalah migrain, nyeri abdomen yang
dihubungkan dengan kerusakan pencernaan dalam jangka waktu
yang lama seperti Crohns disease. Pada nyeri kronis, fungsi
endorfin sering kali berhenti. Klien yang mengalami nyeri kronis
sering kali mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian
atau seluruhnya, dan eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat
nyeri kronis yang tidak dapat diprediksi ini membuat seseorang
frustasi dan sering kali mengarah pada depresi psikologis.
3) Nyeri kronis maligna biasanya disebabkan oleh kanker yang
pengobatannya tidak terkontrol atau disertai gangguan progresif
lainnya, nyeri ini dapat berlangsung terus-menerus sampai
kematian (Rasjidi, 2010).

10
2.5 TINGKATAN NYERI
1. P : Provokatif/ Paliatif
Apa kira kira timbulnya penyebab rasa nyeri
2. Q : Qualitas/Quantitas
Seberapa berat keluhan nyeri terasa
3. R : Region/ Radiasi
Lokasi dimana keluhan nyeri tersebut di rasakan atau ditemukan
4. S : Skala Seviritas
Untuk mengukur seberapa nyeri tersebut
5. T : Timing
Kapan nyeri tersebut mulai di rasakan atau di temukan (Prasetyo 2010).

Skala Nyeri :
0 = tidak nyeri
1-2 = nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan
baik.
3-6 = nyeri sedang : secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendekskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.
7-9 = nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti
perintah tappi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi
nyeri, tidak dapat mendekskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih
posisi nafas panjang dan distraksi.
10 = nyeri sangat berat : pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi,
memukul (Prasetyo 2010).

11
2.6 PRINSIP ETIK MANAJEMEN NYERI
Menurut Sudarsa (2020) ada beberapa penerapan prinsip etik dalam
manajemen nyeri, diantaranya adalah:
1. Otonomy
Otonomi adalah hak individu untuk membuat keputusan mengenai
keputusan ini. Prinsip ini diaplikasikan dengan informed consent. Tugas
perawat untuk menghargai prinsip otonomi adalah melihat bahwa klien
benar-benar memperoleh otonomi sebelum keputusan perawatan dibuat.
Prinsip otonomi dilanggar dalam manajemen nyeri ketika pemberi
pelayanan kesehatan tak menghormati hak seorang klien untuk memilih
bagaimana mereka ingin rasa nyeri mereka diatasi. Contoh pelanggaran
atas hak otonomi atau penentuan nasib sendiri juga terjadi pada kasus
tidak tersampaikannya (pemenggalan) informasi tentang berapa banyak
dan seberapa sering mereka dapat menerima obat penghilang rasa nyeri
dirumah sakit.
Klien memiliki hak untuk tahu, mempertimbangkan, meminta, dan
menolak perawatan yang mereka percaya akan membantu mengelola
rasa nyeri mereka. Mereka juga memiliki hak untuk mendapat informasi
tentang obat, efek samping, dan perawatan lainnya dalam rangka
membuat keputusan yang tepat. Menariknya, ketika hak otonomi klien
diberikan sepenuhnya, klien menyatakan lebih puas dengan perawatan
yang diberikan pada mereka. Ketika klien merasa bahwa mereka
dipahami dan dapat membuat keputusan sendiri tentang pengendalian
nyeri, mereka lebih kooperatif dalam pelaksanaan manajemen nyeri.
Salah satu contoh dari hal ini adalah meningkatnya penggunaan patient
Controlled Analgesia (PCA) untuk pengobatan nyeri akut dirumah sakit.
Ketika analgesik diprogram untuk individu, klien melakukan kontrol
pribadi terhadap rasa nyeri mereka dan menerima analgesia yang efektif.

2. Beneficence
Beneficence didefinisikan sebagai pengambilan langkah-langkah
untuk memberi manfaat pada orang lain. Pada umumnya, perawat

12
menganggap mudah prinsip ini karena memasuki profesi kesehatan,
prinsip ini menuntut kita berbuat baik untuk klien dengan memberikan
kenyamanan melalui pengurangan rasa nyeri. Nyeri yang tidak
terkontrol dapat mengakibatkan komplikasi pernapasan, jantung,
endokrin, memperlambat penyembuhan dan berpotensi menimbulkan
masalah nyeri kronis bagi seorang individu. Prinsip kebaikan ditegakkan
ketika manajemen nyeri dilakukan dengan tepat dan benar sehingga
klien mempunyai kontrol nyeri yang baik dengan efek samping yang
dapat diterima.

3. Non-Maleficence
Prinsip non-maleficence menyatakan bahwa kita memiliki tugas
etik untuk tidak menimbulkan bahaya, kenyataannya tugas tidak
membahayakan orang lain lebih berat dari pada tugas memberikan
keuntungan. Disinilah mungkin berbohong menjadi hambatan terbesar
bagi kepatuhan etik dalam menentukan pengobatan yang tepat untuk
nyeri dalam perawatan. Hal ini dikarenakan penatalaksanaan nyeri
farmokologi memiliki efek samping dari obat yang digunakan untuk
mengontrolnya, nyeri yang tidak diobati dapat memiliki efek fisik dan
emosional merugikan pada klien.
Sebagai contoh, opioid mungkin satu-satunya pengobatan yang
efektif untuk nyeri akut pada klien yang dirawat di rumah sakit. Namun
seorang perawat kadang mengalami kekhawatiran kemungkinan
terjadinya depresi pernapasan. Kekhawatiran ini dapat diatasi dengan
memantau efek samping secara teliti dan perawat harus ingat bahwa
mengharapkan klien untuk tetap dalam kesakitan dapat menyebabkan
kerugian yang banyak, mulai dari yang ringan (kecemasan) hingga berat
(bunuh diri).

4. Keadilan
Prinsip keadilan menyatakan bahwa semua orang harus
diperlakukan secara adil, sesuai dengan situasi mereka. Prinsip ini

13
dilanggar ketika perawatan tidak diberikan semata-mata berdasarkan
jenis kelamin seseorang, usia, ras, atau agama, kecuali faktor-faktor
yang memiliki pengaruh yang berbeda pada pengobatan. Misalnya,
ketika kita memilih obat penghilang nyeri bagi orang yang berusia 80
tahun. Usia harus di pertimbangkan karena obat-obatan tertentu telah
terbukti lebih berbahaya pada orang tua, namun semua perawatan yang
aman harus dipertimbangkan untuk klien yang berusia 80 tahun sama
seperti mereka yang berusia 40 tahun. Sebaliknya ketika seorang klien
yang kaya dapat menuntut dan menerima tindakan pengelolaan rasa
nyeri lebih baik dari pada seorang klien yang sederhana atau miskin, hal
tersebut menunjukkan prinsip keadilan dilanggar.

2.7 TEHNIK DALAM MANAJEMEN NYERI


Menurut Widnyana (2020) menjelaskan bahwa dalam manajemen
nyeri, terdapat empat teknik yang bisa digunakan, antara lain :
1. Stimulas Kutaneus
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan melakukan stimulasi pada kulit
untuk menghilangkan nyeri. Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara
lain :
a. Kompres dingin
b. Analgetic ointments
c. Counteriritan, seperti plester hangat
d. Contralateral stimulation, yaitu massage kulit pada area yang
berlawanan dengan area nyeri.

2. Distraksi
Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan perhatian kepada
hal lain sehingga kesadaran terhadap nyerinya berkurang. Teknik
distraksi dapat dilakukan diantaranya dengan cara :
a. Nafas dalam lambat dan berirama
b. Massage and slow, rhythmic breating
c. Rhythmic singing and tapping

14
d. Active listening
e. Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan
mendengarkan musik yang lembut).

3. Anticipatory Guidance
Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh perawat dengan cara
memberikan informasi yang dapat mencegah terjadinya misinterpretasi
dari kejadian yang dapat menimbulkan nyeri dan membantu pemahaman
apa yang diharapkan. Informasi yang diberikan kepada klien
diantaranya:
a. Penyebab nyeri
b. Proses terjadinya nyeri
c. Lama dan kualitas nyeri
d. Berat-ringannya nyeri
e. Lokasi nyeri
f. Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien
g. Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi nyeri
h. Hal-hal yang diharapkan klien selama prosedur

4. Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan
beberapa keuntungan, antara lain :
a. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri
atau stres.
b. Menurunkan nyeri
c. Menolong individu untuk melupakan nyeri
d. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
e. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
f. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat
nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi antara lain
sebagai berikut :

15
a. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
b. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi
kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut
c. Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
d. Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara
perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat
minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan pikiran pada kakinya
yang terasa ringan dan hangat.
e. Ulangi langkah diatas dan konsentrasikan pikiran pada lengan, perut,
punggung dan kelompok otot-otot yang lain.
f. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara
perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara
dangkal dan cepat.

2.8 SOP MANAJEMEN NYERI

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)


MANAJEMEN NYERI
Pengertian Manajemen nyeri kanker adalah pengelolaan menyeluruh
untuk mengatasi nyeri kanker. Sedangkan nyeri kanker
adalah nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker karena
keluhan subjektif, pertumbuhan kanker yang progresif,
kanker yang kronis, atau multifaktorial.

Tujuan Untuk menjaga pasien dalam kondisi senyaman mungkin.


Indikasi Ada beberapa gejala kanker secara umum yang bisa
dikenali.

Kebijakan 1. Setiap pasien dewasa yang merasakan nyeri dinilai


dari skala 0 – 10
a. 0 : tidak nyeri
b. 1-3 : nyeri ringan (pasien dapat berkomunikasi

16
dengan baik)
c. 4-6 : nyeri sedang (pasien mendesis, menyeringai,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, mendeskripsikan
dan dapat mengikuti perintah)
d. 7-9 : nyeri berat (pasien terkadang tidak dapat
mengikuti perintah tapi masih respon terhadap
tindakan, tidak dapat mendeskripsikan, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi, nafas panjang
dan distraksi)
e. 10 : nyeri sangat berat (pasien sudah tidak mampu
lagi berkomunikasi, memukul).

2. Setiap pasien anak yang merasakan nyeri dinilai dari


skala wajah Wong Baker

a. Nilai 0 nyeri tidak dirasakan oleh anak


b. Nilai 1 nyeri dirasakan sedikit saja
c. Nilai 2 nyeri yang dirasakan hilang timbul
d. Nilai 3 nyeri yang dirasakan akan secara
keseluruhan
e. Nilai 5 nyeri sekali dan anak menjadi menangis.

Prosedur 1. Tahap Prainterkasi


a. Persiapan pasien
1) Mengucapkan salam terpeutik
2) Menjelaskan tujuan dilaksanakan prosedur
3) Melakukan kontak waktu dan tempat
4) Menjelaskan langkah prosedur
5) Meminta persetujuan pasien
b. Persiapan lingkungan

17
1) Mengatur pencahayaan senyaman mungkin
2) Mengatur suhu pada ruangan
3) Menjaga privasi pasien
c. Persiapan perawat
1) Persiapan peralatan pengkajian nyeri dan
membaca catatan medis keperawatan
2) Mencuci tangan dengan metode 6 langkah

2. Tahap Orientasi
a. Memberi salam
b. Validasi data pasien
c. Memperkenalkan diri
d. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan kepada
pasien
e. Membuat kontrak waktu
f. Menawarkan pasien untuk bertanya

3. Tahap Kerja
a. Lakukan pengkajian skala, lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi dan kualitas nyeri. Pasien yang
mengalami nyeri derajat ringan(skala 1-3)
dilakukan edukasi untuk relaksasi dan distraksi.
b. Observasi reaksi nonverbal
c. Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk
mengetahui peng alaman nyeri pasien
d. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
e. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi,
non farmakologidan inter personal)
f. Ajarkan tentang teknik non farmakologi seperti:
1) Teknik Distraksi

18
Teknik distraksi adalah teknik yang dilakukan
untuk mengalihkan perhatian klien dari nyeri.
Contohnya : Melakukan hal yang sangat
disukai, Melakukan kompres hangat pada
bagian tubuh yang dirasakan nyeri, Bernapas
lembut dan berirama secara teratur, Menyanyi
berirama dan menghitung ketukannya.
2) Teknik reframing
Teknik ini tujuannya adalah untuk
mengajarkan kepada pasien agar selalu
memonitor dirinya dengan pikiran yang lebih
positif.
3) Teknik relaksasi
Teknik ini dilakukan dengan tujuan untuk
menurunkan ketegangan pada fisologis
tubuhnya, sehingga saat kita melakukan
relaksasi pasien tersebut merasakan dirinya
berada dalam keaadaan yang damai dan
tenang.
4) Cutaneous Stimulation (rangsangan pada area
kulit)
Contohnya aplikasi rangsangan panas, dingin,
tekanan, getaran, atau pijatan. Tujuan
dilakukannya teknik ini adalah untuk
membantu menurunkan bengkak melalui
aplikasi dingin, menurunkan kekakuan
melalui aplikasi panas, Menurunkan
peradangan, Mengurangi demam, Mengurangi
sepasme otot.
5) Terapi Musik
Tujuan dilakukannya teknik ini adalah untuk
mempengaruhi keadaan fisik, emosional,

19
mental, estetik, dan spriritual, agar pasien
mampu untuk mempertahankan kesehatannya.
6) Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
Tujuan dilakukannya pemberian analgetik
adalah membantu agar nyeri itu sedikit
berkurang atau bahkan sembuh itu jauh lebih
baik.
7) Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
Kontrol nyeri setelah dilakukannya terapi non
farmakologis agar kita tau bahwa teknik yang
kita ajarkan sedikit membantu dan bisa
dikatakan berhasil.
4. Tahap Terminasi
a. Jelaskan kepada pasien bahwa tindakan sudah
selesai dilakukan
b. Tanyakan kepada pasien bagaimana perasaannya
setelah dilakukan tindakan teknik manajemen
nyeri
c. Rapikan alat dan ucapkan salam kepada pasien

Dokumentasi 1. Mencatat hasil manajemen nyeri


2. Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
3. Mencatat respon klien sebelum, selama dan sesudah
pelaksanaan prosedur.

20
1. SOP Kompres hangat

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


“Kompres Hangat ”

Definisi Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada


daerah tertentu menggunakan cairan atau alat yang
menimbulkan rasa hangat pada bagian tubuh yang
dilakukan kompres.
Tujuan 1. Memperlancar sirkulasi darah
2. Mengurangi sakit atau nyeri
3. Memberikan rasa hangat, nyaman dan tenang
pada klien
4. Memperlancar pengeluaran eksudat
5. Merangsang peristaltik usus
Indikasi 1. Klien yang hipotermi
2. Spasme otot
3. Adanya abses, hematoma
4. Klien dengan nyeri
Kontra indikasi -
Persiapan alat 1. Baskom berupa air hangat dengan suhu 37-40 0C
2. Handuk/waslap
3. Handuk pengering
4. Perlak/pengalas
Tahap prainteraksi 1. Berdoa
2. Membaca catatan keperawatan dan catatan medis
klien
3. Mempersiapkan alat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi 1. Memberikan salam
2. Validasi/ memastikan klien(menanyakan identitas
klien)
3. Memperkenalkan diri terhadap klien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga atau klien
5. Menanyakan kesediaan pasien sebelum kegiatan
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi senyaman mungkin
3. Mendekatkan peralatan
4. Cuci tangan
5. Pasang perlak/pengalas di bawah area yang akan dikompres
6. Basahi waslap dengan air hangat, peras lalu letakkan pada area nyeri
7. Apabila kain terasa kering atau suhu kain menjadi rendah masukkan
kembali waslap pada air hangat

21
8. Lakukan berulang selama 20 menit
9. Setelah selesai keringkan dengan handuk kering
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam pemberian kompres
hangat)
2. Mencatat kondisi nyeri

22
2. SOP Kompres dingin

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


“Kompres Dingin ”

Definisi Kompres dingin dapat digunakan untuk mengurangi


rasa nyeri, pembengkakan, dan peradangan akibat
cedera. Ketika tubuh mengalami cedera, bagian tubuh
yang cedera tersebut akan mengalami peradangan
sehingga menimbulkan rasa nyeri dan bengkak.
Tujuan 1. Menurunkan suhu tubuh
2. Mencegah peradangan meluas
3. Mengurangi kongesti
4. Mengurangi perdarahan setempat
5. Mengurangi rasa sakit pada daerah setempat
Indikasi 1. Klien dengan hipertemi
2. Klien dengan batuk dan muntah darah
3. Pascatonsilektomi
4. Radang, memar
Kontra indikasi -
Persiapan alat 1. Kom kecil berisi air biasaair es
2. Perlak pengalas
3. Waslap
4. Selimut
5. Handuk kering
Tahap prainteraksi 1. Berdoa
2. Membaca catatan keperawatan dan catatan
medis klien
3. Mempersiapkan alat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi 1. Memberikan salam
2. Validasi/ memastikan klien(menanyakan
identitas klien)
3. Memperkenalkan diri terhadap klien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga atau klien
5. Menanyakan kesediaan pasien sebelum
kegiatan
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi senyaman mungkin
3. Mendekatkan peralatan
4. Cuci tangan
5. Pasang pengalas pada area yang akan di kompres
6. Masukkan waslap kedalam air biasa/air es lalu diperas sampai lembab

23
7. Letakkan waslap pada area yang akan di kompres
8. Diulang-ulang sampai suhu tubuh turun
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan
kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam pemberian kompres
dingin)
2. Mencatat kondisi nyeri

24
3. SOP Distraksi

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


“Distraksi”

Definisi Suatu metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara


mengalihkan perhatian klien pada hal-hal lain
sehingga klien akan lupa terhadap nyeri yang dialami.
Jenis distraksi :
1. Distraksi Visual
a) Membaca/menonton TV
b) Menonton pertandingan
c) Imajinasi terbimbing
2. Distraksi Auditori
a) Humor
b) Mendengar musik
3. Distraksi Taktil
a) Bernafas perlahan dan berirama
b) Masase
c) Memegang mainan
4. Distraksi Intelektual
a) Hobi (menulis cerita)
Tujuan 1. Mengurangi rasa sakit/nyeri
2. Mengurangi rasa cemas
3. Menjadikan hati tentram
Indikasi 1. Ketika badan terasa sakit/nyeri
2. Ketika cemas atau gelisah
3. Ketika tergesa-gesa dalam melakukan aktivitas
4. Pikiran tidak tenang atau tidak focus/konsentrasi
Kontra indikasi -
Persiapan alat 1. Televisi (TV)
2. Alat musik (tape music, radio, handphone)
Tahap prainteraksi 1. Berdoa
2. Membaca catatan keperawatan dan catatan medis
klien
3. Mempersiapkan alat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi 1. Memberikan salam
2. Validasi/ memastikan klien(menanyakan identitas
klien)
3. Memperkenalkan diri terhadap klien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga atau klien
5. Menanyakan kesediaan pasien sebelum kegiatan

25
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi senyaman mungkin agar pasien lebih rileks
3. Mendekatkan peralatan
4. Cuci tangan
5. Memberikan penjelasan pada pasien beberapa cara distraksi
a) Mendengarkan lagu sambil menepuk-nepuk jari kaki
b) Membayangkan hal-hal yang indah sambil menutup mata
c) Menonton TV
6. Menganurkan pasien untuk melakukan salah satu teknik distraksi
tersebut
7. Menganjurkan pasien untuk mencoba teknik tersebut bila terasa
nyaman atau ketidaknyamanan.
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lanjut dan
kontrak untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam pemberian distraksi)
2. Mencatat kondisi nyeri pasien

26
4. SOP Masase

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


“Masase (Pemijatan) ”

Definisi Pengurutan dan pemijatan yang menstimulasi


sirkulasi darah serta metabolism dalam jaringan
Tujuan 1. Mengurangi ketegangan otot
2. Meningkatkan relaksasi fisik dan psikologis
3. Meningkatkan sirkulasi/ peredaran darah
Persiapan alat 1. Pelumas (minyak hangat/lotion)
2. Handuk
Tahap prainteraksi 1. Berdoa
2. Membaca catatan keperawatan dan catatan medis
klien
3. Mempersiapkan alat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi 1. Memberikan salam
2. Validasi/ memastikan klien(menanyakan identitas
klien)
3. Memperkenalkan diri terhadap klien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga atau klien
5. Menanyakan kesediaan pasien sebelum kegiatan
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi klien senyaman mungkin
3. Mendekatkan peralatan
4. Cuci tangan
5. Tuangkan lotion ke tangan
6. Usap kedua tangan sehingga lotion rata pada permukaan tangan
7. Lakukan masase dengan menggunakan jari-jari dan telapak tangan
8. Tekan secara lembut dan perlahan
9. Lakukan selang-seling tangan, hingga rasa nyeri berkurang kurang
lebih 5-10 menit
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan skala nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan

27
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam masase)
2. Mencatat kondisi nyeri

5. SOP Relaksasi

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


“Relaksasi”

Definisi Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa


nyeri pada pasien yang mengalami nyerikronis. Rileks
sempurna yang dapat mengurangi ketegangan otot,
rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah
menghebatnya stimulasi nyeri. Ada tiga hal yang
utama dalam teknik relaksasi
1. Posisikan pasien dengan tepat
2. Pikiran beristirahat
3. Lingkungan yang tenang
Tujuan 1. Mengurangi rasa sakit/nyeri
2. Mengurangi rasa cemas
3. Menjadikan hati tentram
Indikasi 1. Ketika badan terasa sakit/nyeri
2. Ketika cemas atau gelisah
3. Ketika tergesa-gesa dalam melakukan aktivitas
4. Pikiran tidak tenang atau tidak fokus/konsentrasi
Kontra indikasi -
Persiapan alat

Tahap prainteraksi 1. Berdoa


2. Membaca catatan keperawatan dan catatan medis
klien
3. Mempersiapkan alat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi 1. Memberikan salam
2. Validasi/ memastikan klien(menanyakan identitas
klien)
3. Memperkenalkan diri terhadap klien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada
keluarga atau klien
5. Menanyakan kesediaan pasien sebelum kegiatan
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi senyaman mungkin dan luka dapat terlihat jelas
3. Mendekatkan peralatan
4. Cuci tangan

28
5. Memberi kesempatan kepada pasien untuk bertanya bila ada sesuatu
yang kurang dipahami/jelas
6. Instruksikan pasien untuk melakukan tarik napas dalam sehingga
rongga paru berisi udara, intruksikan pasien dengan cara perlahan.
7. Menghembuskan udara membiarkannya keluar dari setiap anggota
tabuh, pada saat bersamaan minta pasien untuk memusatkan
perhataiannya pada sesuatu hal yang indah dan merasakan betapa
nikmatnya rasanya
8. Instruksikan pasien buat bernafas dengan irama normal beberapa saat
(1-2) menit
9. Instruksikan pasien untuk kembali menarik nafas dalam, kemudian
menghembuskannya dengan cara perlahan
10. Merasakan saat ini udara mulai mengalir dari tangan, kaki menuju
keparu-paru seterusnya rasakan udara mengalir keseluruh bagian
anggota tubuh
11. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pad kaki dan tangan dan
merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan kaki dan rasakan
kehangatannya
12. Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan,
udara
yang mengalir dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari tangan dan
kaki dan rasakan kehangatanya
13. Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bila rasa
nyeri kembali lagi
14. Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk melakukan
secara mandiri
1. Membereskan alat dari tempat tidur pasien
Tahap Terminasi 2. Menyampaikan evaluasi tindakan
3. Melihat respon klien, diharapkan sakla nyeri
menurun
4. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
5. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
6. Mencuci tangan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam relaksasi)
2. Mencatat kondisi nyeri pasien

29
6. SOP Dzikir

STANDART OPERASIONAL PROSEDUR


“Terapi Dzikir”

Definisi Terapi yang menggunakan media dzikir mengingat


Allah yang bertujuan untuk memfokuskan pikiran.
Dengan bacaan doa dan dzikir orang akan
menyerahkan segala permasalahan kepada Allah
SWT, sehingga beban stress yang dihimpitnya
mengalami penurunan
Tujuan 1. Dzikir dapat menghilangkan kesedihan,
kegundahan, dan depresi dan dapat
mendatangkan ketenangan, kebahagiaan dan
kelapangan hidup. Karena dzikir mengandung
psikoterapik yang mengandung kekuatan
spiritual atau kerohanian yang dapat
membangkitkan rasa percaya diri dan rasa
optimism yang kuat dalam diri orang yang
berdzikir.
2. Dzikir dapat menghidupkan hati
Indikasi -
Kontra indikasi -
Persiapan alat Perlengkapan ibadah (tasbih, sajadah)
Tahap prainteraksi 1. Berdoa
2. Membaca catatan keperawatan dan catatan
medis klien
3. Mempersiapkan alat
4. Cuci tangan
Tahap orientasi 1. Memberikan salam
2. Validasi/ memastikan klien(menanyakan
identitas klien)
3. Memperkenalkan diri terhadap klien
4. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan
pada keluarga atau klien
5. Menanyakan kesediaan pasien sebelum
kegiatan
Tahap kerja
No. Komponen kerja
1. Menjaga privasi klien
2. Mengatur posisi senyaman mungkin

30
3. Lingkungan hening sehingga dapat berkonsentrasi penuh
4. Pilih kalimat yang akan digunakan
5. Posisikan pasien duduk senyaman dan santai mungkin
6. Minta pasien untuk menutup mata agar lebih khusyuk
7. Rilekskan dan kendorkan otot-otot
8. bernapas secara rileks dan alami serta mulai mengucapkan kalimat
spiritual secara berulang-ulang
9. Lakukan selama kurang lebih 10 menit
1. Menyampaikan evaluasi tindakan
Tahap Terminasi 2. Melihat respon klien, diharapkan sakla nyeri
menurun
3. Menyampaikan rencana tindak lajut dan kontrak
untuk kegiatan selanjutnya
4. Mengucapkan terima kasih dan berpamitan
Dokumentasi 1. Catat hasil tindakan dalam catatan keperawatan
(mencatat tanggal dan jam terapi dzikir )
2. Mencatat kondisi nyeri pasien

31
BAB 3
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan
hanya orang yang mengalaminya yang dapat menjelaskan dan mengevaluasi
perasaan tersebut. Secara umum nyeri dapat di definisikan sebagai perasaan
tidak nyaman, baik ringan maupun berat. Nyeri bersifat sebagai subjektif
karena intensitas dan responnya pada setiap orang berbeda-beda.
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan dimana
berhubungan dengan kerusakan jaringan atau potensial terjadi kerusakan
jaringan. Nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik,latar
belakang kultural, umur, dan jenis kelamin. Sepertiga dari pasien dengan
kanker akan mengalami rasa sakit sebagai masalah dan ini akan meningkat
dua pertiga ketika pasien terminal. Nyeri ini mungkin sebagai akibat dari
kanker atau dapat sebagai konsekuensi dari pengobatan kanker. Apapun
penyebabnya, banyak orang percaya bahwa rasa sakit ini merupakan
konsekuensi tak terelakan dari penyakit mereka dan karena itu mereka
cenderung mengecilkan rasa sakit mereka.

3.2 SARAN
Demikian makalah yang telah kami susun, semoga dengan makalah
ini dapat menambah pengetahuan pembaca tentang terapi komplementer dan
manajemen nyeri. Kami mengucapkan terima kasih dan sangat mengharap
kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan makalah kami. Semoga
dengan adanya penyusunan makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

32
DAFTAR PUSAKA

Andareto, O. (2015). Penyakit Menular di Sekitar Anda. Jakarta: Pustaka Ilmu


Semesta.
Elfira, Eqlima. (2020). Diagnosis Nyeri Sendi Dengan Terapi Komplementer Dan
Electromyography Berbasis Arduino Uno. Yogyakarta: Deepublish
Publisher.
Herdman, H. T. (2010). Diagnosis keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-
2011. Jakarta: EGC.
Prasetyo, S. N. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Rajin, M. (2020). Buku Bahan Ajar Keperawatan Komplementer Terapi
Akupunktur. Cakra Brahmanda Lentera.
Rasjidi, I. (2010). Perawatan paliatif suportif dan bebas nyeri pada kanker.
Jakarta: Sagung Seto.
Sudarsa, I. W. (Ed.). (2020). Perawatan Komprehensif PALIATIF. Airlangga
University Press.
Widnyana, I. M. G. (2020). MANAJEMEN NYERI PALIATIF. Perawatan
Komprehensif PALIATIF, 41.
World Health Organization. (2012). Managing For Rational Medicine Use.
Geneva.
Yodang. (2016). Konsep Perawatan Paliatif. Universitas Sembilan belas
November: Kolaka.

33
LEMBAR KONSUL

TANDA
NO TANGGA KETERANGAN TANGAN
L DOSEN
1. 21/12/20 Revisi SOP teknik nyeri

2. 26/12/20 Acc makalah dan siapkan presentasi


via zoom, praktikum

34

Anda mungkin juga menyukai