Anda di halaman 1dari 97

ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI INTERVENSI

MANAJEMEN HALUSINASI DENGAN PENERAPAN


TEKNIK MENGHARDIK PADA TN. A. S DENGAN
SKIZOFRENIA DI PUSKESMAS LORULUN
KECAMATAN WER TAMRIAN
KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

Oleh :

MARSINA BILLE

194291517064

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JAKARTA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI INTERVENSI
MANAJEMEN HALUSINASI DENGAN PENERAPAN
TEKNIK MENGHARDIK PADA TN. A. S DENGAN
SKIZOFRENIA DI PUSKESMAS LORULUN
KECAMATAN WER TAMRIAN
KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR

KARYA ILMIAH AKHIR NERS


Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Ners

Oleh :

MARSINA BILLE

194291517064

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JAKARTA
2021
KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI INTERVENSI


MANAJEMEN HALUSINASI DENGAN PENERAPAN TEKNIK
MENGHARDIK PADA TN. A. S DENGAN SKIZOFRENIA DI
PUSKESMAS LORULUN KECAMATAN WER TAMRIAN
KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR

Oleh :
MARSINA BILLE
194291517064

Telah dipertahankan di hadapan penguji KIAN Program Studi Pendidikan


Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional
Pada Tanggal

DEWAN PENGUJI

Pembimbing : Ns. Nita Sukamti, S. Kep. M. Kep (………………..)


Penguji 1 : Ns. Dayan Hisni, S. Kep. MNS (………………..)
Penguji 2 : Ns. Wawan Setiawan S. Kep (………………..)

Mengesahkan,
Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan

Dr. Retno Widowati, M.


HALAMAN PENGESAHAN

Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Manajemen


Halusinasi Penerapan Teknik menghardik Pada tn. A. S
Dengan Skizofrenia di Puskesmas Lorulun Kecamatan
Wer tamrian Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Nama Mahasiswa : MARSINA BILLE

NPM : 194291517064

Mengetahui,

Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan, Pembimbing,

Dr. Retno Widowati, M.Si Ns. Nita Sukamti, S. Kep. M. Kep

i
Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Manajemen
Halusinasi Penerapan Teknik menghardik Pada tn. A. S
Dengan Skizofrenia di Puskesmas Lorulun Kecamatan
Wer tamrian Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Nama Mahasiswa : MARSINA BILLE

NPM : 194291517064

Menyetujui,

Pembimbing : Ns. Nita Sukamti, S. Kep. M. Kep (………………..)


Penguji 1 : Ns. Dayan Hisni, S. Kep. MNS (………………..)
Penguji 2 : Ns. Wawan Setiawan, S. Kep (………………..)

ii
HALAMAN PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Marsina Bille

NPM : 194291517064

Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Manajemen


Halusinasi dengan Teknik Menghardik Pada Tn. A. S
Dengan Skizofrenia Di Puskesmas Lorulun Kecamatan Wer
Tamrian Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Menyatakan bahwa Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) ini adalah benar hasil

karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah

saya nyatakan dengan benar.

Jakarta, 2021

(Marsina Bille )

iii
KATA PENGATAR

Segala puji dan puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah memberi Rahmat dan Karunia-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan penyusunan KIAN dengan judul “Asuhan Keperawatan Melalui
Intervensi Manajemen Halusinansi Dengan Teknik Menhgardik Pada Tn. A. S
Dengan Skizofrenia Di Puskesmas Lorulun Kecamatan Wer Tamrian Kabupaten
Kepulauan Tanimbar”.
Saya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa
adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini dengan rendah hati dan rasa hormat yang besar saya mengucapkan
terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Nasional Dr. Retno
Widowati, M.Si.
2. Ketua Program Pendidikan Profesi Ners Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Nasional Ns. Naziyah, S. Kep. M. Kep
3. Ns. Nita Sukamti, S. Kep. M. Kep selaku pembimbing yang telah memberi
dorongan, saran dan ilmu dalam proses pembuatan KIAN.
4. Ns. Dayan Hisni, S.Kep., M.N.S, Ns. Wawan Setiawan, S. Kep selaku
penguji yang telah memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan
KIAN ini.
5. Seluruh dosen dan staf karyawan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Nasional yang telah mendidik dan memfasilitasi proses pembelajaran di
Kampus.
6. Keluarga, teman-teman dan sahabat, Fero, Nona, K‟Jois, K‟Pius, Bp Jere,
K‟Cey dan K‟Ohan yang telah memberikan dukungan dan semangat
kepadaku.
7. Puskesmas Perawatan Lorulun yang telah memberikan kesempatan untuk
Penulis melakukan asuhan keperawatan di Puskesmas tersebut.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas

iv
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan yang berlipat ganda atas mereka

yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk menyusun KIAN ini. Penulis

menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan KIAN masih banyak kekurangan dan

keikhlafan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan agar karya selanjutnya bisa lebih baik.

Jakarta, 2021

(Marsina Bille)

v
ABSTRAK

ASUHAN KEPERAWATAN MELALUI INTERVENSI MANAJEMEN


HALUSINASI DENGAN TEKNIK MENGHARDIK
PADA TN. A. S DENGAN SKIZOFRENIA DI PUSKESMAS
LORULUN KECAMATAN WER TAMRIAN
KABUPATEN KEPULAUAN TANIMBAR

Marsina Bille, Nita Sukamti

Abstrak

Latar Belakang : Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan parah dimana
penderita memiliki kesulitan memproses pikiriannya, sehingga dapat berhalusinasi
dan berperilaku yang tidak wajar. Di Indonesia, prevalensi gangguan mental
emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia
15 tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk
Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia mencapai
sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

Tujuan : Untuk mengetahui penerapan asuhan keperawatan jiwa melalui intervensi


Manajemn Halusinasi dengan teknik menghardik pada pasien Skizofrenia di
Puskesmas Lorulun Kecamatan Wer Tamrian.

Implementasi : Pelaksanaan tindakan keperawatan terhadap pasien dengan cara


menerapkan intervensi manajemen halusinasi dengan cara menghardik. Implementasi
berlangsung selama 6 hari dalam kondisi pasien mampu mengontrol halusinasi
menggunakan teknik menghardik.

Kesimpulan dan Rekomendasi : Manajemen Halusinasi menggunakan teknik


menghardik sebagai intervensi untuk pasien halusinasi dibuktikan bahwa sangat
efektif karena pasien dapat mengatasi halusinasinya. pasien dapat melakukan teknik
menghardik secara mandiri apabila halusinasi muncul. Diharapkan dengan asuhan
keperawatan ini dapat menjadi tolak ukur bagi teman-teman sejawat untuk
memberikan asuhan keperawatan bagi pasien dengan gangguan jiwa, juga untuk
masyarakat lebih meningkatkan perhatian kepada keluarganya yang mengalami
gangguan jiwa.

Kata kunci : Manajemen Halusinasi, Teknik Menghardik, Skizofrenia

vi
ABSTRACT

NURSING CARE THROUGH HALLUSINATION MANAGEMENT


INTERVENTION WITH REBUKE TECHNIQUES FOR MR. A. S WITH
SCIZOPHRENIA AT LORULUN HEALTH CENTRE WER TAMRIAN
DISTRICT KEPULAUAN TANIMBAR REGENCY

Marsina Bille, Nita Sukamti

Abstract

Background: Schizophrenia is a chronic and severe mental disorder in which


sufferers have difficulty processing their thoughts, so they can hallucinate and
behave abnormally. In Indonesia, the prevalence of mental emotional disorders as
indicated by symptoms of depression and anxiety for those aged 15 years and over
reaches around 14 million people or 6% of the total population of Indonesia.
Meanwhile, the prevalence of serious mental disorders, such as schizophrenia,
reaches around 400,000 people or 1.7 per 1,000 population.

Objective: To determine the application of mental nursing care through


hallucination management interventions with rebuking techniques in schizophrenia
patients at Lorulun Health Center, Wer Tamrian District.

Implementation: Implementation of nursing actions towards patients by


implementing hallucination management interventions by rebuking.
Implementation lasts for 6 days in a condition where the patient is able to control
the hallucinations using the technique of scolding.

Conclusions and Recommendations: Hallucination Management using the


technique of scolding as an intervention for hallucinatory patients is proven to be
very effective because the patient can overcome hallucinations. The patient can
perform the scolding technique independently if hallucinations occur. It is hoped
that this nursing care can become a benchmark for colleagues to provide nursing
care for patients with mental disorders, as well as for the community to increase
attention to their families with mental disorders.

Keywords: hallucination management, rebuke technique, schizophrenia

vii
DAFTAR ISI
Table of Contents
HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL.......................................................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................................ i

HALAMAN PERNYATAAN ..................................................................................... iii

KATA PENGATAR .................................................................................................... iv

ABSTRAK ................................................................................................................... vi

ABSTRACT ................................................................................................................ vii

DAFTAR ISI .............................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xiii

DAFTAR SINGKATAN ........................................................................................... xiv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................................... 1

1.2. Rumusan Masalah .......................................................................................... 4

1.3. Tujuan ............................................................................................................. 4

1.4. Manfaat Penelitian .......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 7

2.1. Definisi ........................................................................................................... 7

2.2. Etiologi ........................................................................................................... 8

2.3. Pathway ........................................................................................................ 11

2.4. Manifestasi Klinik ........................................................................................ 12

2.5. Komplikasi ................................................................................................... 16

viii
2.6. Pemeriksaan Penunjang ................................................................................ 17

2.7. Penatalaksanaan ............................................................................................ 17

2.7.1. Penatalaksanaan Medis ......................................................................... 17

2.7.2. Penatalaksanaan Keperawatan .............................................................. 19

2.8. Intervensi Unggulan ..................................................................................... 30

2.8.1. Definisi Menghardik ............................................................................. 30

2.8.2. Cara Mengontrol Halusinasi ................................................................. 31

2.8.3. Tujuan Menghardik ............................................................................... 31

2.8.4. Tahapan Tindakan Menghardik ............................................................ 31

2.8.5. Pentingnya Dilakukan Teknik Menghardik Pada Pasien Halusinasi .... 31

2.8.6. Cara Melakukan Teknik Menghardik ................................................... 31

2.8.7. Hal yang harus diperhatikan.................................................................. 32

BAB III LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA ............................................ 33

3.1. Pengkajian .................................................................................................... 33

3.2. Analisa Data ................................................................................................. 39

3.3. Intervensi Keperawatan ................................................................................ 40

3.4. Implementasi dan evaluasi ........................................................................... 41

BAB IV PEMBAHASAN.......................................................................................... 54

4.1. Analisa Masalah Keperawatan ..................................................................... 54

4.2. Analisa Intervensi dalam Mengatasi Masalah Keperawatan ........................ 54

4.3. Alternatif Pemecahan Masalah ..................................................................... 56

BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 58

5.1. Simpulan ....................................................................................................... 58

5.2. Saran ............................................................................................................. 58

ix
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 60

LAMPIRAN ............................................................................................................... 62

x
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbedaan Antipsikotik Tipikal dan Atipikal........................................... 17
Tabel 3.2 Analisa Data................................................................................................. 40
Tabel 3.3 Intervensi Keperawatan................................................................................ 41
Tabel 3.4 Implementasi Keperawatan.......................................................................... 43

xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Pathway Skizofrenia.......................................................... 10
Gambar 2.2 Pohon Masalah Halusinasi.................................................... 11

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Lembaran Konsultasi


Lampiran 2 Biodata
Lampiran 3 Lampiran Asuhan Keperawatan

xiii
DAFTAR SINGKATAN

APA : American Psychiatric Association


BB : Berat Badan
: Diagnostic and Statistic Manual of Mental Disorder Text
DSM IV-TR
Revision
ODJG : Orang Dengan Gangguan Jiwa
SIKI : Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
SLKI : Standar Luaran Keperawatan Indonesia
SP : Strategi Pelaksanaan
TB : Tinggi Badan
TPHA : Treponema Palidum Hemaglutinasi Assay
VDRL : Veneral Disease Research Laboratory
WHO : Wordl Health Organization

xiv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gangguan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan
utama di negara-negara maju, modern dan industri, yaitu penyakit
degeneratif, kanker, gangguan jiwa dan kecelakaan (Hawari, 2014).
Gangguan jiwa adalah manifestasi dari bentuk penyimpangan perilaku
akibat adanya distorsi emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam hal
bertingkah laku. Hal ini terjadi karena menurunnya semua fungsi kejiwaan
(Akemat, Helena, Keliat, Nurhaeni (2011)). Sedangkan menurut Undang-
Undang RI No. 18 Tahun 2014, orang dengan gangguan jiwa yang disingkat
ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan
perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala dan
perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan
hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia. Jenis halusinasi
yang umum terjadi yaitu halusinasi pendengaran dan halusinasi
penglihatan. Halusinasi pendengaran tanpa di jumpai adanya rangsangan
dari luar, walaupun dampak sesuatu yang khayal halusinasi sebenarnya
merupakan bagian dari kehidupan mental penderita yang teresepsi (Yosep,
2016).
Skizofrenia merupakan gangguan psikiatri yang menimbulkan
disabilitas yang cukup luas, serta dicirikan oleh suatu siklus kekambuhan
dan remisi . Pada Psychiatric Dictionary, Campbell mendefinisikan relaps
adalah keadaan dimana pasien yang telah pulih atau
mengalami perbaikan kembali memperlihatkan gejala sebelumnya.
Amelia dan Anwar (2013) melakukan penelitian kualitatif tentang
relaps pada pasien skizofrenia dan menemukan beberapa fenomena yang
menjadi peyebab relaps pada pasien skizofrenia yaitu faktor ekonomi,
ketidakpatuhan pasien pada pengobatan, mendapat perlakuan kasar dan

1
pertengkaran yang terus menerus dengan saudara kandung, konflik yang
berkepanjangan dengan istri, dan emosi (marah) yang diekspresikan secara
berlebihan oleh keluarga.
Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan parah dimana
penderita memiliki kesulitan memproses pikiriannya, sehingga dapat
berhalusinasi dan berperilaku yang tidak wajar. Orang dengan skizofrenia
kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Menurut data American
Psychiatric Association (APA) (1995), menyebutkan bahwa 1% populasi
penduduk dunia menderita skizofrenia. Penelitian yang sama oleh World
Health Organization (WHO) juga mengatakan bahwa prevalensi
skizofrenia dalam masyarakat berkisar antara satu sampai tiga per mil
penduduk dan di Amerika Serikat, penderita skizofrenia lebih dari dua juta
orang. Skizofrenia lebih sering terjadi pada populasi urban dan pada
kelompok sosial ekonomi rendah.
Di Indonesia, prevalensi gangguan mental emosional yang
ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan untuk usia 15
tahun keatas mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah
penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000
penduduk. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia (2018).
Berdasarkan data yang di peroleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Kepulauan Tanimbar bidang P2P di Kabupaten Kepulauan Tanimbar
prevalensi ganguan mental pada tahun (2018) sebanyak 1.979 jiwa dengan
angka skizofrenia berjumlah 269 jiwa per jumlah penduduk sedangakan
data yang diperoleh dari pengelola program jiwa Puskesmas Perawatan
Lorulun pada tahun 2020 terdapat 41 orang dengan gangguan jiwa,
meliputi : skizofrenia sebanyak 16 orang, gangguan mental anak 2 orang,
sedangkan Epilepsi 23 orang.
Pasien dengan gangguan persepsi sensori halusinasi pendengaran

2
dapat di lakukan dengan memberikan asuhan keperawatan dan tindakan
terapi. Asuhan keperawatan yang di lakukan pada pasien halusinasi
pendengaran yaitu membina hubungan saling percaya, membantu pasien
mengenal halusinasi (jenis, isi, waktu, frekuensi, situasi dan respon),
menjelaskan cara-cara mengontrol halusinasi, pasien mendapat dukungan
dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya dan klien dapat
menggunakan obat dengan benar (sesuai dengan program pengobatan).
Gejala-gejala dari penyakit ini lambat laun dapat melumpuhkan para
penderitanya.
Selain gejala-gejala skizofrenia yang sering muncul, penyakit
skizofrenia juga akan menimbulkan masalah pada suasana hati dimana
penderitanya akan mengalami depresi, cemas, bahkan mencoba untuk
melakukan tindakan bunuh diri sehingga pasien skizofrenia harus
mendapatkan penanganan yang cepat dan tepat. Salah satu penanganan
pada pasien skizofrenia yang mengalami halusinani yaitu dengam
memberikan teknik menghardik. Teknik ini dapat digunakkan sebagai
salah satu upaya untuk mengendalikan halusinasi dengan menolak
halusinasi yang muncul, klien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap
halusinasi yang muncul atau tidak mempedulikan halusinasinya, hal ini
sesuai dengan pernyataan dimana seseorang yang mengalami halusinasi
bisa dikendalikan dengan teknik menghardik untuk menolak halusinasi
yang sedang dialaminya dengan tepat dan terjadwal (Yosep, 2009).
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan pengelola
program kesehatan jiwa di puskesmas lorulun sebagian besar pasien jiwa
dengan diagnosa skizofrenia tidak pernah berkunjung ke puskesmas untuk
memeriksakan diri. Pasien jiwa di puskesmas lorulun dikunjungi oleh
petugas kesehatan dirumahnya pada saat posyandu rutin dengan jenis
kegiatan pembagian obat untuk pasien dengan gangguan jiwa. Hal ini
menunjukan bahwa proses penerapan Asuhan keperawatan yang di
lakukan pada pasien halusinasi pendengaran dipuskesmas lorulun tidak

3
terlaksana dengan baik sehingga tingkat kesembuhan yang diharapkan
kemungkinan besar tidak dapat tercapai. Oleh karena itu, penulis ingin
menerapakan asuhan keperawatan jiwa melalui intervensi manajemen
halusinasi dengan teknik menghardik pada pasien dengan Skizofrenia di
Puskesmas Lorulun Kecamatan Wer Tamrian.

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana asuhan
keperawatan jiwa melalui intervensi manajemen halusinasi dengan teknik
menghardik pada pasien dengan Skizofrenia di Puskesmas Lorulun
Kecamatan Wer Tamrian ?
1.3. Tujuan
1.3.1. Tujuan Umum
Melakukan penerapan asuhan keperawatan jiwa melalui intervensi
manajemen halusinasi dengan teknik menghardik pada pasien dengan
Skizofrenia di Puskesmas Lorulun Kecamatan Wer Tamrian.
1.3.2. Tujuan Khusus
1.3.2.1. Mampu melakukan pengkajian keperawatan jiwa pada klien
dengan Diagnosa Keperawatan halusinasi pendengaran dan
dengan Diagnosa Medis Skizofrenia di Puskesmas Perawatan
Lorulun.
1.3.2.2. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan jiwa pada klien
dengan Diagnosa Keperawatan halusinasi pendengaran dan
dengan Diagnosa Medis Skizofrenia di Puskesmas Perawatan
Lorulun.
1.3.2.3. Mampu menyusun perencanaan tindakan keperawatan jiwa
pada klien dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi
pendengaran dan Diagnosa Medis Skizofrenia di Puskesmas

4
Perawatan Lorulun.
1.3.2.4. Mampu mengimplementasikan manajemen halusinasi pada
klien dengan diagnosa keperawatan halusinasi pendengaran
dan diagnosa medis Skizofrenia di Puskesmas Perawatan
Lorulun
1.3.2.5. Mampu mengevaluasi pasien dengan asuhan keperawatan jiwa
pada pasien dengan Diagnosa Keperawatan Halusinasi
Pendengaran dan dengan Diagnosa Medis Skizofrenia di
Puskesmas Perawatan Lorulun.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat teoritis
Merupakan penambahan referensi tentang bagaimana dalam
pendokumentasi dan asuhan keperawatan jiwa khususnya dengan
masalah halusinasi pendengaran.
1.4.2. Manfaat praktis
1.4.2.1. Bagi klien dan keluarga
Diharapkan dapat menerapkan apa yang telah di pelajari dalam
penanganan kasus jiwa yang di alami dengan kasus nyata
dalam pelaksanaan keperawatan, seperti cara mengendalikan
halusinasi.
1.4.2.2. Bagi Institusi Pendidikan Universitas Nasional
Diharapkan hasil karya tulis ilmiah ini dapat di gunakan
sebagai tambahan dan referensi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan keperawatan pada klien dengan gangguan jiwa.
1.4.2.3. Bagi profesi kesehatan
Diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan bagi profesi
keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik
tentang asuhan keperawatan jiwa pada klien halusinasi
pendengaran

5
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Menurut Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III (Maslim,
2014) skizofrenia adalah sindrom dengan berbagai penyebab dan perjalanan
penyakit yang luas, tidak selalu bersifat kronis, serta dipengaruhi oleh genetik,
fisik, dan sosial budaya. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat dimana
ada keretakan atau ketidakseimbangan antara proses berfikir, perasaan dan
perilaku (Wijayanti dan Puspitosari, 2014). Pasien skizofrenia umumnya
mengalami penurunan kemampuan fungsional sehingga cenderung memerlukan
bantuan dan pertolongan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Sadock dan
Sadock, 2010). Dari beberapa uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
skizofrenia adalah gangguan jiwa berat berupa sekumpulan sindrom dengan
penyebab dan perjalanan penyakit yang luas meliputi gangguan proses pikir,
gangguan emosi, gangguan persepsi, dan gangguan perilaku sehingga bisa
menimbulkan kecacatan dan ketergantungan.
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan
perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang
ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi (Stuart, 2013 )
Persepsi adalah proses diterimanya rangsangan sampai rangsangan tersebut
disadari dan mengerti penginderaan atau sensasi. Gangguan persepsi adalah
ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsangan timbul dari
sumber internal (pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal (Dermawan dan
Rusdi, 2013). Gangguan persepsi sensori diantaranya adalah halusinasi.
Halusinasi diantaranya merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,

7
pendengaran, pengecapan, perabaan dan penghiduan tanpa stimulus nyata
(Keliat, 2010).
2.2. Etiologi
Etiologi pasti skizofrenia belum diketahui sampai saat ini, namun
beberapa ahli berpendapat bahwa penyebab skizofrenia adalah kombinasi dari
berbagai faktor (Jiwo, 2012). Beberapa faktor penyebab skizofrenia menurut
Yosep (2011) adalah sebagai berikut:
2.2.1. Faktor predisposisi meliputi :
2.2.1.1. Faktor pengembangan
Perkembangan klien yang terganggu misalnya kurangnya
mengontrol emosi dan keharmonisan keluarga menyebabkan
klien tidak mampu mandiri sejak kecil, mudah frustasi hilang
percaya diri.
2.2.1.2. Faktor sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak terima dilingkungan sejak bayi
akan membekas diingatannya sampai dewasa dan ia akan
merasa disingkirkan, kesepian dan tidak percaya pada
lingkungann
2.2.1.3. Faktor biokimia
Adanya stres yang berlebihan yang dialami oleh seseorang
maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia dan metytranferase
sehingga terjadi ketidaksembangan asetilkolin dan dopamin.
2.2.1.4. Faktor psikologis
Tipe kepribadian yang lemah tidak bertanggung jawab akan
mudah terjerumus pada penyelah gunaan zat adaptif. Klien
lebih memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata
menuju alam nyata.
2.2.1.5. Faktor genetik dan pola asuh
Hasil studi menujukan bahwa faktor keluarga menunjukan

8
hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit ini.
2.2.1. Faktor presipitasi meliputi :
2.2.2.1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.
2.2.2.2. Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjdi. Isi dari
halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan manakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut sehingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
2.2.2.3. Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini merangsang bahwa indivisu
dengan halusisani akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan
mengobrol semua perilaku klien.
2.2.2.4. Dimensi sosial
Klien mengganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata
sangat membahayakan, klien asyik dengan halusinasinya,
seolah- olah ia merupakan tempat untuk memenuhi kebutuhan
akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak di
dapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi di jadikan sistem
kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, dirinya ataupun orang lain individu

9
cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek penting dalam
melaksanakan intervensi keperawatan klien dengan
menupayakan suatu proses interaksi yang menimbulkan
pengalaman interpersonal yang memuaskan, serta
menguasakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungan dan halusinasi tidak langsung.
2.2.2.5. Dimensi spiritual
Klien mulai dengan kemampuan hidup, rutinitas tidak
bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan jarang berupanya
secara spiritual untuk menyucikan diri. Ia sering memaki takdir
tetapi lemah dalam upaya menjemput rejeki, menyalahkan
lingkungan dan orang lain yang menyebabkan takdirnya
memburuk.

10
2.3. Pathway
Faktor predisposisi
(factor biologis, factor psikologis, factor sosiokultural dan lingkungan

Factor presipitasi
biologis, lingkungan dan pemicu gejala

Gangguan penilaian individu, kurang dukungan,


mekanisme coping tidak efektif

Menarik diri, proyeksi, regresi, penolakan

Respon Maladaptif

SKIZOFRENIA Ketidakefektifan koping individu

Gejala Positif Gejala Negatif

Halusinasi waham Perubahan perilaku Perubahan arus Menarik diri dari Apatis, blocking,
pikir pergaulan social menurunya
aktivitas
Gangguan Gangguan Resiko
Proses pikir Asosiasi bebas Kurang aktivitas Tidak mampu
peresepsi perilaku
sosial, menarik diri menjaga
sensori : kekerasan
dari pergaulan kebersihan,
Halusinasi
echolalia sosial, penurunan berpakaian,
dalam bicara, tidak merawat diri dan
ada kontak mata makan
Gangguan
Komunikasi
Verbal Isolasi Deficit
Sosial Perawatan Diri

Gambar 2.1: Pathway Skizofrenia (dikembangkan dari Stuart (2013), Hawai (2012) & Keliat 2012

11
Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan Sensori perseptual: Halusinasi Core Problem

Isolasi sosial : menarik diri

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Gambar 2.2. : Pohon Masalah Halusinasi (Keliat, 2009).

2.4. Manifestasi Klinik


Tanda dan gejala umum yang ditemukan pada penderita skizofrenia

adalah perilaku yang tidak tepat, kemunduran fungsi sosial, defisit perawatan

diri, tidak mampu bekerja, bicara sendiri, mendengar suara-suara, curiga,

perilaku agresif, pemikiran tidak biasa dan tidak logis, dan kurang minat

dengan aktivitas lingkungan sekitar (Baputty, Hitam dan Sethi, 2018).

Sedangkan Videbeck (2011) membagi gejala skizofrenia menjadi 2

kelompok berdasarkan kriteria diagnostik Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorder Text Revision (DSM IV – TR) yaitu gejala positif dan negatif.

1.4.1. Gejala positif


Gejala positif diartikan secara umum sebagai tingkah laku yang
tidak ditemui di orang normal. Gejala positif muncul dan mendominasi
tingkah laku paseien pada fase “aktif” skizofrenia. Fase aktif dari pasien

12
biasanya berujung kepada rawat inap di rumah sakit atau dirujuk ke ahli
karena mengganggu orang- orang di sekitar mereka. Berikut beberapa
gejala positif skizofrenia menurut Stuart (2013) :
1.4.1.1. Waham (delusi) merupakan keyakinan yang salah dan
dipertahankan yang tidak sesuai atau memiliki dasar dalam
realitas
1.4.1.2. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak terjadi dalam realitas
1.4.1.3. Agresif merupakan perilkau destruktif yang memperlihatkan
ancaman, kata-kata kasar dan terdapat kontak fisik terhadap
orang lain, tetapi masih bisa dikendalikan oleh pelaku.
1.4.1.4. Agitasi merupakan bentuk gangguan yang menunjukan ktivitas
motorik berlebihan dan tidak bertujuan atau kelelahan, biasa
dihubungkan dengan keadaan tegang dan ansietas.
1.4.1.5. Perilaku stereotipi merupakan perilaku yang menunjukkan
gerakan anggota badan berulang-ulang tidak bertujuan.
1.4.1.6. Disorganisasi bicara merupakan berbagi macam bentuk
gangguan dalam proses bicara (word salad).
1.4.1.7. Negativisme merupakan suatu sikap yang berlawanan dengan
yang diperinrahkan kepadanya, dan ada penolakan tanpa
alasan.
1.4.2. Gejala negatif
Gejala negatif muncul dan mendominasi pada fase predormal dan
residual dari skizofrenia. Gejala negatif adalah gejala-gejala yang
berhubungan dengan tingkah laku pasif pasien namun cenderung tidak
terlihat dan diabaikan oleh orang-orang sekitar. Berikut gejala negatif
skizofrenia menurut Stuart (2013):
1.4.2.1. Apatis merupakan perasaan tidak peduli terhadap individu,
aktivitas, dan peristiwa.
1.4.2.2. Alogia merupakan kecenderungan sangat sedikit bicara atau

13
menyampaikan sedikit substansi makna.
1.4.2.3. Anhedonia merupakan perasaan tidak senang dalam menjalani
hidup, aktivitas dan hubungan.
1.4.2.4. Katatonia merupakan imobilisasi karena faktor psikologis, klien
tampak tidak bergerak seperti dalam keadaan setenga sadar.
1.4.2.5. Kehilangan motivasi atau tidak adanya keinginan, ambisi, atau
dorongan untuk bertindak dan melakukan tugas-tugas.
1.4.2.6. Afek datar merupakan tidak adanya ekspresi wajah yang
menunjukkan emosi.
Sedangkan menurut Keliat (2012) Manifestasi klinik dari halusinasi
dengar (Auditory-hearing voices or sounds) meliputi beberapa fase, yaitu :
1.4.1. Fase I: Sleep Disorder
Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi. Pasien merasa
banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut diketahui
orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit
karena berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat
narkoba, dihiananti kekasih, masalah dikampus, drop out dsb. Masalah
terasa menekan karena terakumulasi, sedangkan support system kurang
dan persepsi terhadap masalah sangat buruk.Sulit tidur berlangsung terus
menerus, sehingga biasa menghayal. Pasien menanggap lamunan-
lamunan awal tersebut terhadap pemecahan masalah (Keliat, 2012).
1.4.2. Fase II: Comforting Moderate level of anxiety
Halusinasi secara umum ia terima sebagai sesuatu yang alami.
Pasien yang emosi secara berlanjut seperti adanya perasaan cemas,
kesepian, perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba memusatkan
pemikiran pada timbulnya kecemasan. Ia beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat ia kontrol bila kecemasannya
diatur, dalam tahap ini ada kecenderungan pasien merasa nyaman
dengan halusinasinya (Keliat, 2012).
1.4.3. Fase III: Condemning Severe level of anxiety

14
Secara umum halusinasi sering mendatangi pasien.Pengalaman
sensori pasien menjadi sering datang dan mengalami bias. Pasien merasa
tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak
antara dirinya dengan objek yang dipersepsikan pasien mulai menarik
diri dari orang lain dengan intensitas waktu yang lama (Keliat, 2012).
1.4.4. Fase IV: Controlling Severe level of anxiety
Fungsi sensori menjadi tidak relevan dengan kenyataan.Pasien
mencoba melawan suara-suara atau sensory abnormal yang
datang.Pasien dapat merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir.
Dari sinilah dimulai fase gangguan Psychotic (Keliat, 2012).
1.4.5. Fase V: Conquering Panic level of anxiety
Pasien mengalami gangguan dalam menilai lingkungannya.
Pengalaman sensorinya terganggu, pasien mulai merasa terancam
dengan datangnya suara-suara terutama bila pasien tidak dapat menuruti
ancaman atau perintah yang ia dengar dari halusinasinya. Halusinasi
dapat berlangsung selama minimal 4 jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat
(Keliat, 2012).
Selain fase pada halusinasi, terdapat manifestasi klinik lain dalam bentuk
tahap, yaitu :
1.4.1. Tahap 1 : Halusinasi bersifat tidak menyenangkan
Gejala Klinis :
1.4.1.1. Menyeringai/tertawa tidak sesuai
1.4.1.2. Menggerakkan bibir tanpa bicara
1.4.1.3. Gerakan mata cepat
1.4.1.4. Bicara lambat
1.4.1.5. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan
1.4.2. Tahap 2 : Halusinasi bersifat menjijikan
Gejala klinis :
1.4.2.1. Cemas

15
1.4.2.2. Konsentrasi menurun
1.4.2.3. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata
1.4.3. Tahap 3 : Halusinasi bersifat mengendalikan
Gejala klinis :
1.4.3.1. Cenderung mengikuti halusinasi
1.4.3.2. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
1.4.3.3. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah
1.4.3.4. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu
mengikuti petunjuk).
1.4.4. Tahap 4 : Halusinasi bersifat menaklukkan
Gejala klinis :
1.4.4.1. Pasien mengikuti halusinasi
1.4.4.2. Tidak mampu mengendalikan diri
1.4.4.3. Tidak mampu mengikuti perintah nyata
1.4.4.4. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan (Keliat,
2012).
2.5. Komplikasi
Komplikasi schizophrenia jika tidak diobati, dapat menyebabkan masalah
fisik, emosi, dan perilaku yang ekstrim yang mempengaruhi setiap area
kehidupan orang tersebut. Diagnosis yang cepat dan mematuhi rencana
perawatan terperinci sangat penting untuk menjalani kehidupan yang normal
dan bahagia. Komplikasi dan efek skizofrenia yang tidak diobati meliputi:
1.5.1. Substance use disorder, misalnya merokok, alcohol use disorder atau
amphetamine and cocaine use disorder.
1.5.2. Efek samping antipsikotik: distonia, sindrom kolinergik, hipotensi
postural, parsikonism.
1.5.3. Komplikasi psikiatri: depresi, melukai diri sendiri, bunuh diri.
1.5.4. Komplikasi sosial: tunawisma, ketidakmampuan bekerja atau sekolah,
kemiskinan, fobia dan isolasi sosial, menjadi korban perilaku agresif
oleh orang lain, pemasungan

16
1.5.5. Kematian
2.6. Pemeriksaan Penunjang
Meskipun pemeriksaan laboratorium adalah pemeriksaan penunjang,
tetapi peranannya penting dalam menjelaskan dan menkuantifikasi disfungsi
neurofisiologis, memilih pengobatan, dan memonitor respon klinis. Hasil
pemeriksaan laboratorium harus dapat diintegrasikan dengan data riwayat
penyakit, wawancara dan pemeriksaan psikiatrik untuk memperoleh gambaran
komprehensif tentang diagnosis dan pengobatan yang diperlukan oleh pasien.
Sampai saat ini belum ada konsensus mengenai tes apa saja yang
digunakan sebagai penyaring, tetapi beberapa tes berikut patutt untuk
dipertimbangkan :
1.6.1. Pemeriksaan darah lengkap
1.6.2. Elektrolit serum
1.6.3. Glukosa darah
1.6.4. Tes fungsi hepar
1.6.5. Tes fungsi ginjal
1.6.6. Kalsium serum
1.6.7. uji fungsi tiroid
1.6.8. Pemeriksaan penyaring untuk sifilis (VDRL dan TPHA)
1.6.9. Tes urin untuk obat terlarang

2.7. Penatalaksanaan
2.7.1. Penatalaksanaan Medis
Cara utama pengobatan skizofrenia adalah menggunakan obat-obat
antipsikotik. Obat antipsikotik bekerja dengan menginterfensi transmisi
dopaminergic pada otak dengan menghambat reseptor dopamine D2
yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal dan efek
hiperprolaktinemia (IONI, 2017).
Antipsikotik terbukti efektif untuk meredakan gejala skizofrenia
hingga 70-80%, memperpendek jangka waktu pasien di rumah sakit

17
jiwa, dan mencegah kambuhnya penyakit. Namun, obat-obatan tersebut
tidak untuk penyembuhan secara menyeluruh. Mayoritas pasien harus
melanjutkan terapi dengan perbaikan dosis pengobatan agar berfungsi
diluar rumah sakit.
Golongan antipsikotik dibagi menjadi dua yaitu antipsikotik
generasi pertama (tipikal) dan antipsikotik generasi kedua (atipikal)
(Putri, 2015). Antipsikotik dibedakan atas:
1.7.1.1. Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama) seperti
klorpromazin, flufenazin, thioridazin, dan haloperidol
1.7.1.2. Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua) seperti:
klozapin, olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol.
1.7.1.3. Lehman dan Lieberman, (2014) membedakan subgolongan
antipsikotik secara ringkas terlihat pada tabel 2.1
Tabel 2. 1
Perbedaan Antipsikotik Tipikal dengan Atipikal
TIPIKAL ATIPIKAL
Generasi lama Generasi baru (tahun 1990 an)
Memblok reseptor dopamine D2 Memblok reseptor 5-HT (serotonin),
afinitas efek blok D2 rendah

Efek samping EPS besar Efek samping EPS rendah


Efek untuk mengatasi gejala positif Efek untuk mengatasi
gejala baik positif
maupun negative
Potensi rendah : Clozapin, Risperidon,
Klorpromazin, Olanzapin,
Tioridazin, Mesoridazin, Quetiapin, Ziprasidon, Aripiprazol
Potensi tinggi : Flufenazin,
Perfenazin, Thiotixene, Haloperidol

Antipsikotik memiliki efek samping yaitu gejala ekstrapiramidal.


Gejala ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat
Karena bergantung pada dosis, jenis obat, dan kondisi individual pasien.
Gejala ekstrapiramidal termasuk diantaranya (Lieberman and Tasman,
2016) :

18
1.7.1.1. Gejala Parkinson (termasuk tremor,akinesia, dan bradikinesia)
1.7.1.2. Distonia (kontraksi otot yang berkelanjutan dengan postur
memutar, memlintir, atau abnormal yang mempengaruhi
terutama otot kepala dan leher tetapi kadang-kadang batang
tubuh dan ekstremitas bawah).
1.7.1.3. Akatisia (restlessness) muncul sebagai agitasi psikomotorik,
seperti mondar- mandir terus-menerus, bergoyang dari kaki ke
kaki, atau ketidakmampuan untuk duduk diam.
2.7.2. Penatalaksanaan Keperawatan

2.7.2.1. Pengkajian Keperawatan


Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari
proses keperawatan. Menurut Keliat (2009) tahap pengkajian
terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan, atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual. Cara pengkajian lain berfokus
pada 5 (lima) aspek, yaitu fisik, emosional, intelektual, sosial
dan spiritual. Untuk dapat menjaring data yang diperlukan,
umumnya dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk
teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. isi
pengkajian meliputi:
- Identitas klien.
- Keluhan utama/ alasan masuk.
- Faktor predisposisi.
- Faktor presipitasi.
- Penilaian stresor
- Sumber koping
- Mekanik koping
Data pengkajian keperawatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi
pengkajian perilaku, factor predisposisi, faktor presipitasi , penilaian

19
terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki
klien ( Stuart, 2007).
Pengkajian tersebut dapat diuraikan menjadi :
2.7.2.1. Pengkajian perilaku
Perilaku yang berhubungan dengan persepsi mengacu
pada indetifikasi dan interpretasi awal dari suatu stimulus
berdasarkn informasi yang diterima melalui pnca indra tersebut
digambarkan dalam rentang respon neurobiologis dari respon
adaptif, respon transisi dan respon maladaptif.
2.7.2.2. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang berpengaruh pada pasien
halusinasi dapat mencakup:
- Dimensi biologis
Meliputi abnormalitas perkembangan sistem syaraf
yeng berhubungan dengan repon neurobiologis
maladaptif yang menunjukan melalui hasil penelitian
pencitraan otak, zat kimia, otak dan penelitian pada
keluarga yang melibatkan anak kembar dan anak yang
diadopsi yang menunjukan peran genetik pada
skizofrenia.
- Psikologis
Teori psikodinamika untuk terjadinya respons
neurobiologis yang maladaptif belum didukung oleh
penelitian.
- Sosial budaya
Stres yang menumouk dapat menunjang awitan
skizofrenia dan gangguan psikotik lain, tetapi tidak
diyakini sebagai penyebab utama gangguan.
2.7.2.3. Faktor presipitasi
Stressor pencetus terjadinya gangguan persepsi sensori :

20
halusinasi diantaranya:
- Stressor biologis Stresor biologis yang berhubungan dengan
respon nuerobilogis maladaptif meliputi gangguan dalam
komunikasi dan putaran balik otak yang mengatur proses
informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk
dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk
secara selektif menanggapi stimulus.
- Stressor lingkungan Ambang toleransi terhadap stres yang
ditentukan secara biologis berinteraksi dengan stresor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
- Pemicu gejala Pemicu merupakan perkusor dan stimuli yang
menimbulkan episode baru suatu penyakit. Pemicu biasanya
terdapat pada respons nuerobiologis maladaptif yang
berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan
perilaku individu.
- Penilaian stressor Tidak terdapat riset ilmiah yang
menunjukan ilmiah yang menunjukan bahwa stres tidak
menyebabkan skizifrenia. Namun studi mengenai relaps dan
eksaserbasi gejala membuktikan bahwa stres, penilaian
individu terhadap stresor, dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan gejala.
- Sumber koping Sumber koping individual harus dikaji dengan
pemahan tentang pengaruh gangguan otak pada perilaku.
Kekuatan dapat meliputi modal, seperti intelegensi atau
kreativitas yang tinggi.
- Mekanisme koping Perilaku yang mewakili upaya untuk
melindungi pasien dari pengalaman yang menakutkan
berhubungan dengan respon neubiologis maladaptif meliputi
regresi yang berhubungan dengan masalah proses informasi
dan upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit

21
energi untuk aktivitas hidup sehari-hari, proyeksi, sebagai
upaya untuk menjelaskan kerancuan persepsi dan menarik diri
2.7.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko
perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat
secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan
menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Dermawan
& Rusdi, 2013).
Perumusan diagnosa keperawatan :
- Actual : menjelaskan masalah nyata saat ini sesuai
dengan data klinik yang ditemukan.
- Resiko: menjelaskan masalah kesehatan nyata akan
terjadi jika tidak di lakukan intervensi.
- Kemungkinan : menjelaskan bahwa perlu adanya data
tambahan untuk memastikan masalah keperawatan
kemungkinan.
- Wellness : keputusan klinik tentang keadaan
individu,keluarga,atau masyarakat dalam transisi dari
tingkat sejahtera tertentu ketingkat sejahtera yang lebih
tinggi.
- Syndrom : diagnose yang terdiri dar kelompok diagnosa
keperawatan actual dan resiko tinggi yang diperkirakan
muncul/timbul karena suatu kejadian atau situasi tertentu.
Menurut Yosep (2011) diagnosa keperawatan
Halusinasi adalah sebagai berikut :
1.7.2.1. Gangguan persepsi sensori : Halusinasi
1.7.2.2. Isolasi sosial : menarik diri
1.7.2.3. Resiko perilaku kekerasan

22
Sedangkan Menurut Keliat (2012) menyatakan bahwa
Masalah Keperawatan Skizofrenia adalah :
2.7.2.1. Halusinasi pendengaran
2.7.2.2. Resiko mencederai diri, orang lain, dan lingkungan
2.7.2.3. Menarik diri
2.7.2.4. Harga Diri Rendah
2.7.2.5. Koping individu tidak efektif
Data yang Perlu Dikaji
2.7.2.1. Perubahan sensori perseptual : halusinasi
pendengaran
Data Subjektif :
- Pasien mengatakan mendengar bunyi yang tidak
berhubungan dengan stimulus nyata.
- Pasien takut pada suara/bunyi/gambar
yang dilihat dan didengar
- Pasien ingin memukul/melempar barang-barang
Data Objektif :
- Pasien berbicara dan tertawa sendiri
- Pasien bersikap seperti mendengar/melihat
sesuatu
- Pasien berhenti bicara ditengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu.
- Marah – marah tanpa sebab
- Menutup telinga
- Ada gerakan tangan
2.7.2.2. Risiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
Data Subyektif :
- Pasien mengatakan benci atau kesal pada
seseorang.
- Pasien suka membentak dan menyerang orang

23
yang mengusiknya jikasedang kesal atau
marah.
- Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan
jiwa lainnya.
Data Objektif :

- Mata merah, wajah agak merah.


- Nada suara tinggi dan keras, bicara menguasai:
berteriak, menjerit, memukul diri sendiri/orang
lain.
- Ekspresi marah saat membicarakan orang,
pandangan tajam.
- Merusak dan melempar barang-barang
2.7.2.3. Menarik diri
Data Subyektif :
- Pasien mengatakan saya tidak mampu, tidak
bisa, tidak tahu apa-apa, bodoh, mengkritik diri
sendiri, mengungkapkan perasaan malu
terhadap diri sendiri, pasien merasa tidak
berguna, pasien merasa bosan dan lambat
menghabiskan waktu (Yosep, 2010).
Data Obyektif :
- Pasien terlihat lebih suka sendiri, bingung bila
disuruh memilih alternatif tindakan, ingin
mencederai diri/ingin mengakhiri hidup,
- Apatis,
- Ekspresi sedih,
- Komunikasi verbal kurang,
- Aktivitas menurun,
- Posisi janin pada saat tidur,

24
- Menolak berhubungan,
- Kurang memperhatikan kebersihan (Keliat,
2009).
2.7.2.4. Harga diri rendah
Data Subyektif :
- Mengungkapkan ketidakmampuan dalam
meminta bantuan orang lain dan
mengungkapkan rasa malu serta tidak bisa jika
diajak melakukan sesuatu.
Data Obyektif :
- Tampak ketergantungan dengan orang lain,
tampak sedih serta tidak melakukan aktivitas
yang seharusnya dapat dilakukan, wajah
tampak murung (Keliat, 2011).
2.7.2.5. Intervensi Keperawatan
Menurut SDKI, SLKI dan SIKI
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik
yang diharapkan dari klien, dan atau/atau tindakan yang harus
dilakukan oleh perawat. Intervensi dilakukan untuk
membantuk klien mencapai hasil yang diharapkan (Deswani,
2019).
Tujuan dilakukannya perencanaan asuhan keperawatan adalah
sebagai berikut.
a. Meningkatkan komunikasi antara pemberi asuhan
keperawatan.
b. Memberikan asuhan secara langsung dan
didokumentasikan
c. Catatan dapat digunakan untuk evaluasi, penelitian, dan
aspek legal.
d. Sebagai dokumentasi bukti untuk layanan asuransi.

25
Tiga komponen utama yang harus ada dalam sebuah rencana
asuhan keperawatan sebagai berikut.
1. Diagnosis keperawatan atau masalah yang diprioritaskan.
2. Kriteria hasil, yaitu apa hasil yang diharapkan dan kapan
anda ingin mengetahui hasil yang diharapkan tersebut.
3. Intervensi, yaitu apa yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan atau kriteria hasil.

26
27
Intervensi keperawatan pasien dengan gangguan Halusinasi pendengaran

DIAGNOSA SIKI
SLKI
DATA KEPERAWATAN

Luaran Intervensi
Data Pendukung Masalah Kesehatan
Data Subjektif : Gangguan Persepsi Luaran utama : Intervensi utama : Manajemen
 Pasien Sensori : Gangguan Persepsi Sensori (L.09083) Halusinasi (I.09288)
mengatakan Pendegaran (D.0085) Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
sering mendegar selama 6 hari maka persepsi sensori - Monitor perilaku yang
suara yang terhadap stimulus baik dengan kriteria hasil mengidentifikasi halusinasi
berbisik : - Monitor dan sesuaikan tingkat
ditelinganya  Verbalisasi mendengar bisikan (5) aktivitas dan stimulasi lingkungan
seakan – akan  Perilaku halusinasi (5) - Monitor isi halusinasi
mengejeknya  Mondar – mandir (5) Terapeutik :
bahwa tidak - Pertahankan lingkungan yang aman
menikah sambil - Lakukan tindakan keselamatan ketika
menertawakannya tidak dapat mengontrol perilaku
- Diskusikan perasaan dan respon

28
terhadap halusinasi
Data Objektif: - Hindari perdebatan tentang faliditas
 Pasein tampak halusinasi
berbicara sendiri Edukasi
 Pasien tampak - Anjurkan memonitor sendiri situasi
mondar mandir terjadinya halisinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang
dipercaya untuk memberi dukungana
dan umpan balik, korektif teradap
halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi
(mendengar musik, melakukan
aktivitas dan teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan anti ansietas.

29
2.8. Intervensi Unggulan

2.8.1. Definisi Menghardik


Menurut Dalami (2010) Menghardik halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri terhadap halusinasi dengan cara menolak halusinasi
yang muncul. Menghardik halusinasi bertujuan untuk mengusir
halusinasi yang dialami klien. Sedangkan Keliat (2013) mengatakan
bahwa teknik menghardik halusiasi adalah upaya untuk mengendalikan
diri terhadap halusiasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul,
pasien dilatih untuk mengatakan tidak terhadap halusinasinya yang
sedang dialami.
Menurut hasil riset Karina (2013) saat melakukan terapi
menghardik responden menjadi lebih fokus dan berkonsentrasi pada
halusinasinya. Sehingga memungkinkan beberapa zat kimia di otak
seperti dopamine neurotransmitter tidak berlebihan. Klien dilatih untuk
mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulikan halusinasinya. Jika bisa dilakukan dengan baik dan
benar, maka klien akan mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti
halusinasi yang muncul. Teknik untuk menghardik halusinasi itu sendiri
adalah fokus pandangan lurus ke depan kemudian konsentrasi, menutup
telinga dan memilih kata yang akan digunakan untuk menghardik,
perawat mendemonstrasikan kemudian klien diberi kesempatan
mendemonstrasi kembali. Kata yang sudah dipilih diucapkan dengan
sungguh-sungguh dapat dilakukan dalam hati atau diucapkan langsung.
Setelah latihan menghardik penulis memberikan reinforcement pada
klien. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ninik
Retno (2016) di RSJD Dr. Arif Zainudin Surakarta pada salah satu klien
yang mengalami halusinasi pendengaran, untuk mengatasi halusinasi
yang sudah dilakukan bahwa intensitas halusinasi sudah berkurang
ditandai dengan klien mengontrol rasa takut saat halusinasi muncul
30
setelah belajar pengontrolan halusinasi dan halusinasi sudah tidak
muncul ketika dimalam hari dengan melakukan ketiga SP (Strategi
Pelaksanan) yaitu, SP 1 menghardik halusinasi, SP 2 bercakap- cakap
dengan orang lain, SP 3 mengkonsumsi obat secara teratur.
2.8.2. Cara Mengontrol Halusinasi
Pengontrolan halusinasi menurut Muhith (2015) adalah sebagai
berikut:
2.8.2.1. Menghardik halusinasi
2.8.2.2. Bercakap-cakap dengan orang lain
2.8.2.3. Melakukan aktivitas secara terjadwal
2.8.2.4. Mengkonsumsi obat dengan teratur
2.8.3. Tujuan Menghardik
Tujuan diberikan teknik menghardik adalah agar pasien mampu
mengenali jenis halusinasi yang terjadi dan dapat mengontrol setiap
kali pemicu halusinasi muncul dan pada akhirnya pasien mampu
melakukan aktivitasnya secara optimal.
2.8.4. Tahapan Tindakan Menghardik
2.9.4.1. Menjelaskan cara menghardik halusinasi.
2.9.4.2. Mempergakan cara menghardik.
2.9.4.3. Meminta pasien mempergakan ulang.
2.9.4.4. Memantau penerapan cara ini, menguatkan perilaku pasien.
2.8.5. Pentingnya Dilakukan Teknik Menghardik Pada Pasien Halusinasi
Teknik menghardik sangat penting untuk mengkaji perintah yang
diberikan lewat isi halusinasi, karena menyangkut individu dan dapat
merugikan baik untuk pasien itu sendiri, keluarga, masyarakat, bahkan
bisa sampai pemerintah (Keliat, 2011).

2.8.6. Cara Melakukan Teknik Menghardik


Teknik menghardik dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pasien dilatih dan mengatakan “pergi-pergi, kamu suara palsu,
31
kamu tidak nyata”. Jika ini dapat dilakukan, pasien akan mampu
mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul
(Keliat, 2011).
2.8.7. Hal yang harus diperhatikan
Pada pasien halusinasi yang harus di perhatikan yaitu frekuensi
dan situasi munculnya halusinasi yang dialami oleh pasien. Hal ini
dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada waktu terjadinya
halusinasi, menghindari situasi yang menyebabkan munculnya
halusinasi. Sehingga pasien tidak larut dalam halusinasinya (Yosep,
2009).
Jangan biarkan pasien halusinasi melamun dan sendirian, karena
dapat menimbulkan halusinasinya yang mampu mengendalikan pasien
untuk berbuat sesuatu kepada orang lain ataupun diri sendiri (Keliat,
2011).

32
BAB III
LAPORAN KASUS KELOLAAN UTAMA

3.1. Pengkajian
3.1.1. Identitas
Identitas Klien
Nama : Sdr. A. S
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Suku : Tanimbar
Agama : Khatolik
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pendidikan : SMP
Alamat : Lorulun
Pekerjaan :-
No. RM : PKM L F. 87

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. B. S
Umur : 45 tahun
Alamat : Lorulun.
Hubungan dengan klien : Saudara Kandung
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1. Alasan Masuk Rumah Sakit
Pasien di antar ke Puskesmas oleh keluarganya,
dikarenakan pasien sering berbicara sendiri, sulit tidur, bicara
kacau (sering mengeluarkan kata – kata kotor), berjalan mondar
- mandir. Hal ini telah berlangsung kurang lebih 6 bulan
terakhir. Setelah dilakukan pengkajian, pasien mengatakan

33
sering mendengar suara – suara yang seakan – akan seperti
mengejeknya, mengatakan bahwa pasien tidak mampu untuk
memikat hati wanita dan membangun rumah tangga.
3.1.2.2. Faktor Predisposisi
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu
sebanyak 4 kali di Rumah, klien sering di kunjungi oleh
petugas kesehatan dari Puskesmas perawatan Lorulun untuk di
berikan obat, dan klien pernah meminum dengan rutin obat
tersebut namun kurang lebih satuhan terakhir klien tidak lagi
meminum obat tersebut klien merasa malas dan keluarga juga
lalai dalam mengingatkan klien untuk meminum obat secara
teratur. Klien tidak pernah mengalami aniaya fisik dan aniaya
seksual. Klien juga tidak pernah mengalami kekerasan dalam
rumah tangga baik sebagai korban, pelaku atau saksi. Keluarga
tidak ada yang mempunyai riwayat gangguan jiwa. Pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien pernah
menyukai seorang wanita dan ingin sekali menikahinya namun
klien di tolak dan wanita tersebut menikah dengan orang lain.
3.1.2.3. Faktor Presipitasi
Pasien dibawa oleh keluarga ke Puskesmas Perawatan
Lorulun karena klien sering bicara sendiri, bicara kacau, klien
mengatakan mendengar suara yang sebenarnya tidak ada, dan
mondar-mandir. Menurut keluarga keadaan klien bisa seperti
ini karena menyukai seorang wanita namun tidak di respon.
3.1.2.4. Psikososial
1. Genogram: Klien tinggal serumah bersama Ibu, ayah, dan
dan saudara laki beserta angota keluarganya Klien
merupakan anak ke dua dari lima bersaudara. Hubungan

34
klien dengan lingkungan tidak menentu, kadang bisa dia
ajak bicara, kadang juga tidak.
2. Konsep Diri
3. Gambaran diri
4. Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak di
sukai, pasien juga tidak memiliki cacat tubuh. Klien
menerima semua anggota tubuhnya.
5. Identitas
Pasien menyadari dia seorang laki - laki, berusia 41 tahun
belum pernah menikah dan ingin sekali menika namun
ditinggal nikah wanita yang disukainya.
6. Peran Diri
Pasien adalah seorang pemuda dan anggota masyarakat.
Sebelum sakit pasien masih bisa melaksanakan tugasnya
dengan baik yaitu sering membantu orang tuanya ke kebun
dan juga bisa membantu ayahnya menebang pohon di Hutan
dengan menggunakan sensor. Selama sakit pasien hanya
melakukan kegiatan untuk diri sendiri yankni menimbah air
untuk mandi dan sesekali mencuci pinring sendiri jika sudah
selesai makan.
7. Status Mental
8. Alam perasaan
Pasien merasa sedih dan putus asa karena ditinggal nikah
oleh wanita yang disukai.
9. Persepsi
Pasien mengatakan mendengar suara yang berbisik
ditelinganya suara tersebut seakan – akan mengejeknya
bahwa dia tidak mampu untuk memikat hati wanita sehingga
tidak menikah. frekuensi munculnya suara itu tidak pasti dan

35
lebih sering pada saat pasien sendirian. Suara yang di dengar
muncul setiap hari.
10. Proses Pikir
Pasien dapat menjawab beberapa pertanyaan dengan baik
dan ada juga pertantanyaan yang tidak dapat di jawab
11. Isi Pikir
Pasien merasa ketika mendegar suara yang berbisik
ditelinganya seakan – akan mengejeknya bahwa tidak
menikah sambil menertawakannya.
3.1.3 Pemeriksaaan Fisik
a. Tanda-tanda vital
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36ºC
Respirasi : 20 x/menit
b. Ukur
TB : 158 cm
BB : 70 kg
c. Pemeriksaan Head to toe
1. Kepala dan Rambut
- Bentuk : Normal , Berbentuk bulat.
- Kulit kepala : kotor (ada ketombe)
- Rambut : Penyebaran dan keadaan rambut
: merata, warnah hitam, Bau : Tidak bau
2. Wajah
- Warna Kulit : Kuning langsat
- Struktur Wajah : Bulat, tidak ada kelainan.
3. Mata
- Kelengkapan dan kesimetrisan: 2 buah bola mata dan simetris

36
- Palpebra : Terbuka
- Konjungtiva dan sclera : Tidak Pucat
- Pupil : Simetris
- Cornea dan iris : normal

- Strabismus : (-)
4. Hidung
- Tulang hidung : Simetris , normal
- Lubang Hidung : Lengkap , ada 2 lubang
- Cuping hidung : Normal
5. Telinga
- Bentuk Telinga : Simetris kiri kanan

- Ukuran Telinga : Kecil

- Lubang Telinga : ada serumen

- Ketajaman Pendengaran : Masih Baik


6. Mulut dan Faring
- Keadaan Bibir : Tidak kering

- Keadaan Gusi dan Gigi : Gusi dan gigi bersih, karies (-)

- Keadaan Lidah : bersih Leher

- Posisi Trachea : simetris

- Thiroid : Normal , tidak ada pembesaran


tiroid

- Vena jugularis : tidak ada pembesaran

- Denyut nadi karotis : Normal, masi teraba

7. Pemeriksaan Integumen
- Kebersihan : Baik

37
- Kehangatan : Kulit terasa hangat.

- Warna : Kuning langsat

- Turgor : Normal ( 2 detik)

- Kelembaban : kulit lembab

- Kelainan Pada Kulit : normal


8. Pemeriksaan Thoraks/Dada
- Inspeksi thoraks (Normal,burelchest (-),
funnelchest (-), pigeon chest (-),flailchest
(-))
- Pernafasan (Frekuensi,irama) : Normal ,
tidak sulit dalam bernafas
- Tanda Kesulitan Bernafas : (-)
9. Pemeriksaan Paru
- Palpasi Getaran Suara : normal

- Perkusi : resonan (s)onor

- Auskultasi : vesikuler)
10. Pemeriksaan Jantung

- Inspeksi : Kedua belah dada normal,


simetris

- Palpasi : Normal

- Perkusi : Normal
- Auskultasi : Normal, tidak ada bunyi
tambahan ( Bunyi S1 normal)
11. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi ( Bentuk,benjolan) : Normal, tidak ada
benjolan

38
- Auskultasi : Tidak terdengar
kelainan

- Palpasi (Tanda nyeri tekan : Tidak


adanya pembesaran

- Perkusi (Suara abdomen) : Normal


3.1.4 Pemeriksaan penunjang : -

3.2. Analisa Data


Tabel 3.2
Analisa Data
Analisa data Masalah Keperawatan
DS: Gangguan Persepsi Sensori :
 Pasien mengatakan sering Gangguan Pendengaran
mendegar suara yang berbisik
ditelinganya seakan – akan
mengejeknya bahwa tidak
menikah sambil
menertawakannya
DO :
 Pasein tampak berbicara sendiri
 Pasien tampak mondar mandir

39
3.3. Intervensi Keperawatan
Tabel 3.3
Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA SIKI
SLKI
DATA KEPERAWATAN

Luaran Intervensi
Data Pendukung Masalah Kesehatan
Data Subjektif : Gangguan Persepsi Luaran utama : Intervensi utama : Manajemen
 Pasien Sensori : Gangguan Persepsi Sensori (L.09083) Halusinasi (I.09288)
mengatakan Pendegaran (D.0085) Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
sering mendegar selama 6 hari maka persepsi sensori - Monitor perilaku yang
suara yang terhadap stimulus baik dengan kriteria hasil mengidentifikasi halusinasi
berbisik : - Monitor dan sesuaikan tingkat
ditelinganya  Verbalisasi mendengar bisikan (5) aktivitas dan stimulasi lingkungan
seakan – akan  Perilaku halusinasi (5) - Monitor isi halusinasi
mengejeknya  Mondar – mandir (5) Terapeutik :
bahwa tidak - Pertahankan lingkungan yang aman
menikah sambil - Lakukan tindakan keselamatan ketika
menertawakannya tidak dapat mengontrol perilaku
- Diskusikan perasaan dan respon
40
terhadap halusinasi
- Hindari perdebatan tentang faliditas
Data Objektif: halusinasi
 Pasein tampak Edukasi
berbicara sendiri - Anjurkan memonitor sendiri situasi
 Pasien tampak terjadinya halisinasi
mondar mandir - Anjurkan bicara pada orang yang
dipercaya untuk memberi dukungana
dan umpan balik, korektif teradap
halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi
(mendengar musik, melakukan
aktivitas dan teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan anti ansietas.
3.4. Implementasi dan evaluasi
Tabel 3.4
41
Implementasi Keperawatan
Tanggal / Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Jam Keperawatan
18/01/2021 Gangguan S:
Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan mendengar
Gangguan mengidentifikasi halusinasi suara bisikan saat sendirian dan
Pukul
Pendegaran muncul setiap hari.
10. 00 WIT (D.0085) - Monitor dan sesuaikan tingkat - Pasien mengatakan merasa nyam
aktivitas dan stimulasi dengan kondisi lingkungannya
lingkungan - Pasien mengatakan mendengar suara
bisikan yang seakan – akan
- Memonitor isi halusinasi mengejeknya
- Pasien mengatakan ketika
mendengar suara tersebut dia
- Mendiskusikan perasaan dan langsung merespon dengan emosi
respon pasien terhadap sambil memarahi suara tersebut.
halusinasi - Pasien mengatakan dia sudah
mengatakan kepada keluarganya
namun dia dimarahi karena menurut
- Menganjurkan klien untuk keluarganya suara itu tidak nyata.
berbicara pada orang yang
42
dipercaya untuk memberi - Pasien mengatakan bersedia
dukungan dan umpan balik, mendengar music apabila berada
korektif teradap halusinasi dirumah sendirian.

- Pasien mengatakan apabila terjadi


- Menganjurkan klien untuk halusinasi, ia akan menutup telinga
melakukan distraksi (mendengar dan Mengatakan dengan nada tegas
musik, melakukan aktivitas dan “pergi – pergi karena kamu tak
teknik relaksasi) nyata”.
- Mengajarkan pasien dan - Pasien mengatakan bersedia
keluarga cara mengontrol meminum obat kembali sesuai
halusinasi dengan cara anjuran yang diberikan.
menghardik. O:
- Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Bekerja sama dengan dokter - Pasien dapat mempraktekkan cara
dalam pemberian obat menghardik yang benar
antipsikotik - Pasien menyetujui untuk meminum
obat sesuai anjuran

43
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
19/01/2021 Gangguan S:
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan masih
Gangguan mengidentifikasi halusinasi mendengar suara bisikan saat
09. 00 WIT
Pendegaran sendirian dan muncul pada sore hari
(D.0085) dan malam ketika pasien mau tidur.
- Pasien mengatakan mendengar suara
- Memonitor isi halusinasi bisikan yang seakan – akan
mengejeknya
- Pasien mengatakan ketika
- Mendiskusikan perasaan dan mendengar suara tersebut langsung
respon pasien terhadap menutup telinga.
halusinasi - Pasien mengatakan senang berbicara
dengan perawat karena bisa

44
- Menganjurkan klien untuk mendengar apa yang dirasakannya
berbicara pada orang yang selama ini.
dipercaya untuk memberi - Pasien mengatakan ketika sendirian
dukungana dan umpan balik, pasien mendengar music.
korektif teradap halusinasi - Pasien mengatakan mendengar suara
- Menganjurkan klien untuk bisikan yang mengejeknya dan
melakukan distraksi (mendengar pasien langsung meresponya
musik dan melakukan aktivitas) dengan menutup telinga dan
- Mengajarkan pasien dan Mengatakan pergi – pergi karena
keluarga cara mengontrol kamu tak nyata.
halusinasi dengan cara - Pasien mengatakan bersedia
menghardik (menutup telinga meminum obat kembali sesuai
dengan kedua tangan dan sambil anjuran yang diberikan.
mengatakan dengan tegas pergi O:
pergi) . - Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Bekerja sama dengan dokter - Pasien kooperatif
dalam pemberian obat - Pasien dapat mempraktekkan cara
antipsikotik menghardik yang benar
A:

45
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi

P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
20/01/2021 Gangguan S:
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan ia masih
Gangguan mengidentifikasi halusinasi mendengar suara bisikan yang
09.30. 00
Pendegaran seakan – akan mengejeknya. namun
WIT
(D.0085) sejak kemarin setelah istirahat siang
klien menonton TV bersama
- Memonitor isi halusinasi keluarganya sambil bercerita
sehingga tidak mendengar suara
bisikan.
- Mendiskusikan perasaan dan - Pasien mengatakan semoga sebentar
respon pasien terhadap malam tidak lagi terjadi halusinasi,
halusinasi jika terjadi ia akan menutup telinga
- Mengingatkan pasien dan dan mengatakan pergi – pergi
keluarga untu selalu mengontrol
46
halusinasi dengan menghardik karena kamu tak nyata.
(menutup telinga dengan kedua - Pasien mengatakan lebih tenang
tangan dan sambil mengatakan setelah melakukan tindakan
dengan tegas pergi pergi) seperti menghardik halusinasi seperti yang
yang telah di ajarkan. diajarkan.
O:
- Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
21/01/2021 Gangguan S:

47
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan pada malam hari
Gangguan mengidentifikasi halusinasi sebelum tidur ia masih mendengar
09. 00 WIT
Pendegaran suara bisikan yang seakan – akan
(D.0085) - Memonitor isi halusinasi mengejeknya suara tersebut
terdengar lagi pada pagi hari setelah
- Mendiskusikan perasaan dan pasien bangun tidur.
respon pasien terhadap Pasien mengatakan membantu
halusinasi keluarganya menimbah air pada pagi
- Menganjurkan klien untuk dan sore hari.
melakukan distraksi (mendengar
musik, melakukan aktivitas dan - Pasien mengatakan setelah
relaksasi) mendengar suara bisikan pasien
- Mengingatkan pasien dan menutup telinga dan Mengatakan
keluarga untu selalu mengontrol pergi – pergi karena kamu tak nyata.
halusinasi dengan menghardik
(menutup telinga dengan kedua - kemudian pasien meminum obat dan
tangan dan sambil mengatakan istirahat malam.
dengan tegas pergi pergi) seperti O:
yang telah di ajarkan. - Pasien mampu menyebutkan
- Mengingatkan pasien untuk rutin yang sedang dialami
meminum obat.
48
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak lebih tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)

22/01/2021 Gangguan S:
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan masih
Gangguan mengidentifikasi halusinasi mendengar suara bisikan yang
09. 00 WIT
Pendegaran seakan – akan mengejeknya
(D.0085) - Memonitor isi halusinasi - Pasien mengatakan suara bisikan
tersebut hanya muncul di pagi hari
- Mendiskusikan perasaan dan
49
respon pasien terhadap saat pasien baru bangun tidur dan
halusinasi sendirian di kamar
- Pasien mengatakan merasa senang
- Menganjurkan klien untuk karena pasien dapat membantu
melakukan distraksi (mendengar orang tuanya di kebun.
musik dan melakukan aktivitas) - Pasien mengatakan setelah
- Mengingatkan pasien dan mendengar suara bisikan pasien
keluarga untu selalu mengontrol menutup telinga dan Mengatakan
halusinasi dengan menghardik pergi – pergi karena kamu tak nyata.
(menutup telinga dengan kedua - Pasien mengatakan sudah meminum
tangan dan sambil mengatakan obat yang di berikan semalam
dengan tegas pergi pergi) seperti setelah habis makan dan akan
yang telah di ajarkan. meminumnya lagi pada malam hari
- Mengingatkan pasien untuk tetap O:
meminum obat secara rutin. - Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak lebih tenang.

50
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
23/01/2021 Gangguan - Memonitor perilaku yang S:
Pukul Persepsi Sensori : mengidentifikasi halusinasi - Pasien mengatakan dari semalam
Gangguan sampai saat ini tidak lagi mendengar
12.30 WIT
Pendegaran - Memonitor isi halusinasi suara bisikan yang seakan – akan
(D.0085) mengejeknya
- Pasien mengatakan jika terjadi
- Mendiskusikan perasaan dan
halusinasi lagi pasien menutup
respon pasien terhadap
telinga dan Mengatakan pergi –
halusinasi
pergi karena kamu tak nyata.
- Pasien mengatkan rajin membantu
keluargnya dengan minimbah air,
- Menganjurkan klien untuk
mencuci piring sendiri dan kekebun
melakukan distraksi (mendengar
jika sempat.
musik dan melakukan aktivitas)

51
- Pasien mengatakan setiap kali
mendengar suara bisikan pasien
- Mengingatkan pasien dan menutup telinga dan Mengatakan
keluarga untu selalu mengontrol pergi – pergi karena kamu tak nyata.
halusinasi dengan menghardik - Pasien mengatakan sudah meminum
(menutup telinga dengan kedua obat yang di berikan semalam
tangan dan sambil mengatakan setelah habis makan dan akan
dengan tegas pergi pergi) seperti meminumnya lagi pada malam hari
yang telah di ajarkan. O:
- Mengingatkan pasien untuk tetap - Pasien mampu menyebutkan
meminum obat secara rutin. yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak senang dan lebih
tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran teratasi
P:

52
Intervensi di hentikan

53
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1. Analisa Masalah Keperawatan


Berdasarkan deskripsi asuhan keperawatan penulis menemukan masalah
keperawatan yakni gangguan persepsi sensori : Gangguan Pendengaran
teridentifikasi dari munculnya data subjektif pada klien dengan keluhan sering
mendegar suara yang berbisik ditelinganya seakan – akan mengejeknya bahwa
tidak menikah sambil menertawakannya. Selain itu ada juga data objektif yakni
klien tampak berbicara sendiri dan tampak mondar mandir. Hal ini sejalan
dengan defenisi dari ganggua persepsi sensori yang dikemukakan dalam
Dermawan dan Rusdi (2013) yakni Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan
manusia dalam membedakan antara rangsangan timbul dari sumber internal
(pikiran, perasaan) dan stimulus eksternal. Pada deskripsi asuhan keperawatan
penulis menemukan bahwa klien tidak mampu membedakan rangsangan yang
timbul dari pikiran dan perasaannya sehingga klien merespon dengan selalu
berbicara dengan suara tersebut setiap kali muncul. Gangguan persepsi sensori
yang dialami klien berupa halusinasi yakni merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pendengaran, pengecapan, perabaan dan penghiduan tanpa
stimulus nyata (Keliat, 2010).

4.2. Analisa Intervensi dalam Mengatasi Masalah Keperawatan


Masalah keperawatan pada pasien yang telah dibahas pada deskripsi
asuhan keperawatan yakni gangguan persepsi sensori : Gangguan Pendengaran.
Untuk mengatasi masalah yang dialami oleh klien maka perlu adanya
perencanaan keperawatan sebagai strategi untuk mencegah atau mengatasi
masalah keperawatan yang telah diidentifikasikan. Berdasarkan masalah yang
dihadapi klien maka Intervensi yang dilakukan penulis adalah Manajemen
Halusinasi.

54
Menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) (2018)
manajemen halusinasi merupakan tindakan mengidentifikasi dan mengelola
peningkatan keamanan, kenyamanan dan orientasi realita. Dalam penentuan
intervensi keperawatan manajemen halusinasi terdapat beberapa instruksi
tindakan keperawatan yang di implementasikan kepada pasien sehingga dapat
memenuhi kriteria hasil yang diharapkan, oleh karena itu pada manajemen
halusinasi tindakan yang diimplementasikan penulis sebagai intervensi
unggulan yakni mengajarkan pasien dan keluarga cara mengontrol halusinasi
dengan menerapkan teknik menghardik halusinasi.
Menurut dalami (2010) menghardik halusinasi adalah upaya
mengendalikan diri teradap halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang
muncul. Pada deskripsi asuhan keperawatan klien diajarkan tentang bagaimana
cara menghardik hal ini dilakukan dengan pertama – tama perawat
mendemonstrasikan teknik menghardik kepada klien yakni memandang lurus
kedepan kemudian konsentrasi, klien dengan tegas mengatakan kepada suara
yang di dengar pergi – pergi maku suara palsu, kamu tidak nyata setelah
perawat mendemostrasikan dan merasa bahwa klien sudah memahami maka
klien diberi kesempatan untuk mendemstrasikan teknik yang diajarkan.
Berdasarkan hasil Intervensi manajemen halusinasi dengan penerapan
teknik menghardik yang dilakukan selama enam hari, penulis menemukan
bahwa adanya perubahan pada perilaku pasien dengan masalah keperawatan
yang dialami klien yakni gangguan persepsi sensori : Gangguan Pendengaran
hal ini dapat dibuktikan dengan hasil Evaluasi keperawatan pada hari keenam
(Pasien mengatakan dari semalam sampai saat ini tidak lagi mendengar suara
bisikan yang seakan – akan mengejeknya, pasien tampak lebih tenang). Hal ini
sejalan dengan yang dikemukakan oleh keliat (2011) yakni teknik menghardik
dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Pasien dilatih dan “mengatakan
pergi – pergi kamu suara palsu, kamu suara tidak nyata”. Jika ini dapat
dilakukan pasien dapat mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang

55
muncul.

4.3. Alternatif Pemecahan Masalah


Dalam melakukan intervensi keperawatan pada pasien hal-hal yang
menjadi hambatan atau kendala yakni pasien kurang memahami akan
penyakitnya sehingga diawal pertemuan pasien mengatakan tidak pernah
mendengar suara – suara bisikan, pasien mengatakan tidak pernah berbicara
sendiri sedangkan menurut keluarga pasien sering berbicara sendiri. Oleh
karena itu alternatif pemecahan masalah yang dilakukan penulis yakni membina
hubungan saling percaya antara pasien dengan perawat dimana perawat
mencoba membangun komunikasi yang baik berusaha menggali apa yang
dirasakan pasien sampai pasien mau menerima dan menggungkapkan tentang
apa yang di alaminya. Selain kendala yang dialami pasien adapun kendala pada
keluarga sebagai faktor pendukung dalam keberhasilan proses ahuhan
keperawatan yakni kurang pengetahuan dan partisipasi dari keluarga dalam
merawat klien dengan skizofrenia hal ini dibuktikan dengan hasil penerapan
evaluasi instruksi tindakan keperawatan yakni “Menganjurkan klien untuk
berbicara pada orang yang dipercaya untuk memberi dukungan dan umpan
balik, korektif teradap halusinasi” hal ini direspon oleh klien dengan
mengatakan “Pasien mengatakan dia sudah mengatakan kepada keluarganya
namun dia dimarahi karena menurut keluarganya suara itu tidak nyata. Oleh
karena itu alternative pemecahan masalah yang dilakukan penulis yankni
memberikan edukasi kepada keluarga tentang penyakit yang diderita klien. Hal
ini sejalan dengan Intervensi awal berupa psikoedukasi kepada keluarga klien
tentang penyakit yang dialami klien dan bagaimana cara merawat klien
(Davison & Neale, 2006). Hambatan juga ada pada Fasilitas kesehatan terdekat
dalam hal ini puskesmas lorulun yakni stok obat untuk pasien sering habis dan
tidak tersedia dalam kurun waktu berapa bulan sehingga pasien tidak dapat
mengkonsumsi obat secara teratur. Alternatif pemecahan masalah yang

56
dilakukan adalah memberikan masukan kepada kepala puskesmas, tenaga
apoteker dan pengelola program agar berusaha memperhatikan stok obat
sehingga kebutuhan pasien dapat terpenuhi disamping itu klien dibuatkan resep
agar memperoleh obat dengan cara membeli di apotek terdekat.

57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Pasien dengan
diagnose keperawatan gangguan persepsi sensori : gangguan pendengaran
dengan intervensi yang digunakan yaitu manajemen halusinasi melalui
penerapan teknik menghardik selama enam hari pertemuan. Dalam proses
pemberian asuhan keperawatan penulis mengajarkan kepada klien cara
menghardik halusinasi dengan mendemostrasikan gerakannya kepada klien
(menutup telinga dengan kedua tangan dan sambil mengatakan dengan tegas
pergi pergi, kamu palsu, kamu tak nyata) demonstrasi dilakukan dua kali pada
hari pertama dimana pertama kali mendemonstrasi penulis meminta klien untuk
mengulang namun klien belum bisa sehingga penulis melakukannya lagi,
demonstrasi dilakukan juga pada hari kedua pertemuan, untuk pertemuan pada
hari ketiga sampai hari keenam penulis terus mengingatkan klien untuk tetap
melakukan cara menghardik ketika mendengar suara bisikan. Setelah pasien
diberikan Intervensi manajemen halusinasi dengan penerapan teknik
menghardik selama enam hari pasien dapat mengendalikan halusinasi
pendengaran yang dialami.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Perawat
Untuk meningkatkan peran keluarga dan masyarakat dalam asuhan
keperawatan..
5.2.2. Bagi Pasien
Diharapkan pasien mampu melakukan intervensi manejemen halusinasi
dengan penerapan teknik menghardik yang telah diajarkan oleh perawat.
5.2.3. Bagi Penulis
Diharapkan hasil karya tulis ilmiah ini dapat menjadi referensi lain serta

58
dapat menjadi acuan untuk dikembangkan kembali dalam asuhan
keperawatan pada pasien dengan masalah Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran.

59
DAFTAR PUSTAKA

Keliat, Budi Anna. (2011). Manajemen Kasus Gangguan Jiwa: CMHN


(INTERMEDIATE COURSE). Jakarta: EGC.
Anggraini, Karina. (2013). Pengaruh Menghardik Terhadap Penurunan Tingkat
Halusinasi Dengar Pada Pasien Skizofrenia Di RSJ Dr.
Aminogondohutomo Semarang. STIKES Telogorejo Semarang.
Dalami, E.Susilawati, Rochimah, Ketut, RS, &Widji, L. (2010). Konsep Dasar
Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Cv. Trans Info Media.
Direja, A.H.S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Hawari, D. (2012). Skizofrenia Pendekatan Holisik (BPSS) Bio-Psiko-Sosio
Spiritual. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Katona, Cornelius. (2012). At a Glance PSIKIATRI. Edisi ke 4. Alih bahasa: Dr. Cut
Noviyanti, Dr. Vidya Hartiyansyah. Jakarta: Erlangga.
Retno, Ninik Widuri. (2016). Upaya Penurunan Intensitas Halusinasi dengan
Cara Mengontrol Halusinasi di RSJD Dr. Arif Zaenudin Surakarta.
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Stuart, Gail W. (2013). Buku saku Keperawatan Jiwa/alih Bahasa: Ramona P.
Kapoh, Egi Kornara. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Suheri. (2014). Pengaruh Tindakan Generalis HalusinasiTerhadap
Frekuensi Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Di RS Jiwa Grhsia
PEMDA DIY. Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan „Aisyiyah Yogyakarta.
Videbeck, Sheila I. (2008). Buku Ajar KeperawatanJiwa, alih bahasa: Renata
Komalasari. AlfrinaHany. Jakarta: EGC.
Yosep, I & Titin, S. (2014). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika
Aditama.

60
Departemen Kesehatan. 2010. Standar Pedoman Perawatan Jiwa. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Keliat, Budi Anna. 2007. Kumpulan Proses Keperawatan Masalah Jiwa. Jakarta:
FIK Universitas Indonesia
Keliat, Budi Anna. 2009. Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa. Jakarta:
EGC
Keliat, Budi Anna. 2014. Keperawatan Jiwa Terapi Aktivitas Kelompok Edisi 2.
Jakarta: EGC

61
LAMPIRAN
Lampiran 1

Lembar Konsultasi/Bimbingan KIAN

Nama : Marsina Martha Bille


NPM : 194291517064
Program Studi : Ners
Judul KIAN : Asuhan Keperawatan Melalui Intervensi Manajemen
Halusinasi dengan Teknik Menghardik Pada Tn. A. S Dengan
Skizofrenia Di Puskesmas Lorulun Kecamatan Wer Tamrian
Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Dosen Pembimbing : Ns. Nita Sukamti, S. Kep. M. Kep

Kegiatan Konsultasi
PARAF
SARAN/
NO HARI/TGL MATERI KONSULTASI DOSEN
MASUKAN
PEMBIMBING

23 Desember Konsul Judul lewat WhatsApp


1.
2020

2. 05 Januari 2021 Konsul Judul lewat WhatsApp

3. 22 Januari 2021 Konsul BAB I WhatsApp

Konsul revision BAB I dan


lanjut BAB II, perbaikan teknik
4 28 Januari 2021
penulisan, lewat
WhatsApp

Konsul Intervensi keperawatan,


5. 30 Januari 2021
lewat WhatsApp

62
Konsul lanjut konsul BAB III
6. 3 Februari 2021
lewat WhatsApp

Konsul KIAN lengkap lewat


7 4 Februari 2021
WhatsApp

Konsul revisian lengkap lewat


8 5 Februari 2021
WhatsApp

63
Lampiran 2

BIODATA PENULIS

Nama : Marsina Martha Bille

Tempat Tanggal Lahir : Letwurung, 1 April 1986

NPM : 194291517064

Alamat : Saumlaki

No. Hp : 082238341642

Email : Shinta86.bille@gmail.com

64
Lampiran 3
LAMPIRAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
a. Identitas Klien
Nama : Sdr. A. S
Umur : 41 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Suku : Tanimbar
Agama : Khatolik
Status Perkawinan : Belum Kawin
Pendidikan : SMP
Alamat : Lorulun
Pekerjaan :-
No. RM : PKM L F. 87

Identitas Penanggung Jawab


Nama : Tn. B. S
Umur : 45 tahun
Alamat : Lorulun.
Hubungan dengan klien : Saudara Kandung
b. Alasan masuk rumah sakit
Pasien di antar ke Puskesmas oleh keluarganya, dikarenakan pasien
sering berbicara sendiri, sulit tidur, bicara kacau (sering mengeluarkan kata –
kata kotor), berjalan mondar - mandir. Hal ini telah berlangsung kurang lebih
6 bulan terakhir. Setelah dilakukan pengkajian, pasien mengatakan sering
mendengar suara – suara yang seakan – akan seperti mengejeknya,
mengatakan bahwa pasien tidak mampu untuk memikat hati wanita dan
membangun rumah tangga.

65
c. Faktor predisposisi
Pasien pernah mengalami gangguan jiwa dimasa lalu sebanyak 4 kali
di Rumah, klien sering di kunjungi oleh petugas kesehatan dari Puskesmas
perawatan Lorulun untuk di berikan obat, dan klien pernah meminum
dengan rutin obat tersebut namun kurang lebih satuhan terakhir klien tidak
lagi meminum obat tersebut klien merasa malas dan keluarga juga lalai
dalam mengingatkan klien untuk meminum obat secara teratur. Klien tidak
pernah mengalami aniaya fisik dan aniaya seksual. Klien juga tidak pernah
mengalami kekerasan dalam rumah tangga baik sebagai korban, pelaku atau
saksi. Keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat gangguan jiwa.
Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan yaitu klien pernah
menyukai seorang wanita dan ingin sekali menikahinya namun klien di tolak
dan wanita tersebut menikah dengan orang lain.

2. ANALISA DATA
Analisa data Masalah Keperawatan
DS: Gangguan Persepsi Sensori :
 Pasien mengatakan sering Gangguan Pendengaran
mendegar suara yang berbisik
ditelinganya seakan – akan
mengejeknya bahwa tidak
menikah sambil menertawakannya
DO :
 Pasein tampak berbicara sendiri
 Pasien tampak mondar mandir

66
3. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA SIKI
SLKI
DATA KEPERAWATAN

Luaran Intervensi
Data Pendukung Masalah Kesehatan
Data Subjektif : Gangguan Persepsi Luaran utama : Intervensi utama : Manajemen
 Pasien Sensori : Gangguan Persepsi Sensori (L.09083) Halusinasi (I.09288)
mengatakan Pendegaran (D.0085) Setelah dilakukan intervensi keperawatan Observasi :
sering mendegar selama 6 hari maka persepsi sensori - Monitor perilaku yang
suara yang terhadap stimulus baik dengan kriteria hasil mengidentifikasi halusinasi
berbisik : - Monitor dan sesuaikan tingkat
ditelinganya  Verbalisasi mendengar bisikan (5) aktivitas dan stimulasi lingkungan
seakan – akan  Perilaku halusinasi (5) - Monitor isi halusinasi
mengejeknya  Mondar – mandir (5) Terapeutik :
bahwa tidak - Pertahankan lingkungan yang aman
menikah sambil - Lakukan tindakan keselamatan ketika
menertawakannya tidak dapat mengontrol perilaku
- Diskusikan perasaan dan respon

67
terhadap halusinasi
Data Objektif: - Hindari perdebatan tentang faliditas
 Pasein tampak halusinasi
berbicara sendiri Edukasi
 Pasien tampak - Anjurkan memonitor sendiri situasi
mondar mandir terjadinya halisinasi
- Anjurkan bicara pada orang yang
dipercaya untuk memberi dukungana
dan umpan balik, korektif teradap
halusinasi
- Anjurkan melakukan distraksi
(mendengar musik, melakukan
aktivitas dan teknik relaksasi)
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
mengontrol halusinasi dengan cara
menghardik.
- Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian obat
antipsikotik dan anti ansietas.

68
4. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI
Tanggal / Diagnosa
Implementasi Evaluasi
Jam Keperawatan
18/01/2021 Gangguan S:
Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan mendengar
Gangguan mengidentifikasi halusinasi suara bisikan saat sendirian dan
Pukul
Pendegaran muncul setiap hari.
10. 00 WIT (D.0085) - Monitor dan sesuaikan tingkat - Pasien mengatakan merasa nyam
aktivitas dan stimulasi dengan kondisi lingkungannya
lingkungan - Pasien mengatakan mendengar suara
bisikan yang seakan – akan
- Memonitor isi halusinasi mengejeknya
- Pasien mengatakan ketika
mendengar suara tersebut dia
- Mendiskusikan perasaan dan langsung merespon dengan emosi
respon pasien terhadap sambil memarahi suara tersebut.
halusinasi - Pasien mengatakan dia sudah
mengatakan kepada keluarganya
namun dia dimarahi karena menurut
- Menganjurkan klien untuk keluarganya suara itu tidak nyata.
berbicara pada orang yang
69
dipercaya untuk memberi - Pasien mengatakan bersedia
dukungan dan umpan balik, mendengar music apabila berada
korektif teradap halusinasi dirumah sendirian.

- Pasien mengatakan apabila terjadi


- Menganjurkan klien untuk halusinasi, ia akan menutup telinga
melakukan distraksi (mendengar dan Mengatakan dengan nada tegas
musik, melakukan aktivitas dan “pergi – pergi karena kamu tak
teknik relaksasi) nyata”.
- Mengajarkan pasien dan - Pasien mengatakan bersedia
keluarga cara mengontrol meminum obat kembali sesuai
halusinasi dengan cara anjuran yang diberikan.
menghardik. O:
- Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Bekerja sama dengan dokter - Pasien dapat mempraktekkan cara
dalam pemberian obat menghardik yang benar
antipsikotik - Pasien menyetujui untuk meminum
obat sesuai anjuran

70
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
19/01/2021 Gangguan S:
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan masih
Gangguan mengidentifikasi halusinasi mendengar suara bisikan saat
09. 00 WIT
Pendegaran sendirian dan muncul pada sore hari
(D.0085) dan malam ketika pasien mau tidur.
- Pasien mengatakan mendengar suara
- Memonitor isi halusinasi bisikan yang seakan – akan
mengejeknya
- Pasien mengatakan ketika
- Mendiskusikan perasaan dan mendengar suara tersebut langsung
respon pasien terhadap menutup telinga.
halusinasi - Pasien mengatakan senang berbicara
dengan perawat karena bisa

71
- Menganjurkan klien untuk mendengar apa yang dirasakannya
berbicara pada orang yang selama ini.
dipercaya untuk memberi - Pasien mengatakan ketika sendirian
dukungana dan umpan balik, pasien mendengar music.
korektif teradap halusinasi - Pasien mengatakan mendengar suara
- Menganjurkan klien untuk bisikan yang mengejeknya dan
melakukan distraksi (mendengar pasien langsung meresponya
musik dan melakukan aktivitas) dengan menutup telinga dan
- Mengajarkan pasien dan Mengatakan pergi – pergi karena
keluarga cara mengontrol kamu tak nyata.
halusinasi dengan cara - Pasien mengatakan bersedia
menghardik (menutup telinga meminum obat kembali sesuai
dengan kedua tangan dan sambil anjuran yang diberikan.
mengatakan dengan tegas pergi O:
pergi) . - Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Bekerja sama dengan dokter - Pasien kooperatif
dalam pemberian obat - Pasien dapat mempraktekkan cara
antipsikotik menghardik yang benar
A:

72
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi

P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
20/01/2021 Gangguan S:
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan ia masih
Gangguan mengidentifikasi halusinasi mendengar suara bisikan yang
09.30. 00
Pendegaran seakan – akan mengejeknya. namun
WIT
(D.0085) sejak kemarin setelah istirahat siang
klien menonton TV bersama
- Memonitor isi halusinasi keluarganya sambil bercerita
sehingga tidak mendengar suara
bisikan.
- Mendiskusikan perasaan dan - Pasien mengatakan semoga sebentar
respon pasien terhadap malam tidak lagi terjadi halusinasi,
halusinasi jika terjadi ia akan menutup telinga
- Mengingatkan pasien dan dan mengatakan pergi – pergi
keluarga untu selalu mengontrol
73
halusinasi dengan menghardik karena kamu tak nyata.
(menutup telinga dengan kedua - Pasien mengatakan lebih tenang
tangan dan sambil mengatakan setelah melakukan tindakan
dengan tegas pergi pergi) seperti menghardik halusinasi seperti yang
yang telah di ajarkan. diajarkan.
O:
- Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
21/01/2021 Gangguan S:

74
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan pada malam hari
Gangguan mengidentifikasi halusinasi sebelum tidur ia masih mendengar
09. 00 WIT
Pendegaran suara bisikan yang seakan – akan
(D.0085) - Memonitor isi halusinasi mengejeknya suara tersebut
terdengar lagi pada pagi hari setelah
- Mendiskusikan perasaan dan pasien bangun tidur.
respon pasien terhadap Pasien mengatakan membantu
halusinasi keluarganya menimbah air pada pagi
- Menganjurkan klien untuk dan sore hari.
melakukan distraksi (mendengar - Pasien mengatakan setelah
musik, melakukan aktivitas dan mendengar suara bisikan pasien
relaksasi) menutup telinga dan Mengatakan
- Mengingatkan pasien dan pergi – pergi karena kamu tak nyata.
keluarga untu selalu mengontrol - kemudian pasien meminum obat dan
halusinasi dengan menghardik istirahat malam.
(menutup telinga dengan kedua O:
tangan dan sambil mengatakan - Pasien mampu menyebutkan
dengan tegas pergi pergi) seperti yang sedang dialami
yang telah di ajarkan. - Pasien kooperatif
- Mengingatkan pasien untuk rutin - Pasien dapat mempraktekkan cara
meminum obat.
75
menghardik yang benar
- Pasien tampak lebih tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
22/01/2021 Gangguan S:
Pukul Persepsi Sensori : - Memonitor perilaku yang - Pasien mengatakan masih
Gangguan mengidentifikasi halusinasi mendengar suara bisikan yang
09. 00 WIT
Pendegaran seakan – akan mengejeknya
(D.0085) - Memonitor isi halusinasi - Pasien mengatakan suara bisikan
tersebut hanya muncul di pagi hari
- Mendiskusikan perasaan dan saat pasien baru bangun tidur dan
respon pasien terhadap sendirian di kamar
halusinasi - Pasien mengatakan merasa senang
karena pasien dapat membantu
- Menganjurkan klien untuk orang tuanya di kebun.
melakukan distraksi (mendengar
76
musik dan melakukan aktivitas) - Pasien mengatakan setelah
- Mengingatkan pasien dan mendengar suara bisikan pasien
keluarga untu selalu mengontrol menutup telinga dan Mengatakan
halusinasi dengan menghardik pergi – pergi karena kamu tak nyata.
(menutup telinga dengan kedua - Pasien mengatakan sudah meminum
tangan dan sambil mengatakan obat yang di berikan semalam
dengan tegas pergi pergi) seperti setelah habis makan dan akan
yang telah di ajarkan. meminumnya lagi pada malam hari
- Mengingatkan pasien untuk tetap O:
meminum obat secara rutin. - Pasien mampu menyebutkan
yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak lebih tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran belum
teratasi
P:

77
Lanjutkan intervensi utama
Manajemen Halusinasi (I.09288)
23/01/2021 Gangguan - Memonitor perilaku yang S:
Pukul Persepsi Sensori : mengidentifikasi halusinasi - Pasien mengatakan dari semalam
Gangguan sampai saat ini tidak lagi mendengar
12.30 WIT
Pendegaran - Memonitor isi halusinasi suara bisikan yang seakan – akan
(D.0085) mengejeknya
- Pasien mengatakan jika terjadi
- Mendiskusikan perasaan dan
halusinasi lagi pasien menutup
respon pasien terhadap
telinga dan Mengatakan pergi –
halusinasi
pergi karena kamu tak nyata.
- Pasien mengatkan rajin membantu
keluargnya dengan minimbah air,
- Menganjurkan klien untuk
mencuci piring sendiri dan kekebun
melakukan distraksi (mendengar
jika sempat.
musik dan melakukan aktivitas)
- Pasien mengatakan setiap kali
mendengar suara bisikan pasien
menutup telinga dan Mengatakan
- Mengingatkan pasien dan
pergi – pergi karena kamu tak nyata.
keluarga untu selalu mengontrol
- Pasien mengatakan sudah meminum
halusinasi dengan menghardik

78
(menutup telinga dengan kedua obat yang di berikan semalam
tangan dan sambil mengatakan setelah habis makan dan akan
dengan tegas pergi pergi) seperti meminumnya lagi pada malam hari
yang telah di ajarkan. O:
- Mengingatkan pasien untuk tetap - Pasien mampu menyebutkan
meminum obat secara rutin. yang sedang dialami
- Pasien kooperatif
- Pasien dapat mempraktekkan cara
menghardik yang benar
- Pasien tampak senang dan lebih
tenang.
A:
- Masalah Gangguan Persepsi Sensori
: Gangguan Pendegaran teratasi
P:
Intervensi di hentikan

79
80

Anda mungkin juga menyukai