Anda di halaman 1dari 11

TATA HUKUM KEBIJAKAN NEGARA

Hukum tata negara adalah hukum yang mengatur tentang negara, yaitu antara lain dasar
pendirian, struktur kelembagaan, pembentukan lembaga-lembaga negara, hubungan hukum (hak
dan kewajiban) antar lembaga negara, wilayah dan warga negara. Hukum tata negara mengatur
mengenai negara dalam keadaan diam artinya bukan mengenai suatu keadaan nyata dari suatu
negara tertentu (sistem pemerintahan, sistem pemilu, dll dari negara tertentu) tetapi lebih pada
negara dalam arti luas. Hukum ini membicarakan negara dalam arti yang abstrak.

Kebijakan negara diperuntukkan untuk kepentingan negara. Contoh: kebijakan moneter negara,
kebijakan luar negeri, dll. Menurut James E Anderson ( dalam Islamy,2004 : 19) kebijaksanaan
negara adalah kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dikembangkan oleh badan-badan dan pejabat-
pejabat pemerintah.

Implikasi dari pengertian kebijakan negara tersebut adalah :

1)      Bahwa kebijakan negara itu selalu mempunyai tujuan tertentu atau merupakan tindakan-
tindakan yang berorientasi pada tujuan;

2)      Bahwa kebijaksanaan itu berisi tindakan-tindakan atau pola-pola tindakan pejabat


pemerintah;

3)   Bahwa kebijaksanaan itu adalah merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang pemerintah bermaksud akan melakukan sesuatu atau
menyatakan akan melakukan sesuatu;

4)  Bahwa kebijaksanaan negara itu bisa bersifat positif dalam arti merupakan beberapa bentuk
tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalamartimerupakan
keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu; dan

       5)   Bahwa kebijaksanaan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan


atau selalu         dilandasi pada peraturan-peraturanperundangan yang bersifat memaksa
(otoritatif).

2.2         PERATURAN PEMERINTAHAN DAN PERATURAN DAERAH


2.2.1   Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah (disingkat PP) adalah Peraturan Perundang-undangan di Indonesia yang


ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya. Materi
muatan Peraturan Pemerintah adalah materi untuk menjalankan Undang-Undang. Di dalam UU
No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dinyatakan bahwa
Peraturan Pemerintah sebagai aturan organik daripada Undang-Undang menurut hirarkinya tidak
boleh tumpang tindih atau bertolak belakang. Peraturan Pemerintah ditandatangani oleh
Presiden.

2.2.2   Peraturan Daerah

Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota).

Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan
otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi khusus daerah serta penjabaran
lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi. Peraturan Daerah terdiri atas:

·  Peraturan Daerah Provinsi, yang berlaku di provinsi tersebut. Peraturan Daerah Provinsi
dibentuk oleh DPRD Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur.

·     Peraturan Daerah Kabupaten/Kota, yang berlaku di kabupaten/kota tersebut. Peraturan


Daerah Kabupaten/Kota dibentuk oleh DPRD Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama
Bupati/Walikota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tidak subordinat terhadap Peraturan Daerah
Provinsi.

Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Peraturan Daerah dikenal dengan istilah Qanun.
Sementara di Provinsi Papua, dikenal istilah Peraturan Daerah Khusus dan Peraturan Daerah
Provinsi.

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari DPRD atau kepala daerah (gubernur,
bupati, atau wali kota). Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada DPRD.
Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan oleh pimpinan DPRD kepada
Kepala Daerah.

Pembahasan Raperda di DPRD dilakukan oleh DPRD bersama gubernur atau bupati/wali kota.
Pembahasan bersama tersebut melalui tingkat-tingkat pembicaraan, dalam rapat
komisi/panitia/alat kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi, dan dalam rapat
paripurna.

Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan Gubernur atau Bupati/Walikota
disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Gubernur atau Bupati/Walikota untuk disahkan
menjadi Perda, dalam jangka waktu palinglambat 7 hari sejak tanggal persetujuan bersama.
Raperda tersebut disahkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota dengan menandatangani dalam
jangka waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui oleh DPRD dan Gubernur atau
Bupati/Walikota. Jika dalam waktu 30 hari sejak Raperda tersebut disetujui bersama tidak
ditandangani oleh Gubernur atau Bupati/Walikota, maka Raperda tersebut sah menjadi Perda dan
wajib diundangkan.

2.3         UNDANG – UNDANG NO.24 TAHUN 1992 TENTANG TATA RUANG

UMUM

1.     Ruang wilayah negara Indonesia sebagai wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk
lainnya hidup, dan melakukan kegiatannya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada
bangsa Indonesia.

Sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang perlu disyukuri, dilindungi dan dikelola, ruang
wajib dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal dan berkelanjutan demi
kelangsungan hidup yang berkualitas.

Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup
dapat tercapai jika didasarkan atas keserasian, keselarasan, dan keseimbangan, baik dalam hidup
manusia sebagai pribadi, hubungan manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam,
maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa Keyakinan tersebut menjadi pedoman
dalam penataan ruang.

Undang-undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumber daya alam
dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran rakyat tersebut harus dapat
dinikmati, baik oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang.

Garis-garis Besar Haluan Negara menetapkan bahwa pembangunan tidak hanya mengejar
kemakmuran lahiriah ataupun kepuasan batiniah, akan tetapi juga keseimbangan antara
keduanya. Oleh karena itu, ruang harus dimanfaatkan secara serasi, selaras, dan seimbang dalam
pembangunan yang berkelanjutan.

2.       Wilayah Negara Republik Indonesia adalah seluruh wilayah negara meliputi daratan,
lautan, dan udara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk laut dan
landas kontinen di sekitarnya, di mana Republik Indonesia memiliki hak berdaulat atau
kewenangan hukum sesuai dengan ketentuan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tahun 1982
tentang Hukum laut.
Laut sebagai salah satu sumber daya alam tidaklah mengenal batas wilayah. Akan tetapi, kalau
ruang dikaitkan dengan pengaturannya, maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya dalam
satu kesatuan.

Secara geografis letak dan kedudukan negara Indonesia sebagai negara kepulauan adalah sangat
strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem kondisi
alamiahnya adalah sangat khas karena menempati posisi silang di khatulistiwa antara dua benua
dan dua samudera dengan cuaca, musim, dan iklim tropisnya.

Dengan demikian, ruang wilayah negara Indonesia merupakan aset besar bangsa Indonesia yang
harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu, dan seefektif mungkin dengan memperhatikan
faktor-faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan, serta kelestarian
kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat
yang adil dan makmur. Dengan kata lain wawasan penataan ruang wilayah negara Indonesia
adalah Wawasan Nusantara.

3.    Ruang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara beserta sumber daya alam yang
terkandung di dalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup
lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya
suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan
teknologi yang diterapkan.

Meskipun suatu ruang tidak dihuni manusia seperti ruang hampa udara, lapisan di bawah kerak
bumi, kawah gunung berapi, tetapi ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan
dapat dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup.

Disadari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak tak terbatas. Bila pemanfaatan ruang tidak
diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan
kualitas ruang. Oleh karena itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya
berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang, dan estetika
lingkungan.

4.     Ruang wilayah negara sebagai suatu sumber daya alam terdiri dari berbagai ruang wilayah
sebagai suatu subsistem. Masing-masing subsistem meliputi aspek politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan keamanan, dan kelembagaan dengan corak ragam dan daya dukung yang
berbeda satu dengan yang lainnya.

Seluruh wilayah negara Indonesia terdiri dari wilayah Nasional, wilayah Propinsi Daerah
Tingkat I, dan wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II, yang masing-masing
merupakan subsistem ruang menurut batasan administrasi.
Di dalam subsistem tersebut terdapat sumber daya manusia dengan berbagai macam kegiatan
pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya buatan, dan tingkat pemanfaatan ruang yang
berbeda-beda, yang apabila tidak ditata secara baik dapat mendorong ke arah adanya
ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidak lestarian lingkungan hidup.

Penataan ruang yang didasarkan pada karakteristik dan daya dukungnya serta didukung oleh
teknologi yang sesuai, akan meningkatkan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan subsistem
yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya.

Oleh karena pengelolaan subsistem yang satu akan berpengaruh pada subsistem yang lain, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan, pengaturan ruang menuntut
dikembangkannya suatu sistem keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ini berarti perlu adanya suatu
kebijaksanaan nasional penataan ruang yang memadukan berbagai kebijaksanaan pemanfaatan
ruang. Seiring dengan maksud tersebut, maka pelaksanaan pembangunan, di tingkat Pusat
maupun di tingkat Daerah, harus sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Dengan
demikian, pemanfaatan ruang tidak bertentangan dengan rencana tata ruang.

5.    Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu
dengan yang lainnya. Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang diperlukan peraturan
perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem yang harus memberi dasar yang jelas, tegas dan
menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. Untuk itu, undang-
undang tentang penataan ruang ini memiliki ciri sebagai berikut:

·     Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada


masa depan sesuai dengan keadaan, waktu, dan tempat.

·  Menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga dapat lebih mendorong
peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala segi
pembangunan.

·    Mencakup semua aspek di bidang penataan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut
yang perlu dituangkan dalam bentuk peraturan tersendiri.

·    Mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai dasar bagi pengaturan lebih lanjut.

Selain itu, Undang-undang ini menjadi landasan untuk menilai dan menyesuaikan peraturan
perundang-undangan yang memuat ketentuan tentang segi-segi pemanfaatan ruang yang telah
berlaku yaitu peraturan perundang-undangan mengenai perairan, pertanahan, kehutanan,
pertambangan, pembangunan daerah, perdesaan, perkotaan, transmigrasi, perindustrian,
perikanan, jalan, Landas Kontinen Indonesia, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, perumahan
dan permukiman, kepariwisataan, perhubungan, telekomunikasi, dan sebagainya dengan
memperhatikan di antaranya:

1.        Undang-undang Nomor 4 Prp Tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara
Tahun 1960 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1942) jo. Undang-undang Nomor 7
Tahun 1976 tentang Pengesahan Penyatuan Timor Timur Ke Dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan Pembentukan Propinsi Daerah Tingkat I Timor Timur (Lembaran Negara Tahun
1976 Nomor 35, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3084);

2.   Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3419;

3.     Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan


Pembangunan Keluarga Sejahtera (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 35, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3475).

Dengan demikian, semua peraturan perundang-undangan yang menyangkut aspek pemanfaatan


ruang dapat terangkum dalam satu sistem hukum penataan ruang Indonesia.

2.4         UNDANG – UNDANG NO. 4 TAHUN 1992 TENTANG PERMUKIMAN

Menimbang:

Bahwa dalam pembangunan nasional yang pada hakikatnya adalah pembangunan manusia
Indonesia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, perumahan dan
permukiman yang layak, sehat, aman, serasi, dan teratur merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia dan merupakan factor penting dalam peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan
serta kesejahteraan rakyat dalam masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945.

Bahwa dalam rangka peningkatan harkat dan martabat, mutu kehidupan dan kesejahteraan
tersebut bagi setiap keluarga Indonesia, pembangunan perumahan dan permukiman sebagai
bagian dari pembangunan nasional perlu terus ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu,
terarah, berencana, dan berkesinambungan.

Bahwa peningkatan dan pengembangan pembangunan perumahan dan permukiman dengan


berbagai aspek permasalahannya perlu diupayakan sehingga merupakan satu kesatuan fungsional
dalam wujud tata ruang fisik, kehidupan ekonomi, dan sosial budaya untuk mendukung
ketahanan nasional, mampu menjamin kelestarian lingkungan hidup, dan meningkatkan kualitas
kehidupan manusia Indonesia dalam berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran
Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2476) menjadi Undang-
undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611)
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, dan oleh karenanya dipandang
perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai perumahan dan permukiman dalam Undang-
undang yang baru.

Mengingat:

Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

Dengan persetujuan:

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

2.5         UUD HUKUM PRANATA PEMBANGUNAN

HUKUM DAN PRANATA PEMBANGUNAN UNDANG - UNDANG NO.4 tahun 1992


tentang Perumahan & Pemukiman. Dalam Undang - Undang ini terdapat 10 BAB (42pasal)
antara lain yang mengatur tentang :

1. Ketentuan Umum ( 2 pasal )

2. Asas dan Tujuan (2 pasal )

3. Perumahan ( 13 pasal )

4. Pemukiman ( 11 pasal )

5. Peran Serta Masyarakat ( 1 pasal )

6. Pembinaan (6 pasal )

7. Ketentuan Piadana ( 2 pasal )

8. Ketentuan Lain - lain ( 2 pasal )

9. Ketentuan Peralihan ( 1 pasal )


10. Ketentuan Penutup ( 2 pasal )

Bab 1 berisi antara lain :

1. Fungsi dari rumah

2. Fungsi dari Perumahan

3. Apa itu Pemukiman baik juga fungsinya

4. Satuan lingkungan pemukiman

5. Prasarana lingkungan

6. Sarana lingkungan

7. Utilitas umum

8. Kawasan siap bangun

9. Lingkungan siap bangun

10. Kaveling tanah matang

11. Konsolidasi tanah permukiman

Bab 2 Asas dan Tujuan, isi dari bab ini antara lain : Penataan perumahan dan permukiman
berlandaskan pada asas manfaat, adil dan merata, kebersamaan dan kekeluargaan, kepercayaan
pada diri sendiri, keterjangkauan, dan kelestarian lingkungan hidup.

Tujuan penataan perumahaan dan pemukiman :


· Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka
peningkatan dan pemerataan kesejahteraan rakyat
· Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, dan teratur
· Memberi arah pada pertumbuhan wilayah dan persebaran penduduk yang rasional
· Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan bidangbidang lain.

Bab 3 Perumahan, isi bab ini antara lain :


·        · hak untuk menempati /memiliki rumah tinggal yang layak
       · kewajiban dan tanggung jawab untuk pembangunan perumahan dan pemukiman
       · pembangunan dilakukan oleh pemilik hak tanah saja

·       · pembangunan yang dilakukan oleh bukan pemilik tanah harus dapat persetuan dari
pemilik tanah / perjanjian

·         ·  kewajiban yang harus dipenuhi oleh yang ingin membangun rumah / perumahan

·         pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara

·         · Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah

·     · Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui
badan peradilan

·         · Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan

·        · Dll

Bab 4 Permukiman, isi bab ini antara lain :

·        · Pemenuhan kebutuhan permukiman diwujudkan melalui pembangunan kawasan


permukiman skala   besar yang terencana

·         · Tujuan pembangunan permukiman

·         · Pelaksanaan ketentuandilaksanakan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah

·         · Program pembangunan daerah dan program pembangunan sektor mengenai prasarana,


sarana   lingkungan, dan utilitas umum

·         · Penyelenggaraan pengelolaan kawasan siap bangun dilakukan oleh badan usaha milik
Negara

·         · Kerjasama antara pengelola kawasan siap bangun dengan BUMN

·         · Di wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan siap bangun Pemerintah memberikan
penyuluhan dan   bimbingan, bantuan dan kemudaha

·         · Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh badan usaha dibidang pembangunan perumahan

·         · Tahap - tahap yang dilakukan dalam pembangunan lingkungan siap bangun

·         · Kegiatan - kegiatan untuk meningkatkan kualitas permukiman


·         · Dll

Bab 5 Peran serta masyarakat, isi bab ini antara lain :

· hak dan kesempatan yang sama untuk turut serta dalam pembangunan perumahan /
permukiman

· keikutsertaan dapat dilakukan perorangan / bersama

Bab 6 Pembinaan, isi bab ini antara lain :

·         · bentuk pembinanaan pemerintah dalam pembangunan

·         · pembinaan dilakukan pemerintah di bidang perumahan dan pemukiman

·         · Pembangunan perumahan dan permukiman diselenggarakan berdasarkan rencana tata


ruang wilayah perkotaan dan rencana tata ruang wilayah

·         · dll.

Bab 7 Ketentuan Pidana, isi bab ini antara lain :

·         · hukuman yang diberikan pada yang melanggar peraturan dalam pasal 7 baik disengaja
ataupun   karena kelalaian.

·         · dan hukumannya dapat berupa sanksi pidana atau denda.

Bab 8 Ketentuan Lain-lain, isi bab ini antara lain :

·         · Penerapan ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 tidak menghilangkan


kewajibannya untuk tetap memenuhi ketentuan Undang-undang ini.

·        · Jika kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak dipenuhi oleh suatu badan
usaha di bidang pembangunan perumahan dan permukiman, maka izin usaha badan tersebut
dicabut.

Bab 9 Ketentuan Peralihan, isi bab ini antara lain :


·        · Pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini, semua peraturan pelaksanaan di bidang
perumahan dan permukiman yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini atau belum diganti atau diubah berdasarkan Undang-undang ini.

Bab 10 Ketentuan Penutup, isi bab ini antara lain :

·        · Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang nomor 6 tahun 1962 tentang Pokok-


pokok perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2476) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 nomor 3,

·        · Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan penerapannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak Undang-undang ini
diundangkan.

REFERENSI

http://raihanthahir123.blogspot.co.id/2016/10/undang-undang-hukum-dan-pranata_6.html

https://nuryuwandalinda.wordpress.com/2014/10/17/a-undang-undang-pranata-pembangunan/

Anda mungkin juga menyukai