Anda di halaman 1dari 42

HUKUM TATA RUANG

DAN PERIZINAN
Dosen : Dr. Nuradi, SH, M.Hum

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PAKUAN
Referensi Hukum Tata Ruang dan Perizinan :
1. Pengantar Hukum Tata Ruang, Yunus Wahid
1. Hukum Administrasi Negara karangan Dr. Ridwan HR
2. UU 26/2007 Ttg Penataan Ruang
3. UU 11/2020 ttg cipta Kerja
4. PP 21 /2021 ttg penyelenggaraan penataan ruang
5. PP 22/2021 ttg Penyelenggaraan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
6. Permendagri 138/2017 ttg Penyelenggaraan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu Daerah
Konsep dan Pengertian Dasar Hukum Tata
Ruang
1. Ruang.
a. Menurut Karmono Mangunsukarjo dalam Yunus
Wahid, Ruang adalah wadah kehidupan manusia beserta
sumber-sumber daya alam yang terkandung di dalamnya,
meliputi bumi, air, dan udara sebagai satu kesatuan.
b. Menurut Sugandhy dalam Yunus Wahid, sebagai SDA,
Ruang adalah wujud fisik lingkungan di aekitar kita
dalam dimensi geogarafis dan geometris baik
horizontal maupun vertical yang meliputi : daratan,
lautan, dan udara beserta isinya , yang secara
planologis materilnya berarti tempat pemukiman (habitat).
c. Berdasarkan Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945,
dinyatakan bahwa :
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat”.
d. Berdasarkan Pasal 1 UU Nomor 26 Tahun 2007 Tentang
Penataan Ruang, dinyatakan bahwa :
“Ruang adalah wadah yang meliputi : ruang darat, laut, dan
udara, termasuk ruang di dalam bumi, sebagai satu
kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup,
melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan
hidupnya”.
Pengertian atau rumusan menunjukkan bahwa “ruang”
itu sebagai wadah memiliki arti yang luas yang mencakup
iga dimensi, yakni : darat, laut dan udara yang disoroti
baik secara horizontal maupun vertikal.

Dengan demikian, penataan ruang (PR) juga menjangkau


ketiga dimensi itu secara vertikal maupun horizontal dengan
berbagai aspek yang terkait dengannya, seperti : ekonomi,
ekologi, sosial, dan budaya serta berbagai kepentingan di
dalamnya.
Tata Ruang dan Penataan Ruang
Tata Ruang adalah pengaturan susunan ruangan suatu
wilayah/daerah (Kawasan) sehingga tercipta persyaratan yang
bermafaat secara ekonomi, sosial budaya dan politik, serta
menguntungkan bagi perkembangan masyarakat wilayah
tersebut.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UUPR, menegaskan bahwa tata
ruang adalah wujud Struktur Ruang dan Pola Ruang.
Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan
system jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai
pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara
hirarkis memiliki hubungan fungsional (Pasal 1 angka 3 UUPR)
Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu
wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budi budaya (Pasal 1
angka 4 UUPR).
Penataan Ruang adalah suatu system proses Perencanaan Tata
Ruang, Pemanfaatan Ruang, dan Pengendalian Pemanfaatan
Ruang. (Pasal 1 angka 8 UUPR)
Penataan ruang sebagai system mengandung makna bahwa
perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian pemanfaatan
ruang sesuai peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW
(Rencana Tata Ruang Wilayah) nasional, provinsi, maupun
kabupaten/kota sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan
yang meliputi pengaturan , pembinaan, pelaksanaan,
dan pengawasan penataan ruang. (Pasal 1 angka 9
UUPR).
Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya
pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, dan Masyarakat dalam
Penataan Ruang. (Pasal 1 angka 10 UUPR).
Dasar dan Sumber Hukum Penataan Ruang
Dasar dan sumber hukum penataan ruang wilayah nasional
dapat dilihat dari UUD NRI 1945, undang-undang hingga
penjabarannya dalam berbagai peraturan peruuan.
Penjabaran peraturan peruuan adalah sbb :
a. Pembukaan UUD 1945;
b. Pasal 28H UUD 1945;
c. Pasal 33 UUD 1945;
d. UU Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
e. UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja;
f. PP Nomor 21 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan
Penataan Ruang.
Hukum Tata Ruang secara substansial merupakan salah
satu bagian dari materi hukum lingkungan dalam arti luas.
Di lihat dari segi tata ruang itu sendiri , Hukum Tata Ruang
adalah hukum yang mengatur tentang tata ruang dan
penataan ruang secara keseluruhan.
Hukum Tata Ruang merupakan salah satu bagian dari
materi hukum lingkungan dalam arti luas, yakni hukum
yang mengatur tentang prosedur, aspek-aspek yang harus
diperhatikan, proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Aspek dan Pendekatan Penataan Ruang
Aspek dan pendekatan dalam penataan ruang adalah hal-hal yang
mendasari dan cara merumuskan tata ruang sebagai instrumen
yuridis bagi pemanfaatan SDA secara optimal dan terpadu, baik
pada tahap perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian
pemanfaatan SDA tersebut.
Menurut Hermanislamet dalam bukunya A.M. Yunus Wahid
mengemukakan bahwa “rencana (pola) tata ruang untuk
meningkatkan daya manfaat lahan dapat merupakan :
a. Penerjemahan keinginan atau kebutuhan masyarakat umum
ke dalam pola lingkungan hidupnya, dan
b. berfungsi sebagai pengungkapan atau penjabaran kebijakan
(pemerintah daerah) tentang pengembangan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Kemudian, menurut Hermanislamet, mengemukakan bahwa
ada berbagai motivasi yang mendorong masyarakat (dan
pemerintah sebagai subyek pengambil kebijakan) mengubah
atau mengatur lingkungan hidupnya, yaitu :
a. Pemanfaatan lahan sesuai dengan kemampuannya;
b. pemanfaatan lahan yang bertujuan menjamin kelestarian
(fungsi) lingkungan hidup;
c. menunjang keinginan/kebutuhan masyarakat; dan
d. mencapai pola pemanfaatan lingkungan hidup paling
tinggi (maksimal).
Penjelasannya sbb :
a. pemanfaatan lahan sesuai dengan kemampuannya,

berarti bahwa suatu bidang lahan tertentu


memiliki jenis-jenis kemanfaatan (daya manfaat)
dalam arti konstruktif (tempat berdirinya suatu
bangunan-fisikal) karena sifat-sifat strukturnya,
misalnya lahan batuan keras atau lumpur yang
lembek, ataupun daya manfaat dalam arti budi
daya lahan (bercocok tanam);
b. pemanfaatan lahan yang bertujuan menjamin
kelestarian fungsi lingkungan hidup, berarti ada
beberapa kemungkinan pemanfaatan suatu
bidang lahan (sebagai bentuk fisik ruang), tetapi
tidak semua cara pemanfaatan lahan itu
mempunyai akibat atau dampak yang sama
baiknya. Ada yang mengganggu bahkan
merusakan keseimbangan tata ekologi
lingkungan tetapi ada juga cara-cara yang dapat
menjaga (mencegah) kerusakan lingkungan.
c. menunjang keinginan dan/atau kebutuhan
masyarakat, ialah suatu masyarakat yang terbentuk

(tumbuh dan berkembang) pada suatu


tempat/lokasi tertentu perlu bertahan untuk hidup,

dan sedapat mungkin tumbuh dan berkembang


secara wajar. Untuk itu, ia memerlukan lahan
sebagai unsur dan saran produksi dalam arti luas,
sumber kehidupandan berkembang, sebagai
tempat (lokasi berpijak) kegiatan produksi dan
reproduksi.
d. mencapai pola pemanfaatan lingkungan hidup
paling tinggi (maksimal), berarti adanya berbagai
jenis pemanfaatan yang mungkin berlangsung
dalam ruang wilayah yang sama. Untuk itulah
dilakukan perencanaan (peruntukan) pengaturan
berbagai jenis dan cara pemanfaatan ruang
wilayah itu agar keseluruhan ruang wilayah dapat
termanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
HUKUM PERIZINAN
Azas Legalitas dan Wewenang Pemerintah
Azas legalitas merupakan salah satu prinsip utama yang
dijadikan sebagai dasar dalam setiap penyelenggaraan
pemerintahan dan kenegaraan di setiap negara hukum
terutama bagi negara hukum dalam sistem kontinental.
Istilah asas legalitas juga dikenal dalam Hukum Pidana,
nullum delictum sine praevia lege poenali (tidak ada
hukuman tanpa undang-undang), dan dikenal juga dalam
Hukum Islam yang bertumpu pada ayat ; ma kaana
mu’adzibiina hatta nab’atsa rasuula ; “kami tidak
menjatuhkan siksa sebelum kami mengutus seorang Rasul”
Kewenangan Dalam Birokrasi Pemerintah
Penguasa dalam hal ini Pemerintah melaksanakan bestuurzorg,
artinya menyelenggarakan kepentingan umum yg dijalankan
oleh penguasa administrasi negara, dimana penguasa tersebut
harus mempunyai kewenangan.
Pengertian kewenangan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia
diartikan sama dengan wewenang, yaitu hak dan kekuasaan
untuk melakukan sesuatu.
Konsep wewenang juga dapat didekati melalui telaah sumber
wewenang dan konsep pembenaran tindakan kekuasaan
pemerintahan. Teori sumber wewenang meliputi atribusi,
delegasi dan mandat.
Wewenang atribusi, yi pemberian wewenang pemerintahan
yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan. Jadi, di sini dilahirkan/diciptakan suatu
wewenang delegasi yi terjadilah pelimpahan suatu wewenang
yang telah ada oleh Badan atau Jabatan TUN yang telah
memperoleh suatu wewenang pemerintahan secara atributif
kepada Badan atau jabatan TUN lainnya.
Jadi, suatu delegasi selalu didahului oleh adanya sesuatu atribusi
wewenang.
Pada mandat, di situ tidak terjadi suatu pemberian wewenang
baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Jabatan
TUN yang satu kepada yg lain.
Pengertian Izin dan Perizinan
Sebelum menyampaikan beberapa definisi izin dari pakar,
terlebih dahulu dikemukakan beberapa istilah lain yang
sedikit benyak memiliki kesejajaran dengan izin yaitu
dispensasi, konsesi dan lisensi.
Dispensasi yaitu keputusan administrasi negara yang
membebaskan suatu perbuatan dari kekuasaan peraturan
yang menolak perbuatan tersebut.
WF.Prins mengatakan bahwa dispensasi adalah tindakan
pemerintahan yang menyebabkan suatu peraturan undang-
undang menjadi tidak berlaku bagi sesuatu hal yang
istimewa.
Lisensi adalah suatu izin yang memberikan hak untuk
menyelenggarakan suatu perusahaan. Lisensi digunakan untuk
menyatakan suatu izin yang memperkenankan seseorang untuk
menjalankan suatu perusahaan dengan izin khusus atau
istimewa.
Konsesi merupakan suatu izin berhubungan dengan pekerjaan
yang besar dimana kepentingan umum terlibat erat sekali
sehingga sebenarnya pekerjaan itu menjadi tugas dari
pemerintah, tetapi oleh pemerintah diberikan hak
penyelenggaraannya kepada konsesionaris (pemegang izin)
yang bukan pejabat pemerintah.
Izin dan Perizinan
N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, izin merupakan suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan
pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan
larangan perundangundangan (izin dalam arti sempit)
Bagir Manan mengartikan izin dalam arti luas , yang berarti suatu
persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan
untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu
yang secara umum dilarang.
Ateng Syarifudin mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti
menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi boleh, atau Als
opheffing van een algemene verbodsregel in het concrete geval,
(sebagai peniadaan ketentuan larangan umum dalam peristiwa
konkret).
Menurut Sjahran Basah, izin adalah suatu perbuatan hukum
administrasi Negara sebagai suatu yang menerapkan peraturan
dalam hal konkrit yang bersumber pada persyaratan dan prosedur
sebagaimana hal yang telah ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan
Adapun pengertian perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan
fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh
pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
masyarakat. Perizinan dapat berbentuk pendaftaran, rekomendasi,
sertifikasi, penentuan kuota dan izin untuk melakukan sesuatu
usaha yang biasanya harus dimiliki atau seseorang sebelum yang
bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau tindakan.
Unsur-unsur Perizinan

Unsur-unsur dalam perizinan, yaitu :


1. Instrumen yuridis;
2. peraturan perundang-undangan;
3. organ pemerintah,;
4. peristiwa konkret;
5. prosedur dan persyaratan.
1. Instrumen yuridis
Dalam rangka melaksanakan tugas kepada pemerintah diberikan
wewenang dalam bidang pengaturan, yang dari fungsi pengaturan
ini muncul beberapa instrument yuridis untuk menghadapi
peristiwa individual dan konkret yaitu dalam bentuk keputusan.
Sesuai dengan sifatnya , individual dan konkret, keputusan ini merupakan
ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaran pemerintahan,
atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum.
Salah satu wujud dari keputusan ini adalah izin. Berdasarkan jenis-jenis
keputusan, izin termasuk sebagai keputusan yang bersifat konstitutif, yaitu
keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki
oleh seseorang yang namaya tercantum dalam keputusan ini, atau
“beschikkingen welke iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd was”
(keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak
dibolehkan).
Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan yang bersifat
konstitutif dan yang digunkan oleh pemerintah untuk mengadapi atau
menetapkan peristiwa konkret.
2. Peraturan perundang-undangan
Salah satu prinsip dalam negara hukum adalah wetmatigheid van
bestuur atau pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-
undangan.
Dengan kata lain, setiap Tindakan hukam pemerintah baik dalam
menjalankan fungsi pengaturan maupun fungsi pelayanan harus
didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan
perundang-undangan.
Dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah pada
wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut
keputusan izin menjadi tidak sah.
3. Organ Pemerintah

Organ Pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan


pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat
daerah.
Menurut Sjachran Basah , bahwa mulai dari administrasi
negara tertinggi (presiden) sampai dengan administrasi
negara terendah (lurah) berwenang memberikan izin.
Berarti terdapat aneka ragam administrasi negara
(termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada
jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun
daerah.
Menurut N.M Spelt dan J.B.J.M ten berge, keputusan yang
memberikan izin harus diambil oleh organ yang berwenang, dan
hampir selalu yang terkait adalah organ-organ pemerintahan atau
adminstrasi negara. Dalam hal ini organ-organ pada tingkat
penguasa nasional (menteri) atau tingkat penguasa2x daerah.
Menurut Soehardjo, pada tingkat tertentu regulasi ini
menimbulkan kejenuhan dan timbul gagasan yang mendorong
untuk menyederhanakan pengaturan, prosedur, dan birokrasi .
Keputusan2x pejabat sering membutuhkan waktu lama, misalnya
pengeluaran perizinan memakan waktu berbulan2x, sementara
dunia usaha perlu cepat, dan terlalu banyaknya mata rantai dalam
prosedur perizinan banyak mebuang waktu dan biaya.
Dalam perizinan dilakukan deregulasi, yang mengandung
arti peniadaan berbagai peraturan perundang2xan yang
dipandang berlebihan.
Karena peraturan perundang2xan yang berlebihan itu pada
umumnya berkenaan dengan campur tangan pemerintah
atau negara, maka deregulasi itu pada dasarnya bermakna
mengurangi campur tangan pemerintah atau negara dalam
kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama bidang
ekonomi.
Debirokratisasi adalah Tindakan atau proses mengurangi
tata kerja yang serba lamban dan rumit agar tercapai hasil
dengan lebih cepat.
Secara umum, bahwa deregulasi dan debirokratisasi
merupakan kebijakan yang diambil oleh pemerintah, yang
umumnya diwujudkan dalam bentuk peraturan kebijakan,
oleh karena itu, deregulasi dan debirokratisasi itu harus ada
batas2x yang terdapat dalam hukum tertulis dan tidak
tertulis.
4. Peristiwa Konkret
Bahwa izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk
keputusan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi
peristiwa konkret dan individual.
Peristiwa Konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu
tertentu, orang tertentu, tempat tertentu, dan fakta hukum
tertentu.
Karena peristiwa konkret itu beragam, maka izin pun memiliki
berbagai keragaman.
Izin yang jenisnya beragam dibuat dalam proses yang cara
prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam
izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkanya.
Contoh, Dinas pendapatan Daerah menerbitkan 9 macam jenis
izin, dinas peternakan 5 jenis izin dll.
5. Prosedur dan Persyaratan

Permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang


ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin.
Di samping harus menempuh prosedur tertentu, pemohon
izin juga harus memenuhi persyaratan2x tertentu yang
ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi
izin.
Prosedur dan persyaratan perizinan berbeda2x tergantung
jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin.
Menurut Soehino, syarat2x dalam izin bersifat konstitutif
dan kondisional.
Bersifat konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau
tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi,
artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu
perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan
sanksi.
Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan
dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau
tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.
Fungsi dan Tujuan
Sebagai fungsi mengatur yaitu dimaksudkan agar izin atau
setiap izin tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan
masyarakat lainnya tidak bertentangan satu sama lain, sehingga
terciptanya ketertiban dalam segi kehidupan bermasyarakat.
Sebagai fungsi mengatur, dimaksudkan bahwa perizinan yang
ada dapat dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga
tidak terdapat penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan
kata lain fungsi pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi
yang dimiliki oleh pemerintah.
Tujuan perizinan tergantung pada kenyataan konkret yang
dihadapi.
Bentuk dan Isi Izin
Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari
keputusan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis, sebagai
keputusan tertulis.
Izin memuat hal2x sbb :
a. Organ yang Berwenang
Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya,
biasanya dari kepala surat dan penandatanganan izin
akan nyata organ mana yang memberikan izin. Pada
umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ
berwenang dalam sistem perizinan, selalu terkait dengan
organ pemerintahan.
b. Yang dialamatkan
Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan.
Keputusan yang memuat izin akan dialamatkan kepada
pihak yang memohon izin. Biasanya dialami orang atau
badan hukum.
c. Diktum
Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian
hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa

izin itu diberikan. Setidak-tidaknya dictum ini terdiri


atas keputusan pasti, yang memuat hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang dituju oleh keputusan tsb.
d. Ketentuan-ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan
Syarat-syarat
Sebagaimana kebanyakan keputusan, di dalamnya
mengandung ketentuan, pembatasan, dan syarat-syarat ,
demikian pula dengan keputusan yang berisi izin itu.
Ketentuan-ketentuan ialah kewajiban-kewajiban yang
dapat dikaitkan pada keputusan yang menguntungkan.
Misalnya dalam undang-undang gangguan ditunjuk
ketentuan-ketentuan sbb :
- ketentuan-ketentuan tujuan;
- ketentuan-ketentuan sarana ;
- ketentuan-ketentuan instruksi;
- ketentuan-ketentuan ukur dan pendaftaran.
e. Pemberian Alasan
Pemberian alasan dapat memuat hal-hal seperti
penyebutan ketentuan-ketentuan undang-undang,
pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan
fakta. Penyebutan ketentuan undang-undang
memberikan pegangan kepada semua yang bersangkutan,
organ penguasa dan yang berkepentingan, dalam menilai
keputusan itu.
f. Pemberitahuan-pemberitahuan Tambahan
Pemberitahuan tambahan dapat berisi bahwa kepada yang
dialamatkan ditunjukkan akibat-akibat dari pelanggaran
ketentuan dalam izin, seperti sanksi-sanksi yang mungkin
diberikan pada ketidakpatuhan.
Perizinan Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Berdasarkan pasal 35 UU no 26 Thn 2007 , dijelaskan bhw


pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui
penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif
serta pengenaan sanksi.
Beberapa hal yang dijelaskan terkait ketentuan perizinan
sesuai UU Penataan Ruang, yaitu :
a. Ketentuan perizinan diatur oleh pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing;
{Pasal 37 ayat (1)}
b. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW
dibatalkan oleh Pemerintah dan Pemda menurut
kewenangan masing2x ; {ayat (2)}
c. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal

demi hukum; {ayat (3)}


d. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur
yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan
RTRW, dibatalkan oleh pemerintah dan Pemda sesuai
kewenangannya; {ayat (4)}
e. Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan
izin, dapat dimintakan penggantian yang layak kepada
instansi pemberi izin; {ayat (5)}
f. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat
adanya perubahan RTRW dapat dibatalkan oleh
Pemerintah dan Pemds dengan memberikan ganti
kerugian yang layak; {ayat (6)}
g. Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang; {ayat (7)}
SELESAI

Anda mungkin juga menyukai