Disusun Oleh :
Promosi kesehatan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan kesehatan Nasional
maupun Daerah menuju Indonesia sehat melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat
setinggi - tingginya, yang mencakup upaya promotif dan preventif yang merupakan
determinan penting dari perilaku hidup sehat masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut
maka pelayanan kesehatan di masyarakat perlu di tingkatkan terutama di bidang promosi
kesehatan yang merupakan salah satu faktor dari keberhasilan suatu program nasional dan
Daerah di bidang kesehatan. Hal ini sejalan pula dengan Misi Departemen Kesehatan, yaitu
membuat rakyat sehat dan strategi utamanya yaitu menggerakkan dan memberdayakan
masyarakat untuk hidup sehat dan meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas.
Puskesmas merupakan salah satu penyelenggara upaya kesehatan terdepan selain rumah
sakit, kehadirannya di tengah masyarakat tidak hanya berfungsi sebagai pusat pelayanan
kesehatan bagi masyarakat, tapi juga sebagai pusat komunikasi masyarakat dan juga di
manfaatkan sebagai upaya pembaruan (inovasi) baik di bidang kesehatan masyarakat maupun
upaya pembangunan di bidang lainnya yang sesuai dengan salah satu azas penyelenggaraan
puskesmas yaitu pemberdayaan masyarakat, artinya puskesmas wajib menggerakkan dan
memberdayakan masyarakat agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap upaya
kesehatan. Maka dari itu upaya promosi kesehatan puskesmas di harapkan dapat membantu
masyarakat dalam melaksanakan dan menjaga kesehatannya
Pada pedoman pelaksanaan promosi kesehatan di puskesmas terdapat dua kegiatan pokok
dalam mempromosikan kesehatan yaitu kegiatan promosi kesehatan di dalam dan di luar
gedung puskesmas. Promosi kesehatan di dalam gedung puskesmas adalah promosi
kesehatan yang di laksanakan di lingkungan dan gedung puskesmas seperti tempat
pendaftaran, poliklinik, ruang perawatan, laboratorium, kamar obat, tempat pembayaran dan
halaman puskesmas. Promosi kesehatan di luar gedung adalah kegiatan promosi kesehatan di
lakukan untuk masyarakat yang berada di wilayah kerja puskesmas
Pada akhir tahun 2019 Kabupaten Lampung Selatan sudah dicanangkan sebagai kabupaten
ODF (Open Defecation Free) oleh Kementerian Kesehatan RI. Di Kabupaten Lampung
Selatan hingga tahun 2020 terdapat 17 kecamatan yang berstatus 100% memiliki jamban
sehat dengan 260 desa/kelurahan telah menjadi desa Stop BABS (Buang Air Besar
Sembarangan) atau yang biasa disebut desa ODF (Open Defecation Free). Pada tahun 2020
Kabupaten Lampung Selatan belum terdapat desa STBM, namun desa yang melaksanakan
STBM telah mencapai 100% (260 desa). Berdasarkan data Profil Kesehatan Provinsi
Lampung Selatan, terdapat beberapa urgensi permasalahan kesehatan yang dihadapi oleh
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan pada tahun 2021 yaitu: masih tingginya kasus
kematian ibu dan bayi, ditemukannya kasus gizi buruk dan stunting, serta penyakit yang
bersumber dari binatang (DBD dan Malaria) dan pandemi Covid-19.
Berbagai upaya kesehatan yang telah dilaksanakan Dinas Kesehatan Lampung Selatan dalam
rangka meningkatkan capaian program dan mengatasi permasalahan yang ada antara lain:
melaksanakan delapan program prioritas sesuai urutan permasalahan yang dihadapi, yaitu
program; kesehatan keluarga, lingkungan sehat, promosi kesehatan dan pemberdayaan
masyarakat, upaya kesehatan masyarakat, program sumber daya kesehatan, pencegahan dan
pemberantasan penyakit dan program perbaikan gizi. Strategi dan inovasi yang diambil
antara lain: kegiatan keterpaduan antar lintas program dan lintas sektor, swasembada WC,
swasembada Gizi, Posbindu, Perawat desa, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
melalui desa sehat (GMDS), yang merupakan revitalisasi upaya kesehatan bersumber daya
masyarakat (UKBM) dengan berbagai upaya yaitu revitalisasi Posyandu, pengembangan dan
pembentukan Poskesdes.
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas kesehatan yang bertugas dalam
upaya kesehatan masyarakat maupun perorangan tingkat pertama. Dijelaskan secara lebih
rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan
Masyarakat, pelayanan yang dilakukan di puskesmas mengutamakan pelayanan dengan upaya
promotif dan preventif, yang bertujuan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Salah satu puskesmas yang berada di Provinsi
Lampung Selatan yaitu Puskesmas Merbau Mataram yang merupakan puskesmas yang
terletak di Jalan Raya Suban Kecamatan Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan. Di
puskesmas tersebut di terapkan upaya kesehatan wajib puskesmas dan salah satunya adalah
program promosi kesehatan. Pada program promosi kesehatan yang ada di Puskesmas
Merbau Mataram di pegang oleh seorang tenaga puskemas. Dalam menunjang kegiatan
promosi kesehatan yang ada di puskesmas tersebut sarana dan media yang di gunakan berupa
microphone, egaphone, camera, Liquid Crystal Display (LCD), leaflet, flipchart dan poster.
Kegiatan promosi kesehatan yang ada di Puskesmas Merbau Mataram telah terjadwal dan
pelaporan kegiatan di serahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Selatan serta
Kepada Kepala Puskesmas Merbau Mataram setiap bulan, berupa laporan kegiatan PHBS,
Penyuluhan, Posyandu, Desa dan Kelurahan Siaga, dan Program Sayang Ibu dan Anak
(PSIA).
Sebagai salah satu program wajib puskesmas, program promosi kesehatan Puskesmas juga
menerapkan kegiatan promosi kesehatan di dalam gedung seperti penyuluhan dan konseling
kepada pasien dan keluarga pasien yang biasanya dilakukan di Klinik Gizi dan Klinik
Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) serta menggunakan beberapa media promosi kesehatan seperti
lembar balik, leaflet, poster dan banner. Pada kegiatan promosi kesehatan di luar gedung
Puskesmas Merbau Mataram biasanya di lakukan penyuluhan kelompok terutama pada saat
pelaksanaan Posyandu serta membagi-bagikan leaflet.
Pada pelaksanaan kegiatan program promosi kesehatan di Puskesmas Merbau Mataram masih
memiliki beberapa kendala di antaranya beberapa alat atau sarana promosi kesehatan
mengalami kerusakan sehingga menghambat dalam mempromosikan kesehatan terutama
kegiatan promosi kesehatan di luar gedung puskesmas, jumlah leaflet yang akan di bagikan
pada saat kegiatan promosi kesehatan di luar gedung puskesmas kurang atau tidak sesuai
jumlah dari peserta yang hadir dalam penyuluhan, kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang
ahli dan terlatih di bidang promosi kesehatan. Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui program promosi kesehatan di
puskesmas dengan demikian judul penelitian ini adalah “Strategi Promosi Kesehatan Dalam
Pencapaian Peningkatan Kesehatan Masyarakat Pada Puskesmas Merbau Mataram Kabupaten
Lampung Selatan”
1.2 Identifikasi Masalah
1. Pencapaian program promosi kesehatan secara Nasional seperti pencapaian PHBS pada
tatanan Rumah Tangga baru mencapai 56,58% dari target Renstra RI 2015-2019 sebesar 80%
dan pencapaian Desa dan Kelurahan Siaga Aktif hingga Tahun 2014 baru mencapai 69,51%
dari target Renstra RI 2015-2019 sebesar 80%.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
“Bagaimana Strategi Promosi Kesehatan Pada Puskesmas Merbau Mataram Kabupaten
Lampung Selatan Dalam Pencapaian Peningkatan Kesehatan Masyarakat.
3. Untuk mengetahui perencanaan dan evaluasi kegiatan program promosi kesehatan yang
ada di Puskesmas Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan
Di harapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pembaca terkait dengan pelaksanaan
promosi kesehatan yang baik terutama promosi kesehatan di puskesmas juga sebagai
sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi tenaga promosi kesehatan berkaitan dengan
promosi kesehatan.
1. Bagi Pembaca
2. Bagi Institusi
Di harapkan hasil penelitian ini dapat di jadikan masukan kepada pihak Puskesmas dan
Petugas Program Promosi Kesehatan dalam penerapan promosi kesehatan di Puskesmas
Merbau Mataram Kabupaten Lampung Selatan.
3. Bagi Pemerintah
4. Bagi Peneliti
1. Natsir, Muh Fajaruddin. "Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada tatanan rumah
tangga masyarakat desa parang baddo." Jurnal Nasional Ilmu Kesehatan 1.3 (2019): 54-59.
Penelitian ditujukan untuk menganalisis perilaku hidup bersih dan sehat pada tatanan rumah
tangga masyarakat di Desa Parang Baddo meliputi faktor predisposing (pengetahuan),
enabling (observasi), dan behavior (perilaku). Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif kuantitatif. Dilaksanakan pada 2 dusun yang terdapat di desa Parang Baddo yaitu
dusun Parang Bianara dan dusun Parang Baddo. Pengumpulan data dilakukan dengan
instrumen penelitian berupa kuesioner yang terdiri dari pertanyaan mengenai indikator PHBS.
Penelitian ini menggunakan analisis univariat. Dari dua dusun yang diteliti, dengan sampel
sebanyak 147 Rumah tangga, terlihat bahwa indikator yang memiliki pencapaian tertinggi
yakni indikator Kepemilikan jamban dan konsumsi sayur dan buah. Pencapaian hasil yang
didapatkan yakni dusun Parang Baddo sebesar 63,2% dan Parang Bianara 58,65 Bila
dibandingkan dengan target PHBS Kementerian Kesehatan 70%, angka yang didapatkan oleh
kedua dusun tersebut masih dibawah target. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada
masyarakat desa Parang Baddo khususnya dusun Parang Baddo dan Parang Bianara masih
dibawah standar target Kementerian Kesehatan.
2. Irawati, Erna. "Gambaran karakteristik keluarga tentang perilaku hidup bersih dan sehat
(phbs) pada tatanan rumah Tangga di desa karangasem wilayah kerja Puskesmas Tanon II
Sragen." Gaster 8.2 (2011): 741-749. Penelitian tersebut menunjukan Puskesmas Tanon II
Sragen merupakan Puskesmas dengan skor PHBS terendah. Dari 8 wilayah kerja Puskesmas
Tanon II Desa Karangasem merupakakan Desa dengan skor PHBS terendah. Dari 92 keluarga
yang terdapat di Desa Karangasem diketahui bahwa: mayoritas keluarga di Desa Karangasem
wilayah kerja Puskesmas Tanon II Sragen tidak sekolah, berpengetahuan rendah tentang
PHBS, bekerja sebagai petani, dan berumur 41-60 tahun termasuk dalam kategori orang tua.
3. Nurmahmudah, Endah, T. Puspitasari, and I. T. Agustin. "Perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS) pada anak sekolah." ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat 1.2 (2018): 46-52.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan
atas kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di
bidang kesehatan dan dapat berperan aktif dalam kegiatan – kegiatan kesehatan dan berperan
aktif dalam kegiatan–kegiatan kesehatan di masyarakat.
Dari 10 indikator PHBS, hasil penelitian pada masyarakat desa Samir diketahui bahwa ada 7
indikator yang telah memenuhi target PHBS dan ada 3 indikator yang hasilnya berada
dibawah target/dibawah 70%. Hasil selengkapnya: 1. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan (100%), 2. Bayi di beri ASI ekslusif (17%), 3. Menimbang balita setiap bulan
(100%), 4. Ketersediaan air bersih (84,1%), 5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
(100%), 6. Ketersediaan jamban sehat (82,3%), 7. Memberantas jentik nyamuk (70,5%), 8.
Makan buah dan sayur (52%), 9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari (100%),10. Tidak
merokok dalam rumah (40%) Adapun faktor yang mempengaruhi masyarakat melakukan
PHBS terutama yang menghambat adalah: Tingkat pendidikan, dan kurangnya sarana
kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Maulana (2009), pelaksanaan promosi kesehatan dikenal memiliki 3 jenis sasaran
yaitu sasaran primer, sekunder dan tersier.
a) Sasaran primer
Sasaran primer kesehatan adalah pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) sebagai
komponen dari masyarakat. Masyarakat diharapkan mengubah perilaku hidup mereka yang
tidak bersih dan tidak sehat menjadi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Akan tetapi
disadari bahwa mengubah perilaku bukanlah sesuatu yang mudah. Perubahan perilaku pasien,
individu sehat dan keluarga (rumah tangga) akan sulit dicapai jika tidak didukung oleh sistem
nilai dan norma sosial serta norma hukum yang dapat diciptakan atau dikembangkan oleh para
pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun pemuka formal. Keteladanan dari para
pemuka masyarakat, baik pemuka informal maupun formal dalam
mempraktikkan PHBS. Suasana lingkungan sosial yang kondusif (social pressure) dari
kelompok- kelompok masyarakat dan pendapat umum (public opinion). Sumber daya dan
atau sarana yang diperlukan bagi terciptanya PHBS, yang dapat diupayakan atau dibantu
penyediaannya oleh mereka yang bertanggung jawab dan berkepentingan (stakeholders),
khususnya perangkat pemerintahan dan dunia usaha (Maulana, 2009).
b) Sasaran Sekunder
Sasaran sekunder adalah para pemuka masyarakat, baik pemuka informal (misalnya pemuka
adat, pemuka agama dan lain-lain) maupun pemuka formal (misalnya petugas kesehatan,
pejabat pemerintahan dan lain-lain), organisasi kemasyarakatan dan media massa. Mereka
diharapkan dapat turut serta dalam upaya meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan
keluarga (rumah tangga) dengan cara: berperan sebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS.
Turut menyebarluaskan informasi tentang PHBS dan menciptakan suasana yang kondusif
bagi PHBS. Berperan sebagai kelompok penekan (pressure group) guna mempercepat
terbentuknya PHBS (Maulana, 2009).
c) Sasaran Tersier
Sasaran tersier adalah para pembuat kebijakan publik yang berupa peraturan perundang-
undangan di bidang kesehatan dan bidang lain yang berkaitan serta mereka yang dapat
memfasilitasi atau menyediakan sumber daya. Mereka diharapkan turut serta dalam upaya
meningkatkan PHBS pasien, individu sehat dan keluarga (rumah tangga) dengan cara:
• Membantu menyediakan sumber daya (dana, sarana dan lain-lain) yang dapat
mempercepat terciptanya PHBS di kalangan pasien, individu sehat dan keluarga (rumah
tangga) pada khususnya serta masyarakat luas pada umumnya (Maulana, 2009)
Menurut Notoatmodjo (2005), perlu dilaksanakan strategi promosi kesehatan paripurna yang
terdiri dari pemberdayaan, bina suasana, advokasi dan kemitraan.
b) Bina suasana adalah pembentukan suasana lingkungan sosial yang kondusif dan
mendorong dipraktikkannya PHBS serta penciptaan panutan- panutan dalam mengadopsi
PHBS dan melestarikannya (Notoatmodjo, 2005).
Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas
kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri di bidang
kesehatan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan dalam masyarakat sebagai
wujud keberdayaan masyarakat yang sadar dan mampu mempraktikkan PHBS (Depkes RI,
2011). Upaya untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan tindakan dalam menciptakan suatu
kondisi bagi kesehatan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat secara
berkesinambungan. Upaya ini dilaksanakan melalui pendekatan (Advokasi), bina suasana
(Social Support) dan pemberdayaan masyarakat (Empowerment). Dengan demikian
masyarakat dapat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri, terutama dalam tatanan
masing-masing dan masyarakat dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dengan menjaga,
memelihara dan meningkatkan kesehatannya (Notoatmodjo, 2005).
Dalam Riskesdas (2013), indikator yang dapat digunakan untuk PHBS sesuai dengan kriteria
PHBS yang ditetapkan oleh Pusat Promkes pada tahun 2011, yaitu mencakup delapan
indikator individu (cuci tangan, BAB dengan jamban, konsumsi sayur dan buah, aktivitas
fisik, merokok dalam rumah, persalinan oleh tenaga kesehatan, memberi ASI eksklusif,
menimbang balita) dan dua indikator rumah tangga (sumber air bersih dan memberantas
jentik nyamuk). Pengertian indikator yang digunakan dalam PHBS Riskesdas (2013) adalah
sebagai berikut:
1. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan, data ini didapatkan dari data persalinan yang
terakhir yang ditolong oleh tenaga kesehatan dari riwayat persalinan dalam tiga tahun
terakhir sebelum survei (kurun waktu tahun 2010 sampai tahun 2013).
2. Melakukan penimbangan bayi dan balita, indikator ini menggunakan variabel individu
usia 0 sampai 59 bulan yang mempunyai riwayat pernah ditimbang dalam enam bulan
terakhir.
3. Memberikan ASI eksklusif, indikator ini menggunakan data dari riwayat pernah
diberikan ASI eksklusif diantara individu baduta usia 0 – 23 bulan. Pengertian pemberian
ASI eksklusif dalam analisis ini adalah bayi usia ≤6 bulan yang hanya mendapatkan ASI
saja dalam 24 jam terakhir saat wawancara atau individu balita yang pertama kali diberi
minuman atau makanan berumur enam bulan atau lebih.
4. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun. Indikator mencuci tangan dengan benar
mencakup mencuci tangan dengan air bersih dan sabun saat sebelum menyiapkan
makanan, setiap kali tangan kotor, setelah buang air besar, setelah menggunakan pestisida
(bila menggunakan), setelah menceboki bayi dan sebelum menyusui bayi (bila sedang
menyusui).
5. Memakai jamban sehat. Perilaku menggunakan jamban sehat diukur dari perilaku buang
air besar menggunakan jamban saja.
6. Melakukan aktivitas fisik setiap hari. Indikator ini diukur berdasarkan individu yang
biasa melakukan aktivitas fisik berat atau sedang dalam tujuh hari seminggu.
7. Konsumsi buah dan sayur. Perilaku konsumsi buah dan sayur diukur berdasarkan
individu yang biasa konsumsi buah dan sayur selama tujuh hari dalam seminggu.
8. Tidak merokok dalam rumah. Pengertian tidak merokok di dalam rumah adalah individu
yang tidak mempunyai kebiasaan merokok di dalam rumah pada saat ada anggota rumah
tangga lainnya serta memperhitungkan juga rumah tangga yang tidak ada anggota rumah
tangga yang merokok.
9. Penggunaan air bersih. Perilaku menggunakan air bersih didapatkan dari data rumah
tangga yang menggunakan sumber air bersih dengan kategori baik untuk seluruh
keperluan rumah tangga.
10. Memberantas jentik nyamuk. Rumah tangga dengan perilaku memberantas jentik nyamuk
dalam indikator ini adalah rumah tangga yang menguras bak mandi satu kali atau lebih
dalam seminggu atau yang tidak menggunakan bak mandi dan tidak mandi di sungai.
Menurut Notoatmodjo (2007), ada 3 faktor penyebab perilaku hidup bersih dan sehat yaitu
faktor pemudah (predisposing factor), faktor pemungkin (enambling factor) dan faktor
penguat (reinforcing factor).
a) Faktor pemudah (predisposing factor) adalah faktor yang mencakup pengetahuan dan
sikap- sikap anak terhadap perilaku hidup bersih dan sehat. Dimana faktor ini menjadi pemicu
terhadap
perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakan akibat tradisi atau kebiasaan,
kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. Misalnya pengetahuan, sikap,
keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh seseorang yang tidak mau merokok karena melihat
kebiasaan dalam anggota keluarganya tidak satu pun yang merokok.
b) Faktor pemungkin (enambling factor) adalah faktor pemicu terhadap perilaku yang
memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi anak-anak, misalnya air bersih, tempat
pembuangan sampah, jamban, ketersediaan makanan bergizi dan sebagainya. Fasilitas ini
pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan
sehat.
Nasrul (2010) menyatakan manajeman PHBS adalah penerapan keempat proses manajeman
pada umumnya ke dalam model pengkajian dan penindak lanjutan berikut ini:
a) Kualitas hidup adalah sasaran utama yang ingin dicapai di bidang pembangunan
sehingga kualitas hidup ini sejalan dengan tingkat kesejahteraan. Diharapkan semakin
sejahtera maka kualitas hidup semakin tinggi. Kualitas hidup ini salah satunya dipengaruhi
oleh derajat kesehatan. Semakin tinggi derajat kesehatan seseorang maka kualitas hidup juga
semakin tinggi.
b) Derajat kesehatan adalah sesuatu yang ingin dicapai dalam bidang kesehatan, dengan
adanya
derajat kesehatan masalah kesehatan yang sedang dihadapi akan tergambarkan secara jelas.
Pengaruh terbesar terhadap derajat kesehatan seseorang adalah faktor perilaku dan faktor
lingkungan.
1) Faktor lingkungan adalah faktor fisik, biologis dan sosial budaya yang langsung atau
tidak mempengaruhi derajat kesehatan.
2) Faktor perilaku dan gaya hidup adalah suatu faktor yang timbul karena adanya aksi
dan reaksi seseorang atau organisme terhadap lingkunganya. Faktor perilaku akan terjadi
apabila ada rangsangan, sedangkan gaya hidup merupakan pola kebiasaan seseorang atau
sekelompok orang yang dilakukan karena jenis pekerjaannya mengikuti gaya hidup yang
berlaku dalam kelompok sebayanya, ataupun hanya untuk meniru dari tokoh idolanya
(Depkes RI, 2002)