Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TENTANG

GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Disusun Oleh :

KELOMPOK I
1. REZI FEBRIAWANTI ANANDA : 1910622010944
2. MEGA PRATIWI : 1910622010945
3. RUWAIDA : 1910622010946
4. AFRIYADI : 1910622010947
5. RITA PURNAMA SARI : 1910622010948
6. NURHAYATI : 1910622010949

DOSEN PENGAMPU :

AGUSMAN,SE,MSi,Ak,CA

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS SUMATRA BARAT
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
memberikan berkat, anugrah dan karuniaNya, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat pada waktunya.

Makalah ini dibuat sebagai tugas mata kuliah Komunkasi dan Etika Profesi
Akuntan. Makalah ini akan memberikan informasi penjelasan mengenai GCG(GOOG
CORPORATE GOVERNANCE) beserta dengan tujuan, prinsip-prinsip dan contoh-
contonya.

Isi dari makalah ini diharapkan dapat berguna dan dapat memberikan informasi
bagi para pembaca. Namun, Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan dan masih banyak memiliki kekurangan. Oleh karena itu, kami menerima
saran dan kritik untuk penyempurnaan makalah ini.

Dalam kesempatan ini, kami juga tidak lupa menyampaikan terima kasih sebesar-
besanya kepada pihak-pihak yang telah memberi bantuan kepada kami untuk
menyelesaikan malakah ini, khususnya kepada Bpk Agusman,SE,MSi,Ak,CA selaku dosen
mata kuliah Komunikasi dan Etika Profesi Akuntan

Pariaman, 25 Mei 2022

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

Kata pengantar..................................................................................................................i

Daftar Isi...........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................3
C. Tujuan.............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Good Corporate Governance........................................................4


B. Konsep GCG...................................................................................................7
C. Tujuan GCG....................................................................................................7
D. Prinsip GCG....................................................................................................8
E. Manfaat dan Faktor GCG ...............................................................................11
1. Faktor External..........................................................................................11
2. Faktor Internal...........................................................................................12
F. Organ Khusus Dalam Penerapan GCG...........................................................12
1. Komisaris dan Direktur Independen.........................................................13
2. Komita Audit.............................................................................................14
3. Sekretaris Perusahaan...............................................................................15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.....................................................................................................17
B. Saran................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Mulai populernya istilah “tata kelola perusahaan yang baik” atau yang lebih dikenal
dengan istilah asing good corporate governance (GCG) tidak dapat dilepaskan dari
maraknya skandal perusahaan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar, baik yang ada
di Indonesia maupun yang ada di Amerika Serikat.

GCG merupkan salah strategi yang diterapkan oleh suatu perusahaan, atau lembaga
keuangan untuk mencapai kinerja atau hasil yang optimal dan berguna juga untuk menjadi
ukuran, tentang kerja sama antara semua struktur kerja dalam perusahaan atau sebuah
lembaga keuangan sudah berjalan dengan baik atau belum.

Inti dari kebijakan tata kelola perusahaan adalah agar pihak-pihak yang berperan
dalam menjalankan perusahaan memahami dan menjalankan fungsi dan peran sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab.Pihak yang berperan meliputi pemegang saham,
dewan komisaris, komite, direksi, pimpinan unit dan karyawan.

Runtuhnya system ekonomi komunis menjelang akhir abad ke-20, menjadikan


system ekonomi kapitalis sebagai satu-satunya system ekonomi yang paling dominan di
seluruh dunia. System ekonomi kapitalis makin kuat mengakar berkat arus globalisasi dan
perdagangan bebas yang mampu dipaksakan oleh Negara-negara maju penganut system
ekonomi kapitalis. Ciri utama system ekonomi kapitalis adalah kegiatan bisnis dan
kepemilikan perusahaan dikuasai oleh individu-individu/ sector swasta. Dalam
perjalanannya, beberapa perusahaan akan muncul sebagai perusahaan-perusahaan swasta
raksasa yang bahkan aktivitas dan kekuasaannya telah melibihi batas-batas suatu Negara.
Para pemilik dan pengelola kelompok perusahaan-perusahaan raksasa ini bahkan mampu
mempengaruhi dan mengarahkan berbagai kebijakan yang diambil oleh para pemimpin
politik suatu Negara untuk kepentingan kelompok perusahaan mereka dengan kekuatan
uangnya.

Sebagiman dikatakan oleh Joel bajan (2002), perusahaan (korporasi) saat ini telah
berkembang dari sesuatu yang relative tidak tidak jelas menjadi institusi ekonomi dunia
yang amat dominan. Kekuatan dan pengaruh perusahaan ini sedemikian besarnya sehingga
telah menjelma menjadi “monster raksasa” yang mendikte hampir seluruh hidup kita,

1
mulai dari apa yang kia pakai, apa yang kita hasilkan dan apa yang kita kerjakan. Itulah
sebabnya, sering kali terjadi pemerintah suatu Negara yang seharusnya menjadi kekuatan
terakhir sebagai pengawas, penegak hukum, dan pengendali perusahaan-perusahaan tidak
berdaya menghadapi penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para pelaku bisnis yang
berpengaruh tersebut.

Sistem perbankan di Indonesia yang pada akhirnya menimbulkan krisis ekonomi,


politik, dan sosial yang sangat kompleks.Beberapa perusahaan besar di Indonesia ada yang
bermasalah dan bahkan tidak mampu lagi meneruskan kegiatan usahanya akibat
menjalankan praktik tata kelola kerja yang buruk (bad corporate governance).Contohnya
antara lain: bank-bank pemerintah yang telah dilikuidasi/demerger (Bank Pembangunan
Indonesia-Bapindo, Bank Dagang Negara- BDN, Bank Bumi Daya- BBD, Bank Export
Import- Bank Exim); PT Indorayon (Sebuah pabrik kertas di Sumatra Utara); PT
Dirgantara Indonesia (Sebuah pabrik pesawat terbang yang berkantor pusat di Bandung);
dan PT Lapindo Brantas (Sebuah pabrik eksplorasi minyak dan gas di Sidoarjo,Jawa
Timur). Kejatuhan bank pemerintah pada awal abad ke-21 ini lebih disebabkan oleh
kebijakan ekspansi kredit direksi bank tersebut yang tidak bijaksana (imprudential credit
policy). Kredit diberikan dalam jumlah besar kepada beberapa kelompok usaha besar tanpa
melalui suatu kajian yang cermat dan objektif atas studi kelayakan
mereka.Akibatnya,bank-bank pemerintah tersebut mengalami kesulitan keuangan karena
kelompok usaha besar ini tidak mampu mengembalikan pinjaman dan bunganya.

Latar belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) dapat dilihat dari
latar belakang praktis dan latar belakang akademis.

 Dari latar belakang praktis, dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus
melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada
tahun 1929. Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab
terjadinya krisis ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya
masih terasa hingga saat ini. Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada
saat ini juga ditengarai karena tidak diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa
kasus skandal keuangan seperti Enron Corp., Worldcom, Xerox dan lainnya
melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut menggambarkan tidak diterapkannya
pronsip-prinsip GCG.

2
 Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan
dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan
agentnya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak. Korporasi yang dibentuk dan
merupakan suatu Entitas tersendiri yang terpisah merupakan Subyek Hukum, sehingga
keberadaan korporasi dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) tersebut
haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.Selain pendekatan model Agency Theory
dan Stakeholders Theory tersebut di atas, kajian permasalahan GCG oleh para
akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship Theory, Management Theory dan
lainnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka masalah yang akan
dibahas dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut.

1. Pengertian good corporate governance (GCG)


2. Konsep good corporate governance (GCG)
3. Tujuan good corporate governance (GCG)
4. Prinsip-prinsip good corporate governance (GCG)
5. Kajian – kajian Akademis Tentang good corporate governance (GCG)
6. Manfaat dan Faktor good corporate governance (GCG)
7. Organ khusus dalam penerapan good corporate governance (GCG)

C. TUJUAN

1. Mengetahui Pengertian good corporate governance


2. Mengetahui Konsep good corporate governance
3. Mengetahui Tujuan good corporate governance
4. Mengetahui Prinsip-prinsip good corporate governance
5. Mengetahui Kajian – kajian Akademis Tentang good corporate governance
6. Mengetahui Manfaat dan Faktor good corporate governance
7. Mengetahui Organ khusus dalam penerapan good corporate governance

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses,
output) dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang
kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham,
dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan.

Tata kelola perusahaan adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan
institusi yang mempengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu
perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan juga mencakup hubungan antara para
pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat serta tujuan pengelolaan
perusahaan.Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan adalah pemegang saham,
manajemen, dan dewan direksi.Pemangku kepentingan lainnya termasuk karyawan,
pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan, serta masyarakat luas.

Salah satu topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah
akuntabilitas dan tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan
mekanisme untuk memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang
saham. Fokus utama lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata
kelola perusahaan harus ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan
penekanan kuat pada kesejahteraan para pemegang saham, pemangku kepentingan
menuntuk perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang
saham, misalnya karyawan atau lingkungan.

Berikut disajikan beberapa definisi “Corporate Governance” dari beberapa


sumber, diantaranya:

1. Cadbury Committee of United Kingdom


Cadbury, Good Corporate Governance adalah prinsip yang mengarahkan dan
mengendalikan perusahaan agar mencapai keseimbangan antara kekuatan serta
kewenangan perusahaan dalam memberikan pertanggungjawabannya kepada
para shareholder khususnya, danstakeholder pada umumnya.Hal ini berkaitan dengan
peraturan kewenangan pemilik, direktur, manajer, pemegang saham, dan sebagainya.

4
2. Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI-2006)
FCGI tidak membuat definisi sendiri, namun mengadopsi definisi Cadbury
Committee of United Kingdom dan menerjemahkan “Seperangkat peraturan yang
mengatur hubungan antar pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan,
kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan
eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan
kata lain suatu sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan”.

3. Sukrisno Agoes (2006)


Tata kelola perusahaan yang baik sebagai suatu sistem yang mengatur hubungan
peran dewan komisaris, para direksi, pemegang saham, dan pemangku kepentingan
lainnya. Tata kelola perusahaan yang baik juga disebut sebagai suatu proses yang
transparan atas penentuan tujuan perusahaan, pencapaiannya, dan penilaian kinerjanya.
4. Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) (dalam
Tjager dkk, 2004)
The structure through which shareholders, directors, managers, set of the board
objectives of the company, the means of attaining those objectives and monitoring
performance. [Suatu struktur yang terdiri atas para pemegang saham, direktur,
manager, seperangkat tujuan yang ingin dicapai perusahaan, dan alat-alat yang akan
digunakan dalam mencapai tujuan dan memantau kinerja.

5. Wahyudi Prakarsa (dalam Sukrisno Agoes, 2006)


Mekanisme adninistratif yang mengatur hubungan-hubungan antara  manajemen
perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham, dan kelompok-kelompok
kepentingan (stakeholders) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam
bentuk berbagai aturan (prosedur) dan sistem insentif sebagai kerangka kerja
(framework) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan dan cara-cara untuk
mencapai tujuan tersebut, serta pemantauan atas kinerja yang dihasilkan.

Jadi Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau
penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk
bidang politik, ekonomi dan sosial mulai dari proses perumusan kebijakan dan pengmbilan
keputusan hingga pelaksanaan dan pengawasan. Political governance mengacu pada

5
proses pembuat kebijakan. Economic governance mengacu pada proses pembuatan
keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan
kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa
penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih,
efisien, dan efektif.
Dalam bahasa sederhana, governance berarti proses pengambilan keputusan dan
proses pelaksanaan atau implementasinya. Secara umum dapat dikatakan, bahwa good
governance adalah penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan prinsip : partisipasi
maksimal dari semua pemangku kepentingan (stackholder), hukum da aturan (ruleof law),
transparansi, responsivitas, orientasi consensus, keadilan dan kewajaran, efisiensi dan
efektivitas, akuntabilitas dan visi strategis.

Tata Kelola Yang Lemah Dan Tata Kelola Yang Kuat


Semua pemerintah di Negara-Negara Asia Tenggara dan Asia Timur memulai proses
industrialisasi dari rezim otokrasi, kemudian secara bertahap bergerak kearah yang lebih
demokrtis. Indonesia mengalami transisi dari rezim yang tidak demokratis menuju rezim
yang semakin demokratis. Tingkat demokrasi di Indonesia dinilai sudah bergerak dari A ke
C, artinya dunia mengakui adanya perubahan penting dari rezim yang tidak demokratis
menuju sistem yang lebih demokratis. Namun dilihat dari sisi bahwa tata kelola, harus
diakui tata kelola pemerintah Indonesia masih tergolong lemah dan belum banyak yang
berubah.

Lemahnya tata kelola menimbulkan dampak sebagai berikut (WB, 2001)


1. Kaum miskin tidak mendapatkan akses pelayanan publik yang dibutuhkan karena selalu
berkompromi dengan birokrasi yang korup.
2. Para investor takut dan enggan menanam modal di Indonesia karena ketidakmampuan
sistem peradilan untuk melaksanakan kontrak, meningkatnya kerusuhan, dan tingkat
pelanggaran hukum dan keamanan.
3. Langkanya sumber daya pemerintah ternyata hilang karena sistem manajemen keuangan
dan pengadaan barang yang tidak transparan, manipulasi dan banyak kebocoran.

Dalam praktiknya tidak mudah untuk memilih dan membedah mengapa yang
terjadi adalah tata kelola yang lemah dan kuat. Tabel berikut mencoba mengurai

6
kompleksitas, dinamika dan keanekaragaman tata kelola (Kickert, 1993: Bab 19) yang
tergantung dari interaksi antara pemerintah dan masyarakat.

Kompleksitas, Dinamika, dan Keanekaragaman Tata Kelola

do-it-alone ”government” “co” -arrangement


         Hubungan sebab-akibat          Keseluruhan dan sebagian
         Ketergantungan unilateral          Saling ketergantungan
Kompleksitas          Dibagi dalam hal unit atau multidimensional
disiplin          Menangani jaringan
komunikasi
         Lineritas dan          Pola nonlinier dan Chaos.
produktabilitas          Tidak kontinu dan tidak
Dinamika          Kontinu dan berubah-ubah berubah-ubah
         Penggunaan mekanisme          Penggunaan mekanisme
feed-forward feed-while/feed-back
         Pendekatan/analisis          Analisis situasional dan
Keanekaragaman berdasarkan rata-rata diskrit
         From rules to execption          from exception to rules

B. KONSEP GOOD CORPORATE GOVERNANCE (GCG)

Wadah  Organisasi (perusahaan, sosial, pemerintahan)


Model  Suatu sistem, proses, dan seperangkat peraturan, termasuk
prinsip-prinsip, serta nilai-nilai yang melandasi praktik
bsnis yang sehat.
Tujuan  Meningkatkan kinerja organisasi
 Menciptakan nilai tambah bagi semua pemangku
kepentingan
 Mencegah dan mengurangi manipulasi serta kesalahan
yang signifikan dalam pengelolaan organisasi
 Meningkatkan upaya agar para pemangku kepentingan
tidak dirugikan
Mekanisme Mengatur dan mempertegas kembali hubungann, peran,
wewenang, dan tanggung jawab :
 Dalam arti sempit : antar pemilik/ pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi.
 Dalam arti luas : antar seluruh pemangku kepentingan.

C. TUJUAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE


Penerapan sistim GCG diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah bagi semua
pihak yang berkepentingan (stakeholders) melalui beberapa tujuan menurut Keputusan
Menteri BUMN Nomor 117/M-MBU/2002 Pasal 4 sebagai berikut:

7
1. Memaksinmalkan nilai perusahaan dengan cara meningkatkan penerapan prinsip-
prinsip transparansi, kemandirian, akutabilitas, pertanggungjawaban, dan
kewajaran dalam pelasanaan kegiatan perusahaan;
2. Terlaksananya pengelolaan perusahaan secara professional dan mandiri;
3. Terciptanya pengambilan keputusan oleh seluruh organ perusahaan yang
didasarkan pada nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
4. Terlaksananya tangung jawab sosial perusahaan terhadap stakeholders;
5. Meningkatkan iklim investasi nasional yang konduktif;
6. Menyukseskan privatisasi nasional.

Tujuan lain dari good corporate governance adalah menciptakan nilai tambah bagi
semua pihak yang berkepentingan (stakeholder).
Dalam menerapkan nilai-nilai Tata Kelola Perusahaan, Perseroan menggunakan
pendekatan berupa keyakinan yang kuat akan manfaat dari penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang baik. Berdasarkan keyakinan  yang kuat, maka akan tumbuh semangat
yang tinggi untuk menerapkannya sesuai standar internasional. Guna memastikan bahwa
Tata Kelola Perusahaan diterapkan secara konsisten di seluruh lini dan unit organisasi,
Perseroan menyusun berbagai acuan sebagai pedoman bagi seluruh karyawan. Selain
acuan yang disusun sendiri,  Perseroan juga mengadopsi peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Dalam hal penerapan prinsip GCG harus disadari bahwa penerapan Tata Kelola
Perusahaan yang baik hanya akan efektif dengan adanya asas kepatuhan dalam kegiatan
bisnis sehari-hari, terlebih dahulu diterapkan oleh jajaran manajemen dan kemudian diikuti
oleh segenap karyawan. Melalui penerapan yang konsisten, tegas dan berkesinambungan
dari seluruh pelaku bisnis.
Dengan pemberlakukan Undang-undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas akankah implementasi GCG di Indonesia akan terwujud ? Hal ini tergantung pada
penerapan dan kesadaran dari perseroan tersebut akan pentingnya prinsip GCG dalam
dunia usaha.

D. PRINSIP-PRINSIP GCG
Good Corporate Governance merupakan gabungan prinsip-prinsip dasar dalam
membangun suatu tatanan etika kerja dan kerjasama agar tercapai rasa kebersamaan,

8
keadilan, optimasi dan harmonisasi hubungan sehingga dapat menuju kepada tingkat
perkembangan yang penuh dalam suatu organisasi atau badan usaha.

Prinsip-prinsip dasar tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. Vision
Pengembangan suatu organisasi atau badan usaha harus didasarkan pada adanya
visi & strategi yang jelas dan didukung oleh adanya partisipasi dari seluruh
anggota dalam proses pengambilan keputusan, pelaksanaan dan pengembangan
supaya semua pihak akan merasa  memiliki dan tanggungjawab dalam kemajuan
organisasi atau usahanya.
2. Participation
Dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan hasil keputusan suatu
organisasi atau badan usaha sedapat-dapatnya melibatkan pihak-pihak terkait dan
relevan melalui sistem yang terbuka dan dengan jaminan adanya hak berasosiasi
dan penyampaian pendapat.
3. Equality
Suatu badan usaha atau organisasi yang baik selalu akan member dan
menyediakan peluang yang sama bagi semua anggota atau pihak terkait bagi
peningkatan kesejahteraan melalui usaha bersama di dalam etika usaha yang baik.
4. Professional
Dalam bahasa sehari-hari professional diartikan “One who engaged in alearned
vocation (Seseorang yang terikat dalam suatu lapangan pekerjaan)”. Dalam
konteks ini professional lebih dikaitkan dengan peningkatan kapasitas kompetensi
dan juga moral sehingga pelayanan dapat dilakukan dengan mudah, cepat dan
akurat.
5. Supervision
Meningkatkan usaha-usaha supervisi terhadap semua aktivitas usaha atau
organisasi sehingga tujuan bersama dapat dicapai secara optimal, efektif dan
efisien, serta untuk meminimalkan potensi kesalahan atau penyimpangan yang
mungkin timbul.
6. Effective & Efficient
Effective berarti “do the things right”, lebih berorientasi pada hasil,
sedangkan efficient berarti “do the right things”, lebih berorientasi pada proses.

9
Apapun yang direncanakan dan dijalankan oleh suatu organisasi atau badan usaha
harus bersifat efektif dan efisien.
7. Transparent
Dalam konteks good governance, transparency lebih diartikan membangun
kepercayaan yang saling menguntungkan antara pemerintah atau pengelola dengan
masyarakat atau anggotanya melalui ketersediaan informasi yang mudah diakses,
lengkap dan up to date.
8. Accountability/Accountable
Dalam konteks pembicaraan ini accountability  lebih difokuskan dalam
meningkatkan tanggungjawab dari pembuat keputusan yang lebih diarahkan dalam
menjawab kepentingan publik atau anggota.
9. Fairness
Dalam konteks good governance maka fairness lebih diartikan sebagai aturan
hukum harus ditegakan secara adil dan tidak memihak bagi apapun, untuk siapapun
dan oleh pihak manapun.
10. Honest
Policy, strategi, program, aktivitas dan pelaporan suatu organisasi atau badan
usaha harus dapat dijalankan secara jujur. Segala jenis ketidak-jujuran pada
akhirnya akan selalu terbongkar dan merusak tatanan usaha dan kemitraan yang
telah dan sedang dibangun. Tanpa kejujuran mustahil dapat
dibangun trust dan long term partnership.
11. Responsibility & Social Responsibility
Institusi dan proses pelayanan bagi kepentingan semua pihak terkait harus
dijalankan dalam kerangka waktu yang jelas dan sistematis. Sebagai warga suatu
organisasi, badan usaha dan/atau masyarakat, semua pihak terkait mempunyai
tanggungjawab masing-masing dalam menjalankan tugasnya dan juga harus
memberi pertanggungjawaban kepada publik, sehingga di dalam suatu tatanan atau
komunitas dapat terjadi saling mempercayai, membantu, membangun dan
mengingatkan agar terjalin hubungan yang harmonis dan sinergis.
Sedangkan lebih sempit lagi, menurut OECD, prinsip dasar GCG yang
dikembangkan adalah :
 perlakuan yang setara antar pemangku kepentingan (fairness),
 transparansi,
 akuntabilitas, dan

10
 responsibilitas

E. MANFAAT DAN FAKTOR GCG


Penerapan konsep GCG merupakan salah satu upaya untuk memulihkan
kepercayaan terhadap investor dan institusi terkait di pasar modal. Menurut Tjager dkk
(2003) mengatakan bahwa paling tidak ada lima alasan mengapa mengapa penerapan
GCG itu bermanfaat, yaitu:
Berdasarka survey yang telah dilakukan oleh McKinsey & Company
menunjukkan bahwa para investor institusional lebih menaruh kepercayaan terhadap
perusahaan-perusahaan di Asia yang telah menerapkan GCG.
 Berdasarkan berbagai analisis ternyata ada indikasi keterkaitan antara terjadinya
krisis financial dan krisis berkepanjangan di Asia denngan lemahnya tata kelola
perusahaan.
 Internasionalisasi pasar – termasuk liberalisasi pasar financial dan pasar modal
menuntut perusahaan untuk menerapkan GCG.
 Kalau GCG bukan obat mujarab untuk keluar dari krisis system ini dapat menjadi
dasar bagi beberkembangnya system nilai baru yang lebih sesuai dengan lanskap
bisnis yang kini telah banyak berubah.
 Secara teoris, praktik GCG dapat meningkatkan nilai perusahaan. Menurut Mas
Ahmad Daniri (2005;14) jika perusahaan menerapkan mekanisme penerapan Good
Corporate Governance (GCG) secara konsisten dan efektif maka akan dapat
memberikan manfaat antara lain:
 Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung oleh pemegang
saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak manajemen.
 Mengurangi biaya modal (Cost of Capital).
 Meningkatkan nilai saham perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
 Menciptakan dukungan para stakeholder dalam lingkungan perusahaan terhadap
keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan yang ditempuh
perusahaan.

1. FAKTOR EXTERNAL
Yang dimakud faktor eksternal adalah beberapa faktor yang berasal dari luar
perusahaan yang sangat mempengaruhi keberhasilan penerapan GCG. Di antaranya:
a. Terdapatnya sistem hukum yang baik sehingga mampu menjamin berlakunya
11
supremasi hukum yang konsisten dan efektif.
b. Dukungan pelaksanaan GCG dari sektor publik/ lembaga pemerintahaan yang
diharapkan dapat pula melaksanakan Good Governance dan Clean Government
menuju Good Government Governance yang sebenarnya.
c. Terdapatnya contoh pelaksanaan GCG yang tepat (best practices) yang dapat
menjadi standard pelaksanaan GCG yang efektif dan profesional. Dengan kata lain,
semacam benchmark (acuan).
1. Terbangunnya sistem tata nilai sosial yang mendukung penerapan GCG di
masyarakat. Ini penting karena lewat sistem ini diharapkan timbul partisipasi aktif
berbagai kalangan masyarakat untuk mendukung aplikasi serta sosialisasi GCG
secara sukarela.
2. Hal lain yang tidak kalah pentingnya sebagai prasyarat keberhasilan implementasi
GCG terutama di Indonesia adalah adanya semangat anti korupsi yang berkembang
di lingkungan publik di mana perusahaan beroperasi disertai perbaikan masalah
kualitas pendidikan dan perluasan peluang kerja.  Bahkan dapat dikatakan bahwa
perbaikan lingkungan publik sangat mempengaruhi kualitas dan skor perusahaan
dalam implementasi GCG.

2. FAKTOR INTERNAL
Maksud faktor internal adalah pendorong keberhasilan pelaksanaan praktek GCG
yang berasal dari dalam perusahaan. Beberapa faktor dimaksud antara lain:

a. Terdapatnya budaya perusahaan (corporate culture) yang mendukung penerapan


GCG dalam mekanisme serta sistem kerja manajemen di perusahaan.
b. Berbagai peraturan dan kebijakan yang dikeluarkan perusahaan mengacu pada
penerapan nilai-nilai GCG.
c. Manajemen pengendalian risiko perusahaan juga didasarkan pada kaidah-kaidah
standar GCG.
d. Terdapatnya sistem audit (pemeriksaan) yang efektif dalam perusahaan untuk
menghindari setiap penyimpangan yang mungkin akan terjadi.
e. Adanya keterbukaan informasi bagi publik untuk mampu memahami setiap gerak
dan langkah manajemen dalam perusahaan sehingga kalangan publik dapat
memahami dan mengikuti setiap derap langkah perkembangan dan dinamika
perusahaan dari waktu ke waktu.

F. ORGAN KHUSUS DALAM PENERAPAN (GCG)


Meskipun ketentuan mangenai organ perseroan telah diatur dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 47 Tahun 2007 dan selanjutnya dituang kembali di dalanm
Anggaran Dasar Perseroan, namun dalam praktiknya organ ini belum mampu menjamin
terselenggaranya tata kelola perusahaan yang sehat.
Indara Surya dan Ivan Yustiavananda (2006) menyebutkan paling tidak diperlukan
empat organ tambahan untuk melengkapi penerapan GCG, yaitu:

12
1. Komisaris dan Direktur Independen
Istilah independent sering di artikan sebagai merdeka, bebas, tidak memihak, tidak
dalam tekanan pihak tertentu, netral, objektif, punya integritas, dan tidak dalam posisi
konflik kepentingan. Indra Surya dan Ican Yustiavandana (2006) mengungkapkan ada dua
pengertian independent terkait dengan konsep komisaris dan direktur independent tersebut.

Pertama, komisaris dan direktur independent adalah seseorang yang ditunjuk untuk
mewakili pemegang saham independent (pemegang saham minoritas). Sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Perseroan, anggota Direksi, dan Komisaris diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS, sedangkan keputusan yang diambil dalam RUPS didasarkan
perbandingan jumlah suara para pememgang saham. Hak suara dalam RUPS tidak
didasarkan atas satu orang sat suara, tetapi didasarkan atas jumlah saham u\yang
dimilikinya. Sebagai konsekunsinya, keputusan penetapan dan pemberhentian anggota
komisaris dan direksi akan selalu berasal dari kepentingan pemegang saham mayoritas.

Kedua, komisaris dan direktur inderpenden adalah pihak yang ditunjuk tidak dalam
kepastian mewakili pihak mana pun dan semata-mata ditunjuk berdasarkan latar belakang
pengetahuan, pengalmana, dan keahlian professional yang dimilikinya untuk menjalankan
tugas demi kepentingan perusahaan. Jadi, pengertiannya disini lebih luas dibandingkan
pengertian pertama. Komosaris dan direktur independent dinagkat semata-mata karena
pertimbangan “profesionalisme” demi kepentingan perusahaan.

Selain kedua pengertian tersebut, sebenarnya masih ada pengertian ketiga yang
biasa dipakai dalam kode etik akuntan public, yang dalam konteks ini sering dikenal
dengan istilah independent in fact dan independent in appearance. Independent in fact
menekankan sikap mental dalam mengambil keputusan dan tindakan yang semata-mata
didasarkan atas pertimbangan profesionalisme dari dalam diri yang bersangkutan tanpa
campur tangan, pengaruh, atau tekanan dari pihak luar. Independent in appearance dilihat
dari sudut pandang pihak luar yang mengharapkan calon yang bersangkutan secara fisik
tidak mempunyai hubungan darah dengan aperusahaan dan/atau dengan para pemangku
kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan keraguan dari pihak luar tentang kenetralan
yang bersangkutan. Pada pengetian kedua mengenai komisaris dan direktu independent
yang telah disebutkan, pengertian tersebut sama denganpengetian independent in fact yang
semata-mata didasarkan atas pertimbangan profesionalisme saja. Namun dalam pengertian

13
ketiga, pertimbangan profesionalisme saja tidak cukup, persyaratan independent in
appearance juga harus dipenuhi.

2. Komita Audit
Undang-Undang Perseroan terbatas Pasal 121 memunginkan Dewan Komisaris
untuk membentuk komite tertentu yang dianggap perlu untuk membantu tugas pengawasan
yang diperlukan. Salah satu komite tambahan yang kini banyak muncul untukmembantu
fungsi Dewan Komisaris adalah Komite Audit. Munculnya komite audit ini barangkali
disebabkan kecenderungan makin meningkatnya berbagai skandal penyelewengan dan
kelalaian yang dilakukan para direktur dan komisaris yang menandakan kurang
memadainya fungsi pengawasan.

Sebagimana dinyatakan oleh Hasnati (dalam Indra Surya dan Ivan Yustiavandana,
2006), tugas, tanggung jawab, dan wewenang komite audit adalah membantu dewan
komisaris, antara lain:

1. Mendorong terbentuknya struktur pengendalian intern yang memadai (prinsip


tanggung jawab).
2. Meningkatkan kualitas keterbukaan dan laporan keuangan (prinsip transparansi)
3. Mengkaji ruang lingkup dan ketepatan audit eksternal, kewajaran biaya audit
ekstenal, serta kemandirian dan objektivitas audit eksternal. (prinsip akuntabilitas)
4. Mempersiapkan surat uraian tugas dan tanggung jawab komite audit selama tahun
buku yang sedang diperiksa eksternal audit (prinsip tanggung jawab).

Selanjutnya Forum for Corporate Governance in Indonesia dan YPPMI


Institutemenyebutkan syarat-syarat untuk menjadi anggota Komite Audit adalah:

1. Komite Audit bertanggung jawab kepada Dewan Direksi


2. Terdiri atas sekurang-kurangnya 1 (satu) orang Komisaris Independen dan
sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota berasal dari luar Emiten atau
perusahaan public.
3. Memiliki integritas tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang
memadai sesuai latar belakang pendidikannya, serta mampu berkomunikasi dengan
baik.

14
4. Salah satu dari anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan keuangan
dan akuntansi.
5. Memilki pengetahuan yang cukup untuk membaca dan memahami laporan
keuangan.
6. Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan Publik yang memberikan jasa
Audit dan/atau non-audit pada Emiten atau perusahaan public yang bersangkutan
dalam satu tahun terakhir sebelum diangkat oleh Komisaris sebagaiaman dimaksud
dalam Peraturan VIII.A.2. tentang Independensi Akuntan yang memberikan jasa
audit di pasar modal.
7. Bukan merupakan karyawan kunci Emiten atau perushaan public dalan satu tahun
terakhir sebelum diangkat komisaris.
8. Tidak mempunyai saham baik langsung mapun tidak langsung pada emiten atau
perusaah public. Dalam hal komite audit memperloeh saham akibat suatu peristiwa
hokum, maka dalam jangka waktu paling lama enam bulan setelah diperolehnya
saham tersebut wajib mengalihkan kepada pihak lain.
9. Tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Emiten, Komisaris, Direktu, atau
Pemegang Saham Utama.
10. Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang
berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten.
11. Tidak merangkap sebagai anggota Komite Audit pada Emiten atau perusahaan
public lain pada periode yang sama
12. Sekretaris perusahaan harus bertindak sebagai Sekretaris Perusahaan Audit.

Aturan mengenai Komite Audit ini, antar alin dapat dilihat pada:
1. SE Ketua Bapepam Nomor SE-03/PM/2000 tentang Komite Audit untuk
perusahaan public.
2. Keputusan Direksi PT BEJ Nomor Kep-305/BEJ/07-2004 tentang pencatatan
saham dan efek
3. Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Badan Usaha Milik Negara Nomor
Kep-133/M-BUMN/1999 tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.

3. Sekretaris Perusahaan
Tugas, tanggung jawab, dan kedudukan pejabat sekretaris perusahaan sebagi bagian
dari pelaksanaan GCG berbeda sekali dengan tugas, kedudukan, dan tanggung jawab
15
seorang sekretaris eksekutif yang selama ini sudah sangat dikenal. Sekretaris eksekutif
biasnya direkrut sebagai staf khusus untuk keperluan para eksekutif puncak suatu
perusahaan, seperti: direksi, komisaris atau ekesekutif puncak lainnya. Fungsi utama
sekretaris eksekutif lebih banyak untuk membantu pejabat eksekutuf yang bersangkutan,
antara lain: menyangkut pengaturan jadwal kegiatan, jadwal rapat, dokuemntasi surat
masuk dan surat keluar, penerimaan telepon, pengurusan tiket dan dokumen perjalanan dan
sebagainya.

Jabatan sekretaris perusahaan menempati posisi yang sangat tinggi dan strategis
karena orang dalam jabatan ini berfungsio sebagai pejabat penghubung atau semacam
public relation antar perusahaan dengan pihak luar perusahaan, khususnya bagi
perusahaan-perusahaan besar yang telah mendaftarkan sahamnya dibursa. Tugas utama
sekretaris perusahaan antara lain menyimpan dokumenperusahaan, daftar pemegang
saham, risalah rapat direksi dan RUPS serta meyimpan dan meyediakan informasi penting
lainya bagi kepentingan seluruh pemangku kepentingan.

Aturan yang berkaitan dengan sekretaris perusahaan ini dapat dilihat antara lain
pada:

1. Keputusan Ketua Bapepam Nomor 63 tahun 1996 tentang Pembentukan Sekretaris


Perusahaan bagi Perusahaan Publik.
2. Keputusan Direksi BEJ Nomor 339 Tahun 2001 tentang Sekretaris Perusahaan.

16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Good corporate governance (GCG) merupakan sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan guna menciptakan nilai tambah (value added) untuk semua
stakeholder. Konsep ini menekankan pada dua hal yakni, pertama, pentingnya hak
pemegang saham untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan,
kedua, kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan (disclosure) secara akurat,
tepat waktu, transparan terhadap semua informasi kinerja perusahaan, kepemilikan, dan
stakeholder.

Terdapat empat komponen utama yang diperlukan dalam konsep Good Corporate
Governance, yaitu fairness, transparency, accountability, dan responsibility. Keempat
komponen tersebut penting karena penerapan prinsip Good Corporate Governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas laporan keuangan dan juga dapat menjadi
penghambat aktivitas rekayasa kinerja yang mengakibatkan laporan keuangan tidak
menggambarkan nilai fundamental perusahaan. 

Dari berbagai hasil penelitian lembaga independen menunjukkan bahwa pelaksanan


Corporate Governance di Indonesia masih sangat rendah, hal ini terutama disebabkan oleh
kenyataan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia belum sepenuhnya memiliki
Corporate Culture sebagai inti dari Corporate Governance. Pemahaman tersebut membuka
wawasan bahwa korporat kita belum dikelola secara benar, atau dengan kata lain, korporat
kita belum menjalankan governansi. 

Good governance dapat diartikan sebagai kepemerintahan yang baik atau


penyelenggaraan pemerintahaan yang bersih dan efektif, sesuai dengan peraturan dan
ketentuan yang berlaku. Pemerintahan mencakup ruang lingkup yang luas, termasuk
keputusan di bidang ekonomi guna meningkatkan kesejahteraan, pemerataan, penurunan
kemiskinan dan peningkatan kualitas hidup. Administrative governance berarti, bahwa
penyelenggara setiap bidang dan tahapan pemerintahan harus dilakukan dengan bersih,
efisien, dan efektif

17
B. Saran
Untuk mengatasi kejahatan bisnis ekonomi yang terjadi seiring dengan
perkembangan ilmu dan teknologi yang telah melahirkan revolusi industry perdagangan,
perbankan dan khusunya korporasi, dalam skala global, sebaiknya semua Negara
memperkuat komitmen politiknya untuk lebih memartabatkan kegiatan ekonomi dan
bisnis. Dengan begitu, kemakmuran dan kesejahteraan dapat terwujud. Selain itu perlu juga
diperkuat komitmen moralnya untuk tetap konsisten menjalankan sebuah misi penting,
yaitu mewujudkan keadilan, kebenaran, kejujuran, penegak hokum, penegak etika dan
peningkatan ras kompetensi secara fair rasional dan berkemanusiaan.

18
DAFTAR PUSTAKA

 Nadya Rachmanita Adha, Good Corporate Governance


http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Pada buku ini kami mengambil Latar Belakang good corporate governance dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic latar belakanggood corporate governance
pada halaman 1-2
 muhamadramdani17, GCG (Good Corporate Gevernance),
https://muhamadramdani17.wordpress.com/2010/11/25/gcg-good-corporate-
governance/
pada buku ini kami mengambil latar belakang kebutuhan atas GCG dan ditulisan
kami gunakan pada sub topic Latar Belakang pada halaman 2
 Rotasi Nusantara, Makalah Good Corporate Governance dan Contohnya,
http://nyarimakalah.blogspot.co.id/2015/06/makalah-good-corporate-governance-
dan.html
Pada buku ini kami mengambil Pengertian GCG dan ditulisan kami gunakan pada
sub topic pengertian GCG pada halaman 4-5
 Manuella Suliman dan Riswono, Good Corporate Governance,
https://www.coursehero.com/file/16867738/jbptunikompp-gdl-dedenawaha-23776-
4-gcgmanu-oppt/ Pada buku ini kami mengambil pengertian tata kelola perusahaan
serta tata kelola kuat dan lemah dan ditulisan kami gunakan pada sub topic
pengertian GCG, pada halaman 4-5
 Nadya Rachmanita Adha, Good Corporate Governance
http://nadyarachmanita.blogspot.co.id/2015/06/v-behaviorurldefaultvmlo.html.
Pada buku ini kami mengambil konsep good corporate governance dan ditulisan
kami gunakan pada sub topic konsepgood corporate governance pada halaman 5
 Irma Wahyuni, Makalah Good Corporate Gevernance,
http://irmaawahyuni.blogspot.co.id/2014/11/makalah-good-corporate-
governance.html
Pada buku ini kami mengambil Prinsip GCG, dan ditulisan kami gunakan pada sub
topic prinsip GCG pada halaman 6-7
 Tantan, Good Corporate Governance,
https://diaryintan.wordpress.com/2010/11/15/good-corporate-governance-gcg-2/
pada buku ini kami mengambil Tujuan CGC serta Manfaat dan Faktor GCG dan
ditulisan kami gunakan pada sub topic tujuan GCG serta Manfaat dan faktor GCG
pada halaman 7-8

19

Anda mungkin juga menyukai