Anda di halaman 1dari 30

“GOOD CORPORATE GOVERNANCE DAN CORPORATE SOCIAL

RESPORESPONSIBILITY ”

Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perusahaan

Dosen Pengampu : Shafira Hijriya, S.H., M.H.

KELOMPOK 5

Anggota Kelompok

1. Anisa (2210113175)
2. Della Aulia (2210113175)
3. Nadia Nanda Putri (2210112191)
4. Mhd Zhafif Aryasheta (2210112162)
5. Inggrid Kartika Boya (2210112112)
6. Sevira Ayu Ningsih (2210112093)
7. Violla Anisha Verry (2210112065)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN PELAJARAN 2023-2024


KATA PENGANTAR

Puji beserta syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya hingga tulisan ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Penulisan makalah ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Hukum Perusahaan pada semester tiga
Universitas Andalas.

Penulis menyadari bahwa hasil tulisan ini tak luput dari kekurangan. Hal tersebut
dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki untuk menjelaskan secara terperinci
mengenai “Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility ”. Oleh karena
itu penulis akan menerima semua kritik dan saran pembaca dengan senang hati agar penulisan
makalah ini dapat diperbaiki pada penulisan makalah penelitian selanjutnya.

Tulisan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak. Semoga
tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Padang, 05 November 2023

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................................................ i

DAFTAR ISI............................................................................................................................................... ii

BAB I ........................................................................................................................................................... 1

PENDAHULUAN...................................................................................................................................... 1

LATAR BELAKANG................................................................................................................. 1

RUMUSAN MASALAH ............................................................................................................ 2

TUJUAN ..................................................................................................................................... 2

BAB II.......................................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ........................................................................................................................................ 3

Good Corporate Governance ....................................................................................................... 3

Corporate Social Responsibility ................................................................................................ 9

Contoh Kasus ............................................................................................................................ 22

BAB III ...................................................................................................................................................... 26

PENUTUP ................................................................................................................................................. 26

Simpulan ................................................................................................................................... 26

Saran ......................................................................................................................................... 26

DAFTAR KEPUSTAKAAN .................................................................................................................. 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Good Corporate Governance (GCG) dan Corporate Social Responsibility (CSR)
adalah dua konsep yang memiliki dampak signifikan pada praktek bisnis dan hubungan
perusahaan dengan stakeholder-nya. Kedua konsep ini telah menjadi fokus perhatian
utama dalam dunia bisnis dan ekonomi global dalam beberapa dekade terakhir. Latar
belakang makalah ini akan membahas pentingnya GCG dan CSR dalam konteks bisnis
modern.
Dalam era globalisasi dan teknologi yang terus berkembang, bisnis menghadapi
tantangan yang semakin kompleks, seperti perubahan regulasi, perubahan pasar, dan
tekanan dari berbagai pihak. GCG dan CSR menjadi penting karena mereka membantu
perusahaan untuk mengelola risiko dan menciptakan hubungan yang lebih baik dengan
berbagai pihak terkait, termasuk pemegang saham, pelanggan, pemerintah, dan
masyarakat.
Perusahaan yang menerapkan prinsip GCG dan memiliki program CSR yang
kuat cenderung mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dari pemegang saham dan
masyarakat. Ini dapat meningkatkan reputasi perusahaan, yang pada gilirannya dapat
membantu meningkatkan daya tarik bisnis, akses modal, dan hubungan dengan mitra
bisnis.
Kepedulian terhadap isu-isu sosial dan lingkungan semakin meningkat di
masyarakat. Perusahaan yang menjalankan praktik bisnis yang bertanggung jawab dan
berkelanjutan dalam hal sosial dan lingkungan dapat mengurangi risiko reputasi,
menghindari litigasi, dan mendukung perkembangan yang berkelanjutan.
Pemerintah dan badan pengatur di berbagai negara semakin mengawasi dan
mengatur praktik bisnis perusahaan. Kepatuhan dengan standar GCG dan CSR sering
kali menjadi persyaratan hukum, dan pelanggaran dapat berdampak negatif pada
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan perlu memahami dan mematuhi regulasi yang
berkaitan dengan GCG dan CSR.
Meskipun penerapan GCG dan program CSR mungkin memerlukan investasi
awal, manfaat jangka panjangnya dapat mencakup peningkatan kinerja finansial,

1
loyalitas pelanggan, dan dukungan dari pemegang saham yang peduli dengan isu-isu
sosial dan lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, prinsip dasar, mekanisme, tahap-tahap, manfaat dan prasyarat
dari penerapan Good Corporate Governance (GCG)?
2. Pengertian, dasar teori pentingnya CSR, model-model, dan manfaat dari
Corporate Social Responsibility (CSR)?
3. Apa saja contoh kasus GSC dan CSR yang pernah terjadi di Indonesia?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian, prinsip dasar, mekanisme, tahap-tahap, manfaat
dan prasyarat dari penerapan Good Corporate Governance (GCG)?
2. Untuk mengetahui Pengertian, dasar teori pentingnya CSR, model-model, dan
manfaat dari Corporate Social Responsibility (CSR)?
3. Untuk mengetahui contoh kasus GCG dan CSR yang pernah terjadi di Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Good Corporate Governance


A. Konsep dan pengertian Good Corporate Governance (GCG)
Good corporate governance (GCG) secara definitif merupakan sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang menciptakan nilai tambah
(value added) untuk semua stakeholder (Monks,2003).
Ada dua hal yang ditekankan dalam konsep Good Corporate
Governance (GCG), yang pertama mengenai pentingnya hak pemegang saham
untuk memperoleh informasi dengan benar dan tepat pada waktunya dan, yang
kedua mengenai kewajiban perusahaan untuk melakukan pengungkapan
(disclosure) secara akurat, tepat waktu, transparan terhadap semua informasi
kinerja perusahaan, kepemilikan, dan stakeholder.
Konsep good corporate governance baru populer di Asia. Konsep ini
relatif berkembang sejak tahun 1990-an. Konsep good corporate governance
baru dikenal di Inggris pada tahun 1992. Negara-negara maju yang tergabung
dalam kelompok OECD (kelompok Negara-negara maju di Eropa Barat dan
Amerika Utara) mempraktikkan pada tahun 1999.
Sedangkan Pengertian Good Corporate Governance (GCG) sendiri
diberbagai sudut pandang dan pendapat para ahli yaitu :
GCG di mata Bank Dunia sebagai Seperangkat norma, hukum, dan
aturan yang harus dipenuhi sehingga dapat mendukung kinerja sumber daya
perusahaan agar berfungsi secara efisien, mampu memberikan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkelanjutan bagi pemegang saham atau masyarakat
sekitar pada umumnya.
Menurut Hayati dan Gusnardi (2017), GCG adalah suatu metode
pembinaan dan pengendalian suatu perusahaan dengan tujuan untuk
menghindari kecurangan atau kesalahan dari pihak manajemen yang dapat
merugikan komisaris, investor, kreditur, pemerintah, masyarakat, dan
pemangku kepentingan lainnya.

3
Menurut Effendi (2019), GCG adalah sistem pengendalian internal
perusahaan yang bertujuan untuk mengamankan aset dan meningkatkan nilai
investasi pemegang saham dari waktu ke waktu sambil mengelola risiko yang
cukup besar untuk mencapai tujuan bisnis yang benar-benar panjang.
Menurut Pedoman Umum GCG Indonesia yang dikeluarkan oleh
KNKG pada tahun 2006, konsep pedoman GCG adalah keterbukaan, tanggung
jawab, independensi, ketidakberpihakan, dan akuntabilitas.
Terdapat juga dua teori utama terkait dengan corporate governance yaitu
stewardship theory dan agency theory (Chinn,2000; Shaw,2003).
Stewardship theory, dibangun di atas asumsi filosofis mengenai sifat
manusia yang meyakini bahwa manusia pada hakekatnya dapat dipercaya,
mampu bertindak dengan penuh tanggung jawab, memiliki integritas dan
kejujuran terhadap pihak lain. Hal ini jugalah yang tersirat dalam hubungan
fidusia yang dikehendaki para pemegang saham. Dengan kata lain, stewardship
theory memandang manajemen sebagai dapat dipercaya untuk bertindak dengan
sebaik-baiknya bagi kepentingan publik maupun stakeholder.
Sementara itu, agency theory yang dikembangkan oleh Michael
Johnson, memandang bahwa manajemen perusahaan sebagai “agents” bagi para
pemegang saham, akan bertindak dengan penuh kesadaran bagi kepentingannya
sendiri, bukan sebagai pihak yang arif dan bijaksana serta adil terhadap
pemegang saham.
Dalam perkembangan selanjutnya, agency theory mendapat respon lebih
luas karena dipandang lebih mencerminkan kenyataan yang ada. Berbagai
pemikiran mengenai corporate governance berkembang dengan bertumpu pada
agency theory di mana pengelolaan dilakukan dengan penuh kepatuhan kepada
berbagai peraturan dan ketentuan yang berlaku.
B. PRINSIP-PRINSIP GCG
Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari Good corporate
governance yaitu:
1. Transparency (keterbukaan informasi), yaitu Keterbukaan dalam
melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam
mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.

4
2. Accountability (akuntabilitas), yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem,
dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif.
3. Responsibility (pertanggungjawaban), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di
dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat
serta peraturan perundangan yang berlaku.
4. Independency (kemandirian), yaitu suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan
peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yang sehat.
5. Fairness (kesetaraan da kewajaran), yaitu perlakuan yang adil dan setara
di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan
perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.

Esensi dari corporate governance adalah peningkatan kinerja


perusahaan melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya
akuntabilitas manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan
kerangka aturan dan peraturan yang berlaku.

C. Mekanisme Konsep Good Corporate Governance (GCG)


Mekanisme konesp Good Coporate Governance ialah kepemilikan
manajerial, dewan komisaris yang tidak memihak, dan dewan direksi yang tidak
memihak semuanya berada di bawah mekanisme GCG.
1. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial terjadi ketika eksekutif puncak perusahaan
(komisaris atau direktur) juga memiliki saham dalam bisnis. Hal ini
terlihat dalam catatan keuangan dengan tingginya tingkat
kepemilikan manajemen atas saham perusahaan. Manajer
menghadapi bahaya kehilangan pekerjaan jika mereka melakukan
pekerjaan yang buruk, sementara pemegang saham menghadapi
risiko kehilangan uang jika mereka memilih manajemen yang salah.
2. Komisaris Independen
Seorang anggota dewan komisaris dianggap independen jika dia
tidak memiliki ikatan dengan dewan direksi perusahaan, anggota

5
dewan lainnya, atau pemegang saham pengendali yang dapat
membahayakan kemampuannya untuk membuat keputusan yang
objektif demi kepentingan terbaik perusahaan (Hidayat, 2015).
Calon komisaris harus menunjukkan kejujuran dan memiliki
pengetahuan penting untuk melaksanakan tugasnya dengan baik.
Menurut Tutut (2016) memiliki komisaris diperlukan untuk bisnis
yang terdaftar di BEI. Jumlah komisaris independen akan ditentukan
pada tingkat yang berbanding lurus dengan jumlah saham yang
dimiliki oleh pemilik nonpengendali, sepanjang komisaris
independen paling sedikit 30% dari jumlah komisaris.
3. Dewan Direksi
Dewan direksi merupakan suatu individu ataupun kelompok yang
berperan sebagai pemegang saham dan pengatur manajemen bisnis
dalam membuat keputusan perusahaan yang signifikan (Zarkasyi,
2008). Jumlah anggota dewan perusahaan merupakan proksi untuk
ukuran dewan direksi (Suranta dan Machfoedz, dalam
Purwaningtyas, 2017).
D. Tahap-tahap Penerapan Good Corporate Governance

Salah satu tujuan utama ditegakannya good corporate governance ialah


untuk menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam
pengendalian perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi
peluang terjadinya kesalahan mengelola (missmanagement), menciptakan
insentif bagi manajer untuk memaksimumkan produktivitas penggunaan aset
sehingga menciptakan nilai tambah perusahaan yang optimal.

Dalam pelaksanaan penerapan GCG di perusahaan adalah penting bagi


perusahaan untuk melakukan pentahapan yang cermat berdasarkan analisis atas
situasi dan kondisi perusahaan, dan tingkat kesiapannya, sehingga penerapan
GCG dapat berjalan lancar dan mendapat dukungan dari seluruh unsur di dalam
perusahaan. Menurut Mas Ahmad Daniri dalam buku Good Corporate
Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia ada beberapa
tahapan dalam menerapkan GCG yaitu Penjelasan tentang tahapan-tahapan
GCG tersebut adalah sebagai berikut:

6
a) Tahap persiapan
Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:
1. Awareness Building

Awareness Building merupakan langkah sosialisasi awal untuk


membangun kesadaran mengenai arti pentingnya GCG dan komitmen
bersama dalam penerapannya. Upaya ini dapat dilakukan dengan
meminta bantuan tenaga ahli independen dari luar perushaan. Kegiatan
dapat dilakukan melalui seminar, lokakarya, dan diskusi kelompok.

2. GCG Assessment

GCG Assessment merupakan upaya untuk mengukur atau memetakan


kondisi perusahaan dalam penerapan GCG saat ini. Langkah ini perlu
guna memastikan titik awal atau level penerapan GCG dan untuk
mengidentifikasi langkah-langkah yang tepat guna mempersiapkan
infrastruktur dan struktur perusahaan yang kondusif bagi penerapan
GCG secara efektif.

3. GCG Manual Building

GCG Manual Building adalah langkah berikutnya setelah GC


Assessment dilakukan. Berdasarkan hasil pemetaan tingkat kesiapan
untuk kesiapan perusahaan dan upaya identifikasi prioritas
penerapannya, penyusunan manual atau pedoman implementasi GCG
dapat disusun.

b) Tahap implementasi

Tahap ini terdiri atas tiga langkah utama yaitu:

1. Sosialisasi

Sosialisasi diperlukan untuk memperkenalkan kepada seluruh


perusahaan berbagai aspek yang terkait dengan implementasi GCG
khususnya mengenai pedoman penerapan GCG. Upaya sosialisasi perlu
dilakukan dengan suatu tim khusus yang dibentuk untuk itu, langsung
berada dibawah pengawasan Direktur Utama.

2. Implementasi

7
Implementasi adalah kegiatan yang dilakukan sejalan dengan pedoman
GCG yang ada, berdasarkan roadmap yang telah disusun. Implementasi
harus bersifat top down approach yang melibatkan Dewan Komisaris
dan Direksi perusahaan.Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk
memperkenalkan GCG di dalam seluruh proses bisnis perusahaan
melalui berbagai prosedur operasi, sistem kerja, dan berbagai peraturan
perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG
bukan sekadar dipermukaan atau sekadar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas
kinerjanya.

3. Internalisasi, yaitu tahap jangka panjang dalam Implementasi.


Internalisasi mencakup upaya-upaya untuk memperkenalkan GCG di
dalam seluruh proses bisnis perusahaan kerja, dan berbagai peraturan
perusahaan. Dengan upaya ini dapat dipastikan bahwa penerapan GCG
bukan sekedar dipermukaan atau sekedar suatu kepatuhan yang bersifat
superficial, tetapi benar-benar tercermin dalam seluruh aktivitas
perusahaan.
c) Tahap Evaluasi
Tahap evaluasi adalah tahap yang perlu dilakukan secara teratur dari
waktu ke waktu untuk mengukur sejauh mana efektivitas penerapan GCG
telah dilakukan dengan meminta pihak independen melakukan audit
implementasi dan scoring atas praktik GCG yang ada. Terdapat banyak
perusahaan konsultan yang dapat memberikan jasa audit yang demikian, dan
di Indonesia ada beberapa perusahaan yang melakukan scoring.
Evaluasi dalam bentuk assessment, audit atau scoring juga dapat
dilakukan secara mandatory misalnya seperti yang diterapkan di lingkungan
BUMN. Evaluasi dapat membantu perusahaan memetakan kembali kondisi
dan situasi serta capaian perusahaan dalam implementasi GCG sehingga
dapat mengupayakan perbaikan-perbaikan yang perlu berdasarkan
rekomendasi yang diberikan.
E. Manfaat dan Prasyarat Penerapan Good Corporate Governance

Esensi corporate governance adalah peningkatan kinerja perusahaan


melalui supervisi atau pemantauan kinerja manajemen dan adanya akuntabilitas

8
manajemen terhadap pemangku kepentingan lainnya, berdasarkan kerangka
aturan dan peraturan yang berlaku.

Menurut Mas Ahmad Daniri dalam buku Good Corporate


Governance: Konsep dan Penerapannya dalam Konteks Indonesia, jika
perusahaan menerapkan GCG secara konsisten dan efektif maka akan dapat
memberikan manfaat antara lain:

1. Mengurangi agency cost, yaitu suatu biaya yang harus ditanggung


pemegang saham akibat pendelegasian wewenang kepada pihak
manajemen.
2. Mengurangi biaya modal (cost of capital).
3. Meningkatkan nilai saham perusahaan sekaligus dapat meningkatkan
citra perusahaan di mata publik dalam jangka panjang.
4. Menciptakan dukungan para stakeholders dalam lingkungan perusahaan
terhadap keberadaan perusahaan dan berbagai strategi dan kebijakan
yang ditempuh perusahaan”.

Manfaat GCG ini bukan hanya untuk saat ini, tetapi juga dalam
jangka panjang dapat menjadi pilar utama pendukung tumbuh kembangnya
perusahaan sekaligus pilar pemenang era persaingan global.

2.2 CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY/ TANGGUNG JAWAB SOSIAL


DAN LINGKUNGAN PERUMAHAN
A. Pengertian dan Teori
Bab V UUPT 2007, mengatur Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.Hal ini
merupakan masalah baru dalam hukum Perseroan UUPT 1995, tidak mengaturnya.
Apalagi KUHD sama sekali tidak menyinggungnya. Hanya pengaturannya dalam
UUPT 2007, sangat minim sekali. Hanya terdiri dari 1 (satu) pasal saja, yakni Pasal 74.
Adapun ketentuan selanjutnya mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
(TJS) menurut Pasal 74 ayat (2), akan diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP). Yaitu
PP No. 47 tahun 2012, Permeneg BUMN No. 05/ MBU/2007.
Corporate social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan adalah
komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam pengembangan
ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab sosial perusahaan

9
dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Konsep ini muncul pada era 1970-an di Amerika Serikat yang
diawali dengan banyaknya gugatan secara hukum yang dilakukan baik individu
maupun kelompok terhadap perusahaan.
Pendekatan CSR haruslah bersifat sukarela dimana tidak berupaya mengambil
keuntungan secara profit dalam kegiatannya, CSR harus diperlakukan sebagai suatu
komitmen berkelanjutan dari perusahaan untuk bertanggung jawab secara ekonomi,
sosial dan ekologis. Tanggung jawab tersebut meliputi mencegah dampak-dampak
negatif yang mungkin muncul dan ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan terhadap
pihak lain dan lingkungan. CSR memiliki hubungan dengan konsep pembangunan
berkelanjutan yang artinya pembangunan yang memenuhi kebutuhan dimasa sekarang
tanpa harus membahayakan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya
(Untung, 2008: 1).
Banyak teori yang menekankan akan pentingnya perusahaan untuk peduli dan
melaksanakan CSR secara tepat, sungguh-sungguh dan konsisten. Lako dalam bukunya
Dekonstruksi CSR & Reformasi Paradigma Bisnis dan Akuntansi (2011 : 5-6)
menyebutkan bahwa setidaknya ada lima dasar teoritis yang mengingatkan pelaku
bisnis bahwa CSR merupakan kewajiban asasi perusahaan yang tidak boleh dihindari,
yaitu :
1) Teori Stakeholder
Teori ini menyatakan bahwa kesuksesan dan hidup matinya suatu
perusahaan sangat tergantung pada kemampuan perusahaan tersebut untuk
menyeimbangkan beragam kepentingan stakeholder atau pemangku
kepentingannya. Jika perusahaan mampu melakukan hal tersebut, maka
tidak diragukan bahwa perusahaan akan mudah mendapat dukungan yang
berkelanjutan dari para stakeholder.
2) Teori Legitimasi
Dalam perspektif teori ini, perusahaan dan komunitas sekitarnya memiliki
relasi sosial yang erat serta terikat dalam suatu kontrak sosial (social
contract). Teori kontrak sosial menyebutkan bahwa CSR merupakan suatu
kewajiban asasi perusahaan yang tidak bersifat suka rela, karena ada kontrak
sosial yang secara tidak langsung terjadi antara perusahaan dengan
masyarakat. Dimana masyarakat memberi cost dan benefits untuk

10
keberlanjutan suatu koporasi melalui adanya regulasi pemerintah serta
parlemen yang juga merupakan representasi dari masyarakat.
3) Teori Sustainabilitas Korporasi
Untuk dapat hidup tumbuh dan berkelanjutan, harus ada integrasi tujuan
bisnis dengan tujuan sosial dan ekologi secara utuh dari perusahaan.
Pembangunan bisnis harus dilandaskan pada tiga pilar utama yakni
ekonomi, sosial dan lingkungan secara terpadu. Dalam perspektif teori ini
masyarakat dan lingkungan adalah dasar dan hal utama yang menentukan
keberhasilan bisnis perusahaan, sehingga harus selalu di proteksi dan
diberdayakan. Aktivitas perusahaan sudah semestinya tidak mengorbankan
kepentingan generasi-generasi berikutnya untuk hidup dan memenuhi
kebutuhannya.
4) Teori Politik
Menurut teori ini perusahaan wajib melaksanakan CSR karena domain
ekonomi perusahaan seperti laporan keuangan dan sebagainya tidak dapat
diisolasi dari masayarakat dan lingkungan sekitar perusahaan, laporan
keuangan perusahaan serta domain ekonomi lainnya selain dokumen
ekonomi juga adalah dokumen sosial dan politik.
5) Teori Keadilan
Teori ini menjelaskan bahwa perusahaan harus tetap adil terhadap
masyarakat dan lingkungan sekitanya, karena mereka turut menanggung
dampak eksternalitas perusahaan. Laba atau rugi yang dialami perusahaan
mencerminkan ketidakadilan dan ketidakseimbangan antara pihak yang
dinikmati atau diderita suatu perusahaan.
B. Model-Model CSR
1) Cause Promotion
Jenis program ini merupakan program yang bertujuan untuk
memperkuat brand positioning perusahaan dalam ingatan khalayak,
memberikan peluang kepada karyawan perusahaan untuk dapat terlibat
dalam sebuah kegiatan sosial, menciptakan kerjasama antara perusahaan
dengan stakeholder, serta untuk meningkatkan image/ citra perusahaan.
2) Cause Related Marketing (CRM)
Jenis program ini merupakan jenis program yang menunjukkan
komitmen perusahaan untuk menyumbangkan sebagian dari
11
penghasilannya dalam sebuah kegiatan sosial, program yang dibuat
didasarkan pada besarnya penjualan produk.
3) Corporate Social Marketing (CSM)
CSM merupakan jenis program yang bertujuan untuk mendorong
perubahan perilaku masyarakat terkait isu kesehatan, perlindungan
terhadap kecelakaan/kerugian, lingkungan, serta keterlibatan
masyarakat dalam setiap isu tersebut (Kotler dalam Rahmatullah dan
Kurniati, 2011: 31)
4) Corporate Philanthropy
Pada jenis program ini, perusahaan memberikan kontribusi secara
langsung dan cuma-cuma dalam bentuk hibah tunai, sumbangan dan
sejenisnya kepada masyarakat. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa
program jenis ini berkaitan dengan tindakan perusahaan yang
memberikan kembali kepada masyarakat sebagian kekayaannya sebagai
ungkapan terimakasih atas kontribusi yang diberikan masyarakat.
5) Community Volunteering
Melalui jenis program ini, program CSR perusahaan ditujukan untuk
mendukung para karyawan dan pemegang franchise untuk membantu
organisasi ataupun masyarakat umum yang menjadi sasaran program
CSR. Jenis program ini dapat memberi keuntungan pada perusahaan
berupa terciptanya hubungan yang tulus antara perusahaan dengan
komunitas, serta meningkatkan kepuasan dan motivasi karyawan
perusahaan.
6) Socially Responsible Business Practice ( Community Development)
Jenis program ini adalah praktik program CSR dimana perusahaan
melakukan investasi yang sifatnya mendukung pemecahan suatu
masalah sosialyang terjadi di masyarakat, guna meningkatkan
kesejahteraan komunitas dan melindungi lingkungan.
C. Manfaat CSR
A. internal perseroan
1) Pengembangan aktivitas yang berkaitan dengan sumber daya
manusia Pengembangan sumber daya manusia dapat dicapai dengan
menciptakan para karyawan yang memiliki keterampilan tinggi,
karena karyawan yang berkualitas akan berpengaruh pada system
12
manajemen sumber daya manusia yang lebih efektif, seperti
peningkatan loyalitas dan moral karyawan.
Untuk dapat menciptakan hal-hal tersebut dibutuhkan praktik-
praktik ketenagakerjaan yang juga bertanggung jawab secara sosial,
seperti pemberian upah yang wajar, lingkungan kerja yang nyaman,
kesempatan pelatihan yang terbuka untuk semua karyawan serta
harus adanya keuntungan yang mendorong karyawan untuk dapat
lebih mapan secara finansial.
2) Peningkatan performa lingkungan perusahaan
Penecegahan polusi dan reorganisasi pengelolaan proses produksi
dab aliran bahan baku serta pola hubungan dengan supplier yang
berjalan dengan baik juga menjadi manfaat internal yang akan
muncul dengan adanya penyelenggaraan CSR.
Bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan antara lain seperti
penggunaan bahan baku yang dapat di daur ulang dan mengganti
bahan baku produksi yang tidak ramah lingkungan. Strategi yang
komprehensif untuk mencegah polusi serta kerusakan lingkungan
yang lainnya memiliki implikasi penting, sehingga diperlukan
strategi yang mampu meminimalisi dampak negative bagi
lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan.
3) Menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas SDM dan organisasi
yang baik Pengintrodusian CSR diharapkan akan memunculkan
komitmen karyawan yang kuat terhadap perusahaan dan kemauan
untuk terus belajar, serta integrasi antarfungsi di dalam perusahaan
diharpakan juga akan terjadi. Maka dengan begitu partisipasi
karyawan dan keterampilan mereka meningkat pula. Disamping itu
penyelenggaraan program CSR yang meningkatkan reputasi
perusahaan akan memunculkan efek yang peningkatan kemampuan
untuk mempengaruhi kebijakan publik, dengan cara membuat
standard yang lebih tinggi dari biasanya.
4) Kinerja keuangan
Manfaat internal selanjutnya dari penyelenggaraan program CSR
adalah membaiknya kinerja keuangan perusahaan, terutama harga
saham bagi perusahaan yang telah go public. Berdasarkan fakta-
13
fakta yang muncul dari hasil riset-riset yang telah dilakukan di
berbagai belahan dunia, walaupun hasilnya belum seragam,
setidaknya fakta-fakta tersebut telah menunjukan bahwa
pembangunan di suatu negara turut disokong oleh korporasi. Riset
lain dilakukan oleh Lorraine et al. (Mursitama, Hasan & Fakhrudin,
2011: 29) mempertegas bahwa peningkatan kualitas lingkungan
yang disumbangkan koorporasi bukan hanya secara langsung
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan, namun juga
meningkatkan kepemilikan pemodal. Sehingga ada hubungan yang
saling ketergantungan dan saling menguntugkan antara tanggung
jawab sosial perusahaan dengan kinerja keuangan perusahaan.
B. Manfaat eksternal
1) Meningkatkan reputasi perusahaan
Penerpan CSR akan meningkatkan reputasi perusahaan sebagai
badan yang mengembang tanggung jawab sosial dengan baik, hal ini
sebenarnya lebih berkaitan dengan pemberian pelayan yang baik
kepada stakeholder atau pemangku kepentingan. Efek lain yang juga
muncul secara tidak langsung adalah bahwa dengan reputasi
perusahaan yang meningkat akan berpengaruh juga terhadap
peningkatan loyalitas konsumen terhadap produk atau jasa yang
dihasilkan.
Tidak hanya itu, perusahaan yang menerakan CSR dengan baik juga
akan menarik para pemasok yang berkualitas, menarik minat calon
karyawan dengan kualitas baik dan meningkatkan motivasi, moral,
dan komitmen dari karyawan yang ada. Lebih luas dari itu,
peningkatan reputasi perusahaan juga memungkinkan untuk media
selalu melakukan pemberitaan positif tentang perusahaan dan juga
kemungkinan untuk mendapatkan regulasi yang menguntungkan
perusahaan karena reputasi perusahaan yang positif dihadapan
stakeholder akan meningkatkan dukungan operasional jika
perusahaan menghadapi masalah.
2) CSR merupakan satu bentuk diferensiasi produk
Maksudnya adalah bahwa produk-produk yang memenuhi
persyaratan ramah lingkungan merupakan hasil dari perusahaan
14
yang bertanggung jawab secara sosial. Oleh karena itu diperlukan
keseimbangan antara aktivitas sosial perusahaan dengan
karakteristik perusahaan. Karena karakteristik tersebut akan
mempengaruhi ekspektasi dari para stakeholder tentang bagaimana
perusahaan bertindak.
3) CSR merupakan instrument komunikasi yang baik
Pada waktunya semua kegiatan akan membantu menciptakan image
perusahaan yang lebih baik, dengan image dan reputasi yang lebih
baik, perusahaan tidak hanya membangun hubungan baik dengan
pemerintah atau stakeholder lainnya tapi juga menyebabkan
perusahaan dapat membuat harga premium untuk produk-produknya
yang memenuhi standard perlindungan terhadap lingkungan.
4) CSR dan kinerja perusahaan
Kontribusi CSR terhadap kinerja perusahaan paling tidak terwujud
dalam dua hal, yaitu dampak positif yang timbul sebagai intensif
(rewards) atas tingkah laku positif perusahaan. Kedua kemampuan
perusahaan untuk mencegah munculnya konsekuensi dari tindakan
yang buruk atau safety nets bagi perusahaan
D. TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERSEROAN MERUPAKAN TREN
BARU
Gambaran mengenai TJSL dikemukakan pada alinea kedelapan
Penjelasan Umum, yang dapat dideskripsi sebagai berikut:
Tujuan TJSL untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan
guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat bagi
Perseroan itu sendiri, komunitas setempat dan masyarakat pada umumnya,TISL
bermaksud untuk mendukung terjalinnya hubungan Perseroan yang serasi,
seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat
setempat.
Sehubungan dengan itu, perlu ditentukan, bahwa Perseroan yang
kegiatan usahanya dibidang dan/atau berkaitan dengan "sumber daya alam",
wajib melaksanakan TJSL. Untuk melaksanakan kewajiban tersebut, kegiatan
TJSL, harud diianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan dengan
memperhatikan kepatutan dan kewajaran selanjutnya, kegiatan TISI dimuat
dalam LT Perseroan
15
Alinea kedelapan Penjelasan Umum tersebut ditutup dengan kalimat
yang berbunyi:"Dalam hal Perseroan tidak melaksanakan Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan maka Perseroan yang bersangkutan dikenal sank sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
Kita yakin, TJSL yang diatur dalam UUPT 2007, dulhami oleh
pandangan yang berkembang belakangan ini yang mengajarkan Per roan
sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan usaha di tengah tengah kehidupan
masyarakat, harus ikut bertanggung jawab terhadap masalah masalah sosial
yang dihadapi masyarakat setempat.
Pandangan tersebut, telah melahirkan konsep tanggung jawab sosial
Perseroan (Corporate Social Responsibility) (CSR). Landasan pandangan CSR
bersumber dari nilai moral, bahwa Perseroan hidup dan berada di tengah-tengah
kehidupan masyarakat. Oleh karena itu kehidupan dan kelancaran kegiatan
usaha Perseroan sangat tergantung dan terkait kepada lingkungan dan
masyarakat yang bersangkutan. Perseroan harus mempunyai kepedulian
(concern) terhadap masya rakat di mana dia hidup dan berada. Perseroan tidak
terlepas dan tanggung jawab memenuhi kepentingan publik.
Pandangan CSR yang dikemukakan di atas, merupakan reaksi dan
tantangan terhadap paham yang dikembangkan ajaran Neo Kapitalisme (Neo
Capitalism) yang bersikap dan berpendirian, bahwa satu-satunya tanggung
jawab Perseroan, hanya mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk
dibagikan kepada para pemegang saham Tanggung Jawab Perseroan hanya
sebatas memenuhi kepentingan para pemegang saham Adapun tanggung jawab
sosial termasuk tanggung jawab untuk mensejahterahkan rakyat dan
perlindungan lingkungan. bukan tanggung jawab Perseroan, tetapi merupakan
tanggung jawab Pemerintah.
Ajaran Neo Kapitalisme atau Neo Liberalisme tuachut, telah
menimbulkan perkembangan Perseroan yang tidak manusiawi (men) dan tidak
adil (just) mengeruk keuntungan tanpa mempedulikan kesengsaraan masyarakat
dan kerusakan lingkungan sekitarnya.Ajaran inilah yang ditentang oleh aliran
moralis. Bukan hanya saham yang menjadi pemangku kepentingan lele)
pemegang Perseroan, Masyarakat sekitar kegiatan Perseroan juga adalah
pemang ju kepentingan.

16
Oleh karena itu, selain harus menaati segala peraturan perundang-
undangan, Perseroan juga harus aut bertanggung jawab erhadap masyarakat dan
lingkungan sekitarnya. Berarti pemangku kepentingan (stakeholder) Perseroan
tidak hanya terbatas pemegang saham, karyawan atau pegawai dan buruh, tetapi
juga anggota mayarakat. Dengan demikian, Perseroan tidak hanya
memperhatikan kepentingan pemegang saham, pegawai dan buruh yang bekerja
padanya, tetapi juga harus memperhatikan masyarakat dan lingkungan
sekitarnya. Sudah barang tentu tidak mungkin suatu Perseroan dapat
memperhatikan dan terlibat atas semua segi kepentingan masyarakat. Namun
demikian, Perseroan mempunyai tanggung jawab moral untuk menetapkan
dalam RKT program atau agenda bidang sosial yang dibutuhkan masyarakat
setempat, baik yang bersifat jangka parang maupun jangka pendek.
Menurut Mc Oliver- EA Marshal," CSR bertujuan, antara lain:
1) memberikan sebagian keuntungan Perseroan kepada masyarakat
dan lingkungan.
2) melibatkan sumber dan personal Perseroan mengadakan
pelatihan khusus (special training) dan kegiatan nonlaba (non
profit) kepada masyarakat sekitamya
3) ikut bertanggung jawab melindungi lingkungan (environmental
protection) di sekitarnya.

Selanjutnya beliau mengatakan, perusahaan atau Perseroan Amerika


yang beroperasi di luar negeri, diharuskan melakukan Sullivan Principle dalam
rangka memenuhi Corporate Social RESPONSIBILITY (CSR). Poin yang
terpenting dari Sullivan Principe, antara lain:

1) tidak ada pemisahan ras (non separation of races) dalam makan


bantuan hidup dan fasilitas kerja,
2) perlakuan yang sama dan adil dalam melaksanakan pekerjaan
(equal and fair employment process),
3) pembayaran upah yang sama untuk pekerjaan yang sebanding
(equal payment comparable work),
4) program training untuk mempersiapkan kulit hitam dan nonkulit,
putih lain sebagai supervisi, administrasi, klerc, teknisi dalam
jumlah yang substansial,

17
5) memperbanyak kulit hitam dan nonkulit putih lainnya dalam
profesi manajemen dan supervisi,
6) memperbaiki tempat tinggal dan hidup pekerja di luar
lingkungan kerja seperti perumahan, kesehatan, sekolah, dan
rekreasi.

E. TJSL HANYA TERBATAS ATAS PERSEROAN YANG


MENJALANKAN KEGIATAN USAHA DI BIDANG SUMBER DAYA
ALAM
Seperti yang disinggung di atas, ketentuan TJSL yang diatur dalan BAB
V UUPT 2007, hanya terdiri atas satu pasal saja yakni Pasal 74 sedang
ketentuan lebih lanjut diatur dengan PP No. 47 tahun 2021
1) Perseroan yang Wajib Melaksanakan TJSL
Selain ketentuan yang mengatur TJSL hanya terdiri atas Pasal 74 saja, juga
kewajiban TJSL tidak dipikulkan terhadap semua Perseroan. Akan tetapi,
hanya terbatas terhadap Perseroan.
a. Yang Menjalankan Kegiatan Usahanya di Bidang Sumber Daya
Alam
Yang dimaksud dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan
usahanya di bidang sumber daya alam "menurut Penjelasan Pasal 74
ayat (1) adalah Perseroan yang mengelola dan memanfaatkan
sumber daya alam.
b. Yang Menjalankan Kegiatan Usahanya di Bidang yang berkaitan
dengan Sumber Daya Alam
Menurut alinea ketiga Penjelasan Pasal 74 ayat (1) yang dimaksud
dengan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya yang
berkaitan dengan sumber daya alam adalah Perseroan yang tidak
mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alamtetapi
kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya
alam. Hanya sebatas Perseroan tersebut yang diwajibkan Pasal 74
melaksanakan TJSI Perseroan yang tidak menjalankan kegiatan
usaha di bidang sumber daya alam atau yang tidak berkaitan dengan
sumber daya alam, tidak diwajibkan melaksanakan TISE

18
2) Pelaksanaan Kewajiban TISI, Dianggarkan dan Diperhitung kan Sebagai
Biaya Perseroan
Supaya pelaksanaan kewajiban TJSL tidak hanya hiasan Pasal 74 ayat (2)
memerintahkan:
a. Perseroan harus menganggarkan dan memperhitungkan TISI
sebagai biaya Perseroan Dengan demikian, pada saat Direksi
menyusun RKT berdasar Pasal 63 ayat (1), di dalamnya harus
memuat anggaran TISL untuk tahun buku yang akan datang.
b. Pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan
kewajaran.
3) Perseroan yang Tidak Melaksanakan TJSL, Dikenai Sanksi
Menurut Pasal 74 ayat (3), Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
TJSL padahal dia memenuhi kriteria sebagai Perseroan yang melakukan
kegiatan di bidang sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber
daya alam, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Menurut Penjelasan pasal ini yang dimaksud dengan dikenai
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan adalah
dikenai segala bentuk sanksi yang diatur dalam peraturan perundang
undangan yang terkait.
F. PROGRAM KEMITRAAN DENGAN PENGUSAHA KECIL DAN
PROGRAM BINA LINGKUNGAN BUMN, MERU PAKAN LEX
SPECIALIS

Pelaksanaan TJSL yang diatur pada Pasal 74 UUPI 2007 berbeda


dengan Program Kemitraan dengan Pengusaha Kecil maupun denga Program
Bina Lingkungan yang diwajibkan kepada BUMN. Program Kemitraan dengan
Pengusaha kecil dan Program Bina Lingkungan mula-mula diatur dalam
Permeneg BUMN No. 236 MBU/2003 tentang BUMN. Oleh karena apa yang
diatur di dalamnya dipandang belum cukup memberi landasan operasional bag
perusahaan pelaksana program Kemitraan BUMN dengan Pengusaha Kecil dan
Program Bina Lingkungan, maka Permeneg BUMN tersebut diganti dengan
Permeneg BUMN No. PER-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan
BUMN. Dengan Pengusaha Kecil dan Program Bina Lingkungan, tanggal 27
April 2007

19
Sasaran dan objek TJSL yang diatur pada Pasal 74 UUPT 2000 berbeda
dengan Permeneg BUMN No. Per-05/MBU1/2007. Sasaran TISL yang diatur
pada Pasal 74 UUPT 2007, antara lain terdiri atas:

a. bertujuan untuk menciptakan hubungan Perseroan yang sera


seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya
masyarakat setempat,
b. jadi sasarannya masyarakat setempat,
c. dengan tujuan agar tercipta hubungan yang selaras dan seimbang
antara Perseroan dengan masyarakat sesuai dengan lingkungan
norma dan budaya masyarakat setempat.

Adapun sasaran atau objek Permeneg BUMN No. PER 05/MBU 2007

1) Usaha Kecil yang disebut Program Kemitraan


bertujuan untuk meningkatkan kemampuan Usaha Kecil apar menjadi
tangguh dan mandiri, caranya dengan jalan memanfaatkan dana dari
bagian "laba BUMN".
2) Program Bina Lingkungan (Program BL)
bertujuan untuk "pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN,
caranya, melalui pemanfaatan dari bagian laba BUMN tersebut

Ditinjau dari segi pendanaan antara TJSL yang diatur Pasal 74 UUPT
2007, terdapat perbedaan dengan apa yang ditentukan dalam PERMENEG
BUMN dimaksud:

a. Dari segi sumber pendanaan


Sumber pendanaan TJSL Perseroanl yang diatur dalam pasal 74 UUPT,
dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan, bukan diambil
dari laba Perseroan, Sedang sumber dana Program Kemitraan dan Program
BL yang diatur dalam PERMENEG BUMN tersebut bersumber dari
penyisihan laba BUMN; pengadministrasian dan penyusunan RKA
Program Kemitraan dan Program BL, terpisah dari RKA BUMN Pembina.
b. segi subjek Perseroan yang wajib melaksanakannya juga berbeda
Subjek Perseroan yang wajib melaksanakan TJSL adalah Perseroan pada
umumnya yang menjalankan kegiatan usaha di bidang sumber daya alam,

20
dan yang berkaitan dengan sumber daya alam, sedang subjek yang wajib
melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL adalah setiap BUMN
tanpa mempersoalkan jenis atau bidang kegiatan usahanya
c. Dari segi pelaksanaannya juga berbeda
Pelaksana TJSL dilakukan oleh Perseroan yang kegiatan usahanya dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam, sedang pelaksana Program Kemitraan
diberikan BUMN yang bersangkutan dalam bentuk pinjaman untuk
membiayai modal kerja atau pembelian aktiva tetap milik usaha kecil,dan
pinjaman khusus untuk membiayai kebutuhan dana pelaksana kegiatan
usaha mitra binaan sebagai pinjaman tambahan dan berjangka pendek.
begitu juga pelaksana Program BL, merupakan bantuan yang meliputi ruang
lingkup
1. bantuan korban bencana alam,
2. bantuan pendidikan dan/atau pelatihan,
3. bantuan peningkatan kesehatan,
4. bantuan pengembangan prasarana/sarana umum,
5. bantuan sarana ibadah,
6. bantuan pelestarian alam

Demikian gambaran singkat letak perbedaan antara TJSL yang diatur


dalam Pasal 74 UUPT 2007 dengan Program Kemitraan dan Program BL yang
diatur dalam Permeneg BUMN No. Per 05/MBU 2007. Jelas tampak Permeneg
tersebut merupakan lex special (special laws) yang khusus berlaku terhadap
BUMN, sedang TJSL merupakan lex generalis yang berlaku untuk semua
Perseroan pada umumnya dengan syarat apabila Perseroan itu melakukan
kegiatan bidang usaha sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber
daya alam

Dengan demikian, meskipun suatu BUMN telah memenuhi kewajiban


melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL sesuai dengan ketentuan
Permeneg dimaksud, hal itu tidak melepaskan kewajiban BUMN yang
bersangkutan melaksanakan TJSL, apabila BUMN itu melakukan kegiatan
usaha di bidang sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya
alam.

21
Dengan demikian, meskipun suatu BUMN telah memenuhi kewajiban
melaksanakan Program Kemitraan dan Program BL sesuai dengan ketentuan
Permeneg dimaksud, hal itu tidak melepaskan kewajiban BUMN yang
bersangkutan melaksanakan TJSL, apabila BUMN itu melakukan kegiatan
usaha di bidang sumber daya alam atau yang berkaitan dengan sumber daya
alam.

2.3 CONTOH KASUS


A. Kasus GCG
PT Freeport Indonesia Tahun 2017
Permasalahan yang terjadi bermulai dari adanya ketidak-sesuaian gaji dan
upah para pekerja Indonesia yang bila dibandingkan dengan tenaga kerja dari
negara lain yang sama levelnya sangat berbeda jauh. Gaji pekerja Freeport hanya
sebatas upah minimum regional ( UMR ) .Meski dikatakan tidak melanggar hukum,
namun gaji yang diberikan tersebut jauh dari apa yang dibayangkan.
Selain minimnya gaji atau upah yang diberikan, pekerja di perusahaan
tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut sangat tidak merata antara pekerja
lokal asli Papua dengan pekerja asing. Dan ironisnya, para pekerja lokal umumnya
dipekerjakan di level paling bawah, lain halnya dengan pekerja asing.Selain hal
diatas masih terdapat bentuk pelanggaran lain diantaranya adalah ketidaksesuaian
laporan dengan fakta di lapangan yang ditemukan oleh BPK.
Penghitungan kerugian atas dampak lingkungan dari pengoperasian
tambang Freeport oleh tim pengawas dari Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Perhutanan selama ini tak
akurat. Sehingga, tim BPK mengkaji ulang laporan tersebut dan menemukan
beberapa kejanggalan seperti adanya kelebihan pencairan jaminan reklamasi
Freeport, kerugian negara yang sebenarnya dlsb (Megawaty et al., 2021),
(Fernando et al., 2021).
Berdasarkan kasus di atas pelanggaran prinsip-prinsip GCG yang dilanggar
adalah:
1) Prinsip Faimes
Pelanggaran prinsip ini ditunjukkan dengan adanya perlakuan vang
tidak adil terhadap upuh dan gaji karyawan lokal dengan karyawan asing
yang levelnya sama.

22
2) Prinsip Responsibilitas
Pelanggaran prinsip ini ditunjekkan dengan perusakan lingkungan yang
dilakukan oleh PT. Freeport di Papua yang membuat rakyat Papua
menderita dan tidak adanya. penanggulangan dan tanggung jawab atas
kerusakan tersebut.
3) Pelanggaran Prinsip Transparansi dan Akuntabilitas
Pelanggaran prinsip ini ditunjukkan dengan tidak adanya ketidak
sesuaian informasi yang diberikan PT.Freeport kepada negara seperti
melakukan penambangan di bawah tanah umpa adanya izin lingkungan,
tidak adan yu kejujuran dan keterbukaun mengenai informat yang akurat
dalam jumlah pendapatan mereka yang sesungguhnya. Padahal, hal ini
juga mempengaruhi pendapatan dan kerugian yang diperoleh oleh
negara

B. Kasus CSR
DANA CSR PT ANEKA TAMBANG TIDAK TEPAT SASARAN DAN
PENUH PENYIMPANGAN
Anggota Komisi VIII DPRRI, M Oheo Sinapoy MBA menilai pemanfaatan
dana CorporateSocial Responsibility (CSR) PT Antam Tbk, khususnya pada Unit
Bisnis Pertambangan (UBP) Nikel Pomalaa, banyak yang tidak tepat sasaran, atau
tidak sesuai dengan semangat dan tujuanCSR.Bukan saja itu, pemanfaatan dana
CSR baik itu Community Development (Comdev) maupunProgram Kemitraan
Bina Lingkungan (PKBL), terjadi penyimpangan dalam
prosedur pengunaannya.Menurut Oheo, terjadinya pemanfaatan dana CSR Antam
yang tidak tepat sasaran itu, akibatintervensi pemerintah baik itu provinsi maupun
kabupaten yang terlalu berlebihan.
Dia mencontohkan, pemanfaatan dana CSR Antam untuk pembangunan
bandara Sangia Nibandera, yang jumlahnya sudah mencapai sekitar Rp 12 miliar,
penggunaan dana Antamdalam program bedah kecamatan, dan bantuan CSR Antam
kepada Pemprov Sultra yangnilainya sudah mencapai Rp 138 miliar selama tiga
tahun.Menurut Oheo, sesuai Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT)
No. 40 tahun2007, dana CSR harusnya diserahkan kepada masyarakat sasaran, baik
itu secara langsungmaupun melalui organisasi masyarakat pendamping.

23
Kalau dana CSR itu diambil alih pemerintah pengelolaannya maka akan
bias, apalagi sudah diintervensi dengan kepentingan politik bupatinya."Bandara itu
kan obyek pembangunan yang memang sudah ada anggarannya. Jadi tidak
pantas jika diambilkan lagi dari dana CSR.
Saya akan melakukan pengecekan secara detail dengan Komisi yang
membidangi perhubungan. Saya juga akan mengecek jangan-jangan anggaran dari
Antam dalam kegiatan bedah kecamatan tidak masuk dalam APBD. Padahal
seharusnya masuk APBD dulu dan dibahas di DPRD," kata Oheo. Dari hasil
kunjungannya, Oheo juga memperoleh data, bahwa Pemda selalu memaksakan
kehendekanya untuk mendapatkan dana CSR, dengan nada ancaman akan meninjau
kembaliizin yang dimiliki Antam."Jika dilihat posisi Antam saat ini, tidak lebih
menjadi sapi perahan Pemda. Makanya, saya akan berusaha membantu Antam agar
mengembalikan posisi pengelolaan dana CSR sesuaitujuannya," katanya.
Berdasarkan kasus tersebut didapatkan bahwa, Dana yang berasal dari
perusahaan yang seharusnya diperuntukan hagi pensherdayaan masyarakat, justru
dipangkas dan dibagi sana sini sesuka hati seperti Kasus PT Aneka Tambang.
Pertanyaannya menjadi banyak apakah kesalahan pengganaan dana CSR itu
tindak pidana korupsi, Apa saja komponen biaya dalam penggunaan dana CSR yang
diperbolehkan? Siapa yang berhak mengalokasikan dan mengawasi dana CSR
tersebut? Adakah lembaga khusus yang pratya otoritas tentang program CSR dan
seterusnya.
Program CSR yang secara konseptual diharapkan adanya kepedulian dari
perusahaan untuic ikut serta mengatasi persoalan sosial, alchirnya justru banyak
menimbulkan persoalan. Pertama, Sejak kelahirannya, isu mengenai kewajiban
CSR di Indonesia telah membawa masalah.
Kewajihan melaksanakan CSR bagi perusahaan perusahaan yang diatur
dalam UU No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dan UU No 40
Tahunt 2007 (UUPT) tentang Perseroan Terbatas tidak bisa diterapkan secara
sederhana.
Mengenai besaran binyanya, dalam ULIPM tidak disebutican secara jelas
jumlah dan sumbernya. Dalam UUPT dana CSR wajib dianggarkan berdasarkan
kepatutan dan kewajaran. Sedangkan dalam UUBUMN yang dijelaskan melalui
Peraturan Menteri Negara BUMN No Per-05/MBU/2007 (Per Men PKBL)
mengatur dana PKBL sebesar 4% keurmungan hersih. Kesimpangsiunan aturan
24
tersebut sangat potensial melahirkan konflik maupun notuk disalahgunakan. Saat
ini masih banyak perusahan yang bingung dalam menentukan besaran dana CSR.
Akhirnya, perusahaan hanya mengira-ira saja. Kepatutan dan kewajaran yang
dijadikan dasar adalah dari kebiasasın praktik sebelumnya.
Yang perlu dicatat adalah (1) dana CSR tidak boleh dipungut atau dikelola
pemerintah. Karena pada prinsipnya ini adalah dana perusahaan untuk masyarakat.
Pemerintah tidak punya dusar untuk pelaporan pertanggungjawahun dana CSR.
Pemerintah hanya boleh mengarahkan program CSR agar bersinergi dengan
program pemerintah. (2) Pengunaan dana CSR selain untuk program dan biaya
operasional bisa dikategorikan tindak pidana, karena manganıbil hak milik
masyarakat. Dan Jika itu dilakukan oleh untuk pejabat pemerintah, maka masuk
kategori korupsi.
PTANTAM cenderung memberikan ruang terjadinya penyalahgunaan
wewenang oleh sejumlah kepala daerah atas kejahatan korupsi, sudah saatnya bagi
PT.ANTAM untuk membuka tabir cibalik praktek korupsi sejumlah kepala daerah
sehingga PT ANTAM sebagai BUMN tidak tersandera oleh kejahatan sistemik para
penguasa korup yang senantiasa ingin merampok kekayaan sumber daya alam kita
termasuk sektor Mimurbe yang merupakan sasarun empak para penguasa.

25
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Salah satu tujuan utama ditegakannya Good Corporate Governance (GCG)
ialah untuk menciptakan sistem yang dapat menjaga keseimbangan dalam pengendalian
perusahaan sedemikian rupa sehingga mampu mengurangi peluang terjadinya
kesalahan mengelola (missmanagement), menciptakan insentif bagi manajer untuk
memaksimumkan produktivitas penggunaan aset sehingga menciptakan nilai tambah
perusahaan yang optimal.
Corporate social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan
adalah komitmen perusahaan atau dunia bisnis untuk berkontribusi dalam
pengembangan ekonomi yang berkelanjutan dengan memperhatikan tanggung jawab
sosial perusahaan dan menitikberatkan pada keseimbangan antara perhatian terhadap
aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Manfaat CSR di internal perseroan ialah pengembangan aktivitas yang
berkaitan dengan sumber daya manusia, peningkatan performa lingkungan perusahaan,
menciptakan budaya perusahaan, kapabilitas SDM dan organisasi yang baik,
membaiknya kinerja keuangan perusahaan, terutama harga saham bagi perusahaan
yang telah go public. Dilain manfaat eksternal meningkatkan reputasi perusahaan , CSR
merupakan satu bentuk diferensiasi produk, CSR merupakan instrument komunikasi
yang baik, CSR dan kinerja perusahaan.

B. Saran
Dalam kasus GCG dan CSR kami memberikan saran dalam meminimalisir
kerugian baik dari perusahaan maupun masyarakat, yakni dalam kasus yang
menyebabkan pemanfaatan dana CSR yang tidak tepat sasaran itu dapat diminimalisir
dengan pemastian program CSR yang diinisiasi sejalan dengan visi perusahaan serta
tentukan sasaranya, dan libatkan anggota perusahaan dalam melakukan kegiatan ini.
Untuk penerapan GCG secara efektif merupakan langkah mencegah,
menghambat dan mempersulit seseorang melakukan tindakan korupsi dikarenakan
GCG memiliki prinsip-prinsip seperti transparancy, accountability, responsibility,
independency dan fairness

26
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Harahap, M. Yahya. 2015. Hukum Perseroan terbatas. Jakarta: Sinar Grafika


Kaihatu, S. Thomas. Good Coporate Governance dan Penerapanya di Indonesia. Jurnal
Manajemen dan Kewirausahaan 8.1 (2006): 1-9
Irmalasari. Evi , et. al. Pengaruh Good Coporate Governance (GCG) dan Corporate Social
Responsibility (CSR) Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Ukuran Perusahaan dan
Leverage Sebagai Variabel Kontrol. Jurnal Akuntasi, Perpajakan, Dan Auditing 3.2
(2022): 425-442
“Contoh Kasus Pelanggaran (penyelewengan) CSR Pada PT Antam Tbk, PT agung Podomoro
Land, PT Telkom Tbk Cab. Bengkulu” [Diakses 05 November 2023]. Diakses dari
https://id.scribd.com/document/355960623/Contoh-Kasus-Pelanggaran-
penyelewengan-CSR-pada-PT-Antam-Tbk-PT-Agung-Podomoro-Land-PT-Telkom-
Tbk-Cab-Bengkulu
“Kasus GCG” [Diakses 05 November 2023]. Diakses dari
https://id.scribd.com/document/438505272/Kasus-GCG-docx

27

Anda mungkin juga menyukai