Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PROBLEMATIKA PEREKONOMIAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan Syariah
Dosen Pengampu : Agus Ahmad Nasrulloh, S.EI., M.E.Sy.

Disusun oleh :

Maulana Adam 191002074

Widi Astuti 191002050

Mohammad Zein 191002068

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS SILIWANGI

TASIKMALAYA

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Swt. yang memberikan rahmat
dan hidayah-Nya penulis diberikan kemudahan dalam menyelesaikan penyusunan
makalah dengan judul “Problematika Perekonomian” untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Ekonomi Pembangunan Syariah. Sholawat serta salam semoga tercurahkan
kepada Nabi Muhammad Saw. yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan
ke zaman yang terang benderang seperti sekarang. Makalah ini membahas mengenai teori
sebab akibat secara kumulatif, masalah dualisme pembangunan, masalah lingkaran
perangkap kemiskinan, dan utang luar negeri di dunia.

Makalah ini bukanlah sebuah karya yang sempurna karena masih banyak
kekurangan. Baik isi ataupun dalam sistematika penulisanya. Oleh sebab itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi karya yang lebih
baik lagi. Penulis juga berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat khusunya
bagi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Tasikmalaya, September 2021

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................................................... ii

BAB I .............................................................................................................................................. 1

PENDAHULUAN .......................................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 1

C. Tujuan Masalah .................................................................................................................... 1

BAB II............................................................................................................................................. 3

PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3

A. Problematika Industrialisasi ................................................................................................. 3

B. Problem Ketimpangan Sektor Riil dan Moneter .................................................................. 6

C. Utang Luar Negeri ............................................................................................................... 7

D. Problematika Korupsi .......................................................................................................... 9

E. Persaingan Usaha Tidak Sehat ........................................................................................... 11

F. Money Laudring................................................................................................................. 15

BAB III ......................................................................................................................................... 19

PENUTUP..................................................................................................................................... 19

A. Simpulan ............................................................................................................................ 19

B. Saran .................................................................................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan pembangunan ekonomi terutama terkait kemiskinan, kesenjangan


ekonomi, dan pengangguran terjadi di banyak negara di berbagai belahan dunia, baik di
negara dengan penduduknya mayoritas Muslim maupun non-Muslim. Hal tersebut menjadi
fakta yang menunjukkan bahwa agama Islam identik dengan kemiskinan dan
keterbelakangan. Padahal kemiskinan dan keterbelakangan juga terjadi di berbagai negara
yang sebagian besar penduduknya beragama non-Islam seperti di berbagai negara Amerika
Latin, Eropa dan Afrika, di Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Timor Leste, India,
China dan negara lainnya.

Berbagai permasalahan besar ekonomi tersebut, bukan hanya terjadi di negara


terbelakang dan sedang berkembang saja, namun juga terjadi di negara yang dianggap maju
secara material. Masalah tersebut sampai saat ini belum bisa diselesaikan dengan ilmu
ekonomi pembangunan konvensional. Berdasarkan hal tersebut penting mencari solusi
alternatif dalam pembangunan ekonomi. Syariat Islam menawarkan solusi mengatasi
permasalahan ekonomi secara berkeadilan. Keunggulan ekonomi Islam dibanding ekonomi
konvensional adalah kandungan makna transendental, yaitu adanya keyakinan kehidupan
di dunia maupun di akhirat kelak, baik untuk umat muslim maupun non-Muslim.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Problematika Industrialisasi ?


2. Bagaimana Problem Ketimpangan Sektor Riil dan Moneter ?
3. Bagaimana Utang Luar Negeri ?
4. Bagaimana Problematika Korupsi ?
5. Bagaimana Persaingan Usaha Tidak Sehat ?
6. Bagaimana Money Laudring ?

C. Tujuan Masalah
1
1. Untuk Mengetahui Problematika Industrialisasi
2. Untuk Mengetahui Problem Ketimpangan Sektor Riil dan Moneter
3. Untuk Mengetahui Utang Luar Negeri
4. Untuk Mengetahui Problematika Korupsi
5. Untuk Mengetahui Persaingan Usaha Tidak Sehat
6. Untuk Mengetahui Money Laudring

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Problematika Industrialisasi

Di dalam Islam, hukum asal industri adalah kepemilikan individu (private proverty)
sehingga setiap individu boleh memiliki industri. Meskipun demikian boleh tidaknya
seseorang memiliki dan mengembangkan industri tergantung kepada produk yang
dihasilkannya. Jika suatu industri menghasilkan produk yang hukumnya haram, seperti
industri minuman keras, maka industri tersebut tidak boleh dimiliki dan dikembangkan.
Demikian pula dari sisi kepemilikan terhadap industri tergantung pada produk yang
dihasilkannya. Jika produk yang dihasilkan termasuk kategori kepemilikan umum
(collective proverty), maka industri tersebut tidak boleh dimiliki dan dikembangkan oleh
individu atau swasta, karena status kepemilikan dalam industri tersebut berubah menjadi
industri milik umum sehingga harus dikelola oleh negara.

Sedangkan yang dimaksud dengan kepemilikan umum adalah harta yang ditetapkan
Allah untuk dimiliki secara bersama oleh umat (collective) sehingga setiap individu boleh
mengambil manfaat dari harta tersebut tetapi dilarang untuk memilikinya. Negara sebagai
pengelola kepemilikan umum sifatnya sebagai wakil umat bukan sebagai milik negara, agar
dengan pengelolaan tersebut umat dapat mendapatkan manfaat yang sebaik-baiknya.
Adapun jenis harta yang termasuk kepemilikan umum adalah sarana-sarana umum yang
diperlukan oleh umat dalam kehidupan sehari-hari, harta-harta yang keadaan asalnya
terlarang dimiliki oleh individu, dan barang tambang yang jumlahnya tidak terbatas.1

Setidaknya, ada konsep Islam berkaitan dengan permasalahan hubungan industrial,


yaitu upah, serikat buruh, perselisihan dan pemogokan. Keempat masalah tersebut akan
diuraikan di bawah ini.

1. Masalah upah

1
Hakim, M. Arif. “INDUSTRIALISASI DI INDONESIA: MENUJU KEMITRAAN YANG ISLAMI”. Yogyakarta.

3
Dalam prinsip Islam, upah harus diberikan sebelum kering keringat buruh. Maksud
perkataan Rasulullah SAW. ini adalah agar pemberian upah tidak boleh berlarut-larut atau
ditunda-tunda. Selain itu, penetapan besaran upah yang akan diterima oleh para pekerja
harus ditetapkan terlebih dahulu. Tidak diperkenankan melakukan kerjasama usaha tanpa
adanya kesepatan tentang bagian yang akan diperoleh bagi masing-masing pihak. Untuk
menjaga hubungan industrial maka upah ditentukan dengan cara yang paling tepat tanpa
harus menindas pihak manapun. Setiap pihak memperoleh bagian yang sah dari hasil
kerjasama mereka tanpa adanya ketidakadilan terhadap pihak lain.

Buruh tidak boleh dibayar secara tidak adil, tetapi majikan juga tidak boleh dipaksa
untuk membayar upah buruh melebihi dari kemampuan mereka. Islam menegaskan upah
setiap orang harus ditentukan berdasarkan kerja dan sumbangsihnya dalam proses produksi
dan untuk itu harus dibayar tidak kurang dan tidak juga lebih dari apa yang telah
dikerjakannya. Syaikh Yusuf Ahmad Lubis, salah seolang ulama terkemuka organisasi Al
Washliyah, pernah mengatakan bahwa setiap majikan hendaklah mengupah buruh dengan
upah yang cukup.

2. Serikat buruh

Jika majikan berusaha menghisap dan mengeksploitas pekerja, maka terbuka bagi
mereka jalan musyawarah bersama agar bisa mendapatkan upah yang layak dan dibenarkan
Islam. Karena itu, dibutuhkan adanya suatu organisasi pekerja/buruh. Jika buruh
melakukannya sendiri-sendiri akan dengan mudah ditaklukan, sebab kemampuan
perundingannya sangat lemah. Suatu organisasi serikat pekerja/buruh dapat memperbaiki
kelemahan kedudukan perundingan antara para pekerja. Secara konseptual, dalam Islam
tidak terdapat kebutuhan yang mendesak selama suatu pemerintahan tersebut memegang
teguh nilainilai Islam, niscaya akan senantiasa akan berlaku adil sehingga kepentingan
buruh akan terlindungi. Di suatu negara Islam, serikat buruh yang dengan sesuka hatinya
melakukan sabotase, berupa sejumlah kegiatan atau mulai sikap dari bermalas-malasan
sampai melakukan tindakan kejahatan dengan merusak pabrik dan peralatan, tidak
didukung. Bahkan, suatu negara Islam, sesungguhnya berhak menyusun suatu undang-
undang yang melarang serikat buruh untuk mengikuti kegiatan anti sosial.

4
Sejak abad keenam belas hingga kesembilan belas, serikat-serikat pekerja
terorganisir di seputar wilayah perdagangan dan kegiatan pertukangan. Mereka hidup di
pasar kota, termasuk pasar yang dikelola oleh pedagang besar, rempah-rempah dan
pedagang kain yang merupakan bagian dari sistem itu. Tidak hanya pedagang besar,
pedagang kecil-pun mempunyai serikat pekerja. Bahkan, pencuri tampaknya juga
mempunyai serikat pekerja. Serikat pekerja umumnya dikepalai oleh seorang syaikh
(Timur Dekat) yang dipilih oleh anggota serikat pekerja, dan disahkan oleh otoritas lokal
atau penguasa pusat, sebagaimana dibuktikan oleh sarana nominasi di Istanbul.
Tampaknya, mereka juga punya otoritas melakukan intervensi, khususnya ketika muncul
masalah dengan nominasi seorang Syaikh.

3. Perselisihan

Kedudukan majikan dan buruh memiliki perbedaan sehingga berbeda pula


pendapatan dan imbalan materialnya. Kenyataannya, bahwa para buruh hanya menerima
sebagian dari hasil produksi yang ditahan oleh perusahaan. Padahal Rasulullah SAW.
sangat menentang hal ini. Jika terjadi perselisihan antara buruh dan majikan, maka Islam
memberikan konsep pemilikan, yang mana hak milik mutlak atas segala-galanya hanyalah
ada pada Allah. Manusia adalah khalifah di bumi, dengan demikian maka hak milik yang
sah dari individu yang berupa kekayaan juga merupakan bagian masyarakat, bahkan hewan
sekalipun.

Pemerintah dapat membantu mencegah perbuatan zalim yang dilakukan oleh para
majikan yang tidak menunaikan hak-hak para pekerja dengan tiga cara. Pertama,
pemerintah dapat menggunakan dana dari zakat untuk membantu buruh tanpa ada bantuan
dari badan lain dalam negara. Kedua, pemerintah dapat menciptakan suatu organisasi yang
terdiri dari perwakilan buruh dan majikan demi kepentingan golongan pekerja. Ketiga,
mempertahankan kedua organisasi tersebut dan pembagian dananya terpisah demi
perbaikan keadaaan para pekerja.

4. Pemogokan

Pemogokan yang dilakukan buruh berarti menarik diri dari pekerjaan dengan
maksud memperoleh penghasilan dengan kondisi yang lebih baik. Prinsip Islam,

5
pemogokan tidak menjadi relatif tidak penting, melainkan bagaimana caranya
memasukkan nilai-nilai Islam ke dalam kerangka pengembangan industri. Apapun
alasannya, baik mogok ataupun pemecatan (termasuk lock out) sebenarnya bukan pilihan
ideal, karena keduanya berdampak negatif dalam skala makro. Karena itulah, Islam
mengidealkan musyawarah kolektif dengan prinsip-prinsip Islam untuk menyelesaikan
perselisihan industrial. Majikan dilarang meng- hisap buruh, buruh-pun dilarang menuntut
sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh majikan.

Dalam Islam, ada beberapa norma yang bisa dijadikan sebagai nilai-nilai dasar
untuk menyelesaikan perselisihan antara buruh dan majikan secara damai, jujur dan
menjamin rasa keadilan bagi kedua belah pihak. Pertama-tama harus dipahami, bahwa
kedua belah pihak terikat dengan norma amanah. Seorang majikan mempunyai amanah
untuk mengelola perusahaan dengan cara yang adil dan tidak menindas, sementara buruh
juga mempunyai amanah untuk melaksanakan tugasnya dengan baik, tidak curang, apalagi
mengkhianati majikan.2

B. Problem Ketimpangan Sektor Riil dan Moneter

Dalam ekonomi Islam tidak di kenal adanya pendikotomian antara sektor Moneter
dan sektor Riil. Sebagaimana dalam teori endegeus money, kebijakan moneter hanyalah
representasi dari sektor riil. Sektor Moneter dalam definisi ekonomi islam diartikan sebagai
mekanisme pembiayaan transaksi atau produksi di pasar Riil. Jadi, perekonomian Islam
adalah perekonomian yang berbasis pada sektor Riil, Khususnya perdagangan. Oleh
karenanya, sektor moneter dan sektor Riil saling berkaitan dan berhubungan. Penghapusan
bunga disatu sisi dan penerapan loss profit sharing (LPS) disisi lain merupakan built in
system yang akan menghubungkan kedua sektor ini.

Sebab utama krisis ekonomi bisa dilihat dari sangat dominannya sektor
moneter/keuangan dibandingkan dengan sektor riil. Sebelum krisis moneter di Asia tahun
1997/1998, misalnya, dalam satu hari, dana yang berputar dalam transaksi pasar uang

2
Batubara, Ismed. 2013. “PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG DINAMIKA HUBUNGAN INDUSTRIAL
DI INDONESIA”. Fakultas Hukum Universitas Al Washliyah Medan. 37 (2).

6
maupun pasar modal dunia diperkirakan rata-rata sekitar 2 -3 trilyun dolar AS atau dalam
satu tahun sekitar 700 trilyun dolar AS. Sebaliknya, arus perdagangan dunia dalam satu
tahun hanya berkisar tujuh trilyun dolar AS. Jadi, arus uang 100 kali lebih cepat dari pada
arus barang. Krisis di Amerika Serikat akan menyebabkan Indonesia terseret krisis melalui
dua cara. Pertama, financial liquide (keterkaitan finansial). Bank Indonesia (BI) dan
beberapa perusahaan swasta Indonesia juga membeli saham atau memperoleh investasi
dari investment bank-nya Amerika dan Eropa yang sekarang collapse. Otomatis, ini akan
berdampak bagi BI dan perusahaan swasta yang bersangkutan. Kedua, Trade
Investment (Keterkaitan Perdagangan), 45% ekspor Indonesia hanya ditujukan pada tiga
negara besar yakni, Amerika, Eropa, dan Jepang. Artinya, ketika ketiga negara ini paling
bergolak karena krisis, ekonomi mereka pun akan turun. Otomatis, dampaknya akan
menyeret Indonesia, karena ekspor dari Indonesia bisa saja tiba-tiba dihentikan.3

C. Utang Luar Negeri

Utang luar negeri didefinisikan sebagai utang penduduk (resident) yang berdomisili
di suatu wilayah teritori ekonomi kepada bukan penduduk (non resident). Sedangkan
menurut Suparmoko Utang luar negeri adalah utang atau pinjaman yang berasal dari orang-
orang atau lembaga-lembaga dari negara lain. Todaro mengatakan bantuan luar negeri
adalah seluruh pinjaman serta hibah konsensional resmi, baik dalam bentuk uang tunai
maupun bentuk aktiva-aktiva lainnya, yang secara umum ditunjukkan untuk mengalihkan
sejumlah sumber daya dari negera maju ke negara berkembang.

Bantuan asing (luar negeri) adalah bantuan yang bersumber dari pemerintah
maupun swasta. Hampir semua bantuan melalui pemerintah mempunyai syarat- syarat yag
longgar (konsensional) atau lunak, yakni di berikan sebagai hibah semata-mata (grants)
atau sebagai pinjaman dengan tingkat bunga rendah dan dengan jangka waktu pembayaran
yang lebih lama dari yang ditawarkan pada pasar modal sawasta internasional.

3
Nusantara, Agung. 2009 “SELAMATKAN SEKTOR RIIL INDONESIA”. Fakultas Ekonomi Unisbank Semarang.
1 (1).

7
Pinjaman luar negeri adalah semua pinjaman yang menimbulkan kewajiban
membayar kembali terhadap pihak luar negeri baik dalam valuta asing maupun dalam
Rupiah. Utang luar negeri merupakan bantuan luar negeri (loan) yang diberikan oleh
pemerintah negara-negara maju atau badan-badan Internasional yang khusus dibentuk
untuk memberikan pinjaman semacam itu dengan kewajiban untuk membayar kembali dan
membayar bunga pinjaman tersebut.4

Dalam Islam, konsep utang terdiri dari dua, utang melalui pinjaman dan utang
melalui pembiayaan. Utang pinjaman bermakna utang yang muncul disebabkan oleh
pinjaman, baik pinjaman barang atau pinjaman uang. Pinjaman ini akan dibayar kembali
dengan jenis yang sama, pada masa yang telah disepakati dengan jumlah yang sama.

Dalam syariat Islam utang pinjaman secara zahir bukan termasuk pada usaha
pengembangan modal, karena utang melalui peminjaman merupakan salah satu bentuk
bantuan yang sifatnya tolong menolong. Sedangkan utang melalui kontrak pembiayaan
atau jual beli, seperti utang yang timbul karena adanya transaksi perdagangan, adalah
bentuk utang yang berbeda dengan utang secara pinjaman, karena utang dalam bentuk ini
mengindikasikan adanya pemindahan hak milik kepada orang lain. Kemudian pembayaran
pokok utang dilakukan kembali secara tertunda pada masa yang disetujui.

Riba Nasi’ah disebut juga Riba Duyun, yaitu riba yang timbul akibat utang piutang
yang tidak memenuhi kriteria untung muncul bersama resiko (al ghunmu bil ghurmi) dan
hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi dhaman). Transaksi semisal ini
mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya karena berjalannya waktu.
Nasi’ah adalah penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang
dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba nasi ’ah muncul karena adanya
perbedaan, perubahan atau tambahan antara barang yang diserahkan hari ini dengan barang
yang diserahkan kemudian.5

4
Pellu, Arifin. ” UTANG LUAR NEGERI; PARADOKS PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA”. UIN
Sunan Ampel Surabaya.
5
Afriyenis, Winda. 2016 “PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM TERHADAP UTANG LUAR NEGERI
PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA”. Maqdis (Jurnal Kajian Ekonomi Islam). 1
(1)

8
D. Problematika Korupsi

1. Pengertian Korupsi

korupsi di Indonesia pada mulanya bukan suatu istilah yuridis. Bahkan istilah
korupsi sendiri berasal dari bahasa Latin, “Corruptio”, yang antara lain berarti merusak,
membuat busuk, menyuap. Menurut Subekti, Korupsi adalah suatu tindak pidana yang
memperkaya diri yang secara langsung merugikan keuangan dan perekonomian negara.
Sedangkan menurut Syed Hussein Alatas, menyatakan bahwa korupsi adalah transaksi
yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian orang, waktu dan tenaga dari pihak lain,
baik berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan nepotisme. Ketiga fenomena
tersebut tidaklah sama, tapi ada benang merah yang menghubungkan fenomena tersebut,
yaitu penempatan kepentingan-kepentingan politik di bawah kepentingan privat dengan
pelanggaran norma-norma tugas dan kesejahteraan, yang dibarengi dengan
keserbarahasiaan, penghianatan, penipuan, dan pengabaian yang kejam atas setiap
konsekuensi yang diderita oleh publik. Tiap-tiap bangsa mempunyai ungkapan dan situasi
sendiri untuk korupsi. Orang Muangthai menyebutkan dengan “GIN MUONG” yang
berarti, makan bangsa. Orang Cina puya istilah “TANWU” yang berarti keserakahan
bernoda. Di Jepang dinamakan “OSHOKU” yang berarti kerja kotor. Berdasar uraian di
atas, semua yang bersangkut paut dengan korupsi, menurut Gunnar Myrdal, bukanlah
sesuatu yang baru, bukanlah sesuatu yang bersih atau halal yang hendak didalilkan dengan
cara apapun. Cara dan bentuk korupsi dengan sendirinya akan berbeda-beda dan berubah-
ubah sesuai dengan perubahan zaman. Korupsi ditalitemalikan dengan kehidupan budaya
suatu bangsa. Menurut Kautilya, bahwa adalah “tidak mungkin baginya, abdi negara untuk
tidak memakan sekurang-kurangnya secuil dari kekayaan sang Raja”.

2. Ciri-ciri Korupsi

Ada banyak ciri-ciri korupsi, beberapa di antaranya adalah: pertama, dalam korupsi
melibatkan lebih dari satu orang. Hal ini tidak sama dengan kasus pencurian ataupun
penipuan maupun penggelapan (frand). Misalnya suatu pernyataan palsu tentang belanja
perjalanan atau rekening hotel; penggunaan keuangan secara tidak sah oleh seorang
bendaharawan dan lain- lain. Kedua, korupsi pada umumnya melibatkan keserbarahasiaan;
kecuali dimana ia telah begitu merajalela dan telat berurat akar, sehingga individu- individu

9
yang berkuasa dan mereka yang berada dalam lingkungannya dan tidak tergoda untuk
menyembunyikan perbuatan mereka. Namun, sekalipun demikian bahkan di sini pun motif
korupsi tetap juga dirahasiakan. Ketiga, korupsi melibatkan elemen kewajiban dan
keuntungan timbal balik yang tidak selamanya dalam bentuk uang. Keempat, mereka yang
terlibat dalam korupsi selalu berusaha untuk menyelubungi perbuatannya dengan
berlindung dibalik pembenaran hukum. Kelima, mereka yangterlibat dalam korupsi adalah
mereka yang menginginkan keputusan-keputusan yang tegas dan mereka yang mampu
mempengaruhi keputusan-keputusan itu. Keenam, setiap tindakan korupsi mengundang
penipuan yang dilakukan terhadap badan publik ataupun masyarakat umum. Ketujuh,
setiap bentuk korupsi adalah penghianatan kepercayaan. Kedelapan, setiap bentuk korupsi
melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu.
Misalnya: ketika seorang pejabat disuap untuk mengeluarkan lisensi bisnis oleh pihak yang
menawarkan pemberian, perbuatan mengeluarkan lisensi itu merupakan fungsi
kepentingan bisnisnya yang sesuai dengan hukum namun perlindungannya pada
penyuapan jelas tidak. Kesembilan, suatu perbuatan korupsi melanggar norma-norma tugas
dan pertanggungjawaban dalam tatanan masyarakat. Ia didasarkan atas niat kesengajaan
untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan khusus.

3. Sebab-sebab Korupsi

Korupsi terjadi tentu karena banyak sebab, di antaranya adalah:

(1) Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang


mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

(2) Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.

(3) Kolonialisme, suatu pemerintahan asing tidaklah menggugah kesetiaan dan


kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.

(4) Kurangnya Pendidikan.

(5) Kemiskinan.

(6) Tiadanya tindak hukuman yang keras.

(7) Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.

10
(8) Struktur pemerintahan.

(9) Perubahan radikal, tatkala suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal,
korupsi muncul sebagai suatu penyakit transisional.

(10) Keadaan masyarakat. Korupsi dalam suatu birokrasi bisa memberikan


cerminan keadaan masyarakat keseluruhan.6

E. Persaingan Usaha Tidak Sehat

1. Pengertian Persaingan Usaha Tidak Sehat

Bagi dunia usaha persaingan harus dipandang sebagai hal positif. Sebagaimana
yang dijelaskan di dalam teori ekonomi, persaingan yang sempurna (perfect competition)
adalah suatu kondisi pasar (market) yang ideal. Paling tidak ada empat asumsi yang
melandasi agar terjadi persaingan yang sempurna pada suatu pasar tertentu. Pertama,
pelaku usaha tidak dapat menentukan secara sepihak harga atas produk atau jasa. Adapun
yang menentukan harga adalah pasar berdasarkan ekuiblirium permintaan dan penawaran
(supply and demand). Dengan demikian, pelaku usaha dalam pasar persaingan sempurna
tidak bertindak secara price marker melainkan ia hanya bertindak sebagai price taker.
Kedua, barang atau jasa yang dihasilkan oleh pelaku usaha benar-benar sama (product
homogeneity). Selanjutnya, pelaku usaha mempunyai kebebasan untuk masuk ataupun
keluar dari pasar (perfect mobility of resources). Keempat, konsumen dan pelaku usaha
memiliki informasi yang sempurna (perfect information) tentang berbagai hal, diantaranya
kesukaan (preferences), tingkat pendapatan, biaya dan teknologi yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa.

Namun dalam kenyataannya hampir tidak pernah ditemui suatu pasar di mana
terdapat persaingan sempurna. Yang sering terjadi adalah persaingan tidak sempurna.
Kendati demikian, persaingan tetap dipandang sebagai sesuatu yang esensial dalam

6 Mu’allifin, M Darin Arif. 2015. “PROBLEMATIKA DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA”.


Jurnal Ahkam. 3 (2).

11
ekonomi pasar. Persaingan tetap diakui hanya saja asumsi-asumsi yang mendasarinya tidak
sama dengan asumsi yang mendasari persingan sempurna. Di 12 Hikmahanto Juwana,
“Sekilas Tentang Hukum Persaingan dan UU No 5 tahun 1999” dalam persaingan yang
tidak sempurna inilah akan ditemui praktek-praktek monopolistic dan oligopoly. Peraktek-
peraktek monopolistic inilah yang lebih popular disebut sebagai persaingan tidak sehat.13
Di dalam Undangundang No 5/1999, Persaingan Usaha Tidak Sehat adalah “persaingan
antar pelaku usaha dalam mejalankan kegiatan produksi dan atau usaha pemasaran barang
dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau
menghambat persaingan usaha.”

Selanjutnya pada bab I Ketentuan Umum pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa monopoli
adalah “penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh suatu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha.” Sedangkan pada
ayat 2 dijelaskan bahwa praktek monopoli adalah, “pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu
atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertntu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat
merugikan kepentingan umum. Bisa dipahami mengapa persaingan usaha tidak sehat dan
peraktek monopoli dilarang karena dapat menimbulkan distorsi pasar.Pasar menjadi tidak
seimbang dan pada gilirannya harga-harga tidak lagi dikendalikan oleh hukum pasar,
melainkan ditentukan oleh sekelompok orang yang menguasai kekuatan pasar.Akibat lebih
jauh, yang merasakan dampaknya adalah masyarakat atau konsumen. Demikian buruknya
akibat yang ditimbulkan oleh praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini, maka
undnag-undang ini dilahirkan.

2. Contoh kasus Persaingan Usaha Tidak Sehat

Contoh-Contoh Kasus :

Berbicara tentang peraktek monopoli dalam konteks perekonomian Indonesia


bukanlah suatu hal baru. Bahkan telah menjadi rahasia umum, peraktek monopoli dan tentu
saja persaingan usaha tidak sehat dengan segala derivasinya di Indonesia telah lama ada
khususnya sejak pemerintahan Orde Baru. Bahkan disinyalir, mengapa undang-undang
larangan peraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat baru lahir pada tahun 1999,
salah satu penyebabnya adalah lobi-lobi pengusaha-pengusaha besar kepada pemerintah

12
yang khawatir undangundang tersebut menghambat usahanya. Ironisnya Badan-badan
Usaha Milik Negara (BUMN) yang seharusnya mewakili negara, kadang-kadang bersaing
tidak sehat dengan perusahan besar dan kecil serta dengan koperasi; sehingga tanpa
disadari tidak jarang pula perusahaan besar menggulung perusahan kecil.

Sebenarnya praktek monopoli merupakan konsekuensi logis dari kebijakan yang


mulai ditekankan sejak Repelita IV, berkenaan dengan pentingnya peranan dunia usaha
dalam pembangunan ekonomi nasional yang secara potensial terwujud dalam kekuatan
bisnis raksasa menjadi konglomerasi untuk bersaing dengan ekspansi perusahaan multi
nasional di pasar internasional. Sayangnya peranan dunia usaha yang didominasi oleh
perusahaan besar seringkali berakibat pada dikuasainya produk-produk tertentu yang
membawa akibat terjadinya praktek monopoli. Ironisnya, praktek monopoli kadangkala
justru dilindungi oleh pemerintah melalui kebijakan-kebijakan yang dikeluarkannya.

Dalam peraktek perdagangan di Indonesia paling tidak sampai tahun 1998, banyak
bidang usaha yang disinyalir melakukan peraktek monopoli, misalnya tata niaga cengkeh,
tata niaga gula, pengadaan tepung terigu dan sejumlah komuditas lainnya seperti semen, di
mana Asosiasi Semen Indonesia sering dituduh sebagai kartel. Disamping itu, pemerintah
juga melakukan approved trader atau approved manufactur diberbagai bidang yakni dengan
penunjukan satu atau beberapa perusahaan yang memenuhi persyaratan dan dapat
dipercaya antara lain menunjuk satu importir emas, satu importir produk baja, dua importir
produk buah-buahan, satu importir cengkeh dan sebagainya. Dibidang manufaktur
misalnya pemerintah menunjuk Kimia Farma sebagai bahan baku obatobatan tertentu.
Dibidang angkutan, Garuda ditunjuk sebagai satu-satunya perusahaan penerbangan yang
boleh menggunakan mesin jet untuk melayani trayek dalam negeri dan contoh-contoh
lainnya.

Contoh yang paling konkrit adalah monopoli yang dilakukan kelompok Salim
dalam perdagangan mi instant, yakni dengan cara memberikan bermacam-macam merek
pada mi instant agar tidak terlihat telah melakukan praktek monopoli. Bahkan kelompok
Salim berambisi untuk menguasai semua perusahaan yang memproduksi mie instant
dengan cara mengambil alih satu persatu perusahaan mi instant lainnya; dan melalui
penguasaan berbagai merek serta produsen mi, kelompok Salim praktis berjalan tanpa

13
saingan yang berarti. Sedangkan bentuk-bentuk persaingan usaha tidak sehat dapat dilihat
di dalam keputusan KPPU. Salah satu bentuknya adalah apa yang disebut dengan
persekongkolan dalam tender (bid rigging) sebagaimana terdapat di dalam keputusan
KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 tentang pengadaan Sapi Bakalan Kereman Impor.
Perkara berawal dari lelang yang dilakuakn oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Timur.
Dalam proses penyelidikannya, terbukti adanya persekongkolan antara Koperasi Pribumi
Indonesia (KOPI) dengan Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, sehingga lelang
dimenangkan oleh KOPI, meskipun tidak memenuhi persyaratan RKS (Rencana Kerja dan
Syarat-syarat) pelelangan. KPPU memutuskan bahwa KOPI melanggar ketentuan pasal 22
UU No 5/1999, yaitu “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk
mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya
persaingan usaha tidak sehat.” Dalam penyelidikannya, KPPU berhasil membuktikan
bahwa KOPI melakukan perjalanan bersama-sama pihak terkait dalam pelelangan atas
beban biaya Dinas Peternakan, sebelum dinyatakan sebagai pemenang tender.

Contoh persaingan usaha tidak sehat lainnya adalah predatory pricing (menjual
rugi) yang maksudnya adalah ketika sebuah perusahaan yang memiliki posisi dominan atau
kemapuan keuangan yang kuat (deep pocket) mejual produknya di bawah harga produksi
dengan tujuan untuk memaksa pesaingnya keluar dari pasar. Sesudah memenangkan
persaingan, perusahaan tersebut akan menaikkan harganya kembali di atas harga pasar dan
berupaya untuk mengembalikan kerugiannya dengan mendapatkan keuntungan dari harga
monopoli (karena pesaingnya telah keluar dari pasar). Dengan demikian menjual rugi
dinyatakan sebagai tindakan yang bertujuan untuk mengusir pesaing dengan tidak berdasar
perhitungan yang efisien.

Namun penting dicatat, menjual rugi baru dipandang sebagai satu bentuk
persaingan usaha tidak sehat jika ada dua syarat. Pertama, menjual dengan harga dibawah
produksi untuk mengusir pesaing dari pasar. Kedua, kemudian menaikkan harga menjadi
harga monopoli untuk mendapatkan keuntungan kembali atau menutup kerugiannya. Di
dalam UU No 5/1999 menjual rugi ini dapat dilihat di dalam pasal 20; Pelaku usaha
dilarang melakukan pemasokan barang dan atau jasa dengan cara melakukan jual rugi atau
menetapkan harga yang sangat rendah dengan maksud menyingkirkan atau mematikan

14
usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan praktik monopoli
dan atau persaingan usaha tidak sehat. Tidak dapat dipungkiri, membaca sejarah perjalanan
ekonomi Indonesia setidaknya sebelum lahirnya UU No 5/1999, akan ditemukan berbagai
macam peraktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dengan segala bentuknya.
Disinyalir, akibat yang ditimbulkannya adalah perusahanperusahan menengah ke bawah
tidak tumbuh dan berkembang dengan baik, karena kalah ditelah oleh perusahaan yang
lebih besar. Tidak itu saja, akibat jangka panjangnya sebagaimana yang dialami oleh
Indonesia pada tahun 1997 adalah kebangkrutan ekonomi karena tidak ditopang oleh
kekuatan ekonomi rakyat dan kelas menengahnya. Inilah yang disebut para pakar,
Indonesia sebenarnya tidak memiliki fondasi ekonomi yang kukuh, sehingga ketika diterpa
krisis moneter, langsung ambruk.7

F. Money Laudring

1. Pengertian Money Laundering

Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris, yakni “money laundering”. Jika
melihat pengertian money laundering yang diartikan secara terpisah akan mendapatkan
kata money dan laundering. Sehingga kata money (noun) dalam Kamus Lengkap Inggris-
Indonesia :

“Money adalah uang “ dan arti Laundering berasal dari kata dasar Laundry (verb) dalam
Kamus Lengkap Inggris-Indonesia: “Laundry adalah pencucian; cucian”.

Kata Money laundering jika digabungkan akan menjadi suatu istilah dan akan memperoleh
pengertian sebagai kata kerja (verb) yaitu “Pencucian Uang” yang diartikan lebih luas lagi
adalah uang yang telah dicuci, dibersihkan, atau diputihkan.

Pencucian uang atau money laundering menurut S.R. Sjahdeini memberikan


pengertian yaitu rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh seseorang
atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal dari tindak pidana, dengan

7 Tarigan, Azhari Akmal. 2016. “PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI DAN HUKUM ISLAM. Jurnal Mercatorio. 9 (1).

15
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul uang tersebut dari
pemerintah atau otoritas yang berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana,
dengan cara lain dan terutama memasukkan uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari
system keuangan itu sebagai uang yang halal. Sedangkan menurut Black Law Dictionary
pencucian uang (money laundering) diartikan sebagai istilah yang digunakan untuk
menjelaskan investasi atau transfer uang hasil dari korupsi, transaksi obat bius, dan sumber-
sumber ilegal lainnya ke dalam saluran yang legal/sah sehingga sumber yang aslinya tidak
dapat ditelusuri. M. Giovanoli dari Bank for International Settlement mengatakan bahwa
pencucian uang merupakan salah satu proses, yang dengan cara itu aset terutama aset tunai
yang diperoleh dari tindak pidana, dimanipulasikan sedemikian rupa sehingga aset tersebut
seolah-olah dari sumber yang sah.

Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagai suatu proses dimana
seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber ilegal dan kemudian
menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal (money laundering is the proces by
which once conceals the existence of it’s illegalssources, or it illegal application of income
and the disquises that income, to makeit appear legimate). Dengan perkataan lain
perumusan tersebut berarti suatu proses merubah uang haram (dirty money) atau uang yang
diperoleh dari aktivitas ilegal menjadi halal (legimate money).

2. Dampak tindak pidana pencucian uang (Money Laundering) terhadap Sektor


Ekonomi dan Bisnis

Pada dasarnya tindak pidana pencucian uang tidak merugikan seorang atau
perusahaan tertentu secara langsung. Sepintas lalu tampaknya tindak pidana pencucian
uang tidak ada korbannya. Pencucian uang tidak halnya dengan perampokan, pencurian,
atau pembunuhan yang ada korbannya dan yang menimbulkan kerugian bagi korbannya.
Pencucian uang, menurut Billy Steel, merupakan “it seem to be a victimless crime”.

Tetapi betulkah tindak pidana pencucian uang (money laundering) tidak berdampak
sama sekali terhadap perekonomian atau menimbulkan kerugian di sektor bisnis? Dalam
makalahnya pada bulan Mei 2001, John McDowell dan Gary Novis dari Bureau of
International Narcotics and Law Enforcement Affairs, US Department of State,
mengemukakan berbagai dampak tindak pidana pencucian uang terhadap sector

16
perekonomian dan bisnis. Mereka mengemukakan dampak-dampak tindak pidana
pencucian uang itu sebagai berikut :

a. Merongrong sektor bisnis swasta yang sah (undermining the legitimate private
bussines sector)

Salah satu dampak mikro ekonomi dari tindak pidana pencucian uang terasa di
sektor swasta. Para pencuci uang sering menggunakan perusahaan- perusahaan (front
companies) untuk mencampur uang haram dengan uang yang sah, dengan maksud untuk
menyembunyikan uang hasil kegiatan kejahatannya. Misalnya saja di AS, kejahatan
terorganisasi (organized crime) menggunakan took-toko pizza untuk menyembunyikan
uang hasil perdagangan heroin.Perusahaan-perusahaan front companies tersebut
mempunyai akses kepada dana-dana haram yang besar jumlahnya, yang memungkinkan
mereka mensubsidi barang-barang dan jasa yang dijual oleh perusahaan-perusahaan
tersebut sehingga barang-barang dan jasa itu bisa dijual jauh dibawah harga pasar. Hal ini
dapat mengakibatkan terpukulnya bisnis yang sah karena tidak dapat bersaing dengan
perusahaan-perusahaan tersebut dan pada akhirnya dapat mengakibatkan perusahaan-
perusahaan yang sah tersebut gulung tikar.

b. Merongrong integritas pasar-pasar keuangan (undermining the integrity of


financial market)

Lembaga-lembaga keuangan yang mengandalkan kegiatannya pada dana yang


bersumber dari hasil kejahatan dapat menghadapi bahaya likuiditas.Uang dalam jumlah
besar yang dicuci dan baru saja ditempatkan pada sebuah bank dapat tiba-tiba menghilang
dari bank tersebut tanpa pemberitahuan terlebih dahulu karena dengan tiba-tiba
dipindahkan oleh pemiliknya melalui internet transfer. Hal ini tentu saja dapat
menimbulkan masalah likuiditas yang serius bagi lembaga keuangan yang bersangkutan.

c. Mengakibatkan hilangnya kendali pemerintah terhadap kebijakan ekonominya


(Loss of control of economic policy)

Tindak pidana pencucian uang dapat pula menimbulkan dampak yang tidak
diharapkan terhadap nilai mata uang dan tingkat suku bunga. Hal itu terjadi karena setelah
pencucian uang, para pencuci lebih suka menanamkan dana- dana tersebut di negara-negara

17
dimana kegiatan mereka itu kecil sekali kemungkinannya untuk dapat dideteksi. Karena
preferensi para pencuci uang yang demikian itu, maka pencucian uang dapat meningkatkan
ancaman ketidakstabilan moneter. Singkatnya, tindak pidana pencucian uang dapat
mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan terhadap jumlah permintaan uang (money
demand) dan meningkatkan volatilitas dari arus modal internasional, bunga dan nilai tukar
mata uang yang tidak dapat dijelaskan apa penyebabnya. Kejadian-kejadian seperti ini
berakibat lebih lanjut kepada lepasnya kendali pemerintah terhadap kebijakan
perekonomian negara.

d. Timbulnya distorsi dan ketidakstabilan ekonomi (Economic distortion and


instability)

Para pencuci uang tidak tertarik untuk memperoleh keuntungan dari investasi-
investasi mereka, tetapi mereka lebih tertarik untuk melindungi hasil kejahatan yang
mereka lakukan. Hal tersebut karena hasil keuntungan yang mereka peroleh dari kegiatan
kriminal sudah luar biasa besarnya. Mereka tidak lagi mengharapkan keuntungan tambahan
dengan menanamkan hasil kejahatan itu di investasi-investasi yang memberikan return
yang tinggi. Mereka lebih tertarik untuk “menginvestasikan” dana-dana mereka di
kegiatan-kegiatan yang aman bagi mereka dari kejaran otoritas penegak hukum sekalipun
secara ekonomis tidak menghasilkan return of investment yang tinggi. Akibat sikap mereka
yang demikian itu, pertumbuhan ekonomi dari negara di mana investasi mereka itu
dilakukan dapat terganggu.8

8
Kurniawan, Iman. “PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY
LOUNDERING)DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR EKONOMI DAN BISNIS”. Jurnal Hukum Ilmu
Hukum. 3 (1).

18
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Permasalahan pembangunan ekonomi terutama terkait kemiskinan, kesenjangan


ekonomi, dan pengangguran terjadi di banyak negara di berbagai belahan dunia, baik di
negara dengan penduduknya mayoritas Muslim maupun non-Muslim. Hal tersebut menjadi
fakta yang menunjukkan bahwa agama Islam identik dengan kemiskinan dan
keterbelakangan. Padahal kemiskinan dan keterbelakangan juga terjadi di berbagai negara
yang sebagian besar penduduknya beragama non-Islam seperti di berbagai negara Amerika
Latin, Eropa dan Afrika, di Filipina, Vietnam, Kamboja, Thailand, Timor Leste, India,
China dan negara lainnya.

Banyak problematika perekonomian yang terjadi di Indonesia bahkan di Indonesia


seperti, problematika industrialisasi, problem ketimpangan sektor riil dan moneter, utang
luar negeri, problematika korupsi, persaingan usaha tidak sehat, dan money loudring. Itu
semua sudah dijelaskan secara rinci sebelumnya, bahwa tidak hanya negara-negara kecil
yang memiliki problematika perekonomian, tetapi berlaku juga untuk negara-negara maju
yang sangat berpengaruh terhadap peningkatan ekonomi negara-negara berkembang.

Berbagai permasalahan besar ekonomi tersebut, bukan hanya terjadi di negara


terbelakang dan sedang berkembang saja, namun juga terjadi di negara yang dianggap maju
secara material. Masalah tersebut sampai saat ini belum bisa diselesaikan dengan ilmu
ekonomi pembangunan konvensional. Berdasarkan hal tersebut penting mencari solusi
alternatif dalam pembangunan ekonomi. Syariat Islam menawarkan solusi mengatasi
permasalahan ekonomi secara berkeadilan. Keunggulan ekonomi Islam dibanding ekonomi
konvensional adalah kandungan makna transendental, yaitu adanya keyakinan kehidupan
di dunia maupun di akhirat kelak, baik untuk umat muslim maupun non-Muslim.

B. Saran

19
Penulis menyadari bahwa makalah diatas jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan
diatas.

20
DAFTAR PUSTAKA

Hakim, M. Arif. “INDUSTRIALISASI DI INDONESIA: MENUJU KEMITRAAN YANG


ISLAMI”. Yogyakarta.

Batubara, Ismed. 2013. “PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TENTANG DINAMIKA


HUBUNGAN INDUSTRIAL DI INDONESIA”. Fakultas Hukum Universitas Al Washliyah
Medan. 37 (2).

Nusantara, Agung. 2009 “SELAMATKAN SEKTOR RIIL INDONESIA”. Fakultas Ekonomi


Unisbank Semarang. 1 (1).

Pellu, Arifin.” UTANG LUAR NEGERI; PARADOKS PEMBANGUNAN EKONOMI


INDONESIA”. UIN Sunan Ampel Surabaya.

Afriyenis, Winda. 2016 “PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM TERHADAP UTANG LUAR


NEGERI PEMERINTAH DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI INDONESIA”. Maqdis
(Jurnal Kajian Ekonomi Islam). 1 (1).

Mu’allifin, M Darin Arif. 2015. “PROBLEMATIKA DAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI


INDONESIA”. Jurnal Ahkam. 3 (2).

Tarigan, Azhari Akmal. 2016. “PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI DAN HUKUM ISLAM. Jurnal
Mercatorio. 9 (1).

Kurniawan, Iman. “PERKEMBANGAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY


LOUNDERING) DAN DAMPAKNYA TERHADAP SEKTOR EKONOMI DAN BISNIS”.
Jurnal Hukum Ilmu Hukum. 3 (1).

21

Anda mungkin juga menyukai