Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PROBLEMATIKA PEMBANGUNAN EKONOMI DI NEGARA MUSLIM


Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Pembangunan Islam
Dosen Pengampu : Imahda Khoiri Furqon M. SI

Disusun Oleh :
1. Kaila Zulfa Khoirurrizki (40122090)
2. Qonita Arifatun Nada (40122158)
3. Adrian Bagoes Prasetyo (40122132)

Kelas : D

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI K.H. ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN
2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat dengan sukses menyelesaikan makalah tentang
“Problematika Pembangunan Ekonomi Di Negara Muslim” dan dapat memenuhi salah satu
tugas mata kuliah etika bisnis islam ini dengan tepat waktu.
Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Imahda Khoiri Furqon M.
SI sebagai dosen mata kuliah Ekonomi Pembangunan Islam. Kami berharap dengan
membaca makalah ini, pembaca dapat memperoleh pemahaman dan pengetahuan lebih lanjut
serta mengetahui lebih banyak tentang Problematika Pembangunan Ekonomi Di Negara
Muslim
Karena keterbatasan keahlian dan pengalaman, kami yakin makalah ini masih
mempunyai banyak kekurangan, baik dalam penulisan maupun isinya. Oleh karena itu, kami
menyambut baik segala saran dan kritik yang membangun.

Pekalongan, 18 Februari 2024

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... .. ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... . iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................ .. 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... .. 1
C. Tujuan Masalah....................................................................................................... .. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Paradoks Perekonomian Global .............................................................................. .. 2
1. Paradoks Kemiskinan dan Kemakmuran ............................................................. 2
2. Paradoks Ketimpangan Ekonomi ...................................................................... .. 3
3. Paradoks Ketergantungan Ekonomi .................................................................. .. 4
B. Definisi Dan Ciri Negara Negara Sedang Berkembang............................................. 4
1. Menghadapi Tekanan Penduduk ....................................................................... .. 5
2. Sumber sumber alam belum dikembangkan ..................................................... .. 6
3. Produsen barang barang primer ........................................................................ .. 6
4. Kekurangan kapital atau modal ........................................................................ .. 6
C. Masalah Utama Ekonomi Negara Sedang Berkembang ......................................... .. 7
1. Berkembangnya ketidakmerataan pendapatan .................................................. .. 7
2. Kemiskinan ....................................................................................................... .. 8
3. Gap atau jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara
sedang berkembang........................................................................................... .. 9
D. Studi Kasus ............................................................................................................. .. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 12
B. Saran ....................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan ekonomi di negara-negara Muslim telah menjadi subjek
perhatian yang mendalam dalam kajian ekonomi global. Meskipun beberapa negara
memiliki sumber daya alam yang melimpah, serta potensi ekonomi yang besar, masih
terdapat beberapa tantangan sehingga menghambat kemajuan ekonomi mereka.
Beberapa faktor yang menjadi penekan pembangunan ekonomi di negara-negara
Muslim antara lain adalah ketidakstabilan politik, rendahnya tingkat pendidikan dan
keterampilan, serta kurangnya inovasi teknologi. Selain itu, adanya konflik internal
dan eksternal, serta kurangnya integrasi ekonomi regional, juga menjadi hambatan
bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam konteks globalisasi dan persaingan ekonomi yang semakin ketat,
penting bagi negara-negara Muslim untuk mengidentifikasi dan mengatasi tantangan-
tantangan ini secara efektif guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat mereka.
Oleh karena itu, makalah ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai
problematika pembangunan ekonomi di negara-negara Muslim untuk memahami akar
penyebab permasalahan ekonomi yang dihadapi serta merumuskan solusi yang tepat
guna mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif. Hal ini
diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam upaya meningkatkan pemahaman dan
kebijakan pembangunan ekonomi di negara-negara Muslim.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Paradoks Perekonomian Global?
2. Bagaimana Definisi Dan Ciri Negara Negara Sedang Berkembang?
3. Bagaimana Masalah Utama Ekonomi Negara Sedang Berkembang?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Paradoks Perekonomian Global
2. Mengetahui Definisi Dan Ciri Negara Negara Sedang Berkembang
3. Mengetahui Masalah Utama Ekonomi Negara Sedang Berkembang

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Paradoks Perekonomian Global


Menurut Dani Rodrik (Rodrik, 2011) dalam bukunya "The Globalization
Paradox: Democracy and the Future of the World Economy", terdapat ketegangan
yang tak terhindarkan antara demokrasi, kemerdekaan negara dalam menentukan
nasibnya sendiri, dan globalisasi ekonomi. Rodrik menantang paradigma yang ada
mengenai globalisasi dengan mengusulkan narasi baru yang mengakui adanya
ketegangan tersebut. Ketika prinsip-prinsip demokrasi dan kebijakan sosial
bertentangan dengan tuntutan globalisasi, prioritas nasional harus diberikan
keutamaan. Menurut pandangannya, globalisasi harus dapat disesuaikan dan didukung
oleh kerangka aturan internasional yang fleksibel, sehingga dapat mencapai
kemakmuran yang seimbang dalam menghadapi tantangan global saat ini di bidang
perdagangan, keuangan, dan pasar tenaga kerja.
1. Paradoks Kemiskinan dan Kemakmuran
Peningkatan kemakmuran di sebagian besar negara maju telah menjadi sorotan
dalam pembahasan ekonomi global. Namun, fenomena ini tidak terlepas dari
ketimpangan yang terus memperdalam jurang antara kelompok yang makmur dan
mereka yang hidup dalam kemiskinan ekstrem di beberapa negara berkembang.
Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi global, yang sering diukur dengan parameter
seperti PDB dan tingkat konsumsi, mengundang pertanyaan kritis tentang validitas
indikator kesuksesan ekonomi jika hanya memberikan manfaat kepada segmen kecil
dari populasi.
Dalam mengatasi kemiskinan ekstrem dan mencapai kemakmuran inklusif
memerlukan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan. Hal ini melibatkan upaya
untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan, perawatan kesehatan, pekerjaan yang
layak, serta infrastruktur yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Selain itu, diperlukan reformasi kebijakan ekonomi yang memperhatikan redistribusi
kekayaan dan peluang, serta promosi pembangunan berkelanjutan yang
memperhitungkan aspek sosial, ekologis, dan ekonomis.
Pertumbuhan ekonomi global sering dianggap sebagai faktor penentu utama
dalam mengurangi tingkat kemiskinan (Sen, 1999). Namun, efek dari pertumbuhan
ekonomi terhadap pengurangan kemiskinan tidak selalu merata dan seringkali tidak
2
cukup untuk mengatasi ketimpangan ekonomi yang mendalam. Fenomena ini
menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas model pertumbuhan yang terfokus pada
pencapaian pertumbuhan PDB tanpa memperhatikan distribusi manfaat ekonomi
secara menyeluruh. Dalam menyusun indikator kesuksesan ekonomi, perlu
dipertimbangkan lebih dari sekadar pertumbuhan PDB. Kemakmuran sejati harus
diukur dengan memperhitungkan inklusivitas ekonomi, di mana manfaat ekonomi
yang dirasakan oleh semua lapisan masyarakat menjadi fokus utama. Paradoks antara
pertumbuhan ekonomi yang mengesankan dan kemiskinan yang bertahan
menekankan perlunya memperluas pandangan kita tentang apa yang seharusnya
dianggap sebagai kesuksesan dalam konteks perekonomian global.
Pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat di banyak negara maju harus
disertai dengan upaya serius untuk mengatasi kemiskinan ekstrem di seluruh dunia.
Paradoks antara kemakmuran yang meningkat dan kemiskinan yang bertahan
menunjukkan bahwa indikator kesuksesan ekonomi global harus direformasi untuk
mencerminkan kemakmuran yang inklusif dan berkelanjutan bagi semua warga dunia.
2. Paradoks Ketimpangan Ekonomi
Perkembangan globalisasi telah memberikan dampak yang signifikan terhadap
struktur ekonomi dunia, sehingga membuka pintu bagi pertumbuhan ekonomi di
berbagai negara. Meskipun demikian, fenomena ini juga disertai dengan peningkatan
ketimpangan ekonomi antara berbagai kelompok masyarakat, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Peningkatan ketimpangan ekonomi, baik dalam konteks
internal suatu negara maupun dalam kaitannya dengan negara-negara lain, menjadi
salah satu aspek yang menonjol dalam era globalisasi. Perbedaan pendapatan, akses
terhadap sumber daya, dan kesempatan ekonomi antara kelompok kaya dan miskin
semakin membesar, menyebabkan ketidaksetaraan dalam distribusi kekayaan.
Ketimpangan ekonomi yang meningkat dapat menyebabkan berbagai dampak
negatif, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Misalnya,
ketidaksetaraan pendapatan dapat memicu ketegangan sosial, meningkatkan risiko
konflik, dan menghambat pembangunan berkelanjutan. Selain itu, ketimpangan yang
terus membesar juga dapat mengancam stabilitas ekonomi global dengan memperkuat
sentimen proteksionisme dan isolasionisme. Untuk mengatasi ketimpangan ekonomi
yang semakin membesar, diperlukan pendekatan kebijakan yang inklusif dan
berkelanjutan. Kebijakan ekonomi yang mengedepankan pembangunan manusia,
pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan, serta perlindungan sosial dapat
3
membantu mengurangi kesenjangan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, Paradoks ketimpangan ekonomi
menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak selalu berdampak positif
pada distribusi kekayaan secara global. (Piketty, 2014)
Dengan demikian, pemahaman yang mendalam tentang dinamika ketimpangan
ekonomi dalam konteks globalisasi menjadi kunci untuk merumuskan kebijakan yang
berkelanjutan dan inklusif dalam mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang
seimbang dan berkeadilan.
3. Paradoks ketergantungan ekonomi
Ketergantungan ekonomi pada ekspor tunggal telah menjadi ciri khas bagi
banyak negara berkembang yang mengandalkan sumber daya alam sebagai sumber
utama pendapatan. Model ekonomi ini sering dipandang sebagai strategi untuk
menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, tetapi juga menimbulkan
risiko yang signifikan bagi stabilitas ekonomi dan keberlanjutan jangka panjang.
Negara-negara yang mengandalkan ekspor tunggal cenderung sangat rentan terhadap
fluktuasi harga komoditas global atau perubahan dalam permintaan pasar
internasional. Misalnya, penurunan tajam dalam harga komoditas ekspor utama dapat
menyebabkan penurunan pendapatan negara, serta mengancam stabilitas fiskal dan
pertumbuhan ekonomi.
Pentingnya diversifikasi ekonomi menjadi sorotan dalam mengatasi
ketergantungan ekonomi pada ekspor tunggal. Dengan mengembangkan sektor
ekonomi yang beragam dan mengurangi ketergantungan pada satu sumber
pendapatan, sebuah negara dapat mengurangi risiko fluktuasi pasar dan meningkatkan
ketahanan ekonomi mereka terhadap goncangan eksternal. Untuk mengatasi
ketergantungan ekonomi memerlukan kebijakan yang berfokus pada diversifikasi
ekonomi dan penciptaan lapangan kerja yang beragam. Pendekatan kebijakan yang
holistik dan terkoordinasi antara sektor publik dan swasta diperlukan untuk
mengurangi risiko dan meningkatkan ketahanan ekonomi terhadap perubahan pasar
global.
B. Definisi Dan Ciri Negara Negara Sedang Berkembang
Negara berkembang yaitu negara-negara yang belum maju atau negara yang
masih terbelakang (Mulyani, 2007). Berkembang dalam hal ini berarti negara ini
sedang berusaha keras untuk mengembangkan diri dengan melakukan pembangunan
ekonomi guna meningkatkan kemakmurannya. Istilah negara sedang berkembang
4
digunakan untuk menjelaskan dan mengategorikan negara-negara di dunia yang
memiliki standar hidup relatif rendah, sektor industri yang kurang berkembang,
kualitas SDM yang diindikatori dengan skor Indeks Pembangunan Manusia berada
pada tingkat menengah ke bawah, serta rendahnya pendapatan per kapita. Negara
yang sedang berkembang ini sebagian besar berada di benua Asia dan Afrika.
Dikatakan negara yang masih terbelakang (under developed countries) karena negara-
negara ini umumnya belum merupakan negara industri dan masih merupakan negara
agraris. Karena itu, pengertian “masih terbelakang” jika dibandingkan dengan negara-
negara yang sudah maju (negara sudah berkembang). Beberapa contoh negara-negara
Muslim yang sedang berkembang :
a.) Pakistan: Meskipun memiliki tantangan ekonomi dan sosial, Pakistan
memiliki potensi ekonomi yang besar, terutama dalam sektor pertanian,
tekstil, dan IT.
b.) Nigeria: Negara ini memiliki populasi Muslim yang signifikan dan
memiliki potensi ekonomi yang besar, terutama dalam sektor minyak dan
gas alam.
c.) Yordania: Negara ini telah menunjukkan kemajuan ekonomi yang stabil
dalam beberapa tahun terakhir, dengan upaya untuk meningkatkan sektor
pariwisata, dan industri manufaktur.
d.) Maroko: Negara ini memiliki industri pertanian yang kuat, terutama di
sektor pertanian dan pertambangan fosfat.
Ciri-ciri umum negara yang miskin atau negara yang sedang berkembang
menurut M. Meier dan RE. Baldwin (Meier et al., n.d.), ada empat macam, yakni:
1. Menghadapi Tekanan Penduduk
Negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya menghadapi tekanan
di bidang kependudukan berupa tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi dan
beban ketergantungan, sehingga menyebabkan bertambahnya pengangguran dan
perlunya penyediaan lapangan kerja.
Dilihat dari tingkat kelahiran, di negara-negara yang sedang berkembang
sangat tinggi yakni antara 35-40 setiap 1000 penduduk, sedangkan tingkat kelahiran
penduduk di negara maju ternyata kurang dari setengahnya. Demikian juga tingkat
kematian yang terjadi. Di negara-negara yang sedang berkembang tingkat kematian
penduduk relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di negara negara maju. Kematian

5
antara negara yang sedang berkembang dengan negara maju lebih kecil dibandingkan
dengan perbedaan tingkat kelahiran.
Tingginya angka kelahiran penduduk di negara-negara yang sedang
berkembang, mengakibatkan jumlah penduduk yang berumur kurang dari 15 tahun
semakin bertambah, dimana anak-anak di bawah umur 15 tahun belum dapat bekerja
secara produktif, sehingga harus ditanggung atau menjadi beban bagi penduduk usia
produktif. Di lain pihak dengan makin baiknya tingkat kesehatan, jumlah kematian
menurun karena itu jumlah penduduk yang berusia 65 tahun atau lebih, semakin
banyak. Penduduk yang berusia 65 tahun atau lebih merupakan yang sudah tidak
produktif lagi, sehingga menjadi beban bagi penduduk usia produktif.
2. Sumber sumber alam belum dikembangkan
Sumber-sumber alam yang terdapat di negara-negara sedang berkembang pada
umumnya belum dikembangkan secara optimal, belum banyak diusahakan dan juga
belum banyak dimanfaatkan. Sumber-sumber alam tersebut antara lain berupa
berbagai bahan tambang, flora dan fauna, dan kekayaan alam lainnya baik yang
terdapat dalam bumi, air dan udara. Sebagian besar sumbersumber alam ini masih
merupakan sumber yang potensial, dan belum dapat menjadi sumber yang riil. Untuk
mengubah sumber alam yang potensial menjadi sumber alam yang riil diperlukan
modal yang cukup besar, teknologi yang tinggi serta tenaga ahli. Padahal, negara-
negara yang sedang berkembang pada umumnya menghadapi kekurangan modal,
teknologi dan tenaga ahli.
3. Produsen barang barang primer
Produksi primer adalah kegiatan ekonomi dalam bidang pertanian, kehutanan,
perikanan dan pertambangan yang umumnya masih berupa bahan makanan dan bahan
dasar atau bahan-bahan mentah (Mulyani, 2017). Kegiatan yang dilakukan dalam
sektor produksi primer antara lain bercocok tanam, mengambil hasil hutan,
menangkap ikan yang umumnya masih menggunakan teknologi yang sederhana.
Negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya sebagai produsen barang-
barang primer, yakni menghasilkan bahan makanan dan bahan-bahan mentah.
Sebagian besar penduduk di negara sedang berkembang bekerja di sektor pertanian,
karena itu tidak mengherankan jika sebagian besar pendapatan nasional berasal dari
sektor pertanian
Sedangkan yang dimaksud produksi sekunder adalah kegiatan ekonomi yang
meliputi industri-industri pengolahan, industri air dan listrik, dan industri bangunan.
6
Dalam produksi sekunder, kegiatan yang dilakukan tidak hanya mengambil barang-
barang hasil alam, melainkan berupa pengolahan sehingga menghasilkan barang-
barang yang nilainya lebih tinggi, misalnya menghasilkan barang-barang setengah
jadi ataupun barang jadi. Produksi sekunder ini memerlukan teknologi yang sudah
maju, pengetahuan dan keterampilan penduduk yang lebih tinggi.
4. Kekurangan kapital atau modal
Modal merupakan komponen dari pembangunan yang sangat penting. Modal
atau kapital dapat berupa mesin-mesin dan peralatan maupun berupa modal uang.
Tersedianya modal uang dalam jumlah yang cukup dapat digunakan untuk melakukan
investasi, dalam bentuk pengadaan mesin-mesin maupun pembangunan industri dan
sejenisnya. Namun, di negara sedang berkembang pada umumnya tingkat investasi
masih rendah. Kurangnya investasi disebabkan oleh rendahnya tingkat tabungan
masyarakat sebagai akibat rendahnya tingkat pendapatan.
C. Masalah Utama Ekonomi Negara Sedang Berkembang
Bagi negara sedang berkembang, pembangunan ekonomi dimaksudkan untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya, agar setaraf dengan tingkat hidup di negara
maju. Namun kenyataannya menunjukkan, bahwa sampai perang dunia kedua negara-
negara sedang berkembang taraf hidupnya masih ketinggalan jauh, apabila
dibandingkan dengan negara-negara maju. Hal ini disebabkan karena adanya berbagai
permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh negara sedang berkembang. Ada tiga
permasalahan dasar yang dihadapi oleh negara sedang berkembang. Tiga
permasalahan dasar tersebut adalah sebagai berikut (Mulyani, 2007):
1) Berkembangnya ketidakmerataan pendapatan.
2) Kemiskinan.
3) Gap atau jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju
dengan negara sedang berkembang.
1.) Berkembangnya Ketidakmerataan Pendapatan
Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya ketidakmerataan distribusi
pendapatan di negara sedang berkembang, menurut (Suparmoko, 1979) adalah
sebagai berikut:
a. Menurunnya pendapatan per kapita.
b. Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tetapi tidak diikuti secara
proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.
c. Ketidakmerataan pembangunan antardaerah.
7
d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital
intensive), sehingga prosentase pendapatan modal dari harta tambahan lebih
besar dibandingkan dengan prosentase pendapatan yang berasal dari kerja,
sehingga pengangguran bertambah.
e. Rendahnya mobilitas sosial.
f. Pelaksanaan kebijaksanaan industri substitusi impor yang mengakibatkan
kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usahausaha
golongan kapitalis.
g. Memburuknya nilai tukar (term of trade) negara sedang berkembang dalam
perdagangan dengan negara-negara maju, sebagai akibat ketidakelastisan
permintaan negara-negara maju terhadap barang-barang ekspor negara sedang
berkembang.
h. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat, seperti pertukangan, indusrti
rumah tangga dan lain-lain.
2.) Kemiskinan
Menurut (Ala & Bayo, 1981) kemiskinan itu bersifat multidimensional.
Artinya, karena kebutuhan manusia itu bermacammacam, maka kemiskinan pun
memiliki banyak aspek. Dilihat dari kebijakan umum, maka kemiskinan meliputi
aspek primer yang berupa miskin akan aset, organisasi sosial politik, pengetahuan,
keterampilan, dan aspek sekunder yang berupa miskin jaringan sosial, sumber-sumber
keuangan dan informasi. Dimensi-dimensi kemiskinan tersebut, termanifestasikan
dalam bentuk kekurangan gizi, air, perumahan yang sehat, perawatan kesehatan yang
kurang baik, dan tingkat pendidikan yang rendah.
Kemiskinan dapat diamati sebagai kondisi anggota masyarakat yang tidak atau
belum ikut serta dalam proses perubahan karena tidak mempunyai kemampuan, baik
kemampuan pemilikan faktor produksi maupun kualitas faktor produksi yang
memadai, sehingga tidak mendapatkan manfaat dari hasil proses pembangunan. Oleh
karena itu, kemiskinan di samping merupakan masalah yang muncul dalam
masyarakat bertalian dengan pemilikan faktor produksi, produktifitas dan tingkat
perkembangan masyarakat sendiri, juga bertalian dengan kebijakan pembangunan
nasional. yang dilaksanakan.
Dengan kata lain, kemiskinan ini dapat ditimbulkan oleh dua hal, yaitu: 1.
Kemiskinan yang bersifat alamiah atau kultural. Kemiskinan alamiah atau kultur
adalah kemiskinan yang disebabkan karena suatu negara tersebut memang miskin.
8
Jadi suatu negara itu secara alamiah memang sudah miskin. Penyebab kemiskinan
yang bersifat alamiah ini biasanya disebut dengan lingkaran yang tak berwujud
pangkal atau lingkaran perangkap kemiskinan (the vicious circles). 2. Kemiskinan
yang disebabkan oleh miskinnya strategi dan kebijakan pembangunan yang ada, yang
biasa disebut dengan kemiskinan struktural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan
yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat
tersebut tidak dapat ikut menggunakan sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya
tersedia bagi mereka
Pada hakikatnya teori perangkap kemiskinan berpendapat bahwa: 1.
Ketidakmampuan untuk mengerahkan tabungan yang cukup. 2. Kurangnya
perangsang untuk melakukan penanaman modal. 3. Taraf pendidikan, pengetahuan
dan keterampilan masyarakat relatif rendah.
3.) Gap atau jurang perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara
sedang berkembang.
Permasalahan pokok yang ketiga adalah adanya jurang perbedaan yang
semakin lebar antara negara maju dengan negara sedang berkembang di mana sering
dikatakan bahwa negara kaya akan semakin kaya dan negara miskin akan semakin
miskin karena semakin banyak jumlah anak-anak yang menjadi tanggungan.
Permasalahan pokok tersebut, sesuai dengan ciri negara sedang berkembang di
antaranya yaitu pendapatan per kapita rendah, makanan, pakaian dan perumahan
kurang memenuhi syarat, kesehatan penduduk yang kurang baik, sektor pertanian
yang kurang produktif, padahal sektor ini merupakan mata pencaharian terpenting
bagi sebagian besar penduduk. Beberapa karakteristik inilah yang menyebabkan
negara sedang berkembang tidak mudah melaksanakan pembangunan ekonomi,
sampai saat ini negara sedang berkembang tetap miskin, sehingga jurang perbedaan
antara negara sedang berkembang dengan negara maju semakin lebar.
D. Studi Kasus
Indonesia merupakan suatu negara yang memiliki wilayah yang sangat luas.
Perbedaan kondisi demografis, kandungan sumber daya alam, kelancaran mobilitas
barang dan jasa, konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah serta alokasi dana
pembangunan antar wilayah merupakan faktor yang memicu terjadinya perbedaan
pertumbuhan ekonomi dan pembangunan antar daerah di Indonesia. Meskipun dikenal
sebagai negara yang memiliki sumber daya ekonomi yang potensial, Indonesia masih

9
sangat akrab dengan kemiskinan dan pengangguran. Masyarakat miskin dan tidak
memiliki pendapatan sangat rentan terhadap berbagai resiko-resiko sosial. Mulai dari
minimnya pendapatan yang berujung pada kesulitan untuk mengakses hak-hak hidup
yang paling mendasar hingga kebutuhan-kebutuhan lanjutan seperti pendidikan dan
kesehatan. Ini adalah resiko sosial yang dihadapi oleh sebagian besar penduduk
miskin yang tersebar di berbagai pelosok nusantara
Ditinjau dari aspek kemiskinan, persentase penduduk miskin yang terjadi di
masingmasing provinsi di Indonesia sangat bervariasi. Terdapat provinsi yang
memiliki persentase penduduk miskin yang sangat kecil namun juga terdapat provinsi
yang memiliki persentase penduduk miskin yang sangat besar. Provinsi dengan rata-
rata persentase penduduk miskin terkecil diantaranya adalah (1) Provinsi DKI Jakarta
yakni sebesar 3,73%, (2) Provinsi Bali sebesar 6,38%, (3) Provinsi kalimantan Selatan
sebesar 7,32%, (4) Provinsi Banten sebesar 8,43% dan (5) Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung sebesar 8,87%. Kelima provinsi tersebut juga memiliki rata-rata
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi
nasional.
Provinsi dengan rata-rata persentase penduduk miskin terbesar/terbanyak
diantaranya adalah (1) Provinsi Papua yakni sebesar 38,82%, (2) Provinsi Papua Barat
sebesar 35,77%, (3) provinsi Maluku sebesar 29,88%, (4) Provinsi Nusa Tenggara
Timur sebesar 27,06% dan (5) Provinsi Gorontalo sebesar 26,70%. Kelima provinsi
yang memiliki rata-rata persentase penduduk miskin terbanyak sebagaimana tersebut
di atas merupakan provinsi-provinsi yang berada di Kawasan Timur Indonesia
(KTI).(Soleh, 2015)
Berkait hal ini, pemerintah Indonesia melakukan percepatan pengurangan
kemiskinan. Pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah mendeklarasikan
bahwa pengurangan kemiskinan merupakan prioritas utama pembangunan pada masa
pemerintahannya. Pemerintah berencana untuk mencapai tujuan ini melalui penguatan
pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, dan pada saat yang bersamaan
melanjutkan strategi pengentasan kemiskinan.
Pada penelitian (Suharto, 2015) seorang Direktur Kesejahteraan Sosial Anak,
Kementerian Sosial. Dosen luar biasa di Jurusan Kesejahteraan Sosial Universitas
Pasundan Bandung mengatakan program PKH dimulai tahun 2007. Program Keluarga
Harapan (PKH) merupakan program conditional cash transfer (CCT) atau bantuan
tunai bersyarat yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas pembangunan manusia,
10
terutama anak-anak dari rumah tangga sangat miskin. Tujuan khusus dari PKH adalah
untuk memperbaiki kondisi sosial ekonomi penerima bantuan; mempertinggi tingkat
pendidikan; memperbaiki status kesehatan dan gizi ibu hamil, nifas dan balita; serta
memperbaiki akses dan kualitas layanan pendidikan dan kesehatan. Strategi ini
diartikulasikan dalam tiga klaster:
• Klaster I memfokuskan pada bantuan sosial berbasis rumah tangga. Beberapa
program yang dikembangkan dalam klaster ini antara lain Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) dan BSM; Jamkesmas; Raskin dan Program
Keluarga Harapan (PKH). Klaster ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan
dan memperbaiki kualitas SDM, terutama bagi penduduk miskin.
• Klaster II menekankan pada program-program pemberdayaan masyarakat.
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri dan
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) adalah beberapa program yang
dikembangkan dalam klaster kedua ini. Tujuan PNPM Mandiri, misalnya,
adalah untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat serta memberikan
kesempatan kerja yang lebih besar bagi kelompok miskin.
• Klaster III bertujuan untuk memperluas kesempatan ekonomi bagi rumah
tangga berpendapatan rendah serta untuk mencapai inklusivitas ekonomi bagi
lebih banyak penduduk Indonesia. Program yang didesain pada klaster ini
antara lain Kredit Usaha Rakyat (UKR) yang menyediakan kredit usaha bagi
kelompok miskin tanpa bunga. UKR dikembangkan di bawah Kementrian
Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Mayoritas negara muslim masih dikategorikan sebagai negara belum maju, baik
dalam perspektif pembangunan ekonomi konvensional yang bersifat material, maupun
dalam perspektif Islam yang transendental. Ekonomi dunia pada saat ini dihadapkan
pada sebuah paradoks. Paradoks secara global antar belahan dunia, antar negara, antar
kawasan, antara desa dan kota, dan antar penduduk. Negara-negara miskin lebih
banyak dibanding negara yang dikategorikan negara kaya. Di kota yang metropolitan
berkembang sektor industri yang modern, sedangkan di desa masih tertinggal dengan
sektor pertanian tradisional. Sebagian kecil penduduknya sangat kaya menguasai
banyak sumber daya, dan sebagian besar rakyat hanya menguasai sedikit kekayaan.
Perekonomian global harus dapat disesuaikan dan didukung oleh kerangka aturan
internasional yang fleksibel, sehingga dapat mencapai kemakmuran yang seimbang
dalam menghadapi tantangan global saat ini di bidang perdagangan, keuangan, dan
pasar tenaga kerja. Paradoks perekonomian global meliputi Paradoks kemiskinan dan
kemakmuran, paradoks ketimpangan ekonomi dan paradoks ketergantungan ekonomi.
Negara sedang berkembang merupakan negara-negara di dunia yang memiliki
standar hidup relatif rendah, sektor industri yang kurang berkembang, kualitas SDM
yang diindikatori dengan skor Indeks Pembangunan Manusia berada pada tingkat
menengah ke bawah, serta rendahnya pendapatan per kapita. Adapun ciri dari negara
yang sedang berkembang dapat dilihat dari cara negara tersebut dalam menghadapi
12
tekanan penduduk, sumber sumber alam belum dikembangkan, produsen barang
barang primer, kekurangan serta kapital atau modal.
Ada tiga permasalahan dasar yang dihadapi oleh negara sedang berkembang
yaitu; Berkembangnya ketidakmerataan pendapatan, kemiskinan dan gap atau jurang
perbedaan yang semakin lebar antara negara maju dengan negara sedang berkembang.
B. Saran
Makalah ini, tentunya masih banyak kesalahan serta membutuhkan perbaikan
yang dapat membuat makalah ini lebih baik lagi. Maka dari itu, kami mengharapkan
saran dan kritik membangun yang dapat dijadikan rujukan untuk melengkapi makalah
ini dikemudian hari.

DAFTAR PUSTAKA

Ala, & Bayo, A. (1981). Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. liberty.
Meier, M., G., & Robert, B. (n.d.). Economic Development Theory History and Policy. John
WilleySons Inc.
Mulyani, E. (2007). Konsep-Konsep dan Permasalahan Dasar Pembangunan Ekonomi di
Negara Sedang Berkembang. Ekonomi Pembangunan, 1(1), 1–38.
http://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/PKOP4207-M1.pdf
Mulyani, E. (2017). Ekonomi Pembagunan. In Angewandte Chemie International Edition
(Vol. 6, Issue 11).
Piketty, T. (2014). Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press.
Rodrik, D. (2011). The Globalization Paradox: Democracy and the Future of the World
Economy. W.W. Norton & Company.
Sen, A. (1999). Development as Freedom. Oxford University Press.
Soleh, A. (2015). Pertumbuhan Ekonomi Dan Kemiskinan Di Indonesia. EKOMBIS
REVIEW: Jurnal Ilmiah Ekonomi Dan Bisnis, 2(2), 197–209.
https://doi.org/10.37676/ekombis.v2i2.15
Suharto, E. (2015). Peran Perlindungan Sosial Dalam Mengatasi Kemiskinan Di Indonesia:
Studi Kasus Program Keluarga Harapan. Sosiohumaniora, 17(1), 21.
https://doi.org/10.24198/sosiohumaniora.v17i1.5668
Suparmoko, I. dan M. (1979). Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: BPFE.

13
14

Anda mungkin juga menyukai