Kelas AB
Disusun oleh Kelompok-5
1. Amaruddin Ma'ruf Al ishfahani 2019210477
2. Pamela Salshabilah Putri Priyanti 2019210577
3.Tiara Diah kartikasari 2019210586
4. Rizkyta Amalia 2019210593
5. Ikbar Rifqi Ibrahim 2019210713
6. Qonita Indraswari P 2019210742
7. Aisyah Widya Citra 2019210716
8.Muhyiddin asshaffany 2019210843
9. Terynina Salsa Adelia 2020210155
10.Badar Wulang Ibnu 202201025034
Kelompok 5
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................5
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...............................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH ...........................................................................6
1.3 TUJUAN MASALAH ...............................................................................6
BAB II .................................................................................................................7
PEMBAHASAN
2.1 PERKEMBANGAN LANJUTAN KAPITALIS .......................................7
2.2 GLOBALISASI TIDAK TERHENTIKAN ...............................................7
2.3 SISTEM BRETTON WOODS SEBAGAI TITIK TOLAK ......................8
2.4 POTRET PERBANKAN NASIONAL......................................................9
2.4.1 Overekspansi, Lalu Sekarat .................................................................... 9
2.4.2 Kerangka Dasar yang Harus Diciptakan............................................... 11
2.5 SYARAT BAGI DUNIA USAHA AGAR UNGGUL DI ERA
GLOBALISASI .......................................................................................12
2.5.1 Karakteristik Sederhana Perushaan Tangguh ....................................... 12
2.5.2 UMKM Lebih Mampu Bertahan .......................................................... 12
2.5.3 Peran UKM dalam Eksper Nonmigas................................................... 14
2.5.4 Sebuah Pengendalian ............................................................................ 15
2.5.5 Pengakuan Peran UKM ........................................................................ 16
2.5.6 Antara Mitos dan Rasa Keadilan .......................................................... 16
2.6 HUBUNGSN BURUH-PENGUSAHA ...................................................17
2.6.1 Buah Reformasi yang Harus Dimanfaatkan ......................................... 17
2.6.2 Ledakan Pengangguran dan Penanggulangannya ................................. 18
BAB III .............................................................................................................24
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN .........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................25
LAMPIRAN .....................................................................................................26
4
BAB I
PENDAHULUAN
5
multilateralnya dan Bank Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan
rekonstruksi negara-negara yang porak-poranda akibat perang.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
2.3 SISTEM BRETTON WOODS SEBAGAI TITIK TOLAK
Periode antar Perang Dunia (1918-1939) ditandai oleh gejolak tak terkendali
yang pada gilirannya menyeret ekonomi dunia ke lembah depresi terdalam selama
era peradaban modern. Upaya pemulihan pasca-Perang Dunia I membutuhkan
pembiayaan yang sangat besar. Defisit anggaran untuk membiayai perang kian
menggelembung pada proses rekonstruksi.
Pemerintahan negara-negara terpandang yang kala itu terlibat perang
memuaskan dahaganya untuk membeli sebagian kebutuhan senjata dan hampir
seluruh keburuhan pembangunan kembali dengan mencetak uang. Inflasi meroket,
sementara pada waktu yang bersamaan lapangan kerja dan kapasitas produksi turun
drastis karena kerusakan akibat perang. Dalam waktu yang singkat, hiperinflasi
paling fantastis terjadi di Jerman yang indeks harganya meningkat dengan kelipatan
481,5 miliar dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, dari 262 miliar pada bulan
Januari 1919 menjadi 126,16 triliun pada bulan Desember 1923. Untuk tahun 1923
saja indeks harga di Jerman meningkat dengan kelipatan 452,998 juta, cerutama
dipicu oleh kucuran dana pemerintal, Jerman untuk membayar para pekerjanya yang
didorong untuk menduduki Fasilitas-fasilitas produksi yang dikuasai Perancis scsuai
dengan kesepakatan Traktat Versailes untuk mengakhiri Perang Dunia I.
Satu demi satu negara meninggalkan sistem standar emas (gold standard
system). Di bawah sistem ini pemerintah tidak memiliki keleluasaan untuk mencetak
uang sekehendak hati, karena jumlah uang beredar harus setara dengan nilai stok
emas yang dimiliki Bank Sentral. Seandainya negara-negara yang terlibat perang
tetap patuh pada sistem ini mungkin bencana ckonomi tidak sedahsyat yang terjadi
kala itu.
Menyadari bahwa tatanan ekonomi dunia sudah di ambang ke-bangkrutan,
negara-negara yang menang perang berinisiatif menyusun arsitektur baru tata
ekonomi dunia. Mereka mengadakan pertemuan di Bretton Woods yang melahirkan
sistem moneter internasional dengan IMF sebagai lembaga multilateralnya dan Bank
Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan rekonstruksi negara-negara yang
porak-poranda akibat perang.
Sebetulnya, mereka pun berambisi melahirkan institusi yang bertanggung
8
jawab untuk memerangi proteksionisme. Cikal bakalnya adalah ITO (International
Trade Organization).
Namun, Amerika Serikat dan Inggris gagal mencapai kesepakatan atau
kompromi pengurangan tingkat tarif bea masuk schingga lembaga ini tidak sempat
menjalankan fungsinya. Barulah pada tahun 1947 tercapai kesepakatan yang
melibatkan lebih banyak negara yang melahirkan GATT (General Agreement on
Trade and Tariffs). Ketiga lembaga multilateral (IMF, Bank Dunia, dan GATT)
inilah yang menjadi pilar utama bagi tegaknya kapitalisme internasional.
9
migran dan menghambat peluang usaha PJTKI serta pihak-pihak terkait. Dari
perspektif ideal dan jangka panjang kebijakan moratorium merupakan upaya
konsolidasi dan perbaikan sistem pengiriman tenaga kerja. Kebijakan ini juga
sebagai upaya memperbaiki posisi tawar Indonesia sebagai negara pengirim.
Upaya ini dilakukan agar Pemerintah Arab Saudi menandatangani MOU
ketenagakerjaaan dengan Pemerintah Indonesia. Pada kasus mobilitas korban
penyelundupan manusia juga merefleksikan gambaran besar wilayah atau
negara asal mereka pada persoalan-persoalan politik yang sedang berkembang
(Pudjiastuti 2010). Persoalan penyelundupan manusia yang masuk kawasan
Asia Tenggara meskipun hanya sebagian kecil dari persoalan displaced people
di dunia, tetapi sudah dapat dikatakan sebagai bagian dari ancaman keamanan
negara dan wilayah ASEAN. Bentuk-bentuk ancaman baru telah berkembang
dari waktu ke waktu, seperti terorisme, perompakan, penyelundupan manusia,
perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata, pencucian uang,
kejahatan dunia maya (cyber crime), kejahatan ekonomi internasional,
kerusakan lingkungan dan bencana alam. Kehadiran pencari suaka dan juga
pengungsi ataupun stateless di wilayah negara lain menimbulkan persoalan
pelanggaran HAM dan memicu konflik antar negara, yang pada ujungnya
menjadi persoalam politik keamanan yang kompleks. Upaya Indonesia untuk
dapat tetap menghormati HAM bagi para pencari suaka dan pengungsi tersebut
yaitu dengan memperbanyak dan memperbaiki rumah detensi, membangun
kerjasama bilateral dengan berbagai pihak antara kepolisian dan imigrasi
Indonesia denga Australia.
Krisis perbankan di Indonesia adalah tergolong yang paling parah dan
relatif termahal di dunia sepanjang abad lalu. Beban biaya yang ditanggung
oleh perekonomian mencapai 47 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebagaimana terlihat pada Tabel 1, biaya restrukturisasi perbankan akibat
gelombang krisis yang berawal pada bulan Juni 1997 yang diderita Korea
hanya 17 persen dari PDB-nya, sedangkan untuk Thailand sebesar 29 persen.
Kemelut perbankan yang terjadi di negara-negara Amerika Latin dalam dua
dekade terakhir juga tidak separah Indonesia.
10
Kita mulai dengan kondisi domestik. Paling tidak ada dua penyebab
utama kehancuran perbankan Indonesia. Pertama, terlalu longgarnya aturan
perbankan, terutama sejak digulirkannya Paket Oktober 1988 (Pakto 88).
Betapa tidak, aturan ini memungkinkan langkah mendirikan bank begitu
mudahnya, sehingga dalam waktu yang relatif sangat singkat jumlah bank
menjamur. Tak pelak lagi, Indonesia menjadi negara yang jumlah banknya
terbanyak di antara negara-negara yang menganut sistem branch banking.
Kedua, bank dan sektor real kian terintegrasi di dalam jalinan
kepemilikan seseorang atau sekelompok orang yang sama. Keadaan ini
sebetulnya tidak akan membawa dampak yang terlalu negatif seandainya
aturan main ditegakkan. Keadaannya semakin parah mengingat praktik-praktik
bisnis dinaungi oleh suatu sistem politik tertutup yang otoriter dan korup.
Maka, tatkala terjadi guncangan pada sendi-sendi politik otomatis bangunan
usaha, termasuk perbankan, juga turut oleng.
11
2.5 SYARAT BAGI DUNIA USAHA AGAR UNGGUL DI ERA GLOBALISASI
2.5.1 Karakteristik Sederhana Perushaan Tangguh
Suatu Perusahaan dapat dikategorikan berkelas dunia kalua mampu
menjadi salah satupelaku utama di suaru industry. Kekuatan yang didapatkan
bisa karena pangsa pasar perusahaan atau memiliki perusahaan adalah market
leader yang memiliki pengaruh dalam menentukan harga di pasar. Besar
kecilnya skala perusahaan atau kategori lainnya tidak cukup relevan dalam
menentukan besarnya kontribusi bagi penyehatan perekonomian. Proses
dinamika pasar adalah kunci dalam suatu Lingkungan politik yang
berdemokrasi, sehingga memberikan akses kesempatan yang sama bagi semua
pelaku dalam mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimiliki secara
optimal. Usha UKM lebih Tangguh dalam meghadapi krisis daripada
perusahaan besar.perusahaan yang mambu bersaing di pasar internasional
secara berkelanjutan memiliki kemampuan beradaptasi dengan Lingkungan
yang selalu berubah. Perusahaan dapat menentukan pangsa pasar dengan
memiliki landasan kokoh karena memiliki kompetensi dan harga yang
berkualitas.
Baru baru ini Pandemi COVID-19 juga berdampak pada Pemasaran
UMKM. Perilaku konsumen yang berubah dikarenakan berubahnya gaya hidup
sehari-hari di masa pandemi seperti tidak berjabat tangan, memakai masker,
mencuci tangan, larangan bepergian, larangan berkumpul, dan
bekerja/bersekolah dari rumah. Perilaku “Jaga-Jarak” di masa pandemi bahkan
(diprediksi) berlanjut setelah pandemi menggambarkan bahwa konsumen akan
lebih banyak menghabiskan waktu secara online. Perubahan tersebut
menjadikan UMKM harus beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, salah
satunya dengan menjadi UMKM godigital.
12
termasuk dalam penyaluran kredit. Menurut para pendukung argumen ini,
kinilah giliran UKM dan koperasi, karena jelas-jelas usaha besarlah yang telah
membangkrutkan perekonomian Indonesia. Sedangkan UKM dan koperasi
yang justru selama ini dikesampingkan oleh kebijakan-kebijakan Orde Baru
bisa bertahan.
UKM dan koperasi tidak seterpuruk usaha besar karena yang pertama,
sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer
goods), khususnya yang tidak tahan lama. Kelompok barang ini dicirikan oleh
permintaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang
relatif rendah. Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat,
permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meingkan banyak. Sebaliknya,
jika pendapatan masyarakat merosot maka permintaan tidak akan banyak
berkurang. Dengan demikian, secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil
tidak separah yang dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang
selama ini bisa bertahan karena topangan proteksi, fasilitas istimewa dan
praktik-praktik KKN lainnya.
Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking
financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses usaha
kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Maka, bisa dipahami kalau di
tengah keterpurukan sektor perbankan justru usaha kecil tidak banyak
terpengaruh. Oleh karena itu, jangan sampai kebijakan pemerintah terlalu
mengedepankan aspek pendanaan usaha kecil dengan dengan beragam paket
kredit murah yang disubsidi, mengingat bisa saja langkah demikian justru
merupakan usaha menggali liang kubur bagi pengusaha kecil. Jangan sampai
pula, pemberian kredit murah lebih merupakan komoditi politik bagi
keuntungan segelintir orang atau kelompok-kelompok tertentu saja.
Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produk yang
ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja
(kebalikan dari konglomerasi). Modal yang terbatas menjadi salah satu faktor
yang melatarbelakangi. Di lain pihak, mengingat struktur pasar yang dihadapi
mengarah pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak
13
konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akibatnya, yang bangkrut atau
keluar dari arena usaha relatif banyak, namun pemain baru yang masuk pun
cukup banyak pula, sehingga secara neto jumlah pelaku tidak akan mengalami
pengurangan yang berarti. Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna
inilah yang membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan
berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil tidak membutuhkan
kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi.
Keempat, terbentuk usaha-usah kecil, terutama di sektor informal, sebagai
akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal. Banyaknya
unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya membuat tidak terjadinya
penurunan jumlah UKM dan koperasi, bahkan sangat mungkin mengalami
peningkatan.
14
kerjasama perdagangan internasional tidak berjalan efektif diakibatkan
penetapan kebijakan lockdown di beberapa negara untuk mencegah
penyebaran covid-19.
"Kemudian ancaman resesi ekonomi global, perubahan pola konsumsi
masyarakat selama pada pandemi covid-19, di mana terjadi peningkatan
penggunaan belanja online, serta daya beli masyarakat melemah karena
banyaknya pemutusan hubungan kerja, serta terhentinya aktivitas UMKM dan
sektor informal akibat covid-19," ujarnya. Menurutnya, UMKM sebagai salah
satu sektor yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kinerja ekspor.
Pentingnya peran UMKM terhadap perekonomian nasional dapat dilihat
sebagai sektor dengan 64 juta usaha yang menyerap 120 juta tenaga kerja.
"Sehingga pertumbuhan yang terjadi pada sektor ini dapat langsung dirasakan
oleh masyarakat," pungkasnya.
15
inovasi. Untuk mewujudkannya dibutuhkan pengeluaran yang cukup besar
untuk kegiatan riset dan pengenmbangan (R&D). Ketiga, semakin maju suatu
negara, semkain besar pula proporsi penduduk yang berpendidikan lebih tinggi.
Mereka cenderung memilih sektor modern sebagai pekerja profesional. Agar
permasalahan usaha kecil dan menengah bisa ditempatkan didalam kerangka
utuh bagi
16
pemahaman mendalam tentang anatomi UKM itu sendiri.Dengan menelusuri
jenis lapangan usahanya,kita akan mendapatkan gambaran bahwa sebagian
besar UKM iu berada di sector pertanian atau yang terkait erat dengan sector
pertanian dan di sector perdagangan eceran kecil.Selebihnya,pemberdayaan
UKM sekali lagi untuk menyadarkan heterogenitas UKM itu sendiri dan
diserahkan pada inisiatif-inisiatif local dan sector swasta.Pemerintah pusat atau
pemerintah daerah bisa membantu sebatas untuk memperkuat capacity
building dari inisiatif-inisiatif local tersebut.
17
cara meningkatkan posisi tawar menawar buruh terhadap pengusaha maupun
pemerintah yang dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan maupun
pemenuhan hak-hak pekerja lainnya, seperti keslamatan kerja. Namun,
peningkatan posisi tawar dan upaya pemenuhan tuntutan sebisa mungkin
meminimalisir biaya sosial yang harus ditanggung. Biaya sosial tersebut adalah
biaya jam kerja yag hilang akibat pemogokan, kerusakan sarana dan prasarana,
dan terganggunya hubungan pekerja dengan pengusaha. Biaya sosial lain, yang
besar dampak atau pengaruhnya terhadap perekonomian, adalah persepsi
negatif terhadap iklim berusaha dan berinvestasi di indonesia. Walaupun
masalah sebenarnya konflik pekerja-pengusaha hanya salah satu persoalan,
dibandingkan persoalan ekonomi lain yang tidak sedikit dan persoalan konflik
politik yang mengganggu upaya pemulihan kebangkitan ekonomi. Upaya
meminimalisir biaya sosial tersebut tersebut tentunya tidak hanya tergantung
pada sikap buruh atau pekerja, tetapi juga pengusaha dan pemerintah. Ketiga
pihak dapat duduk di satu meja untuk komunikasi, saling menghargai dan
memahami serta berorganisasi.
18
Tabel
Indikator Ketenagakerjaan (dalam jutaan)
1997 1998 1999 2000 1999-
2000
Penduduk Usia na 138,5 141,1 141,3 0,15
Kerja
Jumlah Angkatan 91,3 92,8 94,8 95,7 0,95
Kerja
Bekerja na 87,7 88,9 89,8 01,04
Pengangguran 4,3 5,1 6 5,9 -1,64
Terbuka
Tingkat 4,7 5,5 6,4 6,1 -2,60
Pengangguran
Terbuka
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja na 66,9 67,2 67,7 0,73
(TPAK) (%)
Sumber : Laporan Tahunan BI, 1998/1999,2000
Tabel
Perbandingan UMR dengan KHM
Tahun UMR KHM Kenaikan Kenaiakan UMR/KHM
UMR KHM (%)
1994 80,000 97,036 33,7 3,2 82,4
1995 93,000 104,217 16,6 7,4 89,5
1996 122,229 132,160 31,0 26,8 92,5
1997 134,986 142,039 10,4 7,5 95,0
1998 155,229 205,112 15,0 44,4 76,7
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999
Tabel
19
Tema Tuntuttan Pekerja Selama Pemogokan
(April-September 1996)
Frekuensi Presentase
Kenaikan Upah 167 33,6%
Tunjangan/Intensif 90 18,1%
Jamsostek 65 13,1%
Kepastian Hubungan Kerja 63 12,7%
Perbaikan Kondisi Kerja 68 13,1%
Seikat Buruh 36 7,2%
Lain-Lain 8 1,6%
Total Tuntutan 497 100%
Sumber : Business News, 5 Januari 1998
Peningkatan harga-harga yang berdampak pada peningkatan angka KHM
(Kebutuhan Minimum Hidup) yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan UMR
(Upah Minimum Regional) mengakibatkan UMR yang semakin tidak memenuhi
KHM. Hal ini ditujukan oleh angka nisbah UMR/KHM yang semakin rendah pada
tahun 1998.
Masalah upah atau kesejahteraan pekerja memang menjadi tema utama dalam
setiap aksi pemogokan kerja. Sebagai gambaran, tuntutan berbagai aksi pemogokan
sebesar 33,6 persen menuntut kenaikan upah, 18,1 persen menuntut tunjangan
intensif, 13,1 persen masalah jamsostek, 12,7 persen masalah kepastian hubungan
kerja, 13,7 persen masalah perbaikan kondisi kerja, 7,25 persen masalah serikat
buruh.
Frekuensi pemogokan pekerja berdasarkan wilayah yang tertinggi adalah di
Jakarta (18,4 persen dari total aksi pemogokan), Jawa Timur (17,3 persen),
Tangerang (13,7 persen), Bekasi (11,7 persen), dan Bogor (6,7 persen). Tingginya
frekuensi aksi mogok di daerah tersebut terutama disebabkan daerah tersebut adalah
sentra-sentra industri, selain akses informasi yang relatif baik. Frekuensi aksi
mogok berdasarkan sector usaha yang tertinggi adalah sektor usaha tekstil, garmen,
sepatu, (23,6 persen dari total pemogokan), logam, kimia, elektronik, otomotif (7,4
persen) kayu dan bangunan (5,6 persen), makanan dan tembakau (4,7 persen), hotel,
20
departemen store, rumah sakit, dan hiburan (4,7 persen) dan transportasi (3,8
persen). Berdasarkan data tersebut sektor usaha yang rawan aksi-aksi pemogokan
adalah sektor usaha padat karya.
Bagi pekerja, tuntutan kenaikan dan pendapatan lain merupakan cerminan dan
upaya mempertahankan upah atau pendapatan real dan sebisa mungkin
meningkatkannya. Beberapa komponen yang dijadikan acuan adalah angka inflasi
atau peningkatan harga-harga barang secara umum. Namun, di sisi lai, jika dilihat
dari efek permintaan dan penawaran tenaga kerja yang terjadi saat ini mengikuti
hukum mekanisme pasar, maka upah seharusnya turun karena banyak tenaga kerja
yang menganggur. Bagi pengusaha, tuntutan kenaikan upah dan lain-lainnya adalah
biaya tambahan yang harus dikeluarkan di tengah instabilitas makro ekonomi,
membuat iklim usaha semakin sulit. Melihat kesuiltan masing-masing pihak,
seandainya komunikasi pekerja dengan pengusaha berjalan dua arah dan saling
terbuka, maka titik temu dan pengertian akan semakin mudah dihasilkan.
Tabel
Frekuensi Pemogokan Pekerja Berdasarkan Wilayah
(April-September 1996)
Wilayah Frekuensi Presentase
Jakarta 63 18,4 %
Bogor 23 6,7%
Tangerang 47 13,7%
Bekasi 40 11,7%
Jawa Barat (diluar BOTABEK) 45 13,2%
Jawa Timur 59 17,3%
Jawa Tengah 17 5,0%
Jawa Barat 13 3,8%
Lain-lain 34 10,2%
Total 342 100%
Sumber : Business News, 5 Januari 1998.
21
perburuhan lain, dan kebebasan berserikat dan berkumpul membuat kelompok
buruh mendorong berbagai tuntutan yang sebelumnya terpendam, mengemuka
berupa tuntutan-tuntutan dalam aksi mogok. Kebebasan berserikat dan berkumpul
membuat buruh semakin terorganisir dan berdampak pada tiga hal yaitu, Pertama,
kesadaran mencermati peraturan-peraturan atau ketentuan mengenai
ketenagakerjaan. Kedua, pekerja semakin sadar akan hak-haknya, seperti tertulis
pada peraturan ketentuan pemerinta. Ketiga, pekerja sensitif terhadap persoalan
yang dihadapi dan cepat beraksi.
Ketiga hal tersebut selanjutnya, Pertama, mendorong peristiwa pemogokan
yang semakin tinggi. Kedua, rata-rata jumlah tenaga kerja yang terlibatdalam suatu
pemogokan semakin banyak. Ketiga, aksi mogok kerja cenderung semakin massif
dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Keempat, jam kerja yang hilang
relative bertambah.
Tabel
Frekuensi Pemogokan Berdasarkan Sektor Usaha
(Bulan April-September 1996)
Frekuensi Presentase
Teksti, Garmen, Sepatu 80 23,6%
Kayu & Bangunan 19 5,6%
Logam, Kimia, Elektronik, Otomotif 25 7,4%
Makanan & Tembakau 16 4,7%
Plastik & Kaca 8 2,4%
Kertas 8 2,4%
Kosmetik 2 0,6%
Hotel, Dept. Store, Rumah Sakit, Hiburan 12 4,7%
Perbankan 2 0,6%
Perkebunan & Tambang 8 2,4%
Transportasi 13 3,8%
Lain-Lian 142 41,9%
Total 339 100%
Sumber : Business News, 5 Januari 1998.
22
Dampak langsung pemogokan kerja yang dialami oleh pekerja adalah
hilangnya jam kerja dan hilangnya pendapatan. Sedangkan dampak langsung bagi
perusahaan adalah terganggunya proses produksi dan perencanaan perusahaan,
serta kemungkinan kerugian lainnya akibat rusaknya sarana dan prasarana. Dampak
tidak langsung adalah berkurangnya iklim yang kondusif untuk berusaha dan
berivestasi. Walaupun, dengan catatan, masih banyak masalah lain yang
mengganggu iklim berusaha dan berinvestasi ini.
Oleh karena itu, upaya meminimalisir biaya sosial akibat konflik pekerja-
pengusaha masih menjadi sangat penting, baik untuk meningkatkan kesejahteraan
pekerja maupun kemajuan perusahaam, dan iklim yang kondusif untuk berusaha
dan berinvestasi. Pencarian win-win solution bagi kedua belah pihak adalah dengan
cara perundingan dan negosiasi memberikan kontribusi dan harapan di tengah
pencarian pemecah keluar dari krisis ekonomi yang semakin rumit dan terbatasnya
alternatif kebijakan.
23
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
24
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
PERTANYAAN :
26
6. Qonita Indraswari P 2019210742
Apakah UKM penting bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara? Dan
bagaimana cara mengakui peran UKM tersebut?
7. Aisyah Widya Citra 2019210716
Apa yang harus dilakukan seseorang agar berhasil dalam bidang ekonomi di
era globalisasi saat ini?
8. Muhyiddin Asshaffany 2019210843
Menurut kelompok Anda bagaimana globalisasi perekonomian di Indonesia?
9. Terynina Salsa Adelia 2020210155
Di era golabalisasi ini perekonomian dunia hamper semua berganti menjadi
online dengankultur yang berbeda, bagaimana cara pemerinta Indonesia
mengikuti perkembangan jaman dalam perubahan ekonomi yang serba online
ini?
10. Badar Wulang Ibnu 202201025034
Bagaimana cara pemerintah mengatasi tuntutan-tuntutan dan konflik antara
pekerja-pengusaha dengan memperjuangkan hak dan kesejahteraan pekerja
dengan seadil-adilnya ?
27