Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH PEREKONOMIAN INDONESIA

GLOBALISASI, PERBANKAN DAN DUNIA USAHA

Dosen mata kuliah : Prof.Dr.Drs.Ec.Abdul Mongid,MA


Sholikha Oktavi K.,SE,MM

Kelas AB
Disusun oleh Kelompok-5
1. Amaruddin Ma'ruf Al ishfahani 2019210477
2. Pamela Salshabilah Putri Priyanti 2019210577
3.Tiara Diah kartikasari 2019210586
4. Rizkyta Amalia 2019210593
5. Ikbar Rifqi Ibrahim 2019210713
6. Qonita Indraswari P 2019210742
7. Aisyah Widya Citra 2019210716
8.Muhyiddin asshaffany 2019210843
9. Terynina Salsa Adelia 2020210155
10.Badar Wulang Ibnu 202201025034

PROGRAM STUDI SARJANA MANAJEMEN


UNIVERSITAS HAYAM WURUK PERBANAS SURABAYA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Mahakuasa karena telah memberikan


kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Atas rahmat dan hidayah-
Nya lah penulis dapat menyelesaikan Laporan Globalisasi, Perbankan dan Dunia Usaha
Kita.
Laporan Sistem Ekonomi Indonesia disusun guna memenuhi tugas Sholikha
Oktavi K.,SE,MM.. pada mata kuliah Perekonomian Indonesia di Universitas Hayam
Wuruk Perbanas Surabaya. Selain itu, penulis juga berharap agar laporanh ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Sholikha
Oktavi K.,SE,MM.. selaku dosen mata kuliah Perencanaan Indonesia. Tugas yangtelah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni
penulis. Penulis juga mengucapkan terima kasih pada semua pihak yang telah membantu
proses penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan laporan ini.

Surabaya, 1 Oktober 2022

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................5
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG ...............................................................................5
1.2 RUMUSAN MASALAH ...........................................................................6
1.3 TUJUAN MASALAH ...............................................................................6
BAB II .................................................................................................................7
PEMBAHASAN
2.1 PERKEMBANGAN LANJUTAN KAPITALIS .......................................7
2.2 GLOBALISASI TIDAK TERHENTIKAN ...............................................7
2.3 SISTEM BRETTON WOODS SEBAGAI TITIK TOLAK ......................8
2.4 POTRET PERBANKAN NASIONAL......................................................9
2.4.1 Overekspansi, Lalu Sekarat .................................................................... 9
2.4.2 Kerangka Dasar yang Harus Diciptakan............................................... 11
2.5 SYARAT BAGI DUNIA USAHA AGAR UNGGUL DI ERA
GLOBALISASI .......................................................................................12
2.5.1 Karakteristik Sederhana Perushaan Tangguh ....................................... 12
2.5.2 UMKM Lebih Mampu Bertahan .......................................................... 12
2.5.3 Peran UKM dalam Eksper Nonmigas................................................... 14
2.5.4 Sebuah Pengendalian ............................................................................ 15
2.5.5 Pengakuan Peran UKM ........................................................................ 16
2.5.6 Antara Mitos dan Rasa Keadilan .......................................................... 16
2.6 HUBUNGSN BURUH-PENGUSAHA ...................................................17
2.6.1 Buah Reformasi yang Harus Dimanfaatkan ......................................... 17
2.6.2 Ledakan Pengangguran dan Penanggulangannya ................................. 18
BAB III .............................................................................................................24
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN .........................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................25
LAMPIRAN .....................................................................................................26

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Di era tahun 1970-an, kapitalisme mencapai tahap keemasan, sebuah tahap
dimana pembangunan dunia melakukan pembangunan yang masuk dalam skenario
modernisasi, fokus dari modernisasi negara dunia ketiga pada moment itu ialah
pembangunan berbasis high technology. Dalam pandangan sosiolog Jepang, Kenichi
Ohmae globalisasi tidak sekedar membawa ideologi yang bersifat global seperti
demokrasi liberal, tetapi juga turut mengancam proses pembentukan negara bangsa,
karena globalisasi pada intinya ingin mewujudkan negara tanpa batas.
Krisis berkepanjangan di Indonesia yang bermula dari krisis moneter tahun
1997 seringkali dinyatakan sebagai akibat dari berlangsungnya globalisasi. Presiden
Soeharto sendiri ketika itu beberapa kali menyatakan bahwa demikianlah yang
terjadi, bahwa Indonesia menjadi "korban" dari deru globalisasi yang melanda
seluruh dunia. Untuk itu, kita perlu menyimak apa dan sejauh mana dampaknya
sebenarnya yang dimaksud dengan globalisasi, dan sejauh mana dampaknya terhadap
perekonomian Indonesia.
Krisis nilai tukar kemudian merambah dengan cepat ke sektor perbankan
Indonesia yang, tenyata, memang lemah. Kepanikan terpicu dan dengan cepat meluas
karena masyarakat dan bank-bank komersial yang mengelola sebagian besar rupiah
yang beredar tidak lagi percaya terhadap rupiah. Dunia usaha pun mengalami
pukulan dahsyat yang melumpuhkan, terutama para konglomerat-kroni yang
terlampau mengandalkan perkembangan bisnisnya pada kedekatan dengan penguasa.
Di tengah kekalutan yang melanda perekonomian dunia, setiap negara
berupaya menyelamatkan diri tanpa terlalu menghiraukan dampaknya terhadap
negara-negara lain, sehingga pada akhirnya berdampak pada semua negara.
Menyadari bahwa tatanan ekonomi dunia sudah diambang kebangkrutan,
negara-negara yang memenangkan perang berinisiatif menyusun arsitektur baru tata
ekonomi dunia. Sebagian besar negara mengadakan pertemuan di Bretton Woods
yang melahirkan sistem moneter internasional dengan IMF sebagai lembaga

5
multilateralnya dan Bank Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan
rekonstruksi negara-negara yang porak-poranda akibat perang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud dengan globalisasi ?
2. Bagaimana potret perbankan nasional ?
3. Apa saja syarat bagi dunia usaha agar unggul di era globalisasi ?
4. Bagaimana hubungan buruh – pengusaha ?

1.3 TUJUAN MASALAH


1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan globalisasi .
2. Mengetahui bagaimana potret perbankan nasional .
3. Mengetahui apa saja syarat bagi dunia usaha agar unggul di era globalisasi
4. Mengetahui bagaimana hubungan buruh – pengusaha .

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PERKEMBANGAN LANJUTAN KAPITALIS


Kapitalisme adalah suatu paham yang meyakini bahwa pemilik modal bisa
melakukan usahanya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya (Suyanto, 2013).
Kapitalisme berasal dari asal kata capital yang berarti modal, yang diartikan sebagai
alat produksi semisal tanah dan uang. Sedangkan kata isme berarti paham atau ajaran.
Kapitalisme merupakan sistem ekonomi politik yang cenderung kearah pengumpulan
kekayaan secara individu tanpa gangguan kerajaan. Dengan kata lain kapitalisme
adalah suatu paham atau ajaran mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan
modal atau uang (Huda, 2016). Kapitalisme adalah produk dari kebudayaannya Barat
modern. Ia dianggap juga sebagai sistem sosial (social system) yang pertama dan
terpenting di Barat yang berkembang menjadi kebudayaan kapitalis
(capitalist civilization).

2.2 GLOBALISASI TIDAK TERHENTIKAN


Globalisasi membawa dua konsekuensi, pertama globalisasi adalah take away,
menarik bangsa dipersatukan dalam pengaruh internasional, lewat teknologi
telematika. (Widiyanti, 2022). Sehingga, pusat global merembes masuk ke berbagai
wilayah, bahkan masuk pada sudut terpencil di dunia, menghasilkan fenomena global
village. Akibatnya, ideologi global merembes masuk nyaris tanpa adanya
penghalang. Dahulu ulama dan kyai, bisa menyeleksi dahulu, baru kemudian mana
yang diperbolehkan masuk ke masyarakat, mana yang tidak. Kedua, globalisasi
bersifat pushdown, menekan bangsa dan negara ke bawah, sehingga melahirkan
luberan. Hal tersebut, membuat Indonesia yang majemuk dikarenakan tekanan
globalisasi tersebut, menghadapi kenyataan pluralisasi eksternal dan internal.
Kompleksitas tersebut, kata dia, membuat isu yang berkaitan dengan conflict
resolution, bagaimana menjaga ketertiban dan keamanan, mendapatkan tekanan
yang sangat serius

7
2.3 SISTEM BRETTON WOODS SEBAGAI TITIK TOLAK
Periode antar Perang Dunia (1918-1939) ditandai oleh gejolak tak terkendali
yang pada gilirannya menyeret ekonomi dunia ke lembah depresi terdalam selama
era peradaban modern. Upaya pemulihan pasca-Perang Dunia I membutuhkan
pembiayaan yang sangat besar. Defisit anggaran untuk membiayai perang kian
menggelembung pada proses rekonstruksi.
Pemerintahan negara-negara terpandang yang kala itu terlibat perang
memuaskan dahaganya untuk membeli sebagian kebutuhan senjata dan hampir
seluruh keburuhan pembangunan kembali dengan mencetak uang. Inflasi meroket,
sementara pada waktu yang bersamaan lapangan kerja dan kapasitas produksi turun
drastis karena kerusakan akibat perang. Dalam waktu yang singkat, hiperinflasi
paling fantastis terjadi di Jerman yang indeks harganya meningkat dengan kelipatan
481,5 miliar dalam kurun waktu kurang dari lima tahun, dari 262 miliar pada bulan
Januari 1919 menjadi 126,16 triliun pada bulan Desember 1923. Untuk tahun 1923
saja indeks harga di Jerman meningkat dengan kelipatan 452,998 juta, cerutama
dipicu oleh kucuran dana pemerintal, Jerman untuk membayar para pekerjanya yang
didorong untuk menduduki Fasilitas-fasilitas produksi yang dikuasai Perancis scsuai
dengan kesepakatan Traktat Versailes untuk mengakhiri Perang Dunia I.
Satu demi satu negara meninggalkan sistem standar emas (gold standard
system). Di bawah sistem ini pemerintah tidak memiliki keleluasaan untuk mencetak
uang sekehendak hati, karena jumlah uang beredar harus setara dengan nilai stok
emas yang dimiliki Bank Sentral. Seandainya negara-negara yang terlibat perang
tetap patuh pada sistem ini mungkin bencana ckonomi tidak sedahsyat yang terjadi
kala itu.
Menyadari bahwa tatanan ekonomi dunia sudah di ambang ke-bangkrutan,
negara-negara yang menang perang berinisiatif menyusun arsitektur baru tata
ekonomi dunia. Mereka mengadakan pertemuan di Bretton Woods yang melahirkan
sistem moneter internasional dengan IMF sebagai lembaga multilateralnya dan Bank
Dunia yang berfungsi membantu rehabilitasi dan rekonstruksi negara-negara yang
porak-poranda akibat perang.
Sebetulnya, mereka pun berambisi melahirkan institusi yang bertanggung

8
jawab untuk memerangi proteksionisme. Cikal bakalnya adalah ITO (International
Trade Organization).
Namun, Amerika Serikat dan Inggris gagal mencapai kesepakatan atau
kompromi pengurangan tingkat tarif bea masuk schingga lembaga ini tidak sempat
menjalankan fungsinya. Barulah pada tahun 1947 tercapai kesepakatan yang
melibatkan lebih banyak negara yang melahirkan GATT (General Agreement on
Trade and Tariffs). Ketiga lembaga multilateral (IMF, Bank Dunia, dan GATT)
inilah yang menjadi pilar utama bagi tegaknya kapitalisme internasional.

2.4 POTRET PERBANKAN NASIONAL


2.4.1 Overekspansi, Lalu Sekarat
Pada kasus moratorium TKI (lihat PSDR LIPI 2011), menyebutkan
bahwa pada tanggal 22 Juni 2011 pemerintah menetapkan soal kebijakan
moratorium tenaga kerja Indonesia ke Arab Saudi. Selanjutnya, pada 1 Agustus
2011 kebijakan moratorium resmi diberlakukan. Kebijakan moratorium adalah
kebijakan penghentian sementara pengiriman tenaga kerja ke suatu negara
karena adanya persoalan-persoalan yang belum disekapakati antara negara
pengirim dengan negara penerima tenaga kerja. Kebijakan moratorium ini
diberlakukan untuk menjawab maraknya TKW Indonesia yang bermasalah di
Arab Saudi, mulai dari gaji tidak dibayar, penyiksaan oleh majikan, pelecehan
seks, dan hukuman pancung yang dikenakan kepada TKW Indonesia. Pada
awal November 2011, Menteri Perburuhan Arab Saudi berkunjung ke
Indonesia dan melakukan pembicaraan dengan Pemerintah Indonesia yang
salah satu agendanya soal moratorium TKW sektor informal. Pemerintah
Indonesia tetap pada pendirian yaitu menerapkan kebijakan moratorium TKW
sektor informal. Namun pihak Pemerintah Arab Saudi belum bersedia
menandatangani MOU tersebut dan kebijakan-kebijakan Pemerintah Arab
Saudi belum bergeming dari posisinya untuk lebih bersikap adil dalam struktur
hubungan kerja antara majikan dan pembantu rumah tangga.
Moratorium TKW sektor informal ke Arab Saudi dari perspektif jangka
pendek adalah kebijakan yang berakibat tertundanya keberangkatan pekerja

9
migran dan menghambat peluang usaha PJTKI serta pihak-pihak terkait. Dari
perspektif ideal dan jangka panjang kebijakan moratorium merupakan upaya
konsolidasi dan perbaikan sistem pengiriman tenaga kerja. Kebijakan ini juga
sebagai upaya memperbaiki posisi tawar Indonesia sebagai negara pengirim.
Upaya ini dilakukan agar Pemerintah Arab Saudi menandatangani MOU
ketenagakerjaaan dengan Pemerintah Indonesia. Pada kasus mobilitas korban
penyelundupan manusia juga merefleksikan gambaran besar wilayah atau
negara asal mereka pada persoalan-persoalan politik yang sedang berkembang
(Pudjiastuti 2010). Persoalan penyelundupan manusia yang masuk kawasan
Asia Tenggara meskipun hanya sebagian kecil dari persoalan displaced people
di dunia, tetapi sudah dapat dikatakan sebagai bagian dari ancaman keamanan
negara dan wilayah ASEAN. Bentuk-bentuk ancaman baru telah berkembang
dari waktu ke waktu, seperti terorisme, perompakan, penyelundupan manusia,
perdagangan gelap, narkoba, penyelundupan senjata, pencucian uang,
kejahatan dunia maya (cyber crime), kejahatan ekonomi internasional,
kerusakan lingkungan dan bencana alam. Kehadiran pencari suaka dan juga
pengungsi ataupun stateless di wilayah negara lain menimbulkan persoalan
pelanggaran HAM dan memicu konflik antar negara, yang pada ujungnya
menjadi persoalam politik keamanan yang kompleks. Upaya Indonesia untuk
dapat tetap menghormati HAM bagi para pencari suaka dan pengungsi tersebut
yaitu dengan memperbanyak dan memperbaiki rumah detensi, membangun
kerjasama bilateral dengan berbagai pihak antara kepolisian dan imigrasi
Indonesia denga Australia.
Krisis perbankan di Indonesia adalah tergolong yang paling parah dan
relatif termahal di dunia sepanjang abad lalu. Beban biaya yang ditanggung
oleh perekonomian mencapai 47 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebagaimana terlihat pada Tabel 1, biaya restrukturisasi perbankan akibat
gelombang krisis yang berawal pada bulan Juni 1997 yang diderita Korea
hanya 17 persen dari PDB-nya, sedangkan untuk Thailand sebesar 29 persen.
Kemelut perbankan yang terjadi di negara-negara Amerika Latin dalam dua
dekade terakhir juga tidak separah Indonesia.

10
Kita mulai dengan kondisi domestik. Paling tidak ada dua penyebab
utama kehancuran perbankan Indonesia. Pertama, terlalu longgarnya aturan
perbankan, terutama sejak digulirkannya Paket Oktober 1988 (Pakto 88).
Betapa tidak, aturan ini memungkinkan langkah mendirikan bank begitu
mudahnya, sehingga dalam waktu yang relatif sangat singkat jumlah bank
menjamur. Tak pelak lagi, Indonesia menjadi negara yang jumlah banknya
terbanyak di antara negara-negara yang menganut sistem branch banking.
Kedua, bank dan sektor real kian terintegrasi di dalam jalinan
kepemilikan seseorang atau sekelompok orang yang sama. Keadaan ini
sebetulnya tidak akan membawa dampak yang terlalu negatif seandainya
aturan main ditegakkan. Keadaannya semakin parah mengingat praktik-praktik
bisnis dinaungi oleh suatu sistem politik tertutup yang otoriter dan korup.
Maka, tatkala terjadi guncangan pada sendi-sendi politik otomatis bangunan
usaha, termasuk perbankan, juga turut oleng.

2.4.2 Kerangka Dasar yang Harus Diciptakan


Ketika perekonomian Indonesia semakin terbuka terhadap dunia,
kompetisi di sektor perbankan bukanlah hal yang dapat dihindari. Bapak
strategi korporasi modern, Michael Porter, dalam ilmu kompetisi menyebutkan
persaingan dapat dimenangkan bila perusahaan menguasai kekuatan-kekuatan
untuk menang. Perbankan Indonesia harus mempersiapkan diri dengan
seksama untuk memenangkan gencarnya kompetisi global. Terlebih Indonesia
kelak menghadapi ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015
untuk sektor riil dan pasar modal, sedangkan perbankan sendiri baru dimulai
pada 2020. Perbankan Indonesia harus menghimpun kekuatan yang merupakan
kunci kesuksesan persaingan di lingkup bisnis global. Segala macam aturan
bisnis dan kapabilitas institusi perbankan harus dipersiapkan dengan baik.

11
2.5 SYARAT BAGI DUNIA USAHA AGAR UNGGUL DI ERA GLOBALISASI
2.5.1 Karakteristik Sederhana Perushaan Tangguh
Suatu Perusahaan dapat dikategorikan berkelas dunia kalua mampu
menjadi salah satupelaku utama di suaru industry. Kekuatan yang didapatkan
bisa karena pangsa pasar perusahaan atau memiliki perusahaan adalah market
leader yang memiliki pengaruh dalam menentukan harga di pasar. Besar
kecilnya skala perusahaan atau kategori lainnya tidak cukup relevan dalam
menentukan besarnya kontribusi bagi penyehatan perekonomian. Proses
dinamika pasar adalah kunci dalam suatu Lingkungan politik yang
berdemokrasi, sehingga memberikan akses kesempatan yang sama bagi semua
pelaku dalam mengaktualisasikan segala potensi terbaik yang dimiliki secara
optimal. Usha UKM lebih Tangguh dalam meghadapi krisis daripada
perusahaan besar.perusahaan yang mambu bersaing di pasar internasional
secara berkelanjutan memiliki kemampuan beradaptasi dengan Lingkungan
yang selalu berubah. Perusahaan dapat menentukan pangsa pasar dengan
memiliki landasan kokoh karena memiliki kompetensi dan harga yang
berkualitas.
Baru baru ini Pandemi COVID-19 juga berdampak pada Pemasaran
UMKM. Perilaku konsumen yang berubah dikarenakan berubahnya gaya hidup
sehari-hari di masa pandemi seperti tidak berjabat tangan, memakai masker,
mencuci tangan, larangan bepergian, larangan berkumpul, dan
bekerja/bersekolah dari rumah. Perilaku “Jaga-Jarak” di masa pandemi bahkan
(diprediksi) berlanjut setelah pandemi menggambarkan bahwa konsumen akan
lebih banyak menghabiskan waktu secara online. Perubahan tersebut
menjadikan UMKM harus beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi, salah
satunya dengan menjadi UMKM godigital.

2.5.2 UMKM Lebih Mampu Bertahan


Salah satu prinsip yang mendasari agenda pemberdayaan ekonomi rakyat
adalah nestapa yang dialami oleh UKM di masa lalu. Sepanjang pemerintahan
Orde Baru, usaha-usaha besar sangat diberikan keleluasaan dalam berbagai hal,

12
termasuk dalam penyaluran kredit. Menurut para pendukung argumen ini,
kinilah giliran UKM dan koperasi, karena jelas-jelas usaha besarlah yang telah
membangkrutkan perekonomian Indonesia. Sedangkan UKM dan koperasi
yang justru selama ini dikesampingkan oleh kebijakan-kebijakan Orde Baru
bisa bertahan.
UKM dan koperasi tidak seterpuruk usaha besar karena yang pertama,
sebagian besar usaha kecil menghasilkan barang-barang konsumsi (consumer
goods), khususnya yang tidak tahan lama. Kelompok barang ini dicirikan oleh
permintaan terhadap perubahan pendapatan (income elasticity of demand) yang
relatif rendah. Artinya, seandainya terjadi peningkatan pendapatan masyarakat,
permintaan atas kelompok barang ini tidak akan meingkan banyak. Sebaliknya,
jika pendapatan masyarakat merosot maka permintaan tidak akan banyak
berkurang. Dengan demikian, secara rata-rata tingkat kemunduran usaha kecil
tidak separah yang dialami oleh kebanyakan usaha besar, terutama usaha yang
selama ini bisa bertahan karena topangan proteksi, fasilitas istimewa dan
praktik-praktik KKN lainnya.
Kedua, mayoritas usaha kecil lebih mengandalkan pada non-banking
financing dalam aspek pendanaan usaha. Hal ini terjadi karena akses usaha
kecil pada fasilitas perbankan sangat terbatas. Maka, bisa dipahami kalau di
tengah keterpurukan sektor perbankan justru usaha kecil tidak banyak
terpengaruh. Oleh karena itu, jangan sampai kebijakan pemerintah terlalu
mengedepankan aspek pendanaan usaha kecil dengan dengan beragam paket
kredit murah yang disubsidi, mengingat bisa saja langkah demikian justru
merupakan usaha menggali liang kubur bagi pengusaha kecil. Jangan sampai
pula, pemberian kredit murah lebih merupakan komoditi politik bagi
keuntungan segelintir orang atau kelompok-kelompok tertentu saja.
Ketiga, pada umumnya usaha kecil melakukan spesialisasi produk yang
ketat, dalam artian hanya memproduksi barang atau jasa tertentu saja
(kebalikan dari konglomerasi). Modal yang terbatas menjadi salah satu faktor
yang melatarbelakangi. Di lain pihak, mengingat struktur pasar yang dihadapi
mengarah pada persaingan sempurna (banyak produsen dan banyak

13
konsumen), tingkat persaingan sangatlah ketat. Akibatnya, yang bangkrut atau
keluar dari arena usaha relatif banyak, namun pemain baru yang masuk pun
cukup banyak pula, sehingga secara neto jumlah pelaku tidak akan mengalami
pengurangan yang berarti. Spesialisasi dan struktur pasar persaingan sempurna
inilah yang membuat usaha kecil cenderung lebih fleksibel dalam memilih dan
berganti jenis usaha, apalagi mengingat bahwa usaha kecil tidak membutuhkan
kecanggihan teknologi dan kualitas sumber daya manusia yang tinggi.
Keempat, terbentuk usaha-usah kecil, terutama di sektor informal, sebagai
akibat dari banyaknya pemutusan hubungan kerja di sektor formal. Banyaknya
unit usaha baru di sektor informal ini pada akhirnya membuat tidak terjadinya
penurunan jumlah UKM dan koperasi, bahkan sangat mungkin mengalami
peningkatan.

2.5.3 Peran UKM dalam Eksper Nonmigas


Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto mengatakan bahwa pengusaha
UMKM Indonesia berpotensi untuk meningkatkan kinerja ekspor Indonesia,
khususnya di sektor non-migas. Menurut data BPS tahun 2018, kontribusi
UMKM terhadap PDB sebesar 61 persen. Adapun nilai ekspor non migas
UMKM mencapai Rp293,84 triliun atau sebesar 14,37 persen dari total ekspor
non migas nasional.
Melihat potensi ini, Kemendag mempersiapkan UMKM menuju pasar
global melalui teknologi digital. Penerapan ini bukan hanya untuk mendorong
UMKM agar ekonomi Indonesia dapat bertahan di masa pandemi covid-19
saja. Melainkan ada banyak pengusaha Indonesia, terutama pengusaha-
pengusaha muda yang mengembangkan produk yang kreatif berkualitas dan
dapat bersaing di pasar global. "Kenapa harus digital? ke depan perekonomian
Indonesia adalah teknologi dan pandemi covid-19 ini mengakibatkan
percepatannya penggunaan teknologi," ujar Mendag Agus dalam acara High
Impact Seminar dan Kick Off Program BI Gerakan Nasional Bangga Buatan
Indonesia Namun demikian, UMKM harus menghadapi berbagai tantangan di
tengah pandemi covid-19. Pertama yaitu perubahan pola perdagangan global,

14
kerjasama perdagangan internasional tidak berjalan efektif diakibatkan
penetapan kebijakan lockdown di beberapa negara untuk mencegah
penyebaran covid-19.
"Kemudian ancaman resesi ekonomi global, perubahan pola konsumsi
masyarakat selama pada pandemi covid-19, di mana terjadi peningkatan
penggunaan belanja online, serta daya beli masyarakat melemah karena
banyaknya pemutusan hubungan kerja, serta terhentinya aktivitas UMKM dan
sektor informal akibat covid-19," ujarnya. Menurutnya, UMKM sebagai salah
satu sektor yang dapat dioptimalkan untuk meningkatkan kinerja ekspor.
Pentingnya peran UMKM terhadap perekonomian nasional dapat dilihat
sebagai sektor dengan 64 juta usaha yang menyerap 120 juta tenaga kerja.
"Sehingga pertumbuhan yang terjadi pada sektor ini dapat langsung dirasakan
oleh masyarakat," pungkasnya.

2.5.4 Sebuah Pengendalian


Usaha kecil tentunya tidak sama dan sebangun dengan perusahaan besar,
setiap jenis usaha dan pelaku ekonomi mempunyai karakteristik yang berbeda-
beda. Persaingan harus ditegakkan, namun perlindungan untuk yang lemah
juga harus diberlakukan. Ada baiknya untuk mencermati fenomena-fenomena
yang bisakita jumpai sebagai suatu pola normal yang didasarkan pada observasi
di banyak negara.
Pertama, tenaga kerja bisa dikelompokkan berdasarkan status.
1) Berusaha sendiri tanpa bantuan orang lain.
2) Berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga.
3) Berusaha dengan buruh tetap.
4) Buruh/karyawan.
5) Pekerja keluarga.

1, 2, dan 5 sebagai tenaga kerja di sektor informal. Sedangkan 3 dan 4


sebagai tenaga kerja disektor formal. Kedua, globalisasi menuntut penguatan
daya saing, baik dari segi harga maupun kualitas. Biaya produksi rata-rata
harus senantiasa ditekan, peningkatan kualitas membutuhkan invensi dan

15
inovasi. Untuk mewujudkannya dibutuhkan pengeluaran yang cukup besar
untuk kegiatan riset dan pengenmbangan (R&D). Ketiga, semakin maju suatu
negara, semkain besar pula proporsi penduduk yang berpendidikan lebih tinggi.
Mereka cenderung memilih sektor modern sebagai pekerja profesional. Agar
permasalahan usaha kecil dan menengah bisa ditempatkan didalam kerangka
utuh bagi

2.5.5 Pengakuan Peran UKM


terwujudnya suat pembaruan ekonomi yang mendasar, maka diperlukan
suatu landasan pijak yangkokoh dan kerangka pemikiran komprehensif. UKM
adalah sekelompok aktor yang bersama-sama dengan usaha besar
menggerakkan roda produksi. Potensi yang ada pada masyarakat harus mampu
dikuakkan bukan di perdayakan. Pembangunan bukan untuk menjadikan kota
sebagai pusat pertumbuhan dengan sosok modernisasi yang menyilaukan,
bukan untuk menghasilkan kutub-kutub pertumbuhan yang bersifat enclave.
Pembangunan merupakan ekspansi dari kebebasan. Jadi, pemberdayaan
ekonomi rakyat harus terwujud dalam dua sisi. Pertama, perluasan basis aktor-
aktor ekonomi dalam proses produksi; kedua, penegakan kedaulatan
konsumen.

2.5.6 Antara Mitos dan Rasa Keadilan


Jika tidak ada keputusan Komite Kebijakan Sektor Keuangan(KKSK)yang
memperpanjang Penyelesaian Kewajiban Pemegang Saham(PKPS)bank-
bank”bermasalah”dari empat menjadi 10 tahun dan sejumlah keringanan
lainnya yang sangat memanjakan”mengadebitor”yang nyata-nyata selama ini
tidak menunjukan itikad baik,barangkali gema tuntutan untuk
merestrukturisasikan utang Usaha Kecil Menengah(UKM).Ada masalah serius
di dalam pemerintah sendiri,dalam perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan.Kembali,kejadian terakhir ini kian menunjukan bahwa sampai saat
ini pemerintah lebih bersifat reaktif sebagai akibat tidak jelsanya road map
menuju pemulihan ekonomi.Kebijakan tentang UKM sepatutnya dilandasi

16
pemahaman mendalam tentang anatomi UKM itu sendiri.Dengan menelusuri
jenis lapangan usahanya,kita akan mendapatkan gambaran bahwa sebagian
besar UKM iu berada di sector pertanian atau yang terkait erat dengan sector
pertanian dan di sector perdagangan eceran kecil.Selebihnya,pemberdayaan
UKM sekali lagi untuk menyadarkan heterogenitas UKM itu sendiri dan
diserahkan pada inisiatif-inisiatif local dan sector swasta.Pemerintah pusat atau
pemerintah daerah bisa membantu sebatas untuk memperkuat capacity
building dari inisiatif-inisiatif local tersebut.

2.6 HUBUNGSN BURUH-PENGUSAHA


2.6.1 Buah Reformasi yang Harus Dimanfaatkan
Salah satu buah reformasi bagi buruh atau pekerja adalah diratifikasinya
beberapa konversi ILO (International Labor Organization) yang menjamin
hak-hak buruh. Diantara yang terpenting adalah konvensi ILO nomor 87
tentang kebebasan berserikat dan perlindungan hak untuk untuk berorganisasi
(Convention Number 87 Concerning Freedom of Association and Protection of
the Right to Organization) yang disahkan melalui Koppers Nomor 83 pada
tahun 1998, Tanggal 5 Juli 1998. Di dalam konvensi ini diterapkan bahwa
organisasi pekerja dan pengusaha mempunyai hak untuk Menyusun anggaran
dasar atau anggaran rumah tangga dan peraturan-peraturan lain untuk memilih
wakil-wakil mereka dengan penuh kebebasan, menentukan administrasi dan
kegiatan-kegiatannya, dan memformulasikan rencana-rencana kegiatan.
Selain itu, pemerintah wajib menghentikan setiap campur tangan yang
membatasi hak pekerja atau yang menhalangi pekerjannya. Organisasi-
organisasi pekerja dan pengusaha tidak dapat dibubarkan atau ditunda oleh
pemerintah. Dalam melaksanakan hak-hak sebagaimana termuat didalam
konvensi pekerja-pengusaha dan organisasi mereka masing-masing, sama
seperti orang lain, atau organisasi-organisasi lain harus menghormati hukum
negeri setempat. Hukum negara setempat tidak menghalangi atau dibuat untuk
menghalangi jaminan-jaminan yang telah dimuat dalam konvensi tersebut.
Kebebasan berserikat dan berkumpul ini paling tidak menjadi salah satu

17
cara meningkatkan posisi tawar menawar buruh terhadap pengusaha maupun
pemerintah yang dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan maupun
pemenuhan hak-hak pekerja lainnya, seperti keslamatan kerja. Namun,
peningkatan posisi tawar dan upaya pemenuhan tuntutan sebisa mungkin
meminimalisir biaya sosial yang harus ditanggung. Biaya sosial tersebut adalah
biaya jam kerja yag hilang akibat pemogokan, kerusakan sarana dan prasarana,
dan terganggunya hubungan pekerja dengan pengusaha. Biaya sosial lain, yang
besar dampak atau pengaruhnya terhadap perekonomian, adalah persepsi
negatif terhadap iklim berusaha dan berinvestasi di indonesia. Walaupun
masalah sebenarnya konflik pekerja-pengusaha hanya salah satu persoalan,
dibandingkan persoalan ekonomi lain yang tidak sedikit dan persoalan konflik
politik yang mengganggu upaya pemulihan kebangkitan ekonomi. Upaya
meminimalisir biaya sosial tersebut tersebut tentunya tidak hanya tergantung
pada sikap buruh atau pekerja, tetapi juga pengusaha dan pemerintah. Ketiga
pihak dapat duduk di satu meja untuk komunikasi, saling menghargai dan
memahami serta berorganisasi.

2.6.2 Ledakan Pengangguran dan Penanggulangannya


Krisis ekonomi membawa konsekuensi bertambah banyaknya
pengangguran dan pendapatan real masyarakat berkurang karena inlasi yang
membubung. Pada tahun 2000, tingkat pengangguran terbuka (perbandingan
jumlah pengangguran terbuka terhadap jumlah angkatan kerja) masih
mengalami kenaikan. Penurunan tingkat pengangguran terbuka telah mulai
terjadi sejak tahun 2000 sejak pertumbuhan ekonomi yang mencapai 4.8
persen. Namun, jumlah pengangguran tahun 2000 masih jauh lebih tinggi
ketimbang sebelum krisis ekomi pada tahun 1997. Hal ini sekaligus
menunjukan perekonomian yang belum pulih. Indikator penting lainnya adalah
TPAK/Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (perbandingan jumlah Angkatan
kerja terhadap total usia penduduk angkatan tenaga kerja) yang cenderung
meningkat. Hal ini berarti jumlah orang yang ingin bekerja semakin meningkat
dan ini menuntut tersediannya lapangan pekerja baru.

18
Tabel
Indikator Ketenagakerjaan (dalam jutaan)
1997 1998 1999 2000 1999-
2000
Penduduk Usia na 138,5 141,1 141,3 0,15
Kerja
Jumlah Angkatan 91,3 92,8 94,8 95,7 0,95
Kerja
Bekerja na 87,7 88,9 89,8 01,04
Pengangguran 4,3 5,1 6 5,9 -1,64
Terbuka
Tingkat 4,7 5,5 6,4 6,1 -2,60
Pengangguran
Terbuka
Tingkat Partisipasi
Angkatan Kerja na 66,9 67,2 67,7 0,73
(TPAK) (%)
Sumber : Laporan Tahunan BI, 1998/1999,2000
Tabel
Perbandingan UMR dengan KHM
Tahun UMR KHM Kenaikan Kenaiakan UMR/KHM
UMR KHM (%)
1994 80,000 97,036 33,7 3,2 82,4
1995 93,000 104,217 16,6 7,4 89,5
1996 122,229 132,160 31,0 26,8 92,5
1997 134,986 142,039 10,4 7,5 95,0
1998 155,229 205,112 15,0 44,4 76,7
Sumber : Laporan Tahunan Bank Indonesia 1998/1999

Tabel

19
Tema Tuntuttan Pekerja Selama Pemogokan
(April-September 1996)
Frekuensi Presentase
Kenaikan Upah 167 33,6%
Tunjangan/Intensif 90 18,1%
Jamsostek 65 13,1%
Kepastian Hubungan Kerja 63 12,7%
Perbaikan Kondisi Kerja 68 13,1%
Seikat Buruh 36 7,2%
Lain-Lain 8 1,6%
Total Tuntutan 497 100%
Sumber : Business News, 5 Januari 1998
Peningkatan harga-harga yang berdampak pada peningkatan angka KHM
(Kebutuhan Minimum Hidup) yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan UMR
(Upah Minimum Regional) mengakibatkan UMR yang semakin tidak memenuhi
KHM. Hal ini ditujukan oleh angka nisbah UMR/KHM yang semakin rendah pada
tahun 1998.
Masalah upah atau kesejahteraan pekerja memang menjadi tema utama dalam
setiap aksi pemogokan kerja. Sebagai gambaran, tuntutan berbagai aksi pemogokan
sebesar 33,6 persen menuntut kenaikan upah, 18,1 persen menuntut tunjangan
intensif, 13,1 persen masalah jamsostek, 12,7 persen masalah kepastian hubungan
kerja, 13,7 persen masalah perbaikan kondisi kerja, 7,25 persen masalah serikat
buruh.
Frekuensi pemogokan pekerja berdasarkan wilayah yang tertinggi adalah di
Jakarta (18,4 persen dari total aksi pemogokan), Jawa Timur (17,3 persen),
Tangerang (13,7 persen), Bekasi (11,7 persen), dan Bogor (6,7 persen). Tingginya
frekuensi aksi mogok di daerah tersebut terutama disebabkan daerah tersebut adalah
sentra-sentra industri, selain akses informasi yang relatif baik. Frekuensi aksi
mogok berdasarkan sector usaha yang tertinggi adalah sektor usaha tekstil, garmen,
sepatu, (23,6 persen dari total pemogokan), logam, kimia, elektronik, otomotif (7,4
persen) kayu dan bangunan (5,6 persen), makanan dan tembakau (4,7 persen), hotel,

20
departemen store, rumah sakit, dan hiburan (4,7 persen) dan transportasi (3,8
persen). Berdasarkan data tersebut sektor usaha yang rawan aksi-aksi pemogokan
adalah sektor usaha padat karya.
Bagi pekerja, tuntutan kenaikan dan pendapatan lain merupakan cerminan dan
upaya mempertahankan upah atau pendapatan real dan sebisa mungkin
meningkatkannya. Beberapa komponen yang dijadikan acuan adalah angka inflasi
atau peningkatan harga-harga barang secara umum. Namun, di sisi lai, jika dilihat
dari efek permintaan dan penawaran tenaga kerja yang terjadi saat ini mengikuti
hukum mekanisme pasar, maka upah seharusnya turun karena banyak tenaga kerja
yang menganggur. Bagi pengusaha, tuntutan kenaikan upah dan lain-lainnya adalah
biaya tambahan yang harus dikeluarkan di tengah instabilitas makro ekonomi,
membuat iklim usaha semakin sulit. Melihat kesuiltan masing-masing pihak,
seandainya komunikasi pekerja dengan pengusaha berjalan dua arah dan saling
terbuka, maka titik temu dan pengertian akan semakin mudah dihasilkan.
Tabel
Frekuensi Pemogokan Pekerja Berdasarkan Wilayah
(April-September 1996)
Wilayah Frekuensi Presentase
Jakarta 63 18,4 %
Bogor 23 6,7%
Tangerang 47 13,7%
Bekasi 40 11,7%
Jawa Barat (diluar BOTABEK) 45 13,2%
Jawa Timur 59 17,3%
Jawa Tengah 17 5,0%
Jawa Barat 13 3,8%
Lain-lain 34 10,2%
Total 342 100%
Sumber : Business News, 5 Januari 1998.

Namun, karena komunikasi yang buruk, turunnya real, ditambah permasalahan

21
perburuhan lain, dan kebebasan berserikat dan berkumpul membuat kelompok
buruh mendorong berbagai tuntutan yang sebelumnya terpendam, mengemuka
berupa tuntutan-tuntutan dalam aksi mogok. Kebebasan berserikat dan berkumpul
membuat buruh semakin terorganisir dan berdampak pada tiga hal yaitu, Pertama,
kesadaran mencermati peraturan-peraturan atau ketentuan mengenai
ketenagakerjaan. Kedua, pekerja semakin sadar akan hak-haknya, seperti tertulis
pada peraturan ketentuan pemerinta. Ketiga, pekerja sensitif terhadap persoalan
yang dihadapi dan cepat beraksi.
Ketiga hal tersebut selanjutnya, Pertama, mendorong peristiwa pemogokan
yang semakin tinggi. Kedua, rata-rata jumlah tenaga kerja yang terlibatdalam suatu
pemogokan semakin banyak. Ketiga, aksi mogok kerja cenderung semakin massif
dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Keempat, jam kerja yang hilang
relative bertambah.
Tabel
Frekuensi Pemogokan Berdasarkan Sektor Usaha
(Bulan April-September 1996)
Frekuensi Presentase
Teksti, Garmen, Sepatu 80 23,6%
Kayu & Bangunan 19 5,6%
Logam, Kimia, Elektronik, Otomotif 25 7,4%
Makanan & Tembakau 16 4,7%
Plastik & Kaca 8 2,4%
Kertas 8 2,4%
Kosmetik 2 0,6%
Hotel, Dept. Store, Rumah Sakit, Hiburan 12 4,7%
Perbankan 2 0,6%
Perkebunan & Tambang 8 2,4%
Transportasi 13 3,8%
Lain-Lian 142 41,9%
Total 339 100%
Sumber : Business News, 5 Januari 1998.

22
Dampak langsung pemogokan kerja yang dialami oleh pekerja adalah
hilangnya jam kerja dan hilangnya pendapatan. Sedangkan dampak langsung bagi
perusahaan adalah terganggunya proses produksi dan perencanaan perusahaan,
serta kemungkinan kerugian lainnya akibat rusaknya sarana dan prasarana. Dampak
tidak langsung adalah berkurangnya iklim yang kondusif untuk berusaha dan
berivestasi. Walaupun, dengan catatan, masih banyak masalah lain yang
mengganggu iklim berusaha dan berinvestasi ini.
Oleh karena itu, upaya meminimalisir biaya sosial akibat konflik pekerja-
pengusaha masih menjadi sangat penting, baik untuk meningkatkan kesejahteraan
pekerja maupun kemajuan perusahaam, dan iklim yang kondusif untuk berusaha
dan berinvestasi. Pencarian win-win solution bagi kedua belah pihak adalah dengan
cara perundingan dan negosiasi memberikan kontribusi dan harapan di tengah
pencarian pemecah keluar dari krisis ekonomi yang semakin rumit dan terbatasnya
alternatif kebijakan.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Globalisasi membawa dua konsekuensi, pertama globalisasi adalah take away,


menarik bangsa dipersatukan dalam pengaruh internasional, lewat teknologi
telematika. Indonesia harus mempersiapkan diri dengan mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dan
kemampuan membangun keungggulan yang kompetitif. Dengan demikian
diperlukan adanya perhatian khusus dari pemerintah untuk dapat menyelaraskan
keadaan perekonomian Indonesia dalam menghadapi tantangan-tantangan global,
perbankan serta dunia usaha. Ketika perekonomian Indonesia semakin terbuka
terhadap dunia, kompetisi di sektor perbankan bukanlah hal yang dapat dihindari.
.

24
DAFTAR PUSTAKA

Tambunan, Tulus. 2009. Perekonomian Indonesia. Ghalia Indonesia:Jakart


Basri, Faisal 2009 Lanskap Ekonomi Indonesia. Prenada : Jakarta
https://feb.ugm.ac.id/id/berita/565-globalisasi-tantang-perbankan-indonesia

25
LAMPIRAN

PERTANYAAN :

1. Amaruddin Ma'ruf Al Ishfahani 2019210477


Apa yang dapat kita lakukan untuk dapat bersaing di era globalisasi
dalam bidang ekonomi?
2. Pamela Salshabilah Putri Priyanti 2019210577
Sebagai penduduk dunia Indonesia tidak bisa menghindar dari pengaruh
globalisasi ekonomi, fenomena globalisasi ternyata juga mampu membuat
perubahan pada perilaku para pelaku ekonomi terhadap proses produksi.
Mengapa globalisasi sangat mempengaruhi perkembangan
ekonomi suatu negara?
3. Tiara Diah Kartikasari 2019210586
Globalisasi mengakibatkan meningkatnya saling ketergantungan antara negara
industri, kebutuhan dari negara-negara berkembang, disintegrasi, pembatas
aliran uang, informasi, teknologi antar batas negara dan memungkinkan
terjadinya integrasi pasar internasional .Strategi apa yang harus diterapkan oleh
perusahaan - perusahaan di Indonesia untuk mengembangkan keunggulan
bersaing yang berkesinambungan di era globalisasi ?
4. Rizkyta Amalia 2019210593
Bagaimana jika dana yang diberikan Pemerintah untuk pembangunan
infrastruktur di daerah diselewengkan atau tidak dipergunakan sesuai tujuan
oleh perangkat daerah tersebut?
5. Ikbar Rifqi Ibrahim 2019210713
Negara-negara berkembang dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan dunia
internasional untuk meliberalisasikan perekonomiannya adalah biaya sosial
dan politik yang terjadi akibat terbukanya pasar barang dan pasar finansial.
Bagaimana kesiapan ekonomi Indonesia dalam menghadapi globalisasi dan
tuntutan dunia internasional tersebut ?

26
6. Qonita Indraswari P 2019210742
Apakah UKM penting bagi pertumbuhan ekonomi di suatu negara? Dan
bagaimana cara mengakui peran UKM tersebut?
7. Aisyah Widya Citra 2019210716
Apa yang harus dilakukan seseorang agar berhasil dalam bidang ekonomi di
era globalisasi saat ini?
8. Muhyiddin Asshaffany 2019210843
Menurut kelompok Anda bagaimana globalisasi perekonomian di Indonesia?
9. Terynina Salsa Adelia 2020210155
Di era golabalisasi ini perekonomian dunia hamper semua berganti menjadi
online dengankultur yang berbeda, bagaimana cara pemerinta Indonesia
mengikuti perkembangan jaman dalam perubahan ekonomi yang serba online
ini?
10. Badar Wulang Ibnu 202201025034
Bagaimana cara pemerintah mengatasi tuntutan-tuntutan dan konflik antara
pekerja-pengusaha dengan memperjuangkan hak dan kesejahteraan pekerja
dengan seadil-adilnya ?

27

Anda mungkin juga menyukai