PENDIDIKAN: PELATIHAN:
▪ SDN 016 Balikpapan : 1986 ▪ GIS & Pemetaan Tingkat Analis : 2001, 2013
▪ SMPN 3 Balikpapan : 1989 ▪ Konservasi SDA & Pengendalian Kerusakan Lingkungan : 2011
▪ SMAN 2 Balikpapan : 1992 ▪ Penilai AMDAL : 2012
▪ UNMUL Samarinda : 1997 ▪ Penyusunan Prog. Kedaruratan Pengelolaan B3 & Limbah B3 : 2020
PENGALAMAN KERJA:
▪ Staf Dephut RI dpk pada Dinas Perhutanan & Konservasi Tanah Kab. Pasir : 2000
▪ Staf Dinas Kehutanan Kab. Pasir : 2001
▪ Staf Dinas Kehutanan, Pertambangan & Energi Kab. Paser : 2009
▪ Staf Badan Lingkungan Hidup Kab. Paser : 2011
▪ Staf Dinas Lingkungan Hidup Kab. Paser : 2016
▪ Plt. Kepala UPTD Laboratorium LH : 2022
▪ Kepala UPTD Laboratorium LH : 2023
Pendahuluan
Perkebunan kelapa sawit Indonesia menyerap tenaga kerja yang cukup besar dan menyumbang devisa
bagi negara sehingga diperlukan sistem pengelolaan perkebunan kelapa sawit yang efektif, efisien,
adil dan berkelanjutan demi mendukung pembangunan ekonominasional.
Sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) terus diperkuat untuk perkebunan
kelapa sawit di Indonesia. Diawali pada tahun 2011 dengan Peraturan Menteri Pertanian,
selanjutnya diganti dengan peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2015. Selanjutnya dua
Peraturan Menteri tersebut dicabut dengan Peraturan Menteri Nomor 38 Tahun 2020
tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia.
Dengan sertifikasi ISPO beberapa manfaat yang diharapkan dapat dirasakan secara langsung oleh
petani diantaranya adalah meningkatnya harga jual TBS kelapa sawit sebagai akumulasi dari beberapa
hal yaitu meningkatnya kualitas TBS petani, berkurangnya rantai pemasaran TBS, dan meningkatnya
kualitas jalan produksi yang berdampak pada penurunan biaya transportasi.
Sertifikasi ISPO kepada Pekebun, dilakukan dengan menerapkan 5 prinsip, yaitu: 1). Kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan; 2). Penerapan praktik perkebunan yang baik; 3).
Pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati; 4. Penerapan
transparansi; dan 5. Peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Pasal 3
(1) Untuk menjamin Perkebunan Kelapa Sawit Indonesia yang berkelanjutan dilakukan
Sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan dan Pekebun
(2) Sertifikasi ISPO kepada Perusahaan Perkebunan) dilakukan dengan menerapkan prinsip
yang meliputi:
a. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;
b. penerapan praktik perkebunan yang baik;
c. pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati;
d. tanggung jawab ketenagakerjaan;
e. tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat;
f. penerapan transparansi; dan
g. peningkatan usaha secara berkelanjutan.
Pasal 3
(3) Sertifikasi ISPO kepada Pekebun dilakukan dengan menerapkan prinsip yang meliputi:
a. kepatuhan terhadap peraturan perundangun-dangan;
b. penerapan praktik perkebunan yang baik;
c. pengelolaan lingkungan hidup, sumber daya alam, dan keanekaragaman hayati;
d. penerapan transparansi; dan
e. peningkatan usaha secara berkelanjutan.
(4) Prinsip-prinsip di atas dijabarkan dalam kriteria.
Pasal 4
(3) Kriteria untuk pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman
hayati (Pasal 3 ayat (2) huruf c) meliputi:
a. pelaksanaan terkait izin lingkungan;
b. pengelolaan limbah;
c. gangguan dari sumber yang tidak bergerak;
d. pemanfaatan limbah;
e. pengelolaan bahan berbahaya dan beracun (B3) serta limbah B3;
f. pengendalian kebakaran dan bencana;
g. kawasan lindung dan areal bernilai konservasi tinggi;
h. mitigasi emisi gas rumah kaca (GRK); dan
i. perlindungan terhadap hutan alam dan gambut.
Pasal 5
(3) Kriteria untuk pengelolaan lingkungan hidup, sumberdaya alam, dan keanekaragaman
hayati (Pasal 3 ayat (3) huruf c) meliputi:
a. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;dan
b. pelestarian keanekaragaman hayati (biodiversity).
KRITERIA PENGELOLAAN B3 SERTA LIMBAH B3
Indikator:
1. Memiliki SOP/Instruksi Kerja dan Implementasi Pengelolaan B3 serta Limbah B3;
2. Memiliki dokumen hasil pemantauan implementasi prosedur pengelolaan B3 serta
Limbah B3;
3. Memiliki izin dan tempat penyimpanan sementara Limbah B3 yang dikeluarkan Pejabat
yang berwenang (TPS LB3, sesuai tata cara penyimpanan Limbah B3) ;
4. Memiliki dokumen perjanjian Kerjasama dengan pihak ketiga yang berizin (SPKS
Penghasil dengan Pengumpul, Pengumpul/Transporter dengan Pengolah yang berizin,
izin masih berlaku);
KRITERIA PENGELOLAAN B3 SERTA LIMBAH B3
Indikator:
5. Memiliki dokumen penyimpanan dan penanganan Limbah B3 sesusi peraturan yang
berlaku (Logbook, Neraca Limbah B3, Pelaporan Periodik);
6. Limbah B3 hanya boleh dijual/di pindahtangankan kepada pihak yang berizin (Manifest
pengangkutan Limbah B3 dari TPS LB3 dan Laporan per triwulan, Limbah B3 yang
diterima sesuai manifest);
Pengelolaan Limbah B3
LANDASAN HUKUM
UU 32/2009 : Perlindungan & Pengelolaan Lingkungan sebagaimana telah diubah dengan UU 11/2020 : Cipta
Hidup; Kerja.
UU 32/2009, PP 22/2021,
PM LHK 6/2021 Pengelolaan limbah B3 meliputi kegiatan:
Limbah B3 yg berdampak akut & langsung thd Limbah B3 yg mengandung B3, memiliki efek
manusia & dapat dipastikan akan berdampak tunda, & berdampak tidak langsung thd
negatif terhadap LH manusia & LH serta memiliki toksisitas
subkronis/kronis
Berdasarkan Sumber a. Limbah B3 dari sumber tidak spesifik (PP 22/2021, Lampiran IX, Tabel 1);
Limbah B3 yg pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari
penunjang kegiatan
b. Limbah B3 dari B3 kedaluwarsa, B3 yg tumpah, B3 yg tidak memenuhi
(B3)
1. Limbah B3 dari sumber spesifik umum (PP 22/2021, Lampiran IX, Tabel
3);
2. Limbah B3 dari sumber spesifik khusus (PP 22/2021, Lampiran IX, Tabel
4).
Limbah B3 yg memiliki efek tunda (delayed effect), berdampak tidak langsung
terhadap manusia & LH, memiliki karakteristik beracun tidak akut, & dihasilkan
dalam jumlah yg besar per satuan waktu
PENGURANGAN LIMBAH B3
PP 22/2021 Pasal 283 Setiap Orang yg menghasilkan Limbah B3 wajib melakukan Pengurangan Limbah B3,
PM LHK 6/2021 Pasal 49 dilakukan melalui:
a. substitusi bahan → melalui pemilahan bahan baku dan/atau pemilihan bahan baku
dan/atau bahan penolong yg semula mengandung B3 digantikan dgn bahan baku
dan/atau bahan penolong yg tidak mengandung B3;
b. modifikasi proses → melalui pemilahan & pemilihan & penerapan proses produksi yg
lebih efisien; dan/atau
c. penggunaan teknologi ramah lingkungan.
❹ Standar dan/atau rincian teknis Penyimpanan Limbah B3 meliputi: 2). Instansi Pemerintah
1. Nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah B3 yang akan disimpan; yang menghasilkan
2. Dokumen tentang tempat Penyimpanan Limbah B3; Limbah B3.
3. Dokumen tentang pengemasan Limbah B3;
4. Persyaratan Lingkungan Hidup; dan
5. Kewajiban pemenuhan standar dan/atau rincian teknis Penyimpanan Limbah B3.
DATA TP LB3 PERUSAHAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN PASER S.D. TAHUN 2023
a. bangunan;
b. tangki dan/atau kontainer;
c. silo;
d. tempat tumpukan Limbah B3 (waste pile);
e. kolam penampungan Limbah B3 (waste impoundment). dan/atau
f. bentuk lain sesuai IPTEK
a. bongkar muat;
b. peralatan penanganan tumpahan; dan
c. fasilitas pertolongan pertama
PENYIMPANAN LIMBAH B3
Limbah B3 Yang Dapat Disimpan
Kategori 2
No. Fasilitas Sumber
Kategori 1 Spesifik Spesifik
Tidak
Umum Khusus
Spesifik
1 Bangunan
3 Silo
4 Penumpukan Limbah (Waste Pile)
5 Waste Impoundment
6 Bentuk lainnya sesuai dengan
perkembangan IPTEK
Dengan syarat:
a. desain dan konstruksi yang mampu melindungi Limbah B3 dari hujan dan sinar matahari;
b. memiliki penerangan dan ventilasi; dan
c. memiliki saluran drainase dan bak penampung.
PENYIMPANAN LIMBAH B3
Peralatan penanggulangan keadaan darurat untuk fasilitas Penyimpanan Limbah
PM LHK 6/2021, Pasal 67
B3 di lengkapi dengan:
PP 22/2021, Pasal 287 Peralatan penanggulangan keada an darurat paling sedikit meliputi:
3. Kemasan Limbah B3 wajib dilekati Label Limbah B3 dan Simbol Limbah B3;
4. Label Limbah B3 paling sedikit memuat keterangan mengenai nama Limbah B3, identitas Penghasil
Limbah B3, tanggal dihasilkannya Limbah B3 dan tanggal pengemasan Limbah B3;
5. Pemberian Simbol Limbah B3 disesuaikan dengan karakteristik Limbah B3.
Tangki/kontainer
Drum
Jumbo Bag Intermediated Bulk
Container
(IBC)
PENGEMASAN LIMBAH B3
KOSONG
SIMBOL LIMBAH B3
SIMBOL DAN LABEL LIMBAH B3 PADA KEMASAN LIMBAH B3
KOSONG
WAKTU PENYIMPANAN LIMBAH B3
PP 22/2021, Pasal 296
A 1 09 d
Kategori Kode
Bahaya 1 Pencemar
Tabel 1
Urutan Limbah B3
Lampiran IX
PP Nomor 22 Tahun 2021 - Penyelenggaraan PPLH
(1)Dalam hal kegiatan Penyimpanan Limbah B3 melampaui jangka waktu, Penghasil Limbah
B3 wajib:
a. melakukan Pemanfaatan Limbah B3, Pengolahan Limbah B3, dan/atau Penimbunan
Limbah B3; dan/atau
b. menyerahkan Limbah B3kepada pihak lain.
(2)Pihak lain meliputi:
a. Pengumpul Limbah B3;
b Pemanfaat Limbah B3;
c. Pengolah Limbah B3; dan/atau
d. Penimbun Limbah B3.
(3)Pihak lain wajib memiliki Perizinan Berusaha untuk kegiatan bidang usaha Pengelolaan
Limbah B3.
DAMPAK LIMBAH B3
NO UNSUR LOGAM SUMBER DAN CARA PENYEBARAN EFEK YANG DITIMBULKAN
2 Merkuri (Hg) Emisi gas panas bumi Limbah industri pembuatan Beracun dan merusak sistem
termometer, lampu, baterai, syaraf
pembasmi serangga, soda kostik,
dan ekstraksi emas dan perak
3 Tembaga (Cu) Pelarutan mineral Air limbah proses elektroplating, Beracun bagi biota dan ikan.
kalkopirit (CuFeS) dan pembuatan soda kostik, cat, Konsentrasi tinggi
atau malasit pestisida dan kegiatan menyebabkan iritasi
(Cu(OH)2CuCO3) pertambangan
4 Timbal (Pb) Pelarutan batuan galena Industri pembuatan cat dan soda Kerusakan otak dan ginjal
(PbS) kostik, kegiatan pertambangan dan
emisi kendaraan bermotor
CONTOH LIMBAH B3 DARI SUMBER TIDAK SPESIFIK
A102d Aki/baterai bekas
A108d Limbah terkontaminasi B3
A111d Refrigerant bekas dari peralatan elektronik
B103d Lead scrap
B104d Kemasan bekas B3
B105d Minyak pelumas bekas antara lain minyak pelumas bekas hidrolik, mesin, gear, lubrikasi, insulasi, heat
transmission, grit chambers, separator dan/atau campurannya
B107d Limbah elektronik termasuk cathode ray tube (CRT), lampu TL, printed circuit board (PCB), karet kawat
(wire rubber)
B109d Filter bekas dari fasilitas pengendalian pencemaran udara
B110d Kain majun bekas (used rags) dan yang sejenis
Cara kerja:
▪ Sedot tumpahan produk pestisida padat dengan menggunakan vacuum cleaner berfilter dengan
tingkat penyerapan partikulat efisiensi tinggi (high efficiency particulate absorption, HEPA).
▪ Jika tidak tersedia vacuum cleaner, gunakan pasir, serbuk gergaji, tanah, lempung, atau vermikulit
untuk menyerap tumpahan pestisida;
▪ Gunakan sekop, sapu dan/atau cikrak untuk membersihkan hasil serapan tumpahan;
▪ Kemas hasil serapan tumpahan ke dalam drum anti bocor plastic, kotak atau kantong yang kuat;
▪ Catat dalam log book dan simpan di dalam tempat penyimpanan Limbah B3.
MEMBUANG KEMASAN BEKAS PESTISIDA ?
▪ Periksa label pestisida untuk mendapatkan saran tentang cara membuang kemasan dan bungkus
pestisida;
▪ Jika label tidak mencantumkan saran, tanyakan pada penjual atau petugas setempat;
▪ Bersihkan kemasan pestisida, lalu simpan, untuk menghindari paparan secara tak disengaja;
▪ FAO menganggap kemasan pestisida yang dibilas tiga kali dan bungkus yang bersih tidak
terkontaminasi.
▪ Jika tidak ada skema daur ulang, periksa peraturan untuk mencari apakah Anda bisa menggunakan
sistem penanganan limbah (pembuangan sampah) di kota.
▪ Bukan praktik yang baik untuk mengubur atau membakar kemasan bekas pestisida meskipun
beberapa label yang dibuat di masa lalu menyarankannya.
▪ Cara yang lebih baik untuk membuang kemasan adalah dengan mendaur ulang atau manfaatkan
kembali kemasan bekas pestisida.
MENCUCI KEMASAN BEKAS PESTISIDA ?
Air pencuci digunakan untuk membersihkan:
▪ bagian dalam kemasan pestisida plastik/logam
▪ bagian dalam peralatan pencampur
▪ bagian dalam tangki alat semprot.
Gunakan air pencuci ini (yang bebas detergen atau kotoran) untuk melarutkan produk pestisida saat
pencampuran:
▪ label menyatakan bahwa pestisida yang Anda campur bisa dilarutkan dalam air
▪ air yang telah digunakan untuk mencuci bagian dalam kemasan pestisida yang sama, atau untuk
mencuci peralatan yang digunakan dengan pestisida yang sama.
Semprotkan air pencuci terakhir (yang bebas detergen atau kotoran) dari pembersihan bagian dalam
alat semprot Anda ke area tanaman yang belum disemprot.
World Health Organisation menyarankan air pencuci dikumpulkan dalam drum yang ditandai dan tutup
yang rapat
Gambar 15. Penampungan limbah pestisida berupa air pencucian alat penyemprot
Air pencuci alat semprot termasuk limbah B3 maka harus dibuang secara betanggung
jawab. Gambar diatas memperlihatkan tempat pencucian peralatan semprot dan air
pencuci langsung dialirkan ke bak penampung
SEMOGA BERMANFAAT TERIMA
KASIH
52