Abstrak
Secara kualitatif deskriptif, tulisan ini mengurai Tebu kaitannya dengan nilai Historis dan
Biologisnya. Melalui kajian pustaka dan wawancara mendalam terhadap beberapa responden.
Sedemikian sehingga diketahui bahwa Tebu berperan vital dalam berbagai upacara yang
diselenggarakan di masyarakat. Upacara Pengantin Tebu, Sedekah Bumi dan Bancakan
merupakan beberapa contoh upacara yang menggunakan Tebu sebagai suatu unsur sesajinya.
Dalam hal ini, Tebu menjadi sesuatu yang sakral dengan muatan makna kehidupan mendalam
semisal pemanis kehidupan, membawa keberkahan dan pelindung dari malapetaka. Tebu
merupakan tumbuhan yang dapat hidup dan berkembang pada kondisi tanah yang datar dan suhu
yang sedang. Demikian yang terjadi di daerah Cirebon dan Brebes, Tebu tumbuh dengan baik
dikedua daerah tersebut. Keadaan Topografi disana dianggap sesuai dengan kelangsungan hidup
dan produktivitas tumbuhan ini. Tidak heran pada zaman Kolonialisme dulu, Belanda
memanfaatkan keuntungan Topografi ini sebagai wilayahnya dalam menggarap Tebu.
Kata Kunci: Tebu, Historis, Biologis, Cirebon, dan Brebes.
1. PENDAHULUAN Latosol, Mediteran, Litasol, Potsolik, Regosol,
Cirebon dan Brebes merupakan daerah Gleihumus dan Grumosol (Wikipedia, 2017).
yang wilayahnya berdekatan secara langsung. Brebes juga dilihat secara Geografis terletak
Kedua daerah tersebut juga menjadi daerah pada koordinat 1080 41’37,7” - 1090 11’28,92”
yang membatasi antar dua Provinsi besar, yaitu Bujur Timur dan 6044’56’5”-7020’51,48”
Provinsi Jawa Barat (Cirebon) dan Jawa Tengah Lintang Selatan. Seperti halnya Cirebon, Brebes
(Brebes). Sungai Cisanggarung menjadi beriklim tropis dan memiliki kandungan jenis
penanda perbatasan wilayah Cirebon dan tanah yang sama dengan Cirebon. Topografi
Brebes. Cirebon dan Brebes mempunyai wilayah Cirebon dan Brebes juga mempunyai
hubungan yang erat dalam banyak hal karena kesamaan yaitu berupa dataran rendah yang
kedekatan wilayahnya, semisal dari segi luas, perbukitan dan pesisir utara (Sobirin, 2003
Topografi wilayah, kebudayaan dan bahasa. : 2).
Wilayah yang berdekatan memungkinkan bagi Tebu merupakan tumbuhan yang dapat
masyarakatnya melakukan proses sosial seperti hidup dalam kondisi suhu yang sedang berkisar
saling bertukar informasi, mengadakan antara 27-320 C, dan pada kondisi tanah yang
kepentingan, mencari pekerjaan dan bahkan datar juga tidak kering (lahan persawahan yang
dalam hal pernikahan. Dari segi itulah terdapat banyak mengandung air).
asimilasi dan akulturasi budaya karena Hal ini sesuai dengan keadaan Topografi
percampuran aktifitas masyarakat antar kedua Cirebon dan Brebes yang hampir luas
daerah tersebut. wilayahnya berada di dataran rendah dan
Secara Geografis wilayah Cirebon terletak kondisi lahan untuk perkebunan Tebu, bukan
pada 6030’-7000’ Lintang Selatan dan 108040’- lahan kering, melainkan lahan basah
108048’ Bujur Timur pada Pantai Utara Pulau (persawahan). Tebu akan mengalami hambatan
Jawa, di bagian timur Jawa Barat. Ketinggingan dalam pertumbuhannya jika berada di lahan
5 s.d 3.078 mdpl. Cirebon beriklim tropis dan yang kering, karena di lahan kering dapat
mempunyai kandungan tanah jenis Aluvial, terjadi krisis kekurangan hara, air, erosi, gulma
dan hama seperti di tanah kering jenis Urtisol, bentuk rasa syukur dan rasa harap agar Tebu-
Vertisol dan Inceptisol. Sedangkan pada tebu yang menjadi tiang hidup mereka dapat
Cirebon dan Brebes, jenis lahannya adalah terjaga, hasilnya melimpah dan penuh berkah
Aluvial, Latosol, Mediteran, Litasol, Potsolik, (Peneng, 2015 : 138-140). Selain dari pada hal
Regosol, Gleihumus dan Grumosol yang tersebut, Pemerintah Kolonial Belanda juga
merupakan lahan yang cocok untuk media mulai mengadakan pesta rakyat sebelum proses
pertumbuhan Tebu (Idham, 2014 : 5). penggilingan Tebu atau sesudah panen. Tulisan
Dikarenakan kondisi wilayah Cirebon dan ini bertujuan untuk menggali lebih dalam
Brebes memungkinkan untuk ditanami Tebu, mengenai kaitan Tebu dengan pengaruhnya
maka pada zaman Kolonialisme Belanda, Tebu terhadap kebudayaan Cirebon dan Brebes
menjadi tumbuhan yang cocok untuk ditanam dilihat dalam pespektif Historis dan Biologis.
sebagai bahan utama produksi gula. Tujuan 2. KAJIAN LITERATUR
pentingnya ialah untuk komoditi ekspor utama Kajian dalam tulisan ini merujuk pada
ke Eropa. Karena pada saat itu konsumsi gula di kerangka awal yaitu pada kajian secara Historis
Eropa mengalami kenaikan, maka berbagai dan Biologis. Kajian secara Historis
macam cara mereka lakukan untuk memenuhi menempatkan pembahasan dalam lingkup
pangsa pasar gula. Salah satunya adalah sejarah dan filosofis. Banyak para Sarjana dan
menerapkan sistem tanam paksa Mahasiswa yang sudah membahas ihwal
(Belanda:Cultuur stelsel) Tebu di Nusantara Historis dan Filosofis Tebu di Nusantara,
yang di gagas oleh Van Den Bosch, yang diantara yang sudah membahas ialah Peneng,
sebenarnya tidak hanya di daerah Cirebon dan Nyoman (2005), Taufiq, Ahmad (2011),
Brebes saja, namun di banyak wilayah lainnya Fauzi, RA (2016), Rizky, YA (2014), dan
pun banyak dilakukan. Tentunya kolonial Purwadi (2014).
Belanda juga terlebih dahulu melihat kondisi Yang pertama, Peneng, Nyoman (2005)
wilayah yang tepat untuk lahan garapan Tebu. yang menyatakan bahwa Tebu begitu menjadi
Oleh sebab itu banyak bermunculan Pabrik- tumbuhan yang sakral bagi masyarakat Bali,
pabrik Gula di Indonesia (Diniyyah, 2011 : 1- mengingat dalam banyak upacara di Bali
2). menggunakan Tebu sebagai suatu simbol dan
Bersamaan dengan meluasnya perkebunan gambaran dalam pemaknaan kehidupan
Tebu dan banyak muncul Pabrik Gula di manusia secara etis, sosial dan spiritual.
Cirebon dan Brebes, maka masyarakat menjadi Yang kedua, Taufiq, Ahmad (2011)
semakin menyatu (Secara Dhohir (nyata) dan menyatakan bahwa sejarah Pabrik Gula di
Bathin (rasa)) dengan Tebu yang mereka olah Gending, Probolinggo tidak terlepas dari
dan kelola. Walaupun tidak menutup pengaruh Kolonial Belanda, dan terikat juga
kemungkinan masyarakat juga menyatu dengan dengan aturan Van Den Bosch mengenai sistem
tumbuhan-tumbuhan yang lainnya seperti Padi kerja tanam paksa yang bertujuan untuk Ekspor
(Oryza sativa), Jagung (Zea mays) dan lain-lain. gula secara besar-besaran ke Eropa.
Namun karena dalam hal ini Tebu (Saccharum Berikutnya, Fauzi, RA (2016) yang
officinarum L) menjadi pokok bahasan utama menyatakan bahwa terdapat kesepakatan antara
maka hanya Tebu yang akan dipaparkan. pemilik Pabrik Gula Ngadirejo di Kabupaten
Menyatunya masyarakat dengan Tebu tidak Kediri dengan Mbah Wongso sesepuh Desa
terlepas dari lamanya sistem keja tanam paksa Ngadirejo untuk mengadakan ritual Giling
yang dibebankan pada masyarakat pribumi. Manten sebelum memasuki waktu giling Tebu
Seiring dengan lamanya sistem tanam sebagai persembahan untuk para Penunggu
paksa, masyarakat secara tidak langsung (Makhluk Ghaib) agar tidak mengganggu
menggantungkan hidupnya pada Tebu yang jalannya proses produksi Tebu menjadi Gula
mereka olah. Oleh karena manusia adalah Yang keempat, Rizky, YA (2014)
makhluk yang berbudaya, maka masyarakat menyatakan bahwa di Pabrik Gula Semboro
mulai melakukan upacara-upacara untuk Kabupaten Jember, Jawa Timur juga
memanjatkan doa kepada yang Kuasa sebagai mengadakan tradisi Pengantin Tebu sebagai
simbol wujud rasa syukur atas panen Tebu dan sebagaimana mestinya sebelum melakukan
Tebu kepada sang Maha Pencipta. pembudidayaan atau pemuliaan maka terlebih
Kemudian yang terakhir, Purwadi (2014) harus mengetahui sifat dan karakteristik dari
menyatakan bahwa banyak sekali Filosofi- Tebu itu sendiri.
filosofi pada masyarakat Jawa yang berasal dari 3. METODE PENELITIAN
pengejewantahan Gula sebagai salah satu unsur Metode dalam penelitian ini menggunakan
pemanis makanan. Studi Literatur dan Wawancara mendalam dan
Dari Jurnal-jurnal dan Skripsi diatas banyak terbuka. Studi Literatur digunakan dengan
berisikan mengenai sejarah awal mula mencari literasi, memahami konsep dan
masuknya Tebu, kemudian masa Kolonial mendalami materi sebagai penunjang dalam
terjadi tanam paksa Tebu sampai kepada penguatan ilmiah penelitian ini. Kemudian
munculnya Pabrik-pabrik Gula yang kemudian wawancara mendalam dan terbuka pada
banyak muncul tradisi dan upacara yang informan yang bertujuan untuk menggali
menggunakan Tebu didalamnya sebagai suatu informasi sebanyak-banyaknya tanpa harus
simbol Filosofis kehidupan. membebani informan dengan kuisioner yang
Kajian selanjutnya ialah secara Biologis. terkesan formal, sedangkan realita pada
Pada kajian ini membahas ihwal kajian secara lapangan informan adalah tokoh masyarakat
Etnobotani (Ilmu Tumbuhan dan hubungannya yang notabenenya adalah sebagai Ustadz dan
dengan manusia dan alam), Morfologi Tebu dan Orang Pintar (Tabib, Mbah) bukan dukun dan
kandungan-kandungan yang terdapat pada Mandor.
Tebu. Pada kajian ini akan diuraikan mengenai Wawancara dilakukan pada 5 informan
pembahasan yang sudah dilakukan oleh para yang merupakan tokoh masyarakat desa di 4
Sarjana dan Mahasiswa dalam Jurnal, Diktat lokasi Pabrik Gula (PG) yang berbeda dan 1
maupun Skripsinya. Purwanto (1999) seorang Mandor Tebu (Pekerja Lapangan). 2
menyatakan bahwa Etnobotani memiliki peran Pabrik Gula di wilayah Kabupaten Cirebon
penting dalam Studi Konservasi di masa ini, Timur dan 2 di wilayah Kabupaten Brebes.
dikarenakan banyaknya masyarakat yang tidak Pertama di PG Sindang Laut, Cirebon
mengenal Konservasi dan Pengembangan dilakukan wawancara pada Bapak Toto, kedua
Keanekaragaman Hayati karena belum di PG Tersana Baru Babakan Cirebon dilakukan
memahami betapa pentingnya Tumbuhan bagi wawancara pada Bapak Casma, ketiga di PG
manusia. Kersana Brebes pada Bapak Wartono, dan yang
Suryadharma, IGP (2008) dalam Diktatnya terakhir di PG Jatibarang, Brebes pada Ustadz
menyatakan bahwa Etnobotani merupakan Sholehuddin. Dan terakhir seorang Mandor
disiplin ilmu dalam bidang Biologi Tumbuhan Tebu (Pekerja Lapangan) yang memimpin para
(Botani), dimana dalam Diktat tersebut juga buruh Tebu untuk memanen Tebu ketika sudah
memaparkan mengenai Ruang Lingkup musim panen yang bernama Rijai dari Desa
Etnobotani, Penelitian dalam Etnobotani dan Luwunggede, Kecamatan Tanjung, Kabupaten
Etnobotani dalam perspektif kebudayaan. Brebes.
Selain dari pada kajian secara Etnobotani, Wawancara dilakukan pada jeda waktu
dalam tulisan ini juga memuat Morfologi Tebu yang berbeda, yaitu informan pertama pada
dan manfaatnya. Seperti dalam Buku tanggal 8 Januari 2017, kemudian kedua di
Indarwanto, Chandra, dkk (2010) menyatakan tanggal 22 Januari, ketiga di tanggal 4 Februari,
dalam bukunya ihwal pembudidayaan Tebu keempat di tanggal 5 Februari dan terakhir di
pasca panen. Tentunya dalam rangka tanggal 9 Februari 2017.
pembudidayaan juga dipaparkan mengenai Tujuan dilakukannya wawancara pada 5
Morfologi Tebu, kemudian kondisi-kondisi informan yang berbeda di tiap lokasi Pabrik
tanah yang sesuai dan sebagainya. Lalu, Ratna Gula (PG) ialah karena adanya upacara-upacara
R (2009) menyatakan bahwa dalam tulisannya yang masih berlangsung yang diadakan baik
menggagas teknis pemuliaan tanaman Tebu, oleh masyarakat maupun dari pihak Pabrik
seperti halnya dalam buku Indarwanto, Gula. Di wilayah Cirebon Timur hanya di PG
Sindang Laut dan Babakan yang masih ada. proses penggilingan (Manten Tebu) agar warga
Kemudian di Brebes hanya tersisa 2 PG yang masyarakat dapat terhibur dan Sang Maha
masih melakukan tradisi Manten Tebu, Pencipta memberikan berkah yang lebih.
Bancakan. Untuk Sedekah Bumi yang Kemudian informan ketiga dan keempat
mengadakan ialah warga dan bukan dari pihak yaitu Bapak Wartono dan Bapak Ustadz
PG tertentu, karena tidak ada kaitan antara Sholehuddin selaku Tokoh Masyarakat di
Sedekah bumi dengan tradisi Pabrik Gula daerah Pabrik Gula Kersana (Nonaktif) dan
(Bancakan dan Manten Tebu) yaitu Sedekah Pabrik Gula Jatibarang Brebes. Menurutnya,
Bumi sering diadakan di Kecamatan Larangan, Bancakan dan Manten Tebu sebagai sesuatu
Kecamatan Losari dan di Kecamatan yang sudah tidak dapat dipisahkan dalam tradisi
Ketanggungan. Ke-4 Pabrik Gula tersebut tahunan masyarakat Kersana dan Jatibarang,
berada dalam satu lajur jalan yang sama. kedua tradisi tersebut layaknya Pengantin
Dimulai dari Cirebon Timur yaitu Sindang Laut dalam manusia, yaitu sebelum prosesi akad
kemudian lurus arah timur bertemu dengan PG nikah pasti terdapat acara-acara untuk
Tersana Baru Babakan, dari Babakan lurus memperingatinya sebagai hiburan dan sebagai
menuju jalur perbatasan Jawa Barat dan Jawa pelengkap. Persis seperti Bancakan dan Manten
Tengah yang mana menuju PG Kersana sampai Tebu, Bancakan sebagai acara peringatan
ke Jatibarang. berupa hiburan-hiburan dan penutupnya adalah
4. HASIL DAN PEMBAHASAN Manten Tebu (Ijab Qobul antara Tebu dan
Hasil dari wawancara mendalam dan Manusia (Secara Bathin/rasa).
terbuka berupa deskripsi ringkas dan lugas Terakhir ialah informan yang bernama Mas
mengenai penjelasan dari informan, namun Rija’i. Beliau merupakan seorang Mandor
dalam deskripsi ini hanya memaparkan jawaban Tebu. Mandor adalah sebutan bagi orang yang
secara garis besar dari ke-5 informan berbeda. memimpin para pekerja panen Tebu dan
Pertanyaan yang diajukan pada informan penanaman Tebu. Uraian dari beliau sedikit
berupa pengetahuan informan mengenai tradisi berbeda dengan 4 tokoh tersebut diatas. Mas
Manten Tebu, Bancakan dan Sedekah Bumi Rija’i menjawab dengan logika dan penalaran
dengan kaitannya pada Tebu dan kondisi yang tidak hanya terkait dengan Mistisisme.
kepercayaan masyarakat setempat. Menurutnya, Bancakan menjadi jalan bisnis
Seperti wawancara yang sudah dilakukan dari pihak Pabrik Gula dan Pedagang. Ketika
pada 5 informan yang berbeda, pertama akan diadakan Bancakan, maka banyak sekali
wawancara dilakukan pada Bapak Toto selaku pedagang-pedagang dan penjual jasa hiburan
Sesepuh atau Tokoh Masyarakat di Desa yang berebut mencari nomor posisi untuk bisa
Sindang Laut, yang mana beliau adalah sebagai berjualan di acara Bancakan selama 1 bulan.
salah satu saksi sejarah dari adanya Pabrik Gula Tentu saja dengan mereka berjualan di
di Sindang Laut. Menurutnya tradisi Manten Bancakan, maka mereka pun harus membayar
Tebu menjadi sebuah simbol akan diadakannya uang sewa lahan ke pihak Pabrik Gula. Dengan
proses giling Tebu di PG (Pabrik Gula). adanya uang sewa lahan tersebut, setidaknya
Pengantin disini dilambangkan sebagai sesuatu dapat membantu pihak Pabrik Gula untuk
yang sakral untuk memulai sesuatu yang baru, proses produksi Tebunya. Pun dalam hal ini
begitupun proses giling Tebu harus layaknya tidak ada yang salah, karena masing-masing
pengantin. saling menguntungkan. Mas Rijai juga tidak
Lalu informan yang kedua, Bapak Casma memungkiri adanya kepercayaan tertentu, dan
selaku Tokoh Masyarakat Desa Pabuaran Lor selain dari pada tujuan bisnis, dari pihak Pabrik
Kecamatan Babakan, Cirebon. Beliau juga Gula juga mengaharapkan datangnya berkah
banyak mengetahui ihwal tradisi Bancakan yang melimpah.
(Pesta Rakyat) yang diadakan setiap tahunnya.
Menurut beliau, Bancakan sebagai wujud rasa
syukur pihak Pabrik Gula setelah
dilaksanakannya panen Tebu dan sebelum
Gambar 1 : PG Sindang Laut, Cirebon Gambar 5 : Penulis di Bancakan