Anda di halaman 1dari 46

PROPOSAL PENELITIAN

PERAN PEMERINTAH DESA DALAM MENGATASI KERUSAKAN

LINGKUNGAN LAUT AKIBAT EKSPLOITASI BATU KARANG

(Studi Di Desa Panambea Barata, Kecamatan Moramo, Kabupaten Konawe

Selatan)

OLEH :

SAMSIDAR

C1B119110

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2023

HALAMAN PERSETUJUAN

i
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan

dihadapan Panitia Ujian Seminar Proposal Mahasiswa Program Studi Sosiologi

Jurusan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Halu Oleo.

Judul : Peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan lingkungan

laut akibat eksploitasi batu karang ( Studi di Desa Panambea

Barata, Kacamatan Moramo, Kabupaten Konawe Selatan )

Nama : Samsidar

Stambuk : C1B119110

Prodi/Jurusan/Fakultas : Sosiologi/Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Kendari,27 Februari 2023

Menyetujui :

Pembimbing I, Pembimbing II,

Prof.Dr. H. Jamaluddin Hos, M.Si Dr. Tanzil M.Si


NIP. 19631231 199003 1 035 NIP. 19660327 200604 1 001

Mengetahui :

Ketua Jurusan Sosiologi, Koordinator Program Studi


Sosiologi,

Sarmadan, S.Sos.M.Si Bakri Yusuf, S.Sos.M.Si


NIP. 19721101 199903 1 003 NIP. 19701108 199603 1 002

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL...........................................................................i

HALAMAN PERSETUJUAN................................................................ii

DAFTAR ISI...........................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah............................................................................3

1.3. Tujuan Penelitian..............................................................................4

1.4. Manfaat Penelitian............................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Dasar Peran.........................................................................5

2.2. Konsep Pemerintah..........................................................................9

2.3. Konsep Kerusakan Lingkungan.......................................................32

2.4. PenelitianTerdahulu.........................................................................33

2.5. Kerangka pikir..................................................................................37

BAB III METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian............................................................39

3.2. Jenis Penelitian.................................................................................39

3.3. Informan Penelitian..........................................................................40

3.4. Jenis Sumber Data............................................................................40

iii
3.5. Teknik Pengumpulan Data...............................................................41

3.5. Teknik Analisis data.........................................................................42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-Undang No 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, bahwa

lingkungan merupakan salah satu urusan wajib pemerintah daerah atas dasar

prinsip otonomi daerah. Oleh karena itu, maka aturan dan pelaksanaan

kegiatan terkait lingkungan merupakan hak, kewenangan dan kewajiban

pemerintah daerah. Meskipun kewenangan terkait lingkungan laut berada pada

tingkatan pemerintah provinsi, namun pemerintah desa selaku pemegang

otonomi dan penyelenggara urusan pemerintahan di tingkat desa, maka

pemerintah desa punya peran penting dalam upaya memelihara kelestarian

lingkungan laut dan pesisir.

Sebagai sebuah Negara kepulauan dengan garis pantai sepanjang 99.093

km, Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas. Luas wilayah perairan

Indonesia mencapai 6,32 juta km2, yang terdiri atas luas wilayah kedaulatan

sebesar 3,37 juta km2 dan wilayah perairan hak berdaulat sebesar 2,94 juta

km2.1 Dalam wilayah laut territorial serta perairan kepulauan tersebut

Indonesia memiliki kedaulatan atas segala sumber daya alam yang terkandung

di dalamnya, baik hayati maupun non hayati. Selain wilayah laut territorial

dan perairan kepulauan, Indonesia juga memiliki hak berdaulat atas kekayaan

alam di wilayah zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen. Dengan luas

wilayah lautan melebihi 6 juta km2, Indonesia juga memiliki pulau-pulau

iv
kecil terluar sebanyak 114 pulau, dengan rincian 47 pulau berpenduduk dan 67

pulau tidak berpenduduk.

Berbagai potensi sumber daya alam tersebut apabila dimanfaatkan secara

optimal akan menjadi sumber pendapatan yang digunakan untuk kepentingan

pembangunan Negara. Namun demikian pemanfaatan sumber daya alam

tersebut harus dilakukan dengan turut memperhatikan berbagai prinsip

lingkungan hidup, terutama dalam hal ini adalah prinsip pembangunan

berkelanjutan.

Desa Panambea Barata, kecamatan moramo, kabupaten konawe selatan,

yang dimana masyarakatnya tinggal di wilayah pesisir. Namun terlepas dari

itu telah maraknya pengambilan batu karang secara serampangan yang di

lakukan oleh masyarakat setempat sehingga berpotensi merusak lingkungan

laut yang ada di desa Panambea Barata kecamatan moramo kabupaten konawe

selatan.

Banyak masyarakat yang melakukan pengambilan batu karang yang di

gunakan sebagai pembuatan Fondasi rumah bahkan di jual kepada orang yang

membutuhkannya. Jika di telisik dan di manfaatkan dengan baik terkait

keberadaan batu karang tersebut maka biota-biota laut yang ada di desa

Panambea Barata kecamatan moramo kabupaten konawe selatan akan

berkembang biak secara berkala jika tidak ada eksploitasi batu karang yang di

lakukan masyarakat setempat.

Tentu melihat kondisi di atas peran pemerintah Desa patut di pertanyakan.

Karena seolah-olah ada pembiaran dalam melakukan eksploitasi batu karang

di desa Panambea Barata kecamatan moramo kabupaten konawe selatan.

v
Pemerintah Desa Harus Tegas melarang masyarakat dalam pengambilan batu

karang. Jika terus di biarkan lambat-laun biota laut yang ada yang di tempat

itu akan mengalami kepunahan sebab tempat mereka untuk berkembang biak

sudah di eksploitasi.Oleh karena itu, apapun alasannya Pemerintah Desa harus

bertindak tegas untuk melarang pengambilan batu karang, sekaligus

mengintensifkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya menjaga

kelestarian karang.larangan itu sebaiknya dalam bentuk regulasi, misalnya

peraturan daerah sehingga memiliki kekuatan hukum dalam pelaksanaannya,

seperti yang telah dilakukan di berbagai kabupaten dan kota di Indonesia.

Khusus untuk masyarakat yang selama ini menggantungkan sumber

penghasilan dari mengambil dan menjual batu karang dapat diberikan

alternatif, misalnya diberikan bantuan sarana penangkapan ikan atau modal

usaha untuk mengembangkan usaha ekonomi kreatif sesuai potensi yang ada

di daerah setempat.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan lingkungan

laut akibat eksploitasi batu karang di Desa Panambea Barata Kecamatan

Moramo Kabupaten Konawe Selatan ?

2. Faktor-faktor apa saja yang mendorong dan menghambat pemerintah desa

dalam mengatasi kerusakan lingkungan laut akibat eksploitasi batu karang di

Desa Panambea Barata Kecamatan Moramo Kabupaten Konawe Selatan?

1.3 Tujuan penelitian

vi
Tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan laut

akibat eksploitasi batu karang di Desa Panambea Barata Kecamatan Moramo

Kabupaten Konawe Selatan.

2. Untuk mengetahui foktor-faktor apa saja yang mendorong dan menghambat

peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan Lingkungan laut akibat

eksploitasi batu karang di Desa Panambea Barata Kecamatan Moramo

Kabupaten Konawe Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang diharapkan dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Manfaat akademik, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam

pengembangan studi ilmu pemerintahan khususnya yang berfokus pada

kajian peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan lingkungan laut

akibat eksploitasi batu karang Manfaat praktis, hasil penelitian diharapkan

dapat berguna bagi seluruh

2. pemangku kepentingan dan menjadi bahan evaluasi dan masukan bagi

pemerintah daerah dalam menjalankan perannya sebagai pemerintah daerah.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Peran

2.1.1 Pengertian peran

vii
Peran adalah pola sikap, perilaku,nilai dan tujuan yang diharapkan dari

seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat (Widayatun, 1999). Peran

menunjukkan kepada beberapa perilaku yang kurang bersifat homogen yang

didefinisikan dan diharapkan secara normatife dari seseorang dalam situasi

tertentu (Friedman, 1998).

Peran pada dasanya adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan

oleh orang lain terhadap seseorang, sesuai kedudukannya dalam suatu sistem.

Peran di pengaruhi dalam keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar yang

bersifat stabil. Peran perawat adalah segenap kewenangan yang di miliki seorang

perawat untuk menjalankan tugas dan fungsi sesuai kompetensi yang di

milikinya (Gaffar, 2007).

2.1.2 Faktor yang mendorong dan menghambat peran pemerintah dalam

mengatasi kerusakan lingkungan laut akibat eksploitasi batu

karang

Menurut Soemarwoto, Otto. (2009) faktor yang mendorong dan

menghambat yaitu:

1. Faktor Mendorong

a. Dukungan dari masyarakat pemangku kepentingan yang

meliputi setempat, LSM, instansi pemerintah dan pelaku

usaha

b. Pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan

lingkungan hidup

c. Sarana dan prasarana yang ada, seperti laboratorium serta unit

pelaksana teknis untuk menjaga kualitas lingkungan

viii
2. Faktor Menghambat

a. Sebagai masyarakat yang kurang peduli dengan lingkungan

b. Faktor ekonomi

c. Pertumbuhan jumlah penduduk

d. Urbanisasi yang menyebabkan lahan pemukiman menjadi

padat

e. Tanggung jawab administrasi yang tergolong ringan

2.1.3 Bentuk peran

Secara lebih operasional perilaku yang dapat diartikan suatu respon

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek

tersebut.Respon ini berbentuk dua macam yaitu :

1. Bentuk pasif adalah respon internal yaitu yang terjadi didalam diri

manusia dan tidak secara langsung dapat dilihat orang lain.respon

seseorang terhadap stimukus atau rangsangan yang masih bersifat

terselubung disebut cover behavior.

2. Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara

langsung tidak akan nyata seseorang sebagai respon seseorang terdapat

stimulus overt behavior (Notoamojo, 2003).

Peran dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi

manusia dengan lingkungannya. Faktor yang mempengaruhi terbentuknya peran

atau peran dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Faktor intern mencakup :

a. Pengatahuan

ix
Segala suatu yang diketahui orang setelah melakukan penginderaan

terahadap suatu obyek tertentu.

b. Kecerdasan

Kesempurnaan dalam perkembangan pola pikir yang sehat demi

tercapaiannya suatu tujuan yang sehat pula.

c. Persepsi

Tanggapan (penerimaan) seseorang dalam mengetahui dan

memilih berbagai objek sebagai hubungan dengan tindakan yang

akan dilakukan.

d. Emosi

Luapkan perasaan yang berkembang dan dalam waktu singkat,

emosi timbul karena hal yang kurang mengenakkan bagi yang

bersangkutan.

e. Motivasi

Sebagai suatu dorongan untuk bertindak untuk mencapai tujuan

juga dapat berwujud dalam bentuk perilaku.

2. Faktor ekstern mencakup :

a. Iklim

Keadaan pada suatu daerah dalam jangka waktu yang lama.

b. Manusia

Mahluk yang berakal budi ( mampu menguasai mahluk lain ).

c. Sosial Ekonomi

Suatu kepercayaan menyeluruh yang ada dalam suatu lingkup atau

daerah.

x
d. Budaya

Suatu yang sudah menjadi kebiasaan seseorang maupun

masyarakat dan suka untuk diubah (Nursalam,2007).

e. Pekerjaan

Kebutuhan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang

kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber

kesenangan, tetapi merupakan cara mencari nafkah, berulang dan

banyak tantangan (Nursalam, 2007).

f. Pengalaman

Suatu proses pembelajaran dan pertambahan potensi bertingkah

laku baik dari pendidikan formal maupun non formal atau bisa

diartikan sebagai suatu proses yang membawah seseorang kepada

suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi. Suatu pembelajaran juga

mencakup perubahan yang relative tepat dari perilaku yang

diakibatkan pengalaman,pemahaman dan praktek (Knoers &

Hadiotono, 1999).

2.1.4. Konflik peran

Hardi ( 1998 ) mengatakan bahwa konflik terjadi ketika orang dari suatu

posisi merasa bahwa ia berkonflik dan harapan yang tidak sesuai. Sumber dari

ketidak seimbangan karena disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan dalam

harapan yang terjadi dalam perilaku, orang lain atau dalam lingkungannya

(Friedman, 1998).

2.2.5. Kekuatan Peran

xi
Terukur melalui motivasi seseorang dan pengalaman serta kebutuhan.

Orang yang sering memiliki peran yang kompleks secara kognitif namun seperti

kesan, kepribadian, peran cenderung terorganisasi di sekitar dimensi efektif dan

cenderung sederhana secara evaluative (Widayatun, 2006 ).

2.2. Konsep pemerintah

2.2.1.Pengertian pemerintah desa

Pemerintahan diartikan sebagai sekumpulan orang yang yang mengelola

kewenangan, melaksanakan kepemimpinan,dan koordinasi pemerintahan sertah

pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga tempat mereka berkerja.

Pemerintahan diartikan sebagai sekumpulan orang yang mengelola

kewenangan, melaksanakan kepemimpinan, dan koordinasi pemerintahan serta

pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga tempat mereka bekerja.

Menurut Syafi’ie secara etimologi, pemerintahan dapat diartikan sebagai

berikut:

a. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh, yang berarti didalamnya

terdapat dua pihak, yaitu yang memerintah memiliki wewenang dan yang

diperintah memiliki kepatuhan akan keharusan.

b. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemerintah, yang berarti badan

yang melakukan kekuasaan memerintah.

c. Setelah ditambah lagi akhiran “an” menjadi pemerintahan, berarti

perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut.

Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh

Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan

xii
Negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan

tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas.

a. Perintah berarti melakukan pekerjaan menyuruh, yang berarti didalamnya

terdapat dua pihak, yaitu yang memerintah memiliki wewenang dan yang

diperintah memiliki kepatuhan akan keharusan.

b. Setelah ditambah awalan “pe” menjadi pemerintah, yang berarti badan

yang melakukan kekuasaan memerintah.

c. Setelah ditambah lagi akhiran “an” menjadi pemerintahan, berarti

perbuatan, cara, hal atau urusan dari badan yang memerintah tersebut.

Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh

Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan

Negara sendiri, jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan

tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya termasuk

legislatif dan yudikatif. Pemerintahan Desa adalah suatu proses pemaduan usaha-

usaha masyarakat desa yang bersangkutan dengan usaha-usaha pemerintah untuk

meningkatkan taraf hidup masyarakat.1

Dalam undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa Pasal 23,

ditegaskan bahwa Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintahan Desa.

Pada Pasal 1 ayat 3 dirumuskan bahwa: Pemerintahan Desa adalah Kepala Desa

atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur

penyelenggara Pemerintahan Desa. Jadi pemerintahan Desa merupakan organisasi

penyelenggara pemerintahan Desa yang terdiri atas:

a. Unsur Pimpinan, yaitu kepala Desa,

1
Adon Nasrullah Jamaludin, 2015, Sosiologi Perdesaan, Pustaka setia, Surakarta. h. 109-111.

xiii
b. Unsur Pembantu Kepala Desa (Perangkat Desa), yang terdiri atas:

1. Sekretariat desa, yaitu unsur staf atau pelayanan yang diketuai oleh

sekretaris desa,

2. Unsur pelaksana teknis, yaitu unsur pembantu kepala desa yang

melaksanakan urusan teknis di lapangan seperti urusan pengairan,

keagamaan, dan lain-lain:

3. Unsur kewilayahan, yaitu pembantu kepala desa di wilayah kerjanya

seperti kepala dusun.2

2.2.2 Peran Pemerintah Desa Dalam Mengatasi Mengenai Kerusakan

Lingkungan laut akibat eksploitasi batu karang

Menurut Adisukarjo, (2007:26) Dalam rangka menyadarkan masyarakat

terdapat tiga kunci penyadaran yaitu :

1. Pembangunan berkelanjutan dengan memerhatikan daya dukung dan

kelestarian tatanan hidup.

2. Membuat Undang-Undang Perlindungan untuk penyu serta melindungi

pantai sebagai habitat dan tempat melahirkan penyu.

3. Pengelolaan sumber daya alam dengan pendekatan lingkungan. Sumber

daya alam harus digunakan secara nasional, tidak merusak lingkungan

hidup, dilaksanakan dengan kebijaksanaan dengan menyeluruh dan

memerhatikan generasi yang akan datang.

2.2.3 Peraturan Desa

2
Hanif Nurcholis, 2011, Pertumbuhan dan Penyelenggaraan Pemerintahan Desa,
Erlangga,Jakarta.

xiv
Peraturan desa adalah peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan

Desa.Peraturan desa tersebut dibentuk tentu saja dalam rangka untuk

penyelenggaraan pemerintahan desa.Karena itu, keberadaan peraturan ini menjadi

sangat penting sebagai check balance bagi pemerintahan Desa dan Badan

Permusyawaratan Desa.

Mengingat pentingnya kedudukan peraturan desa dalam penyelenggaraan

pemerintahan desa, maka dalam penyusunan peraturandesa tersebut harus

didasarkan kepada kebutuhan dan kondisi desa setempat, mengacu pada peraturan

perundang-undangan desa, dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan

perundangan yang lebih tinggi, serta tidak boleh merugikan kepentingan umum.

Lebih dari pada itu, peraturan desa sebagai produk politik harus disusun secara

demokratis dan partisipatif.

Setelah peraturan desa ditetapkan oleh Kepala Desa dan BPD, maka tahap

selanjutnya adalah pelaksanaan peraturan desa yang akan dilaksanakan oleh

Kepala Desa. Kemudian, BPD selaku mitra pemerintahan desa mempunyai hak

untuk melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap hasil pelaksanaan peraturan

desa tersebut.Sedangkan masyarakat selaku penerima manfaat, juga mempunyai

hak untuk melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pelaksanaan peraturan

desa.3

Agar peraturan desa benar-benar mencerminkan hasil permusyawaratan

dan pemufakatan antara pemerintahan desa dengan Badan Perwakilan Desa, maka

diperlukan pengaturan yang meliputi syarat-syarat dan tata cara pengambilan

3
Moch, Solekhan, 2012, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis Partisipasi Mayarakat,
Setara, Malang. h. 56-57.

xv
keputusan bentuk peraturan desa, tata cara pengesahan, pelaksanaan dan

pengawasan serta hal-hal lain yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi di

desa.

Tata urutan peraturan peraturan perundang-undangan merupakan pedoman

dalam pembuatan aturan hukum dibawahnya.berdasarkan ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor III/MPR/2000 tentang

sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangundangan Republik Indonesia

adalah:

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945;

b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia;

c. Undang-undang;

d. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

e. Peraturan Pemerintah;

f. Keputusan Presiden; Peraturan Daerah.

Pada ketentuan Pasal 7 Ayat (7) disebutkan bahwa peraturan daerah yang

merupakan produk hukum/peraturan yang paling bawah, dapat didefiniskan

sebagai peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung

kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Peraturan daerah dapat diuraikan

sebagai berikut:

a. Peraturan daerah Provinsi

Peraturan daerah yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi bersama dengan Gubernur.

b. Peraturan daerah Kabupaten

xvi
Peraturan daerah yang disusun oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Kabupaten/Kota bersama dengan bupati/walikota.

c. Peraturan Desa

Peraturan Desa yang dibuat pemerintah desa bersama Badan Perwakilan

Desa yang tata cara pembuatan peraturan desa atau setingkat diatur oleh

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.4

Peraturan pemerintah desa disusun dalam rangka mewujudkan

penyelenggaraan desa didasarkan pada asas penyelenggaraan pemerintahan yang

baik. serta sejalan dengan asas pengaturan desa, menurut Pasal 24,

penyelenggaraan pemerintahan desa Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014

Tentang Desa berdasarkan asas:

a. Kepastian hukum;

b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan;

c. Tertib kepentingan umum;

d. Keterbukaan;

e. Proporsionalitas;

f. Profesionalitas;

g. Akuntabilitas;

h. Efektivitas dan efisien;

i. Kearifan lokal;

j. Keberagaman; dan

k. Partisipatif.5

2.2.4. Penyelenggara Pemerintahan Desa

4
HAW. Widjaja, 2008, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Rajawali
Pers, Jakarta.h. 94-96.
5
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa.

xvii
Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa.Sementara,

perangkat desa terdiri dari sekretaris desa dan perangkat desa lainnya. Yang

dimaksud dengan “perangkat desa lainnya” dalam ketentuan ini adalah perangkat

pembantu kepala desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana teknis lapangan

seperti kepala urusan, dan unsur kewilayahan seperti kepala dusun atau dengan

sebutan lain. Jumlah perangkat desa disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi

sosial masyarakat setempat, dan kemampuan keuangan desa.

Undang-undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa

pemerintah desa adalah kepala atau yang disebut dengan nama lain dibantu

perangkat desa sebagai unsur penyelenggara pemerintahan desa, dalam

melaksanakan tugas.6

1. Kepala Desa

Menurut Pasal 26 Undang-undang No. 6 tahun 2014 Tentang desa

disebut bahwa:

1.1. Kepala Desa bertugas menyelenggarakan pemerintahan

desa,melaksanakan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan

desa, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), Kepala Desa berwenang:

1. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa;

2. Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa;

3. Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan asset desa;

4. Menetapkan peraturan desa;

6
Didik G. Suharto, 2016, Membangun Kemandirian Desa: Perbandingan UU No. 5/1979, UU No.
22/1999, dan UU No. 32/2004 Serta Perspektip UU No. 6/2014, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h.
193.

xviii
5. Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa;

6. Membina kehidupan masyarakat desa;

7. Membina ketenteraman dan ketertiban masyarakat desa;

8. Membina dan meningkatkan perekonomian desa

sertamengintegrasikannya agar mencapai perekonomian skala

produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat

desa;

9. Mengembangkan sumber pendapatan desa;

10. Mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan

negara guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa;

11. Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa;

12. Memanfaatkan teknologi tepat guna;

13. Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif;

14. Mewakili desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk

kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan; dan

15. Melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan. 7

b. Perangkat Desa

Perangkat desa terdiri dari: Sekretaris desa, pelaksana

kewilayahan, Pelaksana teknis. Sedangkan tugas mereka

adalahmembantu kepala desa dalam melaksanakan tugas dan

kewenangannya.Karena itu, mereka diangkat dan diberhentikan

oleh kepala desa.


7
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No. 6 Tahun 2014 Tentang Desa

xix
Kemudian, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya,

perangkat desa bertanggung jawab kepada kepala desa.

c. BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

BPD (Badan Permusyawaratan Desa) mitra kepala desa

dalam menjalankan tugas dan wewenangnya.Keanggotaan BPD

merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan

wilayah yang pengisiannya dilakukan secara demokratis. Jumlah

anggota BPD ditetapkan dengan jumlah paling sedikit 5 (lima)

orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan

memperhatikan wilayah, perempuan, penduduk, dan kemampuan

keuangan desa. Sedangkan peresmiannya ditetapkan dengan

keputusan Bupati/Walikota.

Masa kerja BPD sama dengan Kepala Desa, yaitu 6 tahun dan

sesudahnya dapat dipilih kembali selama 3 (tiga) kali secara

berturut-turut atau tidak berturut-turut. Sedangkan tugas dan fungsi

BPD adalah:

1. membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa

bersama Kepala Desa.

2. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa, dan

3. melakukan pengawasan kinerja kepala desa. Kemudian untuk

melaksanakan tugas dan fungsinya tersebut, BPD mempunyai

hak untuk:

xx
a. mengawasi dan meminta keterangan tentang

penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintahan

desa,

b. menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan

desa,pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan

kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat desa,

dan

c. mendapatkan biaya operasional pelaksanaan tugas dan

fungsinya dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.

2.2.5. Tata Kelola Pemerintahan Desa

Peraturan hukum yang mengatur tata kelola pemerintahan desa,

yaitu sebagai berikut: Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

1945 Pasal 18B Ayat 2 yang berbunyi:

Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum

adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang

diatur dalam Undang-undang; Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa; Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa; Peraturan Pemerintah Nomor

60 Tahun 2014 tentang dana desa yang bersumber dari anggaran pendapatan dan

belanja negara.

Pemerintahan desa memiliki peranan yang signifikan dalam

pengelolaan proses sosial didalam masyarakat. Tugas utama yang harus dilakukan

pemerintahan desa adalah bagaimana menciptakan kehidupan demoktrasi, dan

xxi
memberikan pelayanan sosial yang baik, sehingga dapat membawa warganya

pada kehidupan yang sejahtera, tentram, aman, dan berkeadilan. Dalam konteks

nasional, baik dalam hal pembangunan maupun penyelenggaraan negara secara

umum, tata pemerintahan yang baik melibatkan tiga pilar yaitu penyelenggara

negara termasuk pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Ketiga unsur tersebut

disyaratkan bersinergi dalam rangka membangun tata pemerintahan yang baik

dilembaga penyelenggara negara, dunia usaha, dan berbagai kegiatan

masyarakat.Ketiga unsur tersebut disyaratkan bersinergi dalam rangka

membangun tata pemerintahan yang baik dilembaga penyelenggara negara, dunia

usaha, dan berbagai kegiatan masyarakat. 8

a. Tata Kelola Pemerintahan yang baik

Konsep good governance menjadi sangat populer seiring dengan

nilai-nilai politik dan demokratisasi di Indonesia. Seiring dengan

penerapannya tersebut, secara terminologi good governance ini dialih

bahasakan ke dalam bahasa Indonesia sebagai “tata pemerintahan Herman

Abdullah, 2009, Geliat Pembangunan Kota Pekanbaru Menuju Kota

Terkemuka di Indonesia, Rmbooks,Jakarta. h. yang baik” atau ada pula yang

menyebutnya “kepemerintahan yang baik”.

Menurut Ganie Rochman, pengertian good governance terdapat empat

unsur utama, yaitu akuntabilitas, adanya kerangka hukum (rule of law),

informasi, dan transparansi.9

8
Herman Abdullah, 2009, Geliat Pembangunan Kota Pekanbaru Menuju Kota Terkemuka di
Indonesia, Rmbooks,Jakarta. h. 131-132
9
Paulus Effendi Lotulung, 2013, Hukum Tata Usaha Negara dan Kekuasaan, Salemba Humanika,
Jakarta. h. 143.

xxii
Pentingnya penyelenggaraan pemerintahan yang mengarah pada tata

pemerintahan yang baik good governance tersebut juga diungkapnya

Syamsuddin bahwa good governance mengarahkan kepada upaya untuk

memperbaiki dan meningkatkan proses manajemen pemerintahan sehingga

kinerjanya menjadi lebih baik. Dengan demikian, untuk mendorong

terwujudnya tata pemerintahan desa yang baik seharusnya diletakkan pada dua

level. Pertama, di level desa perlu dibangun good governance yang

memungkinkan keterlibatan seluruh elemen desa dalam urusan publik,

penyelenggaraan pemerintahan, dan merumuskan kepentingan desa. Sebab

demokratisasi proses penyelenggaraan pemerintahan desa bisa terbentuk

melalui perluasan ruang publik, pengaktifan kelompok-kelompok sosial dan

forum-forum warga serta jaringan antar kelompok.

Proses penyelenggaraan pemerintahan desa pada prinsip-prinsip good

governance ada 9 prinsip atau karakteristik good governance, yaitu:

a. Partisipasi (Participation)

Setiap warga negara mempunyai suara dalam pembuatan keputusan,

baik secara langsung maupun melalui intermedia institusi legitimasi yang

mewakili kepentingannya.Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar

kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat serta berpartisipasi secara

konstruktif.

b. Penerapan hukum (Rule of Law)

Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan tanpa buku, terutama

hukum untuk hak asasi manusia.

c. Transparansi (Transparancy)

xxiii
Transparansi dibangun atas dasar kebebasan arus informasi. Proses

proses, lembaga-lembaga, dan informasi secara langsung dapat diterima

oleh mereka yang membutuhkan informasi harus dapat dipahami dan dapat

dimonitor.

d. Tanggung jawab (Responsiveness)

Lembaga-lembaga dan proses-proses harus mencoba untuk

melayani setiap pemangku kepentingan.

Moch, Solekhan, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa Berbasis

Partisipasi Mayarakat,

e. Orientasi (Consensus otientation)

Good governance menjadi perantara kepentingan yang berbeda

untuk memperoleh pilihan-pilihan terbaik bagi kepentingan yang lebih

luas, baik dalam hal kebijakan-kebijakan maupun prosedur-prosedur.

f. Keadilan (Equity)

Semua warga negara, baik laki-laki maupun perempuan, mempunyai

kesempatan untuk meringankan atau menjaga kesejahteraan mereka.

g. Efektivitas (Effectiveness and efficiency)

Proses-proses dan lembaga-lembaga sebaik mungkin menghasilkan

sesuai dengan apa yang digariskan dengan menggunakan sumber-sumber

yang tersedia.

h. Akuntabilitas (Accountability)

Para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta, dan

masyarakat sipil bertanggung jawab kepada publik dan lembaga-lembaga

pemangku kepentingan.Akuntabilitas ini tergantung pada organisasi dan

xxiv
sifat keputusan yang dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan

internal atau eksternal organisasi.

i. Strategi visi (Strategic vision)

Para pemimpin dan publik harus mempunyai perspektip good

governance dan mengembangan manusia yang luas dan jauh depan sejalan

dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan semacam ini.

Jika prinsip-prinsip tersebut diberlakukan dan bisa dilaksanakan dengan sungguh-

sungguh, maka proses penyelenggaraan pemerintahan desa bisa berjalan sesuai

dengan prinsip-prinsip tersebut. Kedua, pada level tata hubungan desa dengan

supra desa (Kabupaten/Provinsi), perlu dibangun sebuah proses deliveryl

intermediary yang bisa mengantarkan semesta kepentingan desa pada domain

politik supradesa secara partisipatif.

b. Pemerintah Desa

Pemerintah desa merupakan bagian dari pemerintah nasional,

yang penyelenggaraanya ditujukan kepada desa. Menurut Hanif Nurcholis,

pemerintah mempunyai tugas pokok yaitu:

a. melaksanakan urusan rumah tangga desa, urusan pemerintahan

umum, membangun dan membina masyarakat;

b. menjalankan tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah

Provinsi, dan pemerintah kabupaten.

Dari tugas pokok tersebut, lahirlah fungsi pemerintah desa yang berkaitan

langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan bermasyarakat.

Pemerintah Desa menurut Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang

Desa adalah kepala desa atau yang disebut dengan nama lain Dibantu perangkat

xxv
desa sebagai unsur penyelenggara pemerintah desa.Pemerintahan desa terdiri dari

kepala desa dan perangkat desa bertugas Hanif Nurcholis, Pertumbuhan dan

Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, menyelenggarakan sistem pemerintahan

desa, pembangunan, pemberdayaan masyarakat, pemberian pelayanan dan

pembinaan kemasyarakatan desa. Sejalan dengan itu, Peraturan Pemerintah

Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Desa juga mengartikan bahwa pemerintah desa adalah

kepala desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai

unsur penyelenggara kepemerintahan desa.

2.2.6. Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat

Wilayah pesisir laut dan pulau-pulau kecil memiliki arti strategis dalam

membangun bangsa dan menyejahterakan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan,

kekayaan sumberdaya alam yang terkandung di wilayah ini, baik sumberdaya

hayati maupun sumberdaya non hayati.10 Namun demikian dengan semakin

meningkatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya pembangunan di wilayah

pesisir untuk pemukiman, perikanan, pelabuhan, obyek wisata dan lain-lain juga

memberikan tekanan ekologis dan dapat mengancamkeberadaan dan

kelangsungan ekosistem dan sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di

sekitarnya.

Indonesia merupakan negara pantai terbesar di dunia, dengan garis pantai

sepanjang seperlima dari panjang garis pantai dunia. Namun, dalam satu dekade

ini terdapat kecenderungan bahwa Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang

rentan mengalami kerusakan akibat aktivitas Orang dalam memanfaatkan sumber

10
Adrianto, Lucky.dkk. 2015. Analisis dan Evaluasi Hukum tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil. Pusat Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional.Badan Pembinaan
Hukum Nasional.Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.

xxvi
dayanya atau akibat bencana alam. Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan

eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung peraturan

perundang- undangan yang ada sering menimbulkan kerusakan Sumber Daya

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Peraturan perundang-undangan yang ada lebih

berorientasi pada eksploitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tanpa

memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara itu, kesadaran nilai strategis

dari Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan,

terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang.

Kurang dihargainya hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan Sumber

Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti sasi, mane’e, panglima laot, awig-

awig, terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Sumber

Daya Pesisir dan PulauPulau Kecil menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan

pesisir dan pulau-pulau kecil terpadu belum terintegrasi dengan kegiatan

pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir tersebut

belum mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan belum

memberi kesempatan kepada sumber daya hayati untuk dapat pulih kembali

secara alami atau sumber daya non hayati disubstitusi dengan sumber daya lain.

Oleh sebab itu, keunikan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang

rentan berkembangnya konflik dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi

masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil, perlu dikelola secara baik agar dampak

aktivitas manusia dapat dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahankan

untuk konservasi. Masyarakat perlu didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya

dengan baik dan yang telah berhasil perlu diberi insentif, tetapi yang merusak

xxvii
perlu diberi sanksi. Masyarakat pesisir merupakan masyarakat yang berhubungan

langsung dengan wilayah laut dan yang akan paling merasakan dampak dari

kerusakan dan pencemaran lingkungan laut maka keterlibatan masyarakat pesisir

dalam pengelolaan wilayah pesisir untuk perlindungan lingkungan laut menjadi

sangat penting. Secara umum, masyarakat pesisir dapat dibagi menjadi dua, yaitu

masyarakat lokal dan masyarakat adat.

Masyarakat local adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata

kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-

nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada sumber daya

pesisir dan pulau-pulau kecil tertentu. sedangkan masyarakat adat adalah

masyarakat adat adalah kelompok masyarakat pesisir yang secara turun-temurun

bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul

leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan sumber daya pesisir dan pulau-pulau

kecil, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial,

dan hukum.

Selain itu, terdapat juga kelompok masyarakat pesisir yang diakui dan

dihormati haknya dalam hukum laut internasional (UNCLOS 1982), yaitu

masyarakat perikanan tradisional. Masyarakat perikanan tradisional adalah

masyarakat yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan

penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada

dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.

Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara

Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke

arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12

xxviii
(dua belas) mil laut diukur dari garis pantai. Pemberdayaan Masyarakat adalah

upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada Masyarakat Pesisir agar

mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara lestari.

2.2.7. Dasar Hukum Pengaturan Pengelolaan Pesisir Berbasis

Masyarakat.

Pengelolaan wilayah pesisir dan laut sendiri telah diatur dalam Undang-

Undang 27 Tahun 2007 undang-undang No 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan

Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Proses pengelolaan terdiri dari kegiatan

perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi

manusia dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil serta

proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

masyarakat dan menjaga keutuhan NKRI serta dilakukan dengan cara

mengintegrasikan kegiatan: antara Pemerintah-Pemerintah Daerah, antar

Pemerintah Daerah, antar sektor, antara Pemerintah, dunia usaha dan masyarakat,

antara ekosistem daratan dan lautan; dan antara ilmu pengetahuan dan

manajemen. Amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 adalah bahwa dalam

hal melakukan pengelolaan wilayah pesisir aspek penting yang perlu diperhatikan

adalah peran masyarakat pesisir dalam keterlibatannya untuk ikut serta di bidang

perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dalam melakukan kegiatan

perlindungan dan pengelolaan wilayah pesisir, masyarakat pesisir mendasarkan

dan menyesuaikan dengan kearifan lokal (nilai-nilai hukum yang hidup dalam

masyarakat).

xxix
UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dengan UU No. 1 Tahun 2014, Pasal 1

angka 2 UU tersebut mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah peralihan

antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.

Pasal 2 menyebutkan bahwa ruang lingkup pengaturan wilayah pesisir dan pulau-

pulau kecil meliputi daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang

dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah

administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut di ukur dari

garis pantai. Dengan demikian ruang lingkup Undang-undang Nomor 27 Tahun

2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil meliputi daerah

pertemuan antara pengaruh perairan dan daratan, ke arah daratan mencakup

wilayah administrasi kecamatan dan ke arah perairan laut sejauh 12 (dua belas)

mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan

kepulauan.

Terdapat 3 isu utama yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir ini,

antara lain;11pertama isu degradasi biofisik lingkungan pesisir (karang, stok ikan,

erosi pantai, pencemaran, sedimentasi dan siltasi, kedua isu konflik pemanfaatan

dan kewenangan di wilayah pesisir sehingga mengurangi efektivitas pengelolaan

pesisir secara lestari, dan ketiga ketidakpastian hukum sering terjadi karena

adanya ambiguitas pemilikan dan penguasaan sumberdaya pesisir.

Setelah lahirnya Undang-Undang No. 1 Tahun 2014, sebagaimana yang

telah disampaikan diatas bahwa undang-undang ini dimaksudkan untuk

memperhatikan peran serta masyarakat. Maka, sebagai tindak lanjut dari amanah

11
Ernan Rustiadi, Potensi Dan Permasalahan Kawasan Pesisir Berbasis sumberdaya Perikanan
Dan Kelautan,

xxx
tersebut, maka Menteri Kelautan dan Perikanan Indonesia mengeluarkan dua jenis

peraturan Menteri yaitu, PermenKP No. 40/Permen-KP/2014 tentang Peran Serta

dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

Pulau Kecil dan Permen KP 34/2014 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. khususnya dalam Pasal 4 diatur mengenai Peran

serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir yaitu mulai tahap

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Setelah lahir Undang-Undang No. 1 Tahun 2014, Pemerintah kemudian

melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan melahirkan dua peraturan Menteri

yang bersifat teknis dalam rangka mencapai amanat-amanat yang terdapat dalam

peraturan perundangundangan, yaitu PermenKP No. 34 Tahun 2014 tentang

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil yang merupakan

pengganti dari Permen Kelautan dan Perikanan No. PER.16/MEN/2008 tentang

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. PermenKP No.

34 Tahun 2014 dimaksudkan sebagai norma, standar dan pedoman bagi

pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota dalam

melakukan penyusunan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau

kecil.

PermenKP No.34 Tahun 2014 menekankan pada konteks perencanaan

pengelolaan yang dimaksud yaitu rencana yang memuat susunan kebijakan,

tatacara dan tanggung jawab dalam pengambilan keputusan dari berbagai lembaga

atau instansi pemerintah terkait dengan kesepakatan penggunaan sumber daya

alam atau kegiatan pembangunan di wilayah pesisir.

xxxi
Selanjutnya, di tahun yang sama, sebagai tindak lanjut Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2014 diatas, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan

Permen KP 40/2014 tentang Peran Serta dan Pemberdayaan Masyarakat dalam

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pasal 1 angka 5 menegaskan

bahwa peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah

kepedulian masyarakat dan keterlibatannya baik secara fisik atau non fisik,

maupun langsung atau tidak langsung, atas dasar kesadaran sendiri ataupun

didasarkan pada pembinaan dalam rangka pengelolaan wilayah pesisir. Adapun

bentuk keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir adalah

perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Tiga aspek penting dari peran serta masyarakat dalam pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulau kecil adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan.

Dengan demikian, masyarakat tidak lagi dianggap sebagai bagian eksternal atau

pengguna dari kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah, namun juga dalam hal

ini merupakan bagian penting yang dimulai dari perencanaan hingga pengawasan

atau supervise. PermenKP No. 40/2014 ini mengutamakan peran serta masyarakat

tidak hanya masyarakat local, namun juga masyarakat hukum adat yang

menggantungkan dirinya pada sumber daya di sekitar wilayah pantai. Hal ini

ditegaskan dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d dimana hal tersebut dilakukan dengan

memperkuat nilai-nilai kearifan local untuk mendukung proses pembangunan

kebangsaan dalam wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.

Pemanfaatan wilayah pesisir harus sesuai dengan perencanaan yang telah

ditetapkan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah daerah berdasarkan

kewenangannya. Oleh Undang-undang 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah

xxxii
telah menjelaskan pembagian kewenangan pengelolaan wilayah pesisir dan laut

dimana pemerintah provinsi mempunyai kewenangan untuk mengatur dan

mengkoordinasikan penggunaan sumber daya pesisir dalam batas 12 mil laut dari

garis pangkal ke arah perairan Indonesia. Sedangkan pemerintah pusat memiliki

kewenangan di luar 12 mil laut dan di dalam 12 mil laut yang merupakan kawasan

strategis nasional.

Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan wilayah pesisir telah

ditetapkan dalam UU No 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir

dan Pulau-Pulau Kecil. Sejumlah aturan dalam UU No 27 Tahun 2007 Tentang

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menempatkan masyarakat

sebagai bagian yang penting dalam pengelolaan wilayah pesisir. Aturan tersebut

diantaranya adalah :

Pasal 61

1) Pemerintah mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat

Adat, Masyarakat Tradisional, dan Kearifan Lokal atas Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil yang telah dimanfaatkan secara turuntemurun.

2) Pengakuan hak-hak Masyarakat Adat, Masyarakat Tradisional, dan Kearifan

Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan acuan dalam

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang berkelanjutan.

Pasal 62

1) Masyarakat mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam

perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan terhadap Pengelolaan Wilayah

xxxiii
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengelolaan berbasis masyarakat (PBM) telah

menjadi arus utama (mainstreaming) dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.

Pengelolaan Pengelolaan Berbasis Masyarakat atau biasa disebut

Community Based management (CBM) menurut Nikijuluw (1994) merupakan

salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam, misalnya perikanan, yang

meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai

dasar pengelolaannya. PBM telah menjadi bagian utama dalam strategi

konservasi dan solusi alternatif untuk pengelolaan sumber daya pesisir. PBM

menekankan pentingnya proses pengelolaan yang berbasis kekhasan lokal,

berorientasi pada peningkatan kesejahteraan serta diterapkan secara holistic dan

berkelanjutan.

Selain Undang-Undang No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah

Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil jo. Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang

Perubahan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil berbasis masyarakat juga telah diatur di

tingkat provinsi, yaitu Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat No. 12

Tahun 2017 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Tahun 2017-2037. Perda Provinsi ini kemudian tidak mengatur keterlibatan

masyarakat pesisir dalam penyelenggaraan wilayah pesisir dan mengenai tata

cara peran serta keterlibatan masyarakat pesisir dalam penyelenggaraan wilayah

pesisir.

2.3 konsep Kerusakan lingkungan

Kerusakan lingkungan hidup di Indonesia semakin hari kian parah.

Kondisi tersebut secara langsung telah mengancam kehidupan manusia. Tingkat

xxxiv
kerusakan alam pun meningkatkan risiko bencana alam. Penyebab terjadinya

kerusakan alam dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu akibat peristiwa alam dan

akibat ulah manusia.

Kerusakan lingkungan hidup dapat diartikan sebagai proses

deteriorasi atau penurunan mutu (kemunduran) lingkungan. Deteriorasi

lingkungan ini ditandai dengan hilangnya sumber daya tanah, air, udara,

punahnya flora dan fauna liar, dan kerusakan ekosistem.

Pengaturan Lingkungan Hidup dalam satu kesatuan dan saling

berinteraksi baik secara fisik maupun nonfisik sehingga mempengaruhi

kelangsungan kehidupan makhluk hidup tersebut, khususnya manusia.

2.5. Penelitian terdahulu

1. Menurut penelitian yang di lakukan oleh (Erlies Septiana Nurbani dan

Diva Pitaloka 2021) dalam jurnal yang berjudul: “perlindungan lingkungan

laut oleh pemerintah desa”(studi desa senggigi lombok barat). Subjek

penelitian dalam penelitian ini adalah pemerintah desa senggigi. Metode

penelitian yang digunakan adalah metode penelitian studi kasus penelitian

ini mengelaskantentang bagaimana masyarakat dan pemerintah desa dapat

berpartisipasi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan tentang

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta peraturan

pelaksananya, baik ditingkat pusat maupun di daerah. Oleh karena itu,

kegiatan pengabdian yang telah dilaksanakan pada tahun 2021 memberikan

pencerahan kepada unsur pemerintah Desa Senggigi, BPD dan tokoh agama,

masyarakat dan perempuan tentang mekanisme apa yang dapat dilaksanakan

xxxv
di tingkat desa terhadap isu-isu wilayah pesisir. Sebagaimana yang telah

diamanatkan oleh undang-undang bahwa masyarakat memainkan peran

yang vital dalam pengelolaan dan perlindungan wilayah pesisir, sebab

masyarakat tersebutlah yang akan merasakan dampak buruk dari eksploitasi

lingkungan laut yang bersifat economy-oriented. Oleh karena itu, peraturan

daerah di tingkat Provinsi dalam hal ini adalah Provinsi Nusa Tenggara

Barat sebagai provinsi yang terdiri atas dua pulau utama dan beberapa

pulau-pulau kecil untuk menurunkan perintah legislasi yang berada di

tingkat pusat ke dalam peraturan daerah provinsi.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis

terletak pada Metode penelitian yang di gunakan yakni metode penelitian

kualitatif.

Adapun perbedaan penelian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis yakni terletak pada fokus penelitianya dimana yang menjadi fokus

penelitian pada jurnal tersebut adalah dampak buruk dari eksploitasi lingkungan

laut yang bersifat economy-oriented. Sedangkan fokus penelitian penulis adalah

Peran Pemerintah Desa dalam menyadarkan masyarakat mengenai kerusakan

lingkungan laut..

2. Menurut penelitian yang di lakukan oleh (Nur Hidayah dan Ali Rahman)

dalam jurnal yang berjudul: “Peran Pemerintahan Desa Dalam Pengendalian

Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Pedesaan 2021.”Subjek penelitian

dalam penelitian ini adalah pemerintah desa. Metode Penelitian Hukum

Empiris adalah suatu metode penelitian hukum yang menggunakan fakta-

fakta empiris yang diambil dari perilaku manusia, baik perilaku verbal yang

xxxvi
didapat dari wawancara maupun perilaku nyata yang dilakukan melalui

pengamatan langsung.

Hasil dari penelitian ini menjelaskan Pengelolaan lingkungan hidup

termasuk sumber daya alam, menjadi sarana penting untuk mencapai

terwujudnya kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi

masa depan. Lingkungan hidup dikelola dengan prinsip melestarikan fungsi

lingkungan yang serasi, selaras, dan seimbang untuk menunjang

pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan. Kehidupan manusia

tidak akan pernah lepas dari lingkungan. Eksistensi kehidupan manusia

sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah menyediakan

beragam kebutuhan bagi manusia yang merupakan syarat mutlak agar

manusia dapat mempertahankan kehidupannya. Maka modal dalam

pengelolaan lingkungan hidup mesti disertai pengetahuan tentang

lingkungan hidup. Hal ini sebagai upaya agar segala kebijakan pemerintah

desa dapat berwawasan lingkungan sertakebijakan tersebut tersistematis dan

terpadu dalam upaya penanggulangan dan pelestarian lingkungan hidup.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis terletak pada tema pembahasan yang sama-sama membahas tentang

pengelolaan lingkungan hidup di pedesaan.

Selanjutnya yang menjadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian

penulis yakni Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini tidak jelas

3. Menurut penelitian yang di lakukan oleh (Gatot Sudiono 2008) dalam

jurnal yang berjudul. “Analisis Pengelolaan Terumbu Karang Pada

Kawasan Konservasi Laut Daerah (Kkld) Pulau Randayan Dan Sekitarnya

xxxvii
Kabupaten Bengkayang Provinsi Kalimantan Barat. penelitian ini adalah

deskriptif melalui pendekatan kualitatif untuk menganalisis ancaman dan

faktor permasalahan penyebab kerusakan terumbu karang, upaya-upaya

pengelolaan terumbu karang dan kebijakan yang terkait, yang dilakukan

pada lokasi studi melalui obervasi dan wawancara, untuk memperoleh

gambaran dan realitas sosial berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada di

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pulau Randayan dan Sekitarnya.

Hasil penelitian ini Berdasarkan dari hasil analisis pengelolaan batu karang

di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Randayan dan Sekitarnya

Kecamatan Sungai Raya Kepulauan Kabupaten Bengkayang, dapat peroleh

Bahwa sejak tahun 2005 sampai dengan saat ini (2008), masing-masing

potensi ancaman dan faktor-faktor penyebab kerusakan batu karang pada

KKLD Pulau Randayan dan Sekitarnya terjadi perubahan tingkatan, yaitu:

a. Internal - Sedimentasi di kawasan terumbu karang akibat degradasi fisik

habitat pesisir (abrasi dan erosi) akibat pengolahan lahan atas yang kurang

baik; - Predator alami (bintang laut/ Acanthaster planci dan bulu babi)

belum banyak menyebabkan kerusakan termbu karang di KKLD Aktifitas -

penangkapan ikan dengan bom dan jaring trawl berkurang intensitas

operasinya, masih berpotensi untuk muncul kembali; - Aktifitas

penangkapan ikan dengan bagan tancap dan bubu meningkat berpotensinya

jadi ancaman utama bagi terumbu karang di KKLD; - Adanya kecendrungan

terjadinya tangkap lebih (over fishing) khususnya jenis ikan karang; -

Adanya peningkatan aktifitas kapal nelayan dan transportasi umum yang

berlabuh/ membuang jangkar kapal di kawasan terumbu karang. - .Belum

xxxviii
ada aturan lokal pengelolaan terumbu karang yang diformalkan. b. Eksternal

- Adanya penurunan tingkat kecerahan perairan karena tingginya suplai

material sedimen tersuspensi dari daratan utama.

Persamaan penelitian ini dengan penelitian ini yang dilakukan penulis

terletak pada tema pembahasan yakni Pengelolaan lingkungan laut mengenai

eksploitasi batu karang.

Adapun yang menjadi perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

dilakukan oleh penulis terletak pada metode penelitiannya dimana dalam jurnal

ini metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode studi

kasus sedangkan metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode

deskriptif kualitatif.

2.6. Kerangka Pikir

Peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan lingkungan laut akibat

eksploitasi di Desa panambea Barata Kecamatan moramo Kabupaten Konawe

Selatan. peneliti mencoba membuat kerangka atau konsep pemikiran yang

digunakan sebagai acuan pelaksanaan penelitian dan juga sebagai acuan dalam

penyusunan laporan hasil penelitian. Adapun teori-teori yang mendukung

pemikiran dari peneliti adalah teori konflik.

Penyusunan kerangka pemikiran ini juga bertujuan untuk tetap

memfokuskan penelitian ke dalam objek kajian yang diteliti, sehingga

pelaksanaan penelitian dan pembahasan penelitian tidak melebar dan dapat

menghasilkan penelitian yang memiliki fokus dengan konsep awal yang telah

ditentukan.Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat disusun kerangka

berpikir sebagai berikut.

xxxix
Kerangka pikir dalam penelitian ini digambarkan pada bagan 1.

Peran Pemerintah Desa Dalam Mengatasi


Kerusakan Lingkungan Laut Eksploitasi batu
Karang Di Desa
Panambea Barata Kecamatan Moramo
Kabupaten Konawe Selatan

Peran Pemerintah Desa Dalam Faktor yang mendorong dan


Mengatasi Mengenai menghambat pemerintah desa dalam
Kerusakan Lingkungan Laut mengenai kerusakan Lingkungan laut
akibat eksploitasi batu karang. akibat eksploitasi batu karang yaitu:
1. Pembangunan 1. Faktor mendorong (Link positif)
berkelanjutan a. Dukungan dari masyarakat
2. Membuat undang- b. pernyataan kesanggupan
undang perlindungan pengelolaan dan pemantau.
3. Pengelolaan sumber c. sarana dan prasarana
daya alam dengan
2. Faktor menghambat (Negative
pendekatan lingkungan
Links)
Menurut Adisukarjo, (2007:26) a. sebagian masyarakat yang
kurang peduli dengan
lingkungan
b. faktor ekonomi
c. pertumbuhan jumlah penduduk
d. urbanisasi
e. Tanggung jawab administrasi

Menurut Soemarwoto, Otto. (2009)

Gambar 1 : Kerangka Pikir

xl
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Desa Panambea Barata Kecamatan

Moramo Kabupaten Konawe Selatan. Pada penelitian kualitatif ini peneliti

sendirilah yang menjadi instrumen penelitian untuk mendapatkan data secara

langsung dari sumbernya. Dipilihnya lokasi Desa Panambea Barata Kecamatan

Moramo karena pertimbangan menjadi lokasi yang diteliti oleh penulis tentang

Peran pemerintah desa dalam mengatasi kerusakan lingkungan laut akibat

eksploitasi batu karang (Studi di Desa Panambea Barata Kecamatan Moramo

kabupaten Konawe Selatan).

3.2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskripsi kualitatif, dengan jenis penelitian

kualitatif yang diartikan sebagai suatu kondisi atau sistem pemikiran ataupun

kelas peristiwa pada masa sekarang secara cermat mendasar dari keseluruhan

personalitas.

Metode penelitian kualitatif digunakan sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati (Moelong, 2011).

Untuk memperoleh fakta yang sesuai, penulis turung langsung kelapangan

untuk mewawancari narasumber serta mengamati fenomena-fenomena secara

langsung. Tipe penelitian ini adalah studi kasus dengan didukung data kualitatif

xli
dimana peneliti berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau realita

mengenai peran pemerintah Desa dalam mengatasi kerusakan Lingkungan laut

akibat eksploitasi batu karang.

3.3. Informan Penelitian

Dalam penelitian kualitatif posisi sumber data yang berupa manusia

(narasumber) sangat penting peranannya sebagai individu yang memiliki

informasinya. Peneliti dan narasumber di sini memiliki posisi yang sama, oleh

karena itu narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada yang diminta

peneliti, tetapi ia dapat lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan

informasi yang ia miliki. Karena posisi inilah sumber data yang berupa manusia

di dalam penelitian kualitatif disebut sebagai informan. Beberapa Informan

dalam penelitian adalah orang atau pelaku yang benar-benar tahu dan menguasai

masalah, serta terlibat langsung dengan masalah penelitian.

3.4. Jenis Sumber Data

1. Data Primer

Merupakan data yang diambil yang di ambil secara langsung

melalui tanya jawab langsung kepada responden tentang peran pemerintah

Desa dalam mengatasi mengenai kerusakan lingkungan laut akibat

eksploitasi batu karang di desa Panambea Barata, Kecamatan Moramo,

kabupaten Konawe Selatan.

2. Data Sekuder

Data yang diperoleh dari berbagai sumber sehingga tidak

bersifat otentik lagi, data sekunder dalam penelitian ini dan data-data

pendukung lainnya yang berkenaan dengan peran pemerintah desa dalam

xlii
mengatasi mengenai kerusakan lingkungan laut akibat eksploitasi batu

karang di desa Panambea Barata, Kecamatan Moramo, kabupaten Konawe

Selatan.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang perlukan dalam penelitian ini maka penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

1. Wawancara

Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan

tanya jawab langsung kepada responden. Mengenai peran pemerintah Desa

dalam mengatasi mengenai kerusakan lingkungan laut akibat eksploitasi batu

karang di desa Panambea Barata, Kecamatan Moramo, kabupaten Konawe

Selatan Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab langsung kepada

Kepala Desa Panambea Barata.

2. Observasi

Observasi (Nana Syaodin Sukmadinata, 2006) adalah suatu cara untuk

mengadakan penilaian dengan jalan mengadakan pengamatan secara

langsung dan sistematis. Data-data yang diperoleh dalam observasi itu dicatat

dalam suatu catatan observasi. Kegiatan pencatatan dalam hal ini adalah

merupakan bagian dari pada kegiatan pengamatan.

3. Dokumentasi

Salah satu metode pengumpulan data dengan melihat atau

menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau orang

lain tentang subjek (Nurul zuriah, 2007) dokumentasi dalam penelitian ini

adalah foto-foto penulis dengan responden pada saat wawancara.

xliii
3.6. Teknik Analisis Data

Setelah selesai menyusun teknik pengumpulan data yang digunakan

langkah selanjutnya adalah melakukan analisis data. Analisis data merupakan

tahap pertengahan dari serangkaian tahap dalam sebuah penelitian yang

mempunyai fungsi yang sangat penting (Herdiansyah, 2010:158). Teknik

Analisa data deskriptif kualitatif :

1. Pengumpulan data.

Melakukan penegumpulan data dari lapangan dengan melakukan

wawancara , survei, observasi serta dokumentasi.

2. Pengolahan data

Setelah data-data berhasil dikumpulkan langkah selanjutnya adalah

proses pengolahan. Peneliti melakukan pemeriksaan terhadap jawaban-

jawaban informan dan survei yang telah dilakukan dari data hasil wawancara

dan observasi yang dilakukan oleh penelti. Tujuanya adalah penghalusan

data dan selanjutnya perbaikan kata dan kalimat, memberikan keterangan

tambahan membuang keterangan yang tidak penting.

3. Reduksi Data

Setelah peneliti melakukan pengumpulan data, maka peneliti melakukan

reduksi data. Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak

untuk itu maka perlu dicatat dengan teliti dan rinci. Perlu dilakukan analisis

data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-

hal yang pokok, memfokuskan pada hal yang penting, dicari tema dan

polanya dan membuang yang tidak perlu menurut Sugiyono (2016;338).

xliv
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Herman. 2009. Geliat Pembangunan Kota Pekan Baru Menuju Kota
Terkemuka di Indonesia. Jakarta : PT Wahana Semesta Intermedia.
Aprilia Theresia ,Krishna dkk. 2015. Pembangunan Berbasis Masyarakat.
Bandung. Alfabeta.
Asep Herry Hernawan, Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran, Jakarta:
Universitas Terbuka, 2007.
Friedman, M. Marilyn. (1998). Keperawatan Keluarga :Teori dan Praktik.
Jakarta : EGC.

xlv
Gaffar f, Vanessa. 2007. CRM dan MPR Hotel (CRM dan Marketing) Public
Relations. Bandung: Alfabeta.
Knoers dan Haditono. 1999. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai
bagiannya (cetakan ke-12). Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.
Jakarta
Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan, Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional (ed. 2).Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2001. Pendekatan praktis metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. Info
Medika.
Paulus Effendi Lotulung.2013. Hukum Tata Usaha Negara danKekuasaan.
Jakarta :Salemba Humanika.
Peraturan Pemerintah No 72 / 2005 tentang Desa Peraturan Pemerintah No 43 /
2014 tentang PeraturanPelaksanaan UU No.6/2014 Tentang Desa.
press.
Solekhan, Moch. 2014. Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Malang: Setara
Widayatun, Tri Rusmi. 1999. Ilmu Perilaku M.A.104: Buku Pegangan Mahasiswa
Akper. Jakarta: SagungSeto.
Widayatun. 2009. IlmuPerilaku. Jakarta : Info Medika.
Soemarwoto, Otto. (2009). Mengenai Analisis Dampak Lingkungan. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada Press.
Adisukarjo, Sudjatmoko., dkk (2007). Ajar Horizon Ilmu Pengetahuan Sosial
Karya.

xlvi

Anda mungkin juga menyukai