Pandemi Covid-19 memaksa setiap orang beradaptasi dengan kebiasaan baru, termasuk
dalam proses belajar mengajar di sekolah. Ketidakmampuan beradaptasi dan bertransformasi akan
menambah persoalan dan memperlambat upaya pencapaian tujuan pendidikan. Oleh karena itu,
dibutuhkan upaya dan strategi pendidikan dalam transisi menuju era pasca pandemi.“Kita semua
membutuhkan strategi dalam transisi menuju era pasca pandemi,” kata Direktur Sekolah Dasar,
Kemendikbudriatek, Dra. Sri Wahyuningsih, M.Pd., dalam Webinar Nasional HIMA PGSD Kampus 1
FIP Universitas Negeri Yogyakarta, Sabtu, 22 Mei 2021.
Sri Wahyuningsih menjelaskan, ada tiga langkah yang dilakukan Direktorat Sekolah Dasar
dalam beradaptasi dengan pandemi Covid-19 untuk mencapai tujuan pendidikan Indonesia yang
lebih baik. Pertama, melalui kebijakan yang dikeluarkan pemerintah di tengah pandemi, seperti
relokasi anggaran, SKB 4 Menteri tentang Pembelajaran Tatap Muka, koordinasi dengan
pemerintah daerah dan sekolah.
Kedua adalah transisi masa pandemi, dimana pemerintah telah melakukan vaksinasi
terhadap guru dan tenaga kependidikan. Pemerintah juga melakukan penyiapan infrastruktur
termasuk digitalisasi dan telekomunikasi untuk pemenuhan pembelajaran di masa pandemi.
Selain itu, melakukan survey pembelajaran tatap muka, persiapan pembelajaran tatap muka
terbatas, remedial, penyiapan digitalisasi sekolah, penyiapan program Sekolah Penggerak dan
melakukan upaya pembinaan UKS untuk mendukung kebiasaan hidup di era new normal, dengan
menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Upaya ketiga yang dilakukan oleh Direktorat Sekolah Dasar adalah strategi di masa pasca
pandemi. Kami melakukan penguatan dan perluasan digitalisasi sekolah termasuk di wilayah 3T.
Memberikan optimalisasi PHBS, scale up pengimbasan sekolah penggerak serta penguatan pelajar
berkarakter melalui berbagai moda pembelajaran (daring maupun luring),” imbuh Sri Wahyuningsih.
Direktur Sekolah Dasar berharap dengan upaya dan strategi yang sudah dilakukan akan
melahirkan perubahan perilaku di pasca pandemi nanti. Seperti terlahirnya penguatan perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS), pemanfaatan teknologi dalam mendukung pembelajaran (pengelolaan,
asesmen, dan sumber belajar) menjadi menyeluruh, sehingga menimbulkan kecakapan dalam
pemanfaatan teknologi seperti kecermatan, ketelitian, disiplin dan kehati-hatian. Selain itu
diharapkan dapat menguatkan kemitraan antara pemerintah, orang tua dan masyarakat.
Lalu yang kedua, orang tua di era saat ini, apalagi pasca pandemi, harus dirangkul. Para
orang tua harus kritis terhadap kondisi sekolah, tapi di sisi lain harus mendukung kebijakan sekolah.
“Aspek selanjutnya yang harus dipertahankan oleh sekolah adalah hubungan sekolah dengan
pemerintah dan pihak-pihak terkait. Selain itu, sekolah harus bisa memberikan informasi yang akurat
terkait apapun yang terjadi di lapangan kepada pihak pemerintah agar dapat segera dicarikan
solusinya,” ujar Angelia.
Aspek yang ketiga adalah perpustakaan dan aplikasi belajar yang harus tetap dijaga dan
dipelihara. Apalagi di tengah pandemi ini sekolah harus memiliki aplikasi belajar yang bisa diberikan
untuk anak. “Melalui perpustakaan dan aplikasi belajar, anak didik kita tidak hanya mendapatkan
referensi belajar dari ibu gurunya, melainkan dari berbagai akses media,” imbuhnya.
Usman Djabbar, M.Pd., Ketua Komunitas Guru Belajar Nusantara mengatakan, ada tiga warisan
pandemi yang tidak boleh dihilangkan di satuan pendidikan. Pertama, guru harus belajar dan
berbagi. Kedua, budaya inovasi seperti melakukan pembelajaran melalui project based learning.
“Dan yang terakhir, warisan teknologi pendidikan yaitu memahami konsep verifikasi
perbandingan sistensi uji coba produksi, pengetahuan, kesempatan berkolaborasi dengan
ekosistem yang berbeda dengan menggunakan teknologi. Ketiganya ini adalah warisan pandemi
yang jangan sampai hilang begitu saja ketika belajar tatap muka sudah kembali,” katanya.
(Hendriyanto)