Anda di halaman 1dari 30

MODUL DESAIN PELATIHAN

CAPACITY BUILDING

Dosen Pengampu :
Iqbal Hawabi M.Psi

Disusun oleh :
Nur Ikhsan Mahmudi Sarif (200401110076)
Haris Maulana Yusuf (200401110037)
M Wildan Rafif Ahnaf (200401110153)
M. Faiq Fauzan (200401110173)
Ahmad Afskar Nala Apriyadi (200401110129)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MALANG
TAHUN 2023
DAFTAR ISI
MODUL I LEADERSHIP ......................................................................................
A. PENDAHHULUAN.....................................................................................
B. GAYA KEPEMIMPINAN..........................................................................
C. FUNGSI KEPEMIMPINAN ......................................................................
D. TEORI KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI ..............................
E. PENDEKATAN DALAM KEPEMIMPINAN .........................................
F. LIMA TINGKATAN KEPEMIMPINAN.................................................
G. PENGEMBANGAN KEPEMIMPINAN ..................................................
H. MODEL KEPEMIMPINAN
I. MODEL PELATIHAN ...............................................................................
MODUL II MANAJEMEN ORGANISASI..........................................................
A. KEORGANISASIAN ..................................................................................
B. PERENCANAAN ........................................................................................
MODUL III TEKNIK PERSIDANGAN...............................................................
A. PENDAHULUAN ........................................................................................
B. KETENTUAN UMUM PERSIDANGAN .................................................
C. BAGIAN-BAGIAN PERSIDANGAN .......................................................
D. ISTILAH-ISTILAH DALAM PERSIDANGAN ......................................
E. KETENTUAN KETUKAN PALU SIDANG ............................................
MODUL IV OPTIMALISASI PROGRAM KERJA ...........................................
A. PENGERTIAN ............................................................................................
B. ELEMEN OPTIMALISASI .......................................................................
C. ASPEK OPTIMALISASI ...........................................................................
D. ALASAN DIBENTUK PROGRAM KERJA............................................
E. KLASIFIKASI.............................................................................................
F. ASPEK PROGRAM KERJA .....................................................................
G. MANFAAT OPTIMALISASI ....................................................................
MODUL V POTENSI MINAT DAN BAKAT......................................................
A. PERAN POTENSI MINAT BAKAT.........................................................
B. IDENTIFIKASI DAN EKSPLORASI.......................................................
C. PENERAPAN POTENSI............................................................................
D. PERAN DUKUNGAN DAN KOLABORASI ...........................................
E. STUDI KASUS ............................................................................................
F. EVALUASI DAN TINDAK LANJUT.......................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
Modul 1 : LEADERSHIP (Sub Tema)

Kegiatan : Materi "pengembangan karakterisktik kepemimpinan"


Metode : Ceramah, dan Diskusi
PIC : Trainer
Durasi : 90 menit
Target : Knowledgel

Tujuan :
a. Peserta memahami pentingnya mengembangkan dan mengoptimalkan karatker
leadership
b. Peserta mengetahui gaya gaya kepemimpinan.
c. Peserta memahami level level tingaktan kepemimpinan yang ideal
Prosedur :
Tahap 1 : Trainer memperkenalkan konsep capacity building dan mengapa karakter
leadership itu penting
Tahap 2 :
 Sesi awal Trainer menyampaikan materi tentang kepemimpinan
(durasi 20 menit).
 Sesi kedua Trainer membagikan masalah dan hamabtan yang
tercantum dalam pengembangan kepemimpinan (durasi 20 menit).
 Sesi terakhir Trainer memfasilitasi diskusi untuk peserta
memututskan memilih model choacing leadership untuk
mengembangkan potensi kepemimpinan mereka (durasi 50 menit).
Tahap 3 : Trainer memberikan kesempatan bagi peserta untuk mempraketkan
pengetahuan tentang pengembangan karakter kepemimpinan mereka dan memberikan
umpan balik konstruktif.

1. Pendahuluan
Kepemimpinan berasal dari kata pemimpin yaitu induvidu yang memimpin dan
kepimimpinan merupakan sifat atau karakter yang harus dimiliki oleh pemimpin. Maka
dari itu kepemimpinan merupakan kemempuan untuk mempengaruhi manusia untuk
melaksanakan atau melarang sesuatu.
Terdapat beberapa tokoh mencoba untuk mendifinisikan kepemimpinan, Menurut
Miftah Thoha kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain,
atau seni mempengaruhi perilaku manusia, baik perseorangan maupun kelompok,
Harold Kontz mendeinisikan kepemimpinan sebagai pengaruh, seni atau proses
mempengaruhi orang sehingga mereka akan berusaha mencapai tujuan kelompok
dengan kemauan dan antusias. Nanus berpendapat “leadership role in policy formation
has a solid foundation in practice and is safely short of usuring a governing broad’s
prerogrative in establishing policy”. Dari beberapa paparan definisi tersebut maka dapat
disimpulkan bahwasanya kepimimpinan merupakan upaya untuk mempengaruhi orang
lain dengan memberikan dorongan dan bimbingan dalam bekerjasama untuk menggapai
tujuan yang telah disepakati Bersama.
Keberadaan pemimpin merupakan suatu hal yang penting dalam menentukan
tujuan-tujuan, pemberi motivasi, dan melakukan ragam tindakan ke bawahannya.
Sehingga kehadiran pemimpin itu akan selalu menjadikan dirinya sebagai orang yang
memimpin, pemimpin yang tidak diangkat dengan surat keputusan atau diangkat oleh
kelompok non formal biasa disebut dengan pemimpin non formal.
Kepemimpinan tidak dapat dijelaskan hanya dalam hal perilaku, melainkan
kepemimpinan melibatkan hubungan kolaboratif yang mengarah pada tindakan kolektif
yang didasarkan pada nilai-nilai bersama dari orang-orang yang bekerja sama untuk
menghasilkan perubahan positif.
2. Gaya Kepemimpinan
Dari penelitian yang dilakukan Fiedler yang dikutip oleh Prasetyo (2006)
ditemukan bahwa “kinerja kepemimpinan sangat bergantung pada organisasi maupun
gaya kepemimpinan”. Pemimpin bisa efektif dan tidak efektif dalam situasi tertentu.
Untuk meningkatkan efektivitas organisasi, dibutuhkan kemauan untuk belajar
bagaimana melatih pemimpin secara efektif, namun juga menciptakan lingkungan
organisasi yang pemimpinnya mampu melaksanakan tugasnya sebaik mungkin.
Terdapat 3 gaya kepemimpinan yang telah disampaikan oleh Lewin menurut
University of Iowa Studies yang dikutip Robbins 34 dan Coulter (2002), yaitu
A. Gaya Kepemimpinan Autokratis
Gaya ini menjadikan pemimpin dapat mengontrol pada setiap aspek pelakasaan
kegiatan yang mana ia akan memberitahu target utama dan target minor yang perlu
dikejar dan cara untuk mencapai target tersebut, jadi gaya kepemimpinan ini adalah
Gaya pemimpin yang mendasarkan keputusan dan kebijakan dari dirinya secara penuh.
Kelebihan: Semua kebijakan ditentukan oleh pemimpin, Cara dan langkah
pelaksanaan kegiatan diperintah oleh pimpinan setiap waktu yang membuat langkah
kedepannya tidak menentu untuk tingkatan yang lebih tinggi, Pemimpin biasanya
membagi tugas kerja bagian dan kerjasama setiap anggota.
Kelemahan : Pemimpin kurang memperhatikan kebutuhan bawahan, Komunikasi
hanya satu arah yaitu ke bawah saja, Pemimpin menjadi pihak yang dipuji dan dikecam
terhadap pekerjaan yang dilakukan anggotanya, Pemimpin tidak terlibat dalam
partisipasi kelompok aktif kecuali bila menunjukkan kemampuannya.
B. Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya pemimpin yang memberikan kewenangan secara luas adil dan luas
merupakan gaya kepemimpinan demokratis atau partisipatif. Gaya ini menuntun
pemimpin untuk melibatkan anggota sebagai tim yang utuh dalam menyelesaikan
perkara yang dihadapi. Pemimpin memberikan segala informasi terkait tugas, pekerjaan
dan tanggung jawab anggotanya.
Menurut Robbins dan Coulter (2002) “gaya kepemimpinan demokratis
mendeskripsikan pemimpin yang cenderung mengikutsertakan karyawan dalam
pengambilan keputusan, mendelegasikan kekuasaan, mendorong partisipasi karyawan
dalam menentukan bagaimana metode kerja dan tujuan yang ingin dicapai, dan
memandang umpan balik sebagai suatu kesempatan untuk melatih karyawan”
Kelebihan : Lebih memperhatikan bawahan untuk mencapai tujuan organisasi.
Setiap kebijakan diberikan pada kelompok diskusi dan pemimpin membantu
pengambilan keputusan. Kelompok membahas tentang kegiatan yang akan dilakukan,
mempersiapkan tujuan, dan bila perlu pemimpin memberikan saran terkait petunjuk
teknis pelaksanaan dengan langkah-langkah alternatif yang bisa dipilih. Anggota
kelompok bebas bekerja dengan tim pilihan mereka dan pembagian tugas ditetapkan
kelompok. Menekankan dua hal yaitu bawahan dan tugas. Pemimpin menjadi anggota
kelompok biasa yang tidak perlu melaksanakan banyak tugas, serta ia merupakan
obyektif atau fact-minded dalam pujian dan kecamannya.
Kekurangan : Gaya kepemimpinan Laissez-faire (kendali bebas) merujuk pada
pemimpin yang hanya ikut serta dalam jumlah kecil dimana anggotalah yang berperan
aktif dalam menetapkan tujuan dan cara menyelesaikan masalah yang timbul. Gaya
kepemimpinan demokratis kendali bebas ini merupakan model yang dinamis yang mana
seorang pimpinan hanya memberitahu target utama yang ingin dikejar oleh kelompok.
Setiap bidang kelompok dipercayai untuk menetapkan target minor, cara pencapaian
target dan cara penyelesaian perkara masing-masing. Oleh karenanya, pimpinan hanya
sebagai pengawas saja
C. Gaya Kepemimpinan” Laissez-Faire (Kendali Bebas)
Gaya kepemimpinan kendali bebas mendeskripsikan pemimpin yang secara
keseluruhan memberikan karyawannya atau kelompok kebebasan dalam pembuatan
keputusan dan menyelesaikan pekerjaan menurut cara yang menurut karyawannya
paling sesuai. Di sisi lain, kepemimpinan kendali bebas sangat sesuai dengan anggota
yang berkompetensi dan berkomitmen tinggi. Tetapi pada era ini, sebagian besar para
ahli memberikan gaya kepemimpinan yang mampu mengembangkan produktivitas kerja
anggota, berawal dari teori sifat sampai teori situasional.
Kelebihan Anggota kelompok secara bebas mengambil keputusan dengan
keterlibatan minimal dari pimpinan. Bahan yang disediakan oleh pemimpin membuat
anggota selalu siap bila dia akan memberikan informasi saat menjawab pertanyaan.
Anggota kelompok membuat keputusan yang sesuai dengan pencapaian tujuan.
Kelemahan : Sama sekali tidak ada partisipasi dari pemimpin dalam penentuan
tugas. Kritikan yang secara impulsif diberikan kepada anggota kelompok atau
pertanyaan yang tidak bermaksud mengatur suatu peristiwa. Pemimpin membiarkan
bawahannya untuk mengatur dirinya sendiri. Pemimpin hanya menentukan
kebijaksanaan dan tujuan umum.
3. Fungsi kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi “memiliki dua dimensi yaitu:
a. Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan mengarahkan dalam tindakan
atau aktivitas pemimpin, yang terlihat pada tanggapan orang-orang yang dipimpinnya.
b. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau keterlibatan orang-orang yang
dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok atau organisasi, yang
dijabarkan dan dimanifestasikan melalui keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin”
Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut Hadari Nawawi, secara
operasional dapat dibedakan “lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu:
a. Fungsi Instruktif Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan apa (isi
perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu memulai,
melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan perintah)
agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang yang dipimpin
hanyalah melaksanakan perintah.
b. Fungsi Konsultatif Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai komunikasi
dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha menetapkan
keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi dengan orang-orang
yang dipimpinnya.
c. Fungsi Partisipasi Dalam menjalankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari
tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
d. Fungsi Delegasi Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan
pelimpahan wewenang membuat atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi
sebenarnya adalah kepercayaan seorang pemimpin kepada orang yang diberi
kepercayaan untuk pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara
bertanggungjawab. Fungsi pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan
perkembangan kelompok tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang
diri.
e. Fungsi Pengendalian Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang efektif
harus mampu mengatur aktivitas anggotanya secara terarah dan dalam koordinasi yang
efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Dalam
melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat mewujudkan melalui kegiatan
bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan”.

4. Teori Kepemimpinan Dalam Organisasi


Ada beberapa teori kepemimpinan dalam organisasi :
a. Teori sifat: kecerdasan, inisiatif, keterbukaan dan perasaan humor, antusiasme,
kejujuran, simpatik, kepercayaan pada diri sendiri /PD
b. Teori Kelompok (berskala psikologi sosial) : Pertukaran antara pemimpin dan
pengikutnya, konsep sosiologi, memperhitungkan dan membantu pengikutnya,
pemberian perhatian
c. Teori Situasional dan model kontingensi : Hubungan pemimpin dan struktur fungsi,
derajat tugas dan strukutur tugas, otorita formal (kontingensi), diterima oleh
pengikutnya, tugas dan semua berhubungan dengannya ditentukan dengan secara jelas,
penggunaan otoritas dan kekuasaan secara formal
d. Teori jalan-jalan kecil-tujuan : Kepemimpinan direktif, pemimpin mendukung
partisipatif, pemimpin berorintasi pada prestasi.

5. Pendekatan Dalam Kepemimpinan


Terdapat 4 pendekatan kepemimpinan yang dijelasakan dalam poin poin berikut :
a. Pendekatan Sifat
Kesuksesan dan kegagalan pemimpin ditentukan oleh sifat yang dimilikinya sejak lahir.
b. Pendekatan Keahlian
Individu pemimpin merupakan fokus dari pendekatan keahlian dan pendekatan sifat.
Namun, jika pendekatan sifat berhubungan dengan karakter pribadi pemimpin yang
dibawanya sejak lahir, maka pendekatan keahlian berpusat pada kemahiran dan kemampuan
yang dapat dipelajari dan dikembangkan oleh seseorang yang ingin menjadi pemimpin. Jika
pendekatan sifat mempertanyakan siapa saja yang mampu untuk menjadi pemimpin, maka
pendekatan keahlian mempertanyakan apa yang harus diketahui untuk menjadi seorang
pemimpin. Kemampuan seseorang untuk mengaplikasikan pengetahuan dan kompetensi
yang dimilikinya untuk mencapai tujuan merupakan pengertian dari pendekatan keahlian.
c. Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku berdasarkan pada pemikiran bahwa sikap dan gaya kepemimpinan
mampu menentukan kesuksesan atau kegagalan seorang pemimpin. Sikap dan gaya
kepemimpinan tersebut terlihat dari kehidupannya sehari-hari, cara ia memberi perintah,
membagi tugas dan wewenangnya, cara berkomunikasi, cara mendorong semangat kerja
bawahan, cara memberi bimbingan dan pengawasan, cara membina disiplin kerja bawahan,
cara menyelenggarakan dan memimpin rapat anggota, cara mengambil keputusan dan
sebagainya.
d. Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional atau pendekatan kontingensi didasarkan pada pendapat tentang
kesuksesan kepemimpinan tidak hanya dipengaruhi oleh perilaku pemimpin saja. Setiap
organisasi mempunyai karakter khusus dan unik yang bahkan organisasi sejenispun akan
menghadapi isu-isu yang bervariasi karena lingkungan, semangat, watak dan situasi yang
berbeda ini harus ditindaklanjuti dengan perilaku kepemimpinan.
6. Lima Tingakatan Kepemimpinan
Level 1: Pemimpin adalah individu berkemampuan tinggi dengan kualifikasi teknis yang
sesuai. Ia memiliki bakat, pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan kerja yang baik. Dia
kompeten untuk melakukan semua fungsi yang diperlukan untuk pekerjaannya. Untuk tetap
berada pada level hirarki kepemimpinan ini, yang bersangkutan perlu terus memperbaharui
pengetahuan dan keterampilannya melalui pendidikan lanjutan.
Level 2: Dia menggunakan keterampilan dan kemampuan individualnya untuk mencapai
tujuan kelompok. Dia memiliki keterampilan untuk bekerja secara efektif dengan orang lain
dalam pengaturan kelompok. Pemimpin ini bukan hanya individu yang memiliki
kemampuan tinggi secara teknis yang mencapai tugasnya sendiri tetapi juga secara aktif
terlibat dalam pekerjaan timnya untuk memastikan pencapaian tujuan tim.
Level 3: Menjadi manajer yang kompeten, memiliki keterampilan yang diperoleh untuk
mengatur orang dan sumber daya menuju pengejaran tujuan yang ditetapkan secara efektif
dan efisien. Dia adalah seorang profesional yang kompeten dan pemain tim yang telah
menjadi manajer yang efektif dengan jelas tentang tujuan dan menjaga fokus manusia dan
sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan.
Level 4: Pada level ini, manajer yang kompeten di level 3 menjadi pemimpin yang
efektif yang mengkatalisasi komitmen organisasinya untuk mengejar visi yang jelas dan
meyakinkan, mendorong standar kinerja yang lebih tinggi. Para pemimpin ini memimpin
organisasi dengan baik dan memanfaatkan jaringan baik di dalam maupun di luar organisasi
untuk mencapai hasil dan berhasil beradaptasi dengan perubahan lingkungan. Pada tingkat
ini peran utama adalah seorang pemimpin meskipun tindakan manajerial tertentu mungkin
diperlukan tergantung pada situasinya. Orientasi orang yang mencapai level ini perlu diubah
untuk melihat gambaran yang lebih besar.
Level 5: Menurut Jim Collins Level 5, pemimpin adalah pemimpin yang paling sukses
dan sangat sedikit pemimpin yang beroperasi di level ini. Para pemimpin ini mewujudkan
semua tingkatan piramida. Para pemimpin ini membangun organisasi yang hebat dan
meninggalkan individu-individu yang cakap yang telah mereka persiapkan dan proses yang
mempertahankan pekerjaan hebat bahkan setelah pemimpin itu pergi. Kepemimpinan
tingkat 5 menghasilkan hasil yang sangat baik dan bertahan lama dengan membangun
organisasi yang hebat dan bertindak dengan rasa hormat, kepedulian, dan keadilan untuk
kesejahteraan semua yang terlibat
7. Pengembangan Kepemimpinan
Terdapat tiga hal penting dalam pengembangan kepemimpinan ini, yaitu:
a. Pengembangan kepemimpinan diarahkan terhadap suatu pengembangan kapasitas
individu, atau terdapat suatu tujuan utama berupa kapasitas individu
b. Terdapatnya sesuatu hal yang mampu membikin seseorang menjadi efektif ketika
berperan dan berproses dalam kepemimpinan. Setiap orang yang memiliki sesuatu
kelebihan serta kekurangan dalam kehidupannya harus mampu melakukan pengambilan
peran dan berpartisipasi dalam proses kepemimpinan supaya mampu melaksanakan
tanggung jawabnya dalam masyarakat sekitarnya, organisasi di mana mereka bekerja,
kelompok profesional di mana mereka diakui keberadaannya, tetangga di mana mereka
bermasyarakat, dan seterusnya.
c. Individu dapat memperluas kapasitas kepemimpinannya. Kuncinya adalah bahwa setiap
orang bisa belajar, tumbuh dan berubah.
Pola yang terdapat dalam kepemimpinan memiliki empat sistem yang di jabarkan
sebagaimana pemaparan Likert terhadap pola sebagai berikut:
a. Sistem pertama: Explorative Authority (Pola Otoriter yang memeras) Pola ini cenderung
bersifat pemaksaan, karena pemimpin yang sudah membuat keputusan, maka
bawahannya yang ada harus melaksanakannya. Sehingga nilai-nilai ajaran Islam
cenderung menjauh, biarpun ada hasil maksimal menggunakan pola ini.
b. Sistem kedua: Benevolent Authority (Pola Otoriter yang baik) Pola yang bersifat
melunak biarpun ada sisi pemaksaan, karena bawahan diberi kebebasan untuk
memberikan tanggapan dalam perintahnya. Nilai ajaran Islam sudah mulai diterapkan
berupa sistem musyawarah biarpun unsur pemaksaan.
c. Sistem ketiga: Consultative (Konsultatif) Pola ini memberikan gambaran kondisi
pemimpin yang cenderung menetapkan sasaran tugas dan perintah berdasarkan hasil
diskusi dengan bawahannya. Nilai ajaran Islam sudah sebagian diterapkan didalamnya,
karena unsur kemufakatan lebih ditonjolkan ketimbang keputusan sepihak pimpinan.
d. Sistem keempat: Participative (Partisipatif) Pola ini menggambarkan perkembangan
seorang pimpinan, sebagaimana pemberian tugas maupun keputusan, semuanya
bergantung bagaimana kelompok membuat.

8. Tiga Model Kepemimpinan Domain untuk Mengembangkan Keterampilan


Kepemimpinan
Jim Collins menyebutkan keterempilan kepemimpinan dalam bentuk model dan 3
domainya, sebagai berikut :
a. Domain 1: Mengelola diri untuk domain kepemimpinan
Keterampilan manajemen diri sangat penting bagi seorang pemimpin yang efektif. Ini
termasuk campuran nilai dan keterampilan seperti visi, karisma, integritas, kesadaran
diri, keterampilan komunikasi, mengantisipasi, mengelola, dan beradaptasi terhadap
perubahan, manajemen waktu, kompetensi sosial dan emosional, dan keinginan untuk
memperoleh dan mempelajari hal-hal baru termasuk teknis. bidang keahlian.

b. Domain 2: Memimpin dan mengelola domain tim dan organisasi


Pemimpin memungkinkan organisasi dengan mengembangkan individu dalam timnya
dan organisasi. Dia membangun, memperkuat, dan memfasilitasi semangat dan kerja
tim. Melalui sifat, keterampilan, dan atributnya, dia membantu timnya untuk
melaksanakan visinya. Dia melakukannya dengan mengembangkan keterampilan pada
setiap individu dalam organisasi melalui penempatan orang yang tepat pada pekerjaan
yang tepat, memotivasi, memfasilitasi pembelajaran dan pengembangan keterampilan
staf melalui pelatihan, pembinaan, dan pendampingan. Dia strategis dalam
pendekatannya dan menyelaraskan sumber daya manusia dan lainnya untuk mencapai
tujuan organisasi untuk memenuhi visi. Dia selalu berhubungan dengan karyawannya
melalui jaringan formal dan informalnya dan terus mengubah pendekatannya
berdasarkan apa yang dia pelajari melalui jaringannya untuk memaksimalkan upaya
mencapai tujuan organisasi. Dia mengubah individu dalam organisasi dan memotivasi
mereka untuk mendapatkan yang terbaik dari mereka dan menyalurkan setiap upaya
sehingga mereka bekerja dalam sinergi untuk mendapatkan hasil terbaik.

c. Domain 3: Memimpin, mengelola, dan beradaptasi dengan domain lingkungan eksternal


Pemimpin mengawasi apa yang terjadi di luar organisasi, bagaimana hal-hal di sektor
dan di luar sektor berubah, dan apa implikasinya bagi organisasi. Dia mengawasi
bagaimana pola, tren, dan proyeksi penyakit dan bagaimana faktor-faktor di dalam dan
di luar sektor kesehatan berkontribusi terhadap perubahan ini. Seorang pemimpin yang
baik selalu berhubungan dengan lingkungan eksternal di dalam dan di luar.
9. Model Coaching dalam Pelatihan Kepemimpinan
Beberapa model coaching yang dapat diterapkan dalam pelatihan kepemimpinan
dijelaskan sebagai berikut :
a. Model Penetapan Tujuan (Goal Setting Model) Mekanisme coaching dapat dilakukan
sesuai dengan tujuan dan sasaran pelatihan sejalan dengan tahapan setiap pembelajaran
dan output yang dihasilkan. Hal ini akan menjadi titik kunci utama hubungan antara
Coach dengan Coachee. Proses ini sesuai dengan model penetapan tujuan yang merinci
berbagai aspek dalam penetapan tujuan, termasuk seberapa sulit tujuan itu, seberapa
spesifik, seberapa besar komitmen, dan seberapa penerimaan apabila tujuan tersebut
tercapai
b. Model Pengaturan Diri yang Dipusatkan pada Tujuan (Goal-Focused Self-Regulation
Model). Coaching yang dilakukan pada model ini berorientasi pada hasil pembelajaran
melalui aksi perubahan yang mencakup penentuan tujuan, mengeksplorasi
permasalahan, mengeksplorasi opsi-opsi, dan menyepakati tindakan, termasuk jadwal
pelaksanaannya. Selain itu, coaching yang dilakukan difokuskan pada penguasaan
keterampilan yang mencakup berbagai hasil, termasuk konsep dasar, strategi, metode,
perilaku, sikap, dan perspektif yang terkait dengan keberhasilan mencapai tujuan.
c. Model Coaching yang Berbasis Bukti (Evidence-Based Coaching) Model ini
memanfaatkan pendekatan yang berbasis kepada bukti sehingga terbangun hubungan
empiris antara proses coaching yang dilakukan dan hasil yang diperoleh. Model ini
menawarkan metodologi integratif yang menggabungkan antara strategi dan teknik dari
berbagai perspektif teoritis, yaitu Cognitif Behavioral Coaching (CBC), Motivational
Interviewing (MI), dan Mindfullness. Kerangka kerja integratif ini akan memberikan
suatu perangkat dan struktur yang dapat membantu meningkatkan dan memaksimalkan
efektivitas coaching. Coach hanya perlu memastikan informasi dari coachee untuk
menentukan langkah yang harus diambil dan teknik apa yang lebih cocok digunakan.
Modul 2 : MANAJEMEN ORGANISASI (Sub Tema)

Kegiatan : Materi " Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian, dan Evaluasi


dalam suatu organisasi "
Metode : Ceramah dan diskusi
PIC : Trainer
Durasi : 90 menit
Target : Knowledge

Tujuan :
d. Peserta memahami esensi organisasi
e. Peserta mengetahui perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, dan
evaluasi dalam suatu organisasi
f. Peserta memiliki langkah-langkah konkrit untuk menghadapi dinamika berorganisasi
dan bisa memahami bagaimana proses pengelolaan organisasi.
Prosedur :
Tahap 1 : Trainer memperkenalkan konsep capacity building dan mengapa manajemen
organsisasi itu penting
Tahap 2 : Trainer menyampaikan materi terkait keorganisasian
 Sesi awal Trainer menyampaikan materi tentang macam-macam organisasi dan
sistem yang dipakai didalamnya, sesuai tugas dan topoksinya dalam struktural
secara keseluruhan (durasi 20 menit).
 Sesi kedua Trainer membagikan contoh permasalahan yang ada dalam
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dalam
organisasi (durasi 20 menit).
 Sesi terakhir Trainer memfasilitasi diskusi, tanya jawab, dan simulasi mulai dari
tahap perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian dalam
organisasi dengan diberikan beberapa kasus yang harus dipecahkan (durasi 50
menit).
Tahap 3 : Trainer memberikan kesempatan bagi peserta untuk mempresentasikan apa yang
telah dilakukan di tahap simulasi tadi, mulai dari penilaian antar individu, pandangan, ide-ide
yang disampaikan, solusi yang muncul dari hasil diskusi, dan evalusasi yang dilakukan baik
oleh trainer maupun peserta pelatihan
1. Keorganisasian

Secara sederhana organisasi dapat diberi pengertian sebagai suatu system yang saling
berpengaruh antar orang dalam kelompok yang bekerjasama dalam mencapai tujuan bersama.
Lengkapnya dapat dinyatakan sebagai suatu kesatuan sosial dari sekelompok manusia yang
saling berinteraksi menurut pola tertentu, sehingga setiap anggotanya memiliki fungsi dan tugas
masing-masing, utamanya lagi kesatuan tersebut mampunyai batas-batas yang jelas sehingga

dapat dipisahkan secara tegas dari lingkungannya (Lubis dan Martin,1989).

2. Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan, Pengendalian, dan Evaluasi


Ini merupakan sederetan fungsi-fungsi manajemen tradisional yang dibutuhkan
oleh organisasi nirlaba untuk menjamin organisasi yang bersangkutan berjalan baik.
Fungsi perencanaan mencakup perumusan tujuan jangka pendek dan jangka panjang
organisasi, serta mengembangkan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Fungsi
pengorganisasian adalah memadukan orang-orang dan tugas-tugas mereka dalam suatu
struktur yang terencana, bukan semata-mata demi tugas itu sendiri, tetapi juga
memuaskan kebutuhan orang-orang yang melaksanakannya. Jika organisasi tumbuh
dan semakin menjadi besar, kebutuhan akan pengarahan muncul pula. Oleh sebab itu
fungsi pengendalian harus diberlakukan juga. Fungsi pengawasan ini perlu untuk
menjaga agar organisasi tetap berjalan pada jalurnya dan untuk mengorek kesalahan
yang terjadi. Akhirnya, fungsi evaluasi dibutuhkan untuk menentukan tercapai atau
tidaknya tujuan organisasi.

Dari kaca mata manajemen ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan :
Pertama, Aspek Sumber Daya Manusia merupakan aset penting yang dimiliki
oleh suatu organisasi, sehingga sisi manajerial merupakan konsekuensi lebih jauh
dalam mencapai efektifitas organisasi.

Kedua, Aspek legal formal, kebijakan dan prosedur yang harus ditempuh dalam
mencapai tujuan institusional.

Ketiga, Kultur; tata nilai yang melatarbelakangi perilaku manajerial sesuatu institusi
dalam mencapai tujuannya yang dilingkungan perusahaan dikenal dengan istilah
Corporate Culture.

Keempat, Integrasi; Yang memungkinkan timbulnya kebersamaan dalam lingkungan


sumberdaya manusia dalam suatu organisasi, sehingga sangat potensial dalam
mencapai tujuan organisasi. (Michael Armstrong, 1998)

Di dalam menajemen dibutuhkan beberapa persyaratan :


a) harus ada tujuan/platform.
b) harus ada masyarakat/anggota
c) harus ada manager/leader
d) harus ada kerjasama/corporate
e) harus ada system/mekanisme kerja yang kongkrit.

Persoalannya kemudian adalah sejauh mana sistem yang ada diorganisasi kita mampu
menciptakan suasana kondusif bagi perkembangan potensi prospektif organisasi.
Modul 3 : TEKNIK PERSIDANGAN (Sub Tema)

Kegiatan : Materi "Teknik Persidangan"


Metode : Ceramah, Diskusi, Aktivitas Individu dan Kelompok
PIC : Trainer/Fasilitator
Durasi : 90 menit
Target : Knowledge and Skill

Tujuan :
a. Peserta memahami pentingnya pemahaman dan praktik akan menjalankan teknik
persidangan dalam kepribadian mengenai konteks capacity building.
b. Peserta mampu mengaktualisasikan pemahaman untuk menjadi petugas pengatur dalam
forum nanti nya saat rapat kerja
c. Peserta memiliki langkah-langkah dalam alur dan teknik menjadi petugas pimpinan
sidang.
Prosedur :
Tahap 1 : Trainer memperkenalkan konsep capacity building dan mengapa pemahaman
teknik persidangan dalam diri pribadi penting dalam menjalankan suatu forum rapat
kerja / musema nanti nya.
Tahap 2 :
 Sesi awal Trainer menyampaikan materi tentang pentingnya
mengenal dan memahami teknik persidangan bagi diri pribadi (durasi
20 menit).
 Sesi kedua Trainer membagikan contoh dan praktek menjalankan
persidangan yang relevan untuk memperkuat pemahaman peserta (durasi
20 menit).
 Sesi terakhir Trainer memfasilitasi diskusi dan aktivitas kelompok
untuk peserta untuk menjadi petugas persidangan sebagai tolak ukur
akan
pemahaman yang didapatkan dirinya (durasi 50 menit).
1. Pendahuluan
Teknik persidangan mahasiswa adalah serangkaian metode dan prosedur yang
digunakan dalam mengorganisir dan melaksanakan persidangan di lingkungan mahasiswa.
Tujuan dari teknik persidangan mahasiswa adalah untuk memfasilitasi diskusi terbuka,
pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah di dalam organisasi mahasiswa.
Berikut adalah beberapa alur dalam teknik yang umum digunakan dalam persidangan
mahasiswa:
a. Pendahuluan:
 Pengantar mengenai tujuan persidangan dan aturan yang berlaku.
 Penjelasan mengenai struktur persidangan dan peran masing-masing peserta.
b. Pengaturan Sidang:
 Penentuan agenda persidangan.
 Penentuan waktu, tempat, dan sarana yang dibutuhkan.
 Penugasan moderator atau pemimpin siding.
c. Pembukaan Persidangan:
 Sambutan pembukaan oleh moderator atau pemimpin siding.
 Pembacaan agenda persidangan.
 Penetapan kuorum (jumlah minimal peserta yang harus hadir untuk memulai
persidangan.
d. Pemaparan Materi:
 Presentasi oleh anggota organisasi yang memiliki laporan, informasi, atau proposal yang perlu
dibahas.
 Penjelasan mengenai topik-topik yang akan dibahas.

e. Diskusi dan Debat:


 Peserta persidangan memiliki kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, memberikan
pendapat, atau menyampaikan argumen terkait materi yang dibahas.
 Moderator atau pemimpin sidang memfasilitasi diskusi agar tetap terarah dan
bermanfaat.
 Prinsip-prinsip demokrasi, seperti pendapat mayoritas, dihormati dalam pengambilan
keputusan.
f. Pengambilan Keputusan:
 Jika ada perluasan keputusan, peserta persidangan melakukan pemungutan suara atau
mekanisme lain untuk mencapai konsensus.
 Keputusan yang diambil dicatat dan diumumkan kepada semua peserta.
g. Penutupan Persidangan:
 Ringkasan oleh moderator atau pemimpin sidang mengenai keputusan yang diambil.
 Ucapan terima kasih kepada peserta persidangan.
 Pengumuman waktu dan tempat persidangan selanjutnya (jika ada).
h. Penyusunan Notulensi atau Laporan:
 Setelah persidangan selesai, dibuatlah notulensi atau laporan yang berisi rangkuman
hasil persidangan, keputusan yang diambil, dan langkah-langkah selanjutnya.

Selain teknik-teknik di atas, penting juga untuk menjaga etika komunikasi yang baik,
memberikan kesempatan yang adil kepada semua peserta untuk berbicara, dan
menghormati pendapat serta perbedaan sudut pandang. Teknik persidangan mahasiswa
dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan aturan organisasi yang bersangkutan untuk
memastikan efektivitas dan keberlanjutan dari proses persidangan.
2. Ketentuan umum persidangan
Berikut adalah beberapa ketentuan umum yang sering diterapkan dalam persidangan:
a. Kuorum: Persidangan hanya dapat dimulai jika jumlah peserta yang hadir memenuhi
kuorum, yaitu jumlah minimum peserta yang diperlukan untuk mengambil keputusan
yang sah. Kuorum biasanya ditentukan dalam peraturan organisasi.
b. Agenda Persidangan: Sebuah agenda persidangan harus disusun sebelumnya dan
diumumkan kepada semua peserta. Agenda tersebut berisi daftar topik atau masalah yang
akan dibahas selama persidangan.
c. Moderator atau Pemimpin Sidang: Persidangan biasanya dipimpin oleh seorang
moderator atau pemimpin sidang yang bertanggung jawab untuk memastikan jalannya
persidangan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Moderator memfasilitasi diskusi,
memberikan kata pengantar, mengarahkan proses pengambilan keputusan, dan menjaga
disiplin selama persidangan.
d. Tindakan Terhormat: Selama persidangan, para peserta diharapkan untuk saling
menghormati dan menjaga etika komunikasi yang baik. Hal ini termasuk berbicara
secara sopan, mendengarkan dengan seksama, dan menghormati pendapat serta
perbedaan sudut pandang dari peserta lain.
e. Urutan Berbicara: Biasanya, peserta persidangan diizinkan untuk berbicara berdasarkan
urutan yang ditentukan. Misalnya, peserta dapat mengajukan pertanyaan, memberikan
pendapat, atau menyampaikan argumen sesuai dengan agenda persidangan atau aturan
yang ditetapkan. Moderator atau pemimpin sidang bertugas untuk memastikan bahwa
setiap peserta mendapatkan kesempatan yang adil untuk berbicara.
f. Waktu Berbicara: Dalam persidangan, terdapat batasan waktu untuk setiap peserta yang
berbicara. Hal ini bertujuan untuk memastikan kesetaraan kesempatan berbicara dan
efisiensi jalannya persidangan. Batasan waktu dapat ditetapkan sebelumnya dan diatur
oleh moderator atau pemimpin siding.
g. Pemungutan Suara: Jika diperlukan, pemungutan suara dapat dilakukan untuk
mengambil keputusan. Prosedur pemungutan suara, seperti apakah keputusan diambil
berdasarkan mayoritas suara atau konsensus, harus dijelaskan sebelumnya dan diikuti
dengan ketat.
h. Notulensi atau Laporan: Setelah persidangan selesai, disarankan untuk menyusun
notulensi atau laporan yang mencatat rangkuman hasil persidangan, keputusan yang
diambil, dan langkah-langkah selanjutnya. Notulensi atau laporan ini penting untuk
dokumentasi dan referensi di masa mendatang.
Penting untuk mengacu pada peraturan organisasi atau peraturan persidangan
yang berlaku dalam konteks spesifik organisasi mahasiswa yang Anda ikuti. Ketentuan-
ketentuan tersebut dapat bervariasi tergantung pada aturan dan kebutuhan organisasi
yang bersangkutan.
3. Bagian yang terdapat dalam persidangan
Pimpinan sidang dalam sebuah persidangan biasanya terdiri dari beberapa peran
yang memiliki tanggung jawab yang berbeda. Berikut adalah peran-peran yang
umumnya ada dalam pimpinan sidang:
a. Pimpinan Sidang: Moderator atau pemimpin sidang adalah orang yang memimpin
jalannya persidangan. Tugas utamanya adalah memastikan persidangan berjalan sesuai
dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan. Dan memfasilitasi alur diskusi,
memberikan kata pengantar, mengarahkan proses pengambilan keputusan, dan menjaga
disiplin selama persidangan.
b. Wakil Pimpinan Sidang: Membantu Ketua dalam menjalankan tugas dan wewenangnya
serta menggantikan Ketua apabila di anggap perlu untuk digantikan.
c. Sekretaris Sidang: Sekretaris sidang bertanggung jawab untuk mencatat dan menyimpan
catatan atau notulensi persidangan. Tugasnya meliputi mencatat keputusan yang diambil,
rangkuman diskusi, dan mencatat pertanyaan atau masalah yang muncul selama
persidangan. Sekretaris sidang juga dapat bertanggung jawab untuk menyusun laporan
persidangan setelahnya.
d. Peserta Peninjau: Memiliki hak berbicara saja dalam forum persidangan
e. Peserta Penuh: Memiliki hak suara dan berbicara dalam forum persidangan
Perlu diingat bahwa dalam setiap organisasi atau konteks persidangan, peran dan
tanggung jawab dapat bervariasi. Terkadang, beberapa peran tersebut dapat digabungkan
menjadi satu peran atau ada tambahan peran lain yang sesuai dengan kebutuhan
organisasi. Oleh karena itu, penting untuk mengacu pada peraturan dan struktur
organisasi yang berlaku dalam menentukan peran pimpinan sidang.
4. istilah-istilah dalam persidangan
Istilah dan Tata Urut dalam persidangan meliputi:
a. Interupsi Memotong jalannya persidangan.
b. Previlage Izin untuk meninggalkan forum saat berjalannya persidangan.
c. Informasi Memberikan sebuah informasi tentang kejadian urgent yang terjadi selama
proses persidangan, serta menginformasikan hal-hal yang urgent dalam pengambilan
keputusan.
d. Order Permintaan fasilitas terhadap Pimpinan Sidang atau pergantian pimpinan sidang.
e. Question Pertanyaan tentang hal-hal, misal jika dirasa ada ketidaksesuaian redaksi
maupun pertanyaan lain yang tidak menyimpang dari pembahasan selama jalannya
persidangan.
f. Opsi Usulan yang diajukan oleh peserta sidang.
g. Rasionalisasi Alasan mengajukan opsi bagi peserta pengaju opsi.
h. Justifikasi Penguatan Opsi yang dilakukan oleh selain pengaju opsi.
i. Afirmasi Penguatan opsi yang dilakukan oleh pengaju opsi desertai dengan alasan.
j. Lobbying Proses penyamaan pendapat yang dilakukan oleh beberapa pihak pengaju opsi
yang telah mendapat justifikasi dan telah melakukan afirmasi.
k. Voting Pemungutan suara oleh seluruh peserta sidang, setelah proses lobbying ketika
tidak mendapatkan titik temu.
l. Klarifikasi Menjelaskan kembali maksud dan tujuan sebuah pertanyaan, agar tidak
terjadi kesalah pahaman. Klarifikasi berlaku juga untuk mencabut sebuah opsi, jika di
butuhkan.
m. Peninjauan Kembali Penelaahan ulang point-point yang telah disahkan mulai dari awal
hingga akhir.
n. Pending Mengentikan jaannya persidangan dan peserta bisa meninggakan persidangan.
o. Skorsing Mengentikan jaannya persidangan dan peserta tidak bisa meninggakan
persidangan.

5. Ketentuan ketukan palu sidang


a. Satu Kali Ketukan Mengesahkan sebuah opsi atau point, mencabut pengesahan sebuah
opsi atau point yang dikarenakan kesalahan teknis yang tidak disengaja dalam
pengambilan keputusan.
b. Dua kali Ketukan Menghentikan jalannya persidangan, pergantianPimpinan Sidang,
mencabut pending dan skorsing persidangan.
c. Tiga kali Ketukan Membuka dan menutup persidangan serta pembacaan konsideran.
d. Ketukan Berkali-kali Menenangkan forum.
Modul 4 : OPTIMALISASI PROGRAM KERJA (Sub Tema)

Kegiatan : "Pelatihan untuk meningkatkan optimalisasi program kerja dalam kelompok"


Metode : Ceramah, Diskusi, Studi Kasus, Aktivitas Individu dan Kelompok
PIC : Trainer/Fasilitator
Durasi : 90 menit
Target : Knowledge and Skill

Tujuan :
a. Peserta memahami pentingnya mengembangkan dan mengoptimalkan program kerja
dalam konteks capacity building.
b. Peserta mampu mengidentifikasi dan mengklasifikasi program kerja.
c. Peserta memiliki langkah-langkah konkrit untuk mengembangkan program kerja yang
baik.
Prosedur :
Tahap 1 : Trainer memperkenalkan konsep capacity building dan mengapa optimalisasi
program kerja penting bagi sebuah organisasi
Tahap 2 :
 Sesi awal Trainer menyampaikan materi tentang pentingnya
mengenal dan mengklasifikasi program kerja (durasi 20 menit).
 Sesi kedua Trainer membagikan langkah-langkah optimalisasi (durasi
20 menit).
 Sesi terakhir Trainer memfasilitasi diskusi dan aktivitas kelompok
untuk peserta merencanakan langkah-langkah konkrit untuk
mengembangkan program kerja (durasi 50 menit).
Tahap 3 : Trainer memberikan kesempatan bagi peserta untuk mempresentasikan
rencana pengembangan program kerja dan memberikan rancangan optimalisasi.
1. Pengertian
Optimalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah terbaik, terbesar
baik, sempurna, terbaik, paling menguntungkan. Mengoptimalkan berarti melakukan
kesempurnaan, melakukan yang terbaik, melakukan yang terbaik, mengoptimalkan
pengoptimalan. (Pena, 2015)
Optimalisasi tidak selalu berarti menemukan solusi terbaik Keuntungan
maksimum ketika tujuannya adalah pengoptimalan Memaksimalkan keuntungan, atau
tidak selalu dengan biaya serendah mungkin Ditekan jika tujuan pengoptimalan adalah
untuk meminimalkan biaya. (Hotniar Siringoringo, 2005)
Program kerja adalah suatu sistem rencana kegiatan dari suatu organisasi yang
terarah, terpadu, dan tersistematis yang dibuat untuk rentang waktu yang telah
ditentukan oleh suatu organisasi. Program kerja akan menjadi pegangan bagi organisasi
dalam menjalankan rutinitas organisasi. Program kerja juga digunakan sebagai sarana
untuk mewujudkan cita-cita organisasi. (Susanto, 2011)
Program kerja adalah aktivitas yang menggambarkan di muka bagian mengenai
pekerjaan yang akan dilaksanakan berikut petunjukpetunjuk mengenai cara
pelaksanaannya. Aktivitas menggambarkan di muka ini biasanya menyangkut juga
jangka waktu penyelesaian, penggunaan material dan peralatan yang diperlukan,
pembagian wewenang, dan tanggung jawab serta kejelasan lainnya yang dianggap perlu.
(Hetzer, 2012).

2. Elemen optimalisasi
Ada tiga elemen permasalahan optimalisasi yang harus diidentifikasi, yaitu
tujuan, alternative keputusan, dan sumberdaya yang dibatasi.
a. Tujuan
Tujuan bisa berbentuk maksimisasi atau minimisasi. Bentuk maksimisasi
digunakan jika tujuan pengoptimalan berhubungan dengan keuntungan,
penerimaan, dan sejenisnya. Bentuk minimisasi akan dipilih jika tujuan
pengoptimalan berhubungan dengan biaya, waktu, jarak, dan sejenisnya.
Penentuan tujuan harus memperhatikan apa yang diminimumkan atau
maksimumkan.
b. Alternatif Keputusan
Pengambilan keputusan dihadapkan pada beberapa pilihan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Alternatif keputusan yang tersedia
tentunya alternatif yang menggunakan sumberdaya terbatas yang dimiliki
pengambil keputusan. Alternatif keputusan merupakan aktivitas atau
kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan.
c. Sumberdaya yang Dibatasi Sumberdaya merupakan pengorbanan yang
harus dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Ketersediaan
sumberdaya ini terbatas. Keterlibatan ini yang mengakibatkan
dibutuhkanya proses optimalisasi.

3. Aspek optimalisasi
a. Sarana dan Prasarana
Kondisi dan kemampuan semua sarana dan prasarana yang ada, tujuannya
untuk mengetahui apakah sarana dan prasarana tersebut masih layak operasi
atau tidak, bila masih layak operasi, maka apa saja perbaikan dan
penyempurnaan harus dilakukan, untuk menjalankan program 1 tahun
kedepan.
b. Metode
Semua metode yang digunakan dan proses yang dijalankan untuk
menjalankan program kegiatannya.
c. Kemampuan Sumber Daya Manusia
Untuk mengetahui kemampuan Sumber Daya Manusia terhadap metode dan
proses kerja oleh pimpinan organisasi untuk memenuhi sampai dimana
kemampuan anggota dalam melaksanakan pekerjaannya.
d. Semangat Kerja
Seorang pimpinan harus mengetahui kondisi pengurus dan sifat bawahan
mereka, sehingga seorang pimpinan mampu memberi semangat kerja pada
pengurus tentang kebajikan dan sistem imbalan yang mencakup nilai intensif
dan penilaian prestasi kerja.

4. Alasan dibentuk program kerja


a. Efisiensi Organisasi
Dengan telah dibuatnya suatu program kerja oleh suatu organisasi, maka
waktu yang dihabiskan oleh suatu organisasi untuk memikirkan bentuk
kegiatan apa saja yang akan dibuat tidak begitu banyak, sehingga waktu yang
lain bisa digunakan untuk mengimplementasikan program kerja yang telah
dibuat.
b. Efektifitas Organisasi
Keefektifan organisasi juga dapat dilihat dari sisi ini, dimana dengan
membuat program kerja oleh suatu organisasi maka selama itu telah
direncanakan sinkronisasi kegiatan organisasi antara bagian kepengurusan
yang satu dengan bagian kepengurusan yang lainnya.
c. Target Organisasi
Sebuah program kerja disusun salah satunya karena dilator belakangi oleh
keinginan untuk mencapai target ataupun tujuan dari sebuah organisasi. dan
program kerja merupakan sarana atupun anak tangga untuk mencapai target
ataupun puncak dari tujuan sebuah organisasi. Program kerja akan dibuat
oleh suatu organisasi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh
organisasi yang bersangkutan

5. Klafisikasi program kerja


a. Menurut rentang waktu perencanaan
 Program kerja untuk satu periode kepengurusan Jenis program kerja ini
biasanya dibuat oleh organisasi untuk satu periode kepengurusan,
sehingga kegiatan rapat kerja (raker) organisasi hanya dilakukan sekali
dalam satu periode kepengurusan dan untuk tahap selanjutnya akan
diadakan evaluasi dan koordinasi dari program kerja yang telah
ditetapkan.
 Program kerja untuk waktu tertentu Jenis program kerja seperti ini
disusun untuk suatu jangka waktu tertentu biasanya triwulan, caturwulan,
semester, dan lain-lain. Dalam pembuatan metode program kerja seperti
ini, maka akan ditemui bahwa suatu organisasi akan mengadakan rapat
kerja (raker) organisasi lebih dari sekali dalam satu periode
kepengurusan.
b. Menurut sifat program kerja
 Program kerja yang bersifat terus menerus (continue)
Program kerja seperti ini akan dilakukan secara terus menerus (tidak
hanya sekali) oleh suatu organisasi, kesulitan pengimplementasian
program kerja umumnya akan dihadapi saat pertama kali melaksanakan
jenis program kerja ini.
 Program kerja yang bersifat insidental.
Program kerja seperti ini umumnya hanya dilakukan pada suatu waktu
tertentu oleh suatu organisasi dan biasanya dengan mengambil
momentum-momentum waktu yang penting.
 Program kerja yang bersifat tentatif.
Program kerja seperti ini sifatnya akan dilakukan sesuai dengan kondisi
yang akan datang. Alasan dibuatnya program kerja ini adalah karena
kurang terjaminnya faktor-faktor pendukung ketika diadakannya
perencanaan mengenai suatu program kerja lain.
c. Menurut targetan organisasi.
 Program kerja jangka panjang
Program kerja jangka panjang harus sesuai dengan cita-cita/tujuan
pembentukan organisasi, serta visi dan misi dari organisasi. program kerja
model ini dibuat karena kemungkinan untuk merealisasikan program
dalam jangka waktu yang pendek tidak memungkinkan untuk
dilaksanakan.
 Program kerja jangka pendek
Program kerja jangka pendek adalah program kerja organisasi dalam
suatu periode tertentu, yang jangka waktunya berkisar antara satu sampai
tiga tahun, yang dirancang untuk memenuhi berbagai kebutuhan
organisasi pada masa tersebut. Dalam hubungannya dengan program
kerja jangka panjang, dalam program kerja jangka pendek ini dibuat
bagian-bagian program kerja yang dapat direalisasikan dalam jangka
waktu dekat.
6. Aspek Program kerja
a. Perencanaan
Seorang pimpinan harus bisa memilih program kerja yang menjadi prioritas
utama dalam sebuah organisasi yang menguntungkan, menentukan sebuah
kepanitiaan dan menentukan bidang-bidang yang dibutuhkan, menentukan garis-
garis besar dan tata cara pelaksanaan program kerja dari tiap-tiap bidang,
mengalokasikan sumberdaya dan mengontrol jalannya pelaksanaan.
b. Program kerja prioritas
Nama program kerja salah satu yang menjadi prioritas.
c. Tujuan
Memiliki program kerja Mendidik/membangun agar dapat
membuat/mengembangkan dengan waktu berapa lama dengan harapan agar
terbentuk menjadi program yang terbaik dengan segala keterbatasan yang ada.

7. Manfaat optimalisasi
Manfaat Optimalisasi diantaranya yaitu :
a. Mengidentifiksi tujuan
b. Mengatasi kendala .
c. Pemecahan masalah yang lebih tepat dan dapat diandalkan.
d. Pengambilan keputusan yang lebih cepat.
Optimalisasi adalah usaha memaksimalkan kegiatan sehingga mewujudkan
keuntungan yang diinginkan atau dikehendaki Dengan demikian, maka kesimpulan dari
optimalisasi adalah sebagai upaya, proses, cara, dan perbuatan untuk menggunakan
sumber – sumber yang dimiliki dalam rangka mencapai kondisi yang terbaik, paling
menguntungkan dan paling diinginkan dalam batas – batas tertentu dan kriteria tertentu.
Modul 5 : POTENSI MINAT BAKAT (Sub Tema)

Kegiatan : Materi "Mengembangkan dan Mengoptimalkan Potensi Minat Bakat Pribadi"


Metode : Ceramah, Diskusi, Studi Kasus, Aktivitas Individu dan Kelompok
PIC : Trainer/Fasilitator
Durasi : 90 menit
Target : Knowledge and Skill

Tujuan :
d. Peserta memahami pentingnya mengembangkan dan mengoptimalkan potensi minat
bakat pribadi dalam konteks capacity building.
e. Peserta mampu mengidentifikasi dan mengeksplorasi potensi minat bakat pribadi.
f. Peserta memiliki langkah-langkah konkrit untuk mengembangkan potensi minat bakat
pribadi.
Prosedur :
Tahap 1 : Trainer memperkenalkan konsep capacity building dan mengapa potensi
minat bakat pribadi penting dalam pengembangan diri.
Tahap 2 :
 Sesi awal Trainer menyampaikan materi tentang pentingnya
mengenal dan mengeksplorasi potensi minat bakat pribadi (durasi 20
menit).
 Sesi kedua Trainer membagikan contoh kasus dan studi kasus
yang relevan untuk memperkuat pemahaman peserta (durasi 20
menit).
 Sesi terakhir Trainer memfasilitasi diskusi dan aktivitas kelompok
untuk peserta merencanakan langkah-langkah konkrit untuk
mengembangkan potensi minat bakat pribadi mereka (durasi 50 menit).
Tahap 3 : Trainer memberikan kesempatan bagi peserta untuk mempresentasikan
rencana pengembangan pribadi mereka dan memberikan umpan balik konstruktif.
1. Pentingnya Potensi Minat Bakat dalam Capacity Building

Pengembangan diri merupakan bagian penting dalam capacity building yang


melibatkan pemahaman dan pengembangan potensi minat bakat pribadi. Menurut
penelitian oleh Jayawickreme, Forgeard, dan Seligman (2012), ketika individu
mengoptimalkan potensi minat bakat mereka, mereka akan memiliki kontribusi yang
lebih besar terhadap organisasi dan masyarakat. Hal ini terjadi karena pengembangan
potensi minat bakat memungkinkan individu untuk menggunakan kekuatan alami
mereka dan mengalami kepuasan dalam melakukan aktivitas yang mereka sukai.
Berdasarkan hasil penelitiannya, Bunyamin et al. (2021) menjelaskan bahwa
potensi minat bakat penting dalam konteks capacity building utnuk mengembangkan
kemampuan, keterampilan, potensi, bakat, dan penguasaan kompetensi individu,
kelompok, dan organisasi yang diharapkan mampu bertahan dalam menghadapi
perubahan yang terjadi. Pentingnya minat bakat dalam capacity building juga dapat
dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Kamaruzaman et al., (2022) yang
menunjukkan bahwa mengidentifikasi dan mengembangkan minat bakat individu dapat
meningkatkan kemampuan dan potensi mereka, salah satu caranya adalah dengan
pelatihan kewirausahaan.

2. Identifikasi dan Eksplorasi Potensi Minat Bakat Pribadi


Berbagai pendekatan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengeksplorasi
potensi minat bakat pribadi. Salah satunya adalah metode Strengths Finder yang
terkenal, dikembangkan oleh Buckingham dan Clifton (2001). Membantu individu dalam
mengidentifikasi dan memahami kekuatan dan potensi yang dimiliki, metode ini dapat
mengarahkan pengembangan pribadi ke arah yang tepat. Melalui observasi diri, refleksi,
dan eksplorasi berbagai bidang minat, individu dapat menemukan potensi yang belum
tergali sebelumnya. Dengan begitu, langkah-langkah ini memungkinkan individu untuk
mengoptimalkan potensi minat bakat mereka dan mencapai keberhasilan dalam bidang
yang sesuai.
Eksplorasi adalah langkah yang harus dilakukan setelah berhasil mengidentifikasi
minat dan bakat pribadi. Hal ini dapat dilakukan melalui berbagai aktivitas, seperti
mengikuti kursus ataupun pelatihan, berpartisipasi dalam proyek yang relevan, membaca
buku untuk meningkatkan pengetahuan, dan bersosialisasi dengan individu yang
memiliki minat dan tujuan yang serupa. Untuk memastikan tahap eksplorasi berjalan
dengan maksimal, penting untuk tetap terbuka terhadap pengalaman baru dan mencoba
memperluas wawasan serta memperdalam pemahaman tentang minat dan bakat pribadi
dengan mencoba berbagai bidang.

3. Penerapan Potensi Minat Bakat dalam Pengembangan Pribadi


Setelah mengidentifikasi potensi minat bakat pribadi, langkah selanjutnya adalah
menerapkannya dalam pengembangan pribadi. Menurut Buckingham dan Clifton (2001)
pengembangan potensi minat bakat pribadi harus didasarkan pada penguatan kekuatan
yang dimiliki individu, bukan hanya memperbaiki kelemahan. Dalam praktiknya, individu
dapat menerapkan manajemen pengembangan minat dan bakat melalui tahapan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi pelaksanaan (Sholihah &
Chrysoekamto, 2021).

Lebih jauh lagi, hal ini dapat dilakukan melalui perencanaan dan pelaksanaan
langkah-langkah konkret untuk mengembangkan potensi minat bakat. Sebagai contoh,
jika minat dan bakat seorang individu terletak di bidang seni visual, membuat jadwal
waktu khusus untuk berlatih, mengikuti kursus atau pelatihan, atau mencari kesempatan
untuk memamerkan karya seni dapat menjadi langkah yang tepat. Hal yang paling
penting untuk dimiliki dalam tahap ini adalah komitmen dan disiplin yang kuat dalam
menerapkan langkah-langkah pengembangan yang sudah direncanakan sebelumnya.

4. Pentingnya Dukungan dan Kolaborasi


Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa dukungan dan kolaborasi dari
orang-orang yang memiliki minat serta bakat serupa menjadi sangat penting untuk
mengembangkan potensi minat bakat pribadi. Sebagaimana hasil penelitian oleh
Csikszentmihalyi (1997) yang menyatakan bahwa kolaborasi dengan individu yang
berbagi minat dan bakat dapat mempercepat pertumbuhan dan pengembangan pribadi.
Dukungan dari kelompok atau komunitas juga dapat memberikan motivasi dan umpan
balik yang berharga dalam proses pengembangan potensi minat bakat.
Penyataan tersebut didukung pula oleh studi lain yang dilakukan oleh Grant (2013)
yang menunjukkan bahwa dalam memperkuat potensi minat bakat, kolaborasi menjadi
peran yang penting dalam pengembangan keterampilan sosial serta emosional seorang
individu. Selain itu, Clifton dan Nelson (1992) mengemukakan bahwa melalui interaksi
dengan individu sejenis, seseorang dapat belajar dari pengalaman dan pengetahuan
mereka, serta membangun jaringan yang mendukung dalam pengembangan potensi
minat bakat. Oleh karena itu, dengan mencari dukungan dan kolaborasi dengan individu
sejenis, individu dapat memperdalam pemahaman mereka tentang minat dan bakat
pribadi serta mempercepat kemajuan dalam pengembangan potensi mereka.

5. Studi Kasus
Studi Kasus 1: Komunitas Seni Rupa

Dalam suatu komunitas seni rupa, sekelompok seniman muda dengan minat dan
bakat serupa dalam seni lukis bekerja sama untuk mengembangkan potensi minat bakat
mereka. Mereka secara teratur bertemu untuk berbagi ide, teknik, dan pengalaman.
Melalui kolaborasi ini, mereka saling memberikan dukungan, memberikan umpan balik
konstruktif, dan saling mendorong untuk menciptakan karya seni yang lebih baik.
Hasilnya, potensi minat bakat mereka dalam seni lukis berkembang dengan pesat. Studi
yang dilakukan oleh Csikszentmihalyi (1997) tentang pengalaman puncak dalam seni
menunjukkan bahwa kolaborasi dengan komunitas seniman sejenis dapat memperkuat
eksplorasi kreativitas dan membantu seniman dalam mengembangkan bakat mereka.

Studi Kasus 2: Tim Musik

Sebuah tim musik terdiri dari individu-individu dengan minat dan bakat dalam
bermusik. Mereka bergabung dalam sebuah band dan secara teratur berlatih bersama,
berbagi ide, dan menulis lagu bersama. Melalui kolaborasi ini, mereka saling
memperkaya keterampilan musik mereka, menggali potensi eksplorasi musikal yang
lebih luas, dan membangun harmoni dalam kinerja mereka.

6. Evaluasi dan Tindak Lanjut


Sangat penting juga untuk melakukan evaluasi pada perkembangan minat bakat
pribadi untuk mengukur sejauh mana kemajuan yang diperoleh serta mengevaluasi
efektivitas dari upaya yang dilakukan dalam pengembangan. Evaluasi secara berkala
akan membantu individu dalam memantau perkembangannya, ia juga bisa
mengidentifikasi area yang masih harus diperbaiki, serta melakukan penyesuaian atau
perubahan yang diperlukan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ryan dan Deci (2000)
tentang teori motivasi, ditemukan bahwa evaluasi diri yang obyektif dan refleksi
terhadap kemajuan dapat meningkatkan motivasi dan keterlibatan individu dalam
mengembangkan potensi minat bakat mereka.
Sama pentingnya dengan evaluasi, tindak lanjut yang tepat juga penting untuk
mempertahankan potensi minat bakat pribadi yang telah dikembangkan sebelumnya.
Terus mengikuti susunan rencana pengembangan potensi minat bakat yang telah dibuat
sebelumnya akan menjadi langkah yang tepat. Mengikuti kegiatan yang relevan dengan
minat bakat tenatu juga menjadi salah satu pilihan, namun yang paling penting adalah
kembali lagi pada komitmen untuk terus belajar dan berlatih untuk meningkatkan
keterampilan. Hal ini pun didukung oleh penelitian yang telah dilakukan oleh Hidi dan
Renninger (2006), ia menyatakan bahwa upaya yang berkelanjutan dan tindak lanjut
yang terencana secara sistematis dapat meningkatkan keberlanjutan dan kemajuan dalam
pengembangan potensi minat bakat.
Menetapkan indikator keberhasilan juga merupakan langkah yang penting dalam
mengoptimalkan potensi minat bakat pribadi, namun perlu untuk mempertimbangkan
tujuan yang realistis dan terukur agar tidak terjadi demotivasi. Indikator keberhasilan
dapat meliputi pencapaian keterampilan dan kompetensi yang spesifik, partisipasi dalam
kegiatan atau proyek yang relevan, pengakuan atau prestasi yang diperoleh, serta tingkat
kepuasan dan kebahagiaan pribadi yang dirasakan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Harackiewicz et al., (1997) tentang teori tujuan pencapaian, ditemukan bahwa
mahasiswa yang menetapkan tujuan mastery atau tujuan yang spesifik dan terukur
dengan fokus untuk mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang lebih baik
tentang suatu topik atau subjek memiliki orientasi pencapaian yang lebih baik daripada
mahasiswa lainnya. Selain itu, tujuan mastery memiliki efek yang lebih positif pada
minat intrinsik. Dalam konteks pengembangan minat bakat, dapat disimpulkan bahwa
menetapkan tujuan spesifik dan terukur dengan fokus mengembangkan keterampilan
dapat meningkatkan motivasi dan pencapaian dalam pengembangan potensi minat bakat.
Referensi
Abdullah, M. (2020). MODEL KONSEPTUAL COACHING DALAM PELATIHAN
PENGEMBANGAN. Jurnal APARATUR, 31-43.
Djafri, S. Q. (2017). Kepemimpinan & Perilaku Organisasi. Gorontalo: Ideas Publishing.
Sanjiv Kumar, V. S. (2014). Making Sense of Theories of Leadership for. Indian Journal of
Community Medicine, 82-86.
Syadzili, M. F. (2018). MODEL KEPEMIMPINAN DAN PENGEMBANGANPOTENSI
PEMIMPIN PENDIDIKAN ISLAM. Jurnal Studi Keislaman.

Hetzer, E. (2012). Central and Regional Government. Jakarta: Gramedia.


Hotniar Siringoringo. (2005). Pemograman Linear: Seri Teknik Riset Operasi. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Pena, T. P. (2015). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Gita Media Press.
Susanto, A. (2011). Reputation-Driven Corporate Social Responsibility Pendekatan Strategik
Manajemen dalam CSR. Jakarta : Esensi.

Buckingham, M., & Clifton, D. O. (2001). Now, discover your strengths. Free Press.
Bunyamin, B., Munfaqiroh, S., Liana, Y., Salim, A., Irawati, R., Prasetyo, I. B., & Sudiarto, E.
(2021). Capacity Building Sebagai Upaya Peningkatan Kemampuan Pengurus Lazis Sabilillah
di Malang. Jurnal ABM Mengabdi, 8(1), 50. https://doi.org/10.31966/jam.v8i1.860
Clifton, D. O., & Nelson, P. (1992). Soar with your strengths. Delacorte Press.
Csikszentmihalyi, M. (1997). Creativity: Flow and the psychology of discovery and invention.
Creativity: Flow and the Psychology of Discovery and Invention., viii, 456–viii, 456.
Grant, A. M. (2013). Rocking the Boat but Keeping It Steady: The Role of Emotion Regulation
in Employee Voice. Academy of Management Journal, 56(6), 1703–1723.
https://doi.org/10.5465/amj.2011.0035
Harackiewicz, J. M., Barron, K. E., Carter, S. M., Lehto, A. T., & Elliot, A. J. (1997). Predictors
and consequences of achievement goals in the college classroom: Maintaining interest and
making the grade. Journal of Personality and Social Psychology, 73(6), 1284–1295.
https://doi.org/10.1037/0022-3514.73.6.1284
Hidi, S., & Renninger, K. A. (2006). The Four-Phase Model of Interest Development.
Educational Psychologist, 41(2), 111–127. https://doi.org/10.1207/s15326985ep4102_4
Jayawickreme, E., Forgeard, M. J. C., & Seligman, M. E. P. (2012). The Engine of Well-Being.
Review of General Psychology, 16(4), 327–342. https://doi.org/10.1037/a0027990
Kamaruzaman, Rahman, A., Alfan Sidik, M., Firdaus, Sudanto, Lumintang, A., Vathul Jannah,
W., & Aulia Bidari, D. (2022). Peningkatan Minat Bakat dan Kemampuan Berwirausaha
Komunitas Pebisnis Muda Melalui Pelatihan Kewirausahaan. Dinamisia : Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat, 6(4), 978–986. https://doi.org/10.31849/dinamisia.v6i4.11030
Ryan, R. M., & Deci, E. L. (2000). Intrinsic and Extrinsic Motivations: Classic Definitions and
New Directions. Contemporary Educational Psychology, 25(1), 54–67.
https://doi.org/10.1006/ceps.1999.1020
Sholihah, A., & Chrysoekamto, R. (2021). Penerapan Manajemen Pengembangan Minat dan
Bakat untuk Meningkatkan Potensi Siswa di Madrasah. Munaddhomah: Jurnal Manajemen
Pendidikan Islam, 1(2). https://doi.org/10.31538/munaddhomah.v1i2.36
Agustino, L. (2015). Panduan Lengkap Tata Cara dan Teknis Persidangan. PT RajaGrafindo
Persada.
Dikutip dari Peraturan Organisasi SEMA UIN Malang (2022). Teknik Persidangan
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Ulum, B., & Tjahjadi, B. (2018). Tata Cara Persidangan dalam Organisasi Kemahasiswaan.
Deepublish.
Utami, D., & Nurjanah, F. (2019). Panduan Praktis Persidangan Organisasi
Kemahasiswaan. CV. Garudhawaca.
Syah, R. (2019). Panduan Praktis Persidangan Organisasi Mahasiswa. Bumi Aksara.
Yani, I., & Purnamasari, I. (2019). Panduan Praktis Persidangan Organisasi Mahasiswa. CV.
Pustaka Setia.
Armstrong, M. (1998). Managing people: A practical guide for line managers. Kogan Page
Publishers.
Sunyoto, D. (2015). Teori Perilaku Keorganisasian.

Bairizki, A. (2022). Fundamental Manajemen Keorganisasian (Pendekatan Dasar Teori

Manajerial Multiaspek). Seval Literindo Kreasi.

Achmad Sobirin, M. B. A. Esensi dan Ruang Lingkup Studi Perilaku Keorganisasian.

Anda mungkin juga menyukai