KAJIAN LITERATUR
pikiran yang tersembunyi dalam diri individu yang tidak bisa dipahami oleh
orang lain, berdasarkan kondisi saat itu. Perilaku sosial adalah suasana saling
manusia Rusli Ibrahim, (2001). Sebagai bukti bahwa manusia dalam memenuhi
kebutuhan hidup sebagai diri pribadi tidak dapat melakukannya sendiri melainkan
memerlukan bantuan dari orang lain. Ada ikatan saling ketergantungan diantara
satu orang dengan yang lainnya. Artinya bahwa kelangsungan hidup manusia
untuk memperoleh keadaan yang lebih baik. Prilaku sosial adalah yang secara
khusus ditujukan kepada orang lain. Max, Weber, (1970) mengemukakan bahwa
sebuah penafsiran terhadap prilaku sosial. Prilaku sosial adalah rasional atau
logika dapat dipahami secara langsung. Ini prilaku social merupakan fungsi dari
orang-orang terjadinya mulai dari yang ringan dan tersembunyi hingga tingkat
yang berat, dan terbuka. Konflik diartikan dan situasi dimana setiap manusia
bertindak dengan cara dalam situasi prilaku sosial yang unik kedalam suasana
tertentu yang ditunjukan seseorang ke orang lain. Prilaku sosial sebagai bentuk
pertentangan antara satu dengan pihak lainnya. Prilaku sosial juga diartikan
sebagai perjuangan nilai dan tuntutan atas status sosial, kekuasaan, dan sumber
elemen tak kasat mata yang mengatur tindakan seseorang. Terdapat perdebatan
yang dalam seperti pada pemikiran manusia. Ada pula yang mengatakan, struktur
berada di luar individu seperti struktur sosial berupa norma dan nilai. Pendapat
linguistik. Tidak menutup kemungkinan pula struktur berada dalam relasi antara
faktor determinan dari tindakan sosial. Menurut J.S. Furnivall, (2014) masyarakat
majemuk merupakan masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih komunitas
suatu wilayah dan membentuk sebuah sistem, baik semi terbuka maupun semi
tingkat sosial yang tinggal dalam suatu komunitas tertentu. Dalam kajian prilaku
banyak mengambil perhatian para ahli. Suatu masyarakat terbentuk karena setiap
Raho, Bernard. (2007) prilaku social masyarakat dapat terdiri atas jenis-
jenis manusia yang berbeda-beda dan mempunyai fungsi yang berbeda pula, yang
terbentuk serta dilihat dari segi fungsi tidak dari rasa cinta dan sejenisnya, dan
hanya ada rasa untuk saling menjaga satu sama lain supaya tidak saling
menyakiti.
Emile Durkheim (1982) fakta sosial ialah suatu kenyataan objektif untuk
konsep yang diberi nama fakta sosial. Fakta sosial didefinisikan sebagai cara
memiliki kekuatan untuk memaksa individu tersebut. Bagi Durkheim, fakta sosial
disiplin ilmu Masyarakat dapat disebut sebagai komunitas yaitu proses alamiah
mereka, dan kepentingan diri tiap individu dapat diperolah dalam sebuah
kelompok tersebut.
karakteristik yang ada di dalamnya. Adapun ciri-ciri fakta sosial adalah sebagai
individu. 2) Hidup secara berkelompok manusia adalah mahluk sosial dan akan
manusia ini akan semakin besar dan berubah menjadi suatu masyarakat yang
saling tergantung satu sama lain. 3) Terdapat suatu kebudayaan hanya dapat
tercipta bila ada masyarakat. Oleh karena itu, sekelompok manusia yang telah
hidup bersama dalam waktu tertentu akan melahirkan suatu kebudayaan yang
selalu mengalami penyesuaian dan diwariskan secara turun-temurun. 4) Terjadi
sebelumnya telah ada. 5) Terdapat interaksi sosial interaksi sosial akan selalu
terjadi di dalam suatu masyarakat. Interaksi ini bisa terjadi bila individu-individu
saling bertemu satu dengan lainnya. 6) Terdapat pemimpin aturan dan norma
Untuk itu, maka dibutuhkan pemimpin untuk menindaklanjuti hal-hal yang telah
Persoalan ilmu sosial dalam hal ini sosiologi menurut paradigma ini
tegas menentang ide paradigma definisi sosial tentang adanya suatu kebebasan
negatif terhadap konsep paradigma fakta sosial yaitu struktur dan pranata sosial.
Paradigma perilaku sosial memahami tingkah laku manusia sebagai sesuatu yang
sangat penting. Konsep seperti pemikiran, struktur sosial dan pranata sosial
manusia itu.
tangan atas proses pemikiran dan perilaku reaktif yang muncul begitu saja tanpa
melibatkan proses pemikiran yang panjang. Perilaku reaktif tidak menjadi fokus
orientasi perilaku dapat dipahami secara subyektif, ada yang hanya sebagai
melakukan pembedaan di antara dua tipe tindakan rasional, antara lain (a)
manusia lainnya. (b) tindakan rasionalitas nilai atau tindakan yang ditentukan
oleh kepercayaan yang sadar akan nilai tersendiri suatu bentuk perilaku yang etis,
keberhasilannya. Selain itu Weber juga menerangkan (c) tindakan afektual yang
ditentukan oleh keadaan dan emosional sang aktor, serta (d) tindakan tradisional
yang ditentukan oleh cara-cara berperilaku sang aktor yang biasa dan lazim.
Kata moderasi berasal dari bahasa Latin moderatio, yang berarti ke-
sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kata itu juga bearti
penguasaan diri dari sikap yang sangat berlebihan dan kekurangan. beragama
Pengertian dan batasan moderasi sikap sangat kelebihan dan kekurangan). Kamus
dikatakan, orang dan tidak itu bersikap moderat, kalimat itu berarti bahwa orang
average (rata-rata), core (inti), standard (baku), atau non aligned (tidak berpihak).
keyakinan moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai
bahasa Arab, moderasi di kenal dengan kata wasath atau wasathiyah, yang
wasathiyah bisa disebut wasith. Dalam bahasa Arab pula, kata wasathiyah di
artikan sebagai “pilihan terbaik “apa pun kata yang dipakai, semuanya
menyiratkan satu makna yang sama, yakni adil yang dalam konteks ini berarti
memilih posisi.
Untuk memahami lebih jauh tentang pemahaman moderasi beragama
adalah meyakini secara absolut ajaran agama yang diyakini dan memberi ruang
terhadap agama yang diyakini terhadap orang lain dalam kehidupan masyarakat
plural dan multicultural dan harus dipahami sebagai komitmen bersama untuk
menjaga komitmen bersama dimana setiap warga apapun suku, etnis, budaya dan
agama dan pilihan politik harus mau saling mendengarkan satu sama lain dan
Konteksi ini, narasi pentingnya jalan tengah (the middle path) dalam
kepada remaja atau publik bahwa bersikap ekstrem dalam beragama, pada sisi
sangat plural khusus di Nusa Tenggara Barat dan umumnya di wilayah seperti
Indonesia. Terutama ketika masyarakat seolah terbelah sebagai imbas segregasi
dalam berbagai sikap dan kebijakan yang selalu mencoba berdiri di jalan tengah,
meski dengan resiko kecaman dari kedua sisi. Masalahnya, pada tataran praktis,
tantangan.
wahyu, antara jasmani dan rohani, antara hak dan kewajiban, antara
kesukarelaan, antara teks agama dan ijtihad tokoh agama antara gagasan dan
kenyataan serta keseimbangan antara masa lalu dan dan masa depan.
Begitulah, inti dari dari moderasi beragama adalah adil dan berimbang
berpasangan.
Yang Maha Esa san Maha pencipta. Penghambaan Kepada Tuhan ini
menjadi hamba hanya kepada Tuhan, tidak menghamba kepada yang lain
disinilah esensi nilai keadilan antar manusia sebagai sesama, mahluk Tuhan.
Moderasi beragama menjadi muatan nilai dan praktek yang paling sesuai
ibarat bandul jam yang bergerak dari pinggir dan selalu cenderung menuju
pusat atau sumbu (centripetal), ia tidak pernah diam statis. Sikap moderat
dalam beragama selalu berkontesta dengan nilai-nilai yang ada dikanan dan
yang ultra konservatif, namun, melainkan juga kelompok yang memiliki cara
pandang, sikap dan prilaku beragama yang liberal, atau yang sering disebut
konservatif sering muncul dari cara pandang teosentris secara ekstrem dalam
yang sempit. Imajinasi demi membela Tuhan yang tertanam dalam cara
sebagai berikut :
Ada dua type hukum berdasarkan jenis solidaritas di atas, yaitu hukum
yang bersifat refresif dan hukum yang bersifat restitutif. Pada masyarakat
dengan type solidaritas mekanis hukum bersifat refresif. Suatu tindakan yang
seperti halnya yang berlaku dalam penerapan hukum pidana. Pada masyarakat
sangat nampak dari persepsi mereka terhadap anggota individu lain dan
antar kampung atau dusun di dalam lingkungan yang sama, namun apabila
represif.
dari yang bentuk primitif kepada bentuk yang kompleks (modern). Dalam
yang cepat kondisi ini disebut dengan anomie atau kondisi normlessness.
ekonomi yang berbeda. Juga dalam hal ini dimana fungsi-fungsi yang berbeda
lingkungan Tohpati ini ditandai dengan sudah tidak adanya norma yang
ditakuti oleh masyarakat, tidak adanya tokoh yang didengar oleh masyarakat
yang dulunya dijunjung tinggi masyarakat perlahan pudar dan musnah. Selain
sholat dan mulai lunturnya ketokohan dari ulama setempat, mereka tidak lagi
penduduk pendatang yang menetap di ketara tidak lebih dari 10 orang. Hal
masing-masing.
2.3.2 Historis
dalam masyarakat bahwa nenek moyang orang Sasak dan campuran dari suku
Bali adalah orang tertua di Pulau Lombok, keberadaan orang Sasak yang saat
berasal dari nenek moyang mereka yakni berdatangan dari Bali ke Lombok.
Lombok (Balom) apakah tokoh atau tempat atau kerajaan di sisi lain ada,
bahkan keberadaannya saat ini sudah diakui dan menjadi salah satu anggota
yang menjadi tindakan pertukaran, di luar pro dan kontra dalam keyakinan
sehingga orang di luar lingkungan Taliwang yang notabene ”besar dan lahir
dengan sekitarnya. Hal serupa juga terjadi dalam kondisi lingkungan antara
Tohpati merasa bahwa mereka mempunyai suku dan etnik daripada lainnya
cukup tinggi sampai saat ini meninggalkan stigma negative dari masyarakat
itu tidak ada yang baik, masyarakatnya adalah masyarakat yang sering buat
masalah dan sederet hal-hal yang tidak baik lainnya. Parahnya lagi faktor
dalam kategori keluarga prasejahtera, hal inilah yang mungkin pada masa lalu
berada dalam lingkar ini menjadi membaik. Keberadaan tokoh dan kios
lahan cenderung hasil ganti kerugian tanah yang mereka dapatkan saat itu
saat ini sebagaian besar mengantungkan hidupnya dari pertanian tadah hujan
namun banyak yang saat ini tidak memiliki tanah atau jumlah tanah yang
mereka miliki sudah jauh berkurang. Ada indikasi kuat bahwa tindakan sosial
kekuasaan untuk bekerja dalam lahan pertanian, hal ini juga didukung oleh
opini bahwa setelah lahan direbut maka masyarakat akan banyak yang
bekerja di lahan yang ada. Espektasi besar masyarakat bahwa sebagian besar
dari mereka nantinya akan mendapat pekerjaan lahan apabila sudah jadi milik
secara tidak langsung menjadi masalah tersendiri suatu saat apabila dari saat
hal terkait dengan konflik Taliwang dan Tohpati. Pertama lemahnya proses
takut dengan sanksi pidana yang ada, hal ini didukung oleh tipe masyarakat
ke dua lokasi yang di awal sudah dijelaskan bahwa masyarakat Taliwang dan
solidaritas organis.
Kondisi Anomi ini maka hukum harus bersifat represif artinya fungsi
sanksi pidana tidak lagi semata-mata sebagai sarana rehabilitasi namun sanksi
jera pelaku. Pelaku atau orang yang berpotensi untuk melakukan akan
berpikir untung rugi untuk terlibat dalam konflik. Selain itu yang tidak kalah
sosial. Pemicu prilaku sosial dua lokasi yang sering terjadi biasanya
kelompok lain.
Teori prilaku sosial adalah suatu teori yang memiliki sudut pandang
Vol. 3 tahun 2016 diuraikan mengenai pengertian teori konflik dari aspek
sosial pendukung ideologi tertentu, satu organisasi politik, satu suku bangsa,
ukurannya. Selain itu dapat pula dipahami bahwa pengertian teori konflik
secara antropologis tersebut tidak berdiri sendiri konflik ini, melainkan secara
proses kajian yang muncul pada kerangka akademik studi sosiologi. Teori
pada studi sosiologi. Besarnya peranan dari teori sosial ini mengukuhkan
yang hadir dalam studi sosiologi. Hal ini pula yang bisa disandarkan kepada
asumsi beragam. Bagi seorang ahli yang melihat masyarakat dari nilainilai
masyarakat dari aspek terluar, atau wilayah makro, maka kajian sosiologi
makro dipergunakan. Pada kerangka ini, baik Marx dan Simmel sebagai
penggagas analisis tentang konflk mencoba memotret fenomena ini daridua
sistem social dalam masyarakat. Kedua tokoh ini pada ujungnya menjelaskan
itu ditemukan berbagai tipe. Tipe-tipe interaksi sosial yang ada secara
berbagai bentuk persaingan dan konflik. Bahkan dalam kehidupan sosial tidak
dengan itu, yang menjadi pertanyaan dalam tulisan ini adalah “apakah konflik
itu erat hubungannya dengan struktur sosial, dan apa fungsi konflik itu bagi
konflik, tentunya tidak sederhana, karena setiap teori konflik antar anggota
dalam kehidupan sosial itu tidak selalu bentuk dan sifatnya sama (misalnya
Dengan demikian memang ada variasi dalam teori konflik, baik atas dasar
Selanjutnya dapat pula dijelaskan bahwa dalam persoalan konflik ini perlu
sosial yang berbeda yang mempengaruhi hubungan di antara mereka yang ada
lingkungannya.
Konsep Peter. M Blau (1977) mengenai tindakan sosial terbatas kepada
tingkah laku yang menghasilkan ganjaran atau imbalan, yang artinya tingkah
laku akan berhenti bila pelaku tersebut berasumsi bahwa dia tidak akan
mendapat imbalan lagi. Blau menyatakan bahwa terjadi tarik menarik yang
teori pertukaran sosial, dan dia menggunakan paradigma yang terdapat dalam
diberikan antara pihak satu dengan pihak lain. Blau mengatakan bahwa
„sementara yang lain dapat diganjar dengan cara yang memadai melalui
perilaku sosial sebagai pertukaran aktivitas, ternilai ataupun tidak, dan kurang
makin sering tindakan apa pun yang dilakukan orang memperoleh imbalan,
Homans dalam Ritzer, (2009). Secara umum, perilaku yang selaras dengan
hasil yang diberikan; ketiga, pengulangan tindakan asli atau minimal tindakan
timbal balik tidak akan berlangsung tanpa batas. Kedua, semakin pendek
mengakibatkan rasa bosan dan muak, sementara imbalan pada interval tidak
dasar batas yang cukup jelas, seperti agama, ras, jenis kelamin, pekerjaan,
marga, tempat kerja, tempat tinggal, afiliasi politik, bahasa, nasionalitas, dan
sebagainya. Kalau dicermati, pengelompokan ini bersifat horisontal, dan akan
komunitas ke dalam kelompok sosial atas dasar peringkat status yang akan
sosial makro yang lebih “sederhana” dilihat secara sepintas, namun penting
dikatakan oleh Turner (1998), bagi Blau struktur sosial merujuk pada
sosial ini adalah parameter, yakni karakteristik yang digunakan oleh anggota
populasi untuk membuat perbedaan diantara mereka. Ada dua jenis parameter
sebagainya.
Max Weber dalam Ritzer (2012) membedakan antara tindakan sosial yang
melibatkan campur tangan atas proses pemikiran dan perilaku reaktif yang
muncul begitu saja tanpa melibatkan proses pemikiran yang panjang. Perilaku
reaktif tidak menjadi fokus pembahasan Weber. Tindakan terjadi bila para
subyektif, ada yang hanya sebagai perilaku seseorang atau lebih sebagai
yang sadar akan nilai tersendiri suatu bentuk perilaku yang etis, estetis,
Selain itu Weber juga menerangkan (c) tindakan afektual yang ditentukan
oleh keadaan dan emosional sang aktor, serta (d) tindakan tradisional yang
ditentukan oleh cara-cara berperilaku sang aktor yang biasa dan lazim.
Sementara Jasson dan Wagman (Jansson et al., 2017) membahas
Kreber (Kreber, 2014) membahas dari sisi penggunaan Vita Activa untuk
menjadikan individu yang siap dengan adanya perubahan. Di sisi lain, Haba
“lapisan”. Atas dasar struktur sosial yang dikemukakan Blau di atas, dapat
bahkan tidak hanya secara internal tetapi dapat juga secara eksternal. Interaksi
antar bagian dalam kehidupan sosial, atas dasar parameter nominal atau
anggota dari berbagai “golongan” dan “lapisan” tadi. Sementara itu, menurut
Dengan kata lain, prilaku sosial antar kelompok dapat dilihat dari sudut
keabsahan hubungan kekuasaan yang ada atau dari sudut struktur sosial
setempat.
warga setidaknya harus ada suatu tingkat solidaritas, agar struktur dan sistem
cukup relevan untuk dipakai sebagai salah satu dasar dalam menganalisis
secara struktural dan fungsional konflik lokal; dan atas dasar konsep Parsons
penting dalam setiap interaksi sosial. Oleh karena itu menurut Coser
konflik tidak perlu dihindari, sebab konflik tidak boleh dikatakan selalu
tidak baik atau memecah belah atau merusak. Dengan kata lain konflik dapat
memiliki konsep sosial yang bisa memberikan sebuah kerangka garis besar
Dalam hal ini dapat diidentifikasi saling berhubungan satu dengan yang
lainnya. Di antara saling ketergantungan hubungan fungsi sosialnya, aktivitas
yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya,
yang mutlak benar. Interaksi sosial yang terjadi diantara individu tidak secara
kehidupan masyarakat.
masyarakat, dan kultur. Merton menyatakan bahwa setiap objek yang dapat
standar artinya terpola dan berulang. Dalam pikiran Merton (1973: 360)
sasaran studi struktural fungsional, antara lain adanya peran sosial, pola
institusional, proses sosial, pola kultur, emosi yang terpola secara kultur,
yang ada dalam eksistensi institusi serta perbedaan jenis kegiatan yang
pemahaman dalam kehidupan sosial antara lain; agama, adat istiadat, dan
budaya masyarakat.
prilaku sosial melekat kepada setiap individu dan, kedua, prilaku sosial
data di peroleh dari beberapa sekolah menengah atas banyak data individu
masyarakat dan budaya pendidikan dijumpai dapat membantu siswa dan
pertama Islam sebagai agama mayoritas yang damai. Islam dengan penganut
Penelitian yang dilakukan oleh Samual Patra Ritianu dkk dalam bentuk
model RPK BNBP pada tahapan awal sebelum dilakukan uji terbatas
mengalami perbaikan pada tahap uji lebih luas dan uji validasi akhir.
ditinjau dari struktur dan fungsi tahun 2017. Dalam penelitian tersebut
konflik sosial tentunya tidak sederhana, karena setiap konflik antar anggota
dalam kehidupan sosial tidak selalu bentuk dan sifatnya sama misalnya ada
demikian memang ada variasi dalam konflik, baik atas dasar bentuk, sifat,
kecermatan sosial sendiri, baik dalam hal memilih cara pendekatan maupun
tujuan yang ingin dicapai. Relevansi dengan penelitian yang diangkat oleh
Mulyadi dengan peneliti yaitu meneliti konflik sosial ditinjau dari segi
penelitian yang dilakukan oleh Agus Firmansyah dkk dalam bentuk Jurnal
yang diteliti yang diangkat oleh Heri Listya adalam konflik sedangkan
Tabel 1
deskriptif dari konflik sosial. Kondisi di lapangan masih banyak yang akan
para tokoh agama, tokoh masyarakat, organisasi sampai remaja yang ada di
dua wilayah yang konflik. Untuk menjadi media dalam dua wilayah yang ada
perlu pengawasan dan pembinaan mental remaja yang lebih ekstra agar kedua
Fokus
Teori Faktor-faktor yang menyebabkan moderasi beragama adalah Teori pendukung
Utama Sara Teori Interaksi
Teori Ekonomi Sosial
Suku Teori Sosial
Sosial Upaya penanggulangan moderasi beragama Teori
Pembinaan oleh Ulama
Tokoh Masyarakat
Umat Islam ditengah umat Hindu yang ada di dua lingkungan
Cakra Utara Cakranegara
Temuan
Proposisi-proposisi
Pak Nasar, mohon diperjelas dan dipertegas, diantara judul, rumusan masalah, dan di
kerangka konseptual penelitin yang berbeda ini, yang hendak Pak Nasar gunakan yang mana.
Kalau sudah dipilih salah satu, maka selanjutnya harus konsisten. Dan itu semua harus sudah
dikemukakan secara tuntas di Latar Belakang Masalah Penelitian (Bab I). Karena ini sangat
menentukan apa yang seharusnya diuraikan di Bab II (teori, regulasi, informasi empirik).
Judul: Perilaku Sosial Dalam Moderasi Beragama di Cakra Negara Kota Mataram
(Realitas Sosial Di Lingkungan Cakra Utara)
Rumusan Masalah: Bagaimana prilaku sosial dalam moderasi beragama di Cakra Utara
Cakranegara Kota Mataram?
Kerangka Konseptual Penelitian: Prilaku Sosial masyarakat dalam Moderasi beragama dan
Upaya Penanggulangan Di Cakra Utara Cakranegara Kota Mataram (ditinjau dari sosial
ekomoni masyarakat).
Demikian, terimakasih.
Wassalam.
Selamat malam Pak Nasaruddin. Berikut catatan yang bisa saya buat untuk Bab II draft
proposal disertasi Bapak.
1. Kajian Literatur (Tinjauan Pustaka atau Kajian Pustaka) itu substansinya berisi uraian
bagaimana menemukan jawaban atau penjelasan teoritis (ilmiah) atas rumusan
masalah yang ditetapkan. Oleh karenanya rumusan masalah mesti jelas dan tegas.
Kajian literatur idak bisa menyimpang dari upaya menjawab dan atau menjelaskan
rumusan masalah penelitian. Dengan demikian, setidaknya dalam Bab II Pak Nasar
mesti mengemukakan secara teoritis bagaimana hubungan antara kekerasan atas nama
agama dengan pemahaman tentang pluralitas, pluralisme, toleransi, dan moderasi;
agama (islam) dan pluralisme, toleransi, dan moderasi; juga teori-teori utama (grand
theory) tentang perilaku sosial yang mesti diambil dari sumber aslinya (meskipun
buku terjemahan). Uraian yang sudah P Nasar kemukakan di Bab II belum mengarah
ke bagaimana memberikan jawaban dan atau menjelaskan secara teori rumusan
masalah penelitian yang Bapak tetapkan. Apalagi, rumusan masalah penelitiannya
sendiri juga belum jelas dan tegas.
2. Penelitian terdahulu yang relevan. Artikel yang dikemukakan perlu diseleksi yang
benar-benar relevan untuk digunakan (sesuai dengan catatan poin 1 di atas). Agar
lebih lengkap informasinya matriks/tabel hendaknya terdiri dari kolom-kolom:
Judul/Penulis; Jurnal/Vol/Ed/Thn.; Tujuan Penelitian; Metode Penelitian; Teori
Utama; Fokus Penelitian; Temuan Penelitian; Persamaan/Perbedaan dengan penelitian
yang akan dilakukan. Artikel jurnal yang digunakan semestinya sebagian haruslah
jurnal internasional.
Wassalam