Anda di halaman 1dari 9

PENGERTIAN SISTEM KOMUNIKASI MASSA

 Pengertian Komunikasi Massa


Pengertian komunikasi massa menurut beberapa ahli:
- Menurut Bittner (1980) dalam Rakhmat (1985), komunikasi massa adalah pesan
yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang.
- Gerbner (1967) dalam Rakhmat (1985) menyatakan bahwa komunikasi massa
adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan Lembaga dari
arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat
industry.
- Meletzke (1963) dalam Rakhmat (1985) memiliki banyak definisi mengenai
komunikasi massa, salah satunya adalah; komunikasi massa merupakan setiap
bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media
penyebaran teknis secara tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.
- M. O. Palapah dalam Jampel, Sudhita, dan Suartama (2016), Komass merupakan
pernyataan manusia yang ditujukan kepada massa. Bentuk-bentuk komass adalah
seperti; Jurnalistik, public relations, penerangan, propaganda, agitasi, advertising,
publicity, pertunjukkan, dan komunikasi internasional

Dari pengertian di atas, di sini komunikasi diartikan sebagai jenis komunikasi


yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, anonym melalui
media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat. Seperti yang dikatakan oleh Alexis S. Tan (1981) dalam Rakhmat (1985)
bahwa komunikator adalah organisasi sosial yang mampu mereproduksi pesan dan
mengirimnya secara simultan kepada sejumlah besar orang yang terpisahkan oleh
jarak. Dapat disimpulkan bahwa secara sederhana, komunikasi massa adalah
komunikasi melalui media massa, yakni surat kabar, majalah, radio, televisi, dan film.

 Ciri-ciri Komunikasi Massa


- Konseps Klasik (DeFleur & McQuail, 1985) Ciri/karakteristik komass, terdiri
atas;
1) Ditujukan ke khalayak luas, heterogen, tersebar, anonim serta tidak mengenal
batas geografis dan kultural
2) Bersifat umum, bukan perorangan
3) Penyampaian pesan berjalan secara cepat dan mampu menjangkau khalayak
yang luas dalam waktu yang relatif singkat
4) Penyampaian pesan cenderung bersifat satu arah
5) Kegiatan komunikasi dilakukan secara terencana, terjadwal, dan terorganisir
6)  Kegiatan komunikasi dilakukan secara berkala dan tidak bersifat temporer
7) Isi pesan mencakup berbagai aspek kehidupan (Ipoleksosbudhankam, pen).

- Menurut Wright, Ciri atau karakteristik komass meliputi;


1) Diarahkan kepada khalayak yang relatif besar, hetrogen dan anonim
2)  Pesan disampaikan secara terbuka
3)  Pesan diterima secara serentak pada waktu yang sama dan bersifat sekilas
(khusus untuk media elektronik)
4)  Komunikator cenderung berada atau bergerak dalam organisasi yang kompleks
yang melibatkan biaya.

- Pandangan Astrid S. Susanto Ciri-ciri komass diidentifikasi menjadi sebagai


berikut;
1)  Komunikasinya ditujukan kepada mereka yang tidak dikenal (anonim) 2)
Bersifat heterogen (dibidang sosbud, ekonomi, dan latar belakang pend) 3)
Menggunakan media massa dan dapat juga tanpa media massa
4)  Sasaran yang dicapai adalah mereka yang tidak menerima pesan pada tempat
yang sama akan tetapi pada saat yang bersamaan, terutama media elektronik.

Dari ketiga pendapat di atas, sebagian besar pandangannya meliputi unsur- unsur
yang sama, kecuali pendapat terakhir (Astrid S. Susanto) yang memberikan
“rekomendasi” selain menggunakan media massa dapat juga tidak menggunakan
media massa. Contoh, “perang” antar desa jelas melibatkan orang banyak (massa)
tanpa menggunakan media, mereka secara langsung saling berhadap-hadapan.

 Elemen/Komponen Komunikasi Massa


1. Komunikator
Dalam komass produknya bukanlah merupakan karya langsung seseorang,
dalam arti komunikator melakukan sesuatu (memuat berita, menjadi penyiar, dan
presenter) adalah menjadi tanggung jawab lembaga atau medianya, di mana ia
bekerja. Apa yang dia buat adalah melalui usaha-usaha yang terorganisasikan dari
beberapa partisipan, diproduksi secara massal, dan didistribusikan kepada massa.
Contoh; Wartawan A pada sebuah surat kabar menulis dan memuat berita tentang
masalah kriminal atau korupsi. Produk pemberitaannya jelas bukan atas nama pribadi-
pribadi melainkan sudah menjadi milik organisasi/media.

2. Pesan
Sesuai dengan karakteristik informasi/pesan komass yaitu bersifat umum dan
terbuka, maka pesan tersebut harus diketahui oleh semua orang atau khalayak.
Penataan pesan sangat bergantung pada sifat media yang pada kenyataannya berbeda
satu sama lain. Pesan atau informasi yang disampaikan oleh media massa pada
umumnya diusahakan bersifat obyektif, aktual, lengkap, dan seimbang. Singkat kata,
pesan yang disampaikan mengandung sejumlah unsur seperti yang ada pada “Jukut
Ares.” Istilah ini (Jukut Ares) merupakan akronim dari; jujur, kreatif, umum, teliti,
aktual, aman, reformis dan seimbang.

3. Media
Media yang dimaksud dalam komass yaitu media yang memiliki ciri khas dan
mempunyai kemampuan untuk memikat perhatian khalayak secara serempak
(simultaneous) dan secara serentak (instananeous). Pada Harian Kompas, misalnya, ia
sangat terkenal dari dulu sebagai media yang mampu memikat pembacanya berkat
artikel-artikel opininya yang merupakan bacaan kelas menengah ke atas. Di samping
itu, orang sering merasa ketagihan untuk membaca isi kolom atau rubrik “Pojok”
yang suka memojokkan pejabat, pengusaha, tokoh- tokoh, dan lain-lain yang
bermasalah.

4. Khalayak
Khalayak yang dituju oleh komass adalah massa atau sejumlah besar
khalayak. Disebabkan jumlah khalayak yang sangat besar yang justru bersifat anonim
dan heterogen, maka sangat penting bagi media untuk memperhatikan siapa
sesungguhnya khalayak itu. Siapa pembacanya, siapa pendengarnya, siapa
pemirsanya, dan siapa pula yang menjadi pelanggannya

5. Filter
Dalam komass, pesan yang disampaikan media pada umumnya ditujukan
kepada massa (khalayak) yang amat heterogen. Khalayak yang heterogen ini akan
menerima pesan melalui media sesuai dengan latar belakang sosial, ekonomi,
pendidikan, agama, usia, dan latar belakang budaya. Oleh karenanya, pesan tersebut
akan disaring (difilter) oleh khalayak penerima. Contoh, khalayak yang tergolong
remaja begitu mendengar lagu-lagu keroncong yang disuguhkan oleh media radio atau
televisi segera mengubah channel ke mata acara yang lain atau media lain yang
menjadi kegemarannya.

6. Umpan Balik
Umpan balik (feedback) merupakan satu komponen komunikasi, termasuk
komunikasi massa. Setiap berlangsungnya komunikasi biasanya diiringi dengan hasil
(output) dan melalui hasil tersebut sangat dimungkinkan terjadi arus balik atau umpan
balik. Fungsi dan manfaat umpan balik adalah sebagai kontribusi atau pemberian
masukan bagi komunikator mengenai pesan-pesan yang telah disampaikan atau
didistribusikan kepada khalayak.

 Sistem Komunikasi Massa VS. Sistem Komunikasi Interpersonal


Bila sistem komunikasi massa diperbandingkan dengan sistem komunikasi
interpersonal, secara teknis kita dapat menunjukkan empat tanda pokok dari
komunikasi massa:
1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis
2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi
(para komunikan)
3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonym.
4. Mempunyai publik yang secara geografis tersebar.

Adanya perbedaan teknis membuat sistem komunikasi massa juga mempunyai


karakteristik psikologis yang khas dibandingkan dengan sistem komunikasi
interpersonal. Hal ini tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik,
stimulasi alat indra, dan proporsi unsur isi dengan hubungan.
 Pengendalian Arus Informasi
Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya
pembicaraan yang disampaikan dan yang diterima. Keterlibatan seseorang
dalam proses komunikasi massa memaksa orang tersebut untuk mengikuti
apa yang sedang berjalan dan tidak memiliki kontrol.
Contoh: Seorang pemateri dalam seminar sedang berbicara
menjelaskan materi yang ia bawa, namun peserta seminar tidak bisa
memberhentikan pemateri tersebut untuk memengaruhinya supaya
mengubah pembicaraannya.
Sedangkan, dalam komunikasi interpersonal, seseorang dapat
mengarahkan perilaku orang yang sedang menjelaskan. Misalnya menegur
dan memperbaiki pembicaraannya.
Menurut Cassata dan Asante (1979) dalam Rakhmat (1985), bila
arus komunikasi hanya dikendalikan oleh komunikator, situasi dapat
menunjang persuasi yang efektif. Sebaliknya, bila khalayak dapat
mengatur arus informasi, situasi komunikasi akan mendorong belajar yang
efektif. Namun, pendapat Cassata dan Asante ini tidak dapat menjelaskan
mengapa komunikasi interpersonal lebih efektif untuk mengubah sikap
dari komunikasi massa.

 Umpan Balik
Umpan balik berasal dari teori sibernetika dalam mekanika yang
mengatur tentang proses mengatur diri secara otomatis. Umpan balik
adalah metode mengontrol sistem. Dalam komunikasi, umpan balik dapat
diartikan sebagai respons, peneguhan, dan survomekanisme internal
(Fisher, 1978 dalam Rakhmat, 1985). Dalam pengertian ini, umpan balik
bermacam-macam jumlah dan salurannya, ada situasi ketika free feedback
sampai kepada zero feedback).
Umpan balik sebagai peneguhan (reinforcement) bermaksud
respons yang diperteguh akan mendorong orang untuk mengulangi respons
tersebut. Sebaliknya, respons yang tidak mendatangkan ganjaran atau tidak
diperteguh akan dihilangkan. Dalam hubungan ini, umpan balik adalah
respons yang berfungsi mendorong atau merintangi kelanjutan perilaku.
Umpan balik sebagai servomekanisme berasal dari mekanika.
Dalam setiap sistem, selalu ada apparat yang memberikan respons pada
jalannya sistem. Contoh: ketika Anda memasukkan beras dan air ke dalam
penanak nasi kemudian nyalakan penanak tersebut. Bila panas penanak itu
mencapai panas tertentu, panas akan masuk ke sistem elektrik dan
mematikan alat itu secara otomatis. Pana situ menjadi umpan balik yang
mengatur mekanisme penanak nasi. Mowrer (1954) dalam Rakhmat
(1985) memasukkan konsep ini ke dalam mekanisme psikologis. Belajar
menimbulkan servomekanisme dalam diri individu; sikap yang diperoleh
melalui belajar diinternalisasikan dalam diri individu sebagai mekanisme
yang menstabilkan perilaku individu.
Umpan balik sebagai respons mempunyai volume yang tidak
terbatas dan lewat berbagai saluran pada komunikasi interpersonal.
Namun, tidak demikian pada komunikasi massa; umpan baik sebagai
respons boleh dikatakan hanyalah zero feedback.
Umpan balik sebagai peneguhan juga sama halnya dengan umpan
balik sebagai respons. Umpan balik yang diterima hanya dalam keadaan
tertunda (delayed feedback). Akan tetapi, berbeda dengan komunikasi
interpersonal, pengaruh umpan balik peneguhan ini tidak terjadi pada
situasi komunikasi terentu secara serentak.
Umpan balik sebagai servomekanisme dalam sistem interpersonal,
sikap berfungsi sebagai servomekanisme. Sedangkan dalam sistem
komunikasi massa, dengan menggunakan model terpadu efek media dari
De Fleur dan Ball-Rockeach (1975), servomekanisme terjadi karena
kendala ekonomi, nilai, teknologi, dan organisasi yang terdapat dalam
sistem media.

 Stimulasi Alat Indra


Dalam komunikasi massa, stimulus alat indra bergantung pada
jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat.
Pada radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar. Pada televisi
dan film, kita mendengar dan melihat.
McLuhan (1964) dalam Rakhmat (1985) menguraikan
perkembangan sejarah berdasarkan perkembangan media massa yang
dikaitkan dengan perbedaan stimulus alat indra yang ditimbulkannya.
(1) Babak Tribal; ketika alat indra manusia bebas menangkap
berbagai stimulus tanpa dibatasi teknologi komunikasi
(2) Babak Gutenberg; ketika membaca dari kiri ke kanan, di sini
hanya indra mata yang mendapat stimulus sehingga manusia
akan cenderung berpikir linear
(3) Babak Neotribal; yaitu ketika alat-alat elektronik
memungkinkan manusia menggunakan beberapa macam alat
indra dalam komunikasi.

 Proporsi Unsur Isi dengan Hubungan


Pada komunikasi interpersonal, unsur hubungan sangat penting.
Sebaliknya, dalam komunikasi massa, unsur isi lah yang penting. Ketika
Anda berkomunikasi dengan seseorang, pesan yang Anda sampaikan tidak
berstruktur, tidak sistematis, dan sukar disimpan atau dilihat kembali.
Dalam komunikasi interpersonal, yang menentukn efektivitas bukanlah
struktur, melainkan aspek hubungan manusiawi, yang “bagaimana”.
Sistem komunikasi massa justru menekankan “apanya”. Berita
disusun berdasarkan sistem tertentu dan ditulis dengan menggunakan
tanda-tanda baca dan pembagian paragraf yang tertib. Sama halnya dengan
pidato radio dan pesan media massa. Pesan media massa dapat disimpan,
diklasifikasi, dan didokumentasikan.

 Sejarah Penelitian Efek Komunikasi Massa


Pada malam tanggal 30 Oktober 1938, ribuan orang Amerika panik karena
siaran radio yang menggambarkan serangan makhluk Mars yang mengancam seluruh
peradaban manusia. Sebuah pemancar radio menyiarkan sandiwara Orson-Welles.
Sandiwara ini begitu hidup sehingga orang menduga bahwa yang terjadi adalah
laporan pandangan mata. Ketika dihadirkan tokoh-tokoh fiktif di dalam cerita itu
seperti para professor dari beberapa observatorium dan perguruan tinggi yang
terkenal, serta Jenderal Montgommery Smith, panglima angkatan bersenjata,
pendengar menganggapnya peristiwa yang sebenarnya. Di seluruh Amerika serikat,
orang-orang menangis, melarikan diri secara panik untuk menghindari kematian
karena makhluk Mars. Sekurang-kurangnya, enam juta orang ketakutan atau
tergoncangkan.
Peristiwa itu menarik beberapa orang peneliti sosial bahwa suatu peristiwa
langka telah terjadi. Peristiwa ini juga menarik karena menggambarkan keperkasaan
media massa dalam memengaruhi khalayaknya. Namun, menurut Noelle-Neumann
pada tahun 1973, penelitian efek media massa selama empat puluh tahun
mengungkapkan kenyataan bahwa efek media massa tidak perlu diperhatikan, efeknya
tidak begitu berarti. Agak mengherankan bahwa pada satu sisi, kita melihat kejadian-
kejadian yang menunjukkan pengaruh media massa. Pada sisi lain, peneliti sosial
menunjukkan tidak ada pengaruh yang cukup berarti.
Saat itu, behavorisme dan psikologi insting sedang populer di kalangan
ilmuwan. Dalam hubungan dengan media massa, Laswell dan Coughlin melahirkan
apa yang disebut Melvin De Fleur (1975) sebagai instinctive S R theory. Menurut
teori ini, media menyajikan stimulus perkasa yang secara seragam diperhatikan oleh
massa. Karena teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya ditembaki oleh
stimulus media massa, teori ini disebut juga “teori peluru” atau bullet theory.
Serangan terbesar pada model peluru adalah penelitian Paul Lazarsfeld dan
kawan-kawan; mereka ingin mengetahui pengaruh media massa dalam kampanye
pemilu pada perilaku memilih. Kemudian Paul Lazarsfeld dengan mengejutkan
menemukan bahwa media massa hampir tidak berpengaruh sam sekali. Alih-alih
sebagai agent of conversion, media massa lebih berfungsi untuk memperteguh
keyakinan yang ada. Pengaruh interpersonal ternyata lebih dominan daripada media
massa. Khalayak juga hukan lagi tubuh pasif yang menerima apa saja yang
disuntikkan ke dalamnya.
Pada saat yang sama, Leon Festinger, datang dengan theory of cognitive
dissonance atau teori disonansi kognitif. Teori ini menyatakan bahwa individu
berusaha menghindari perasaan tidak senang dan ketidakpastian dengan memilih
informasi yang cenderung memperkokoh keyakinannya, sembari menolak informasi
yang bertentangan kepercayaan yang diyakininya.
Pada tahun 1960, Joseph Klapper menyimpulkan bahwa efek komunikasi
massa terjadi lewat serangkaian faktor perantara. Faktor-faktor perantara itu termasuk
proses selektif (persepsi selektif, terpaan selektif, ingatan selektif, proses kelompok,
norma kelompok, dan kepemimpinan opini).
Setelah menyadari betapa sukarnya melihat efek media massa pada orang,
para peneliti mulai memperhatikan apa yang dilakukan orang terhadap media. Fokus
penelitian sekarang bergeser dari komunikator ke komunikate, dari sumber ke
penerima. Khalayak dianggap aktif menggunakan media untuk memenuhi
kebutuhannya. Pendekatan ini kemudian dikenal dengan pendekatan uses and
gratification (penggunaan dan pemuasan). Pendekatan ini pertama kali dinyatakan
oleh Elihu Katz (1959) sebagai reaksi terhadap Bernard Berelson yang menyatakan
bahwa penelitian komunikasi mengenai efek media massa sudah mati.
Model lain yang termasuk model efek moderat adalah pendekatan agenda
setting yang dikembangkan oleh Maxwell E. McComb dan Donald L. Shaw. Model
agenda setting tampaknya memperbarui kembali penelitian efek, yang diabaikan oleh
model uses and gratification. Menurut teori ini, media massa memang tidak dapat
memengaruhi orang untuk mengubah sikap, tetapi media massa cukup berpengaruh
terhadap apa yang dipikirkan orang. Ini berarti media massa memengaruhi persepsi
khalayak tentang apa yang dianggap penting. Pendeknya, media massa memilih
informasi yang dikehendaki dan berdasarkan informasi yang diterima, khalayak
membentuk persepsinya tentang berbagai peristiwa.
Pada abad ini, terjadi revolusi komunikasi, bahkan ada yang menyebutnya
‘ledakan komunikasi’. Sekarang makin disadari, teknologi komunikasi yang baru
tengah membentuk dan mengubah cara hidup kita. Dengan media komunikasi yang
baru, Frederick Williams (1982) mengungkapkan bahwa “we are fabricating a total
psychological environment of ourselves.”

DAFTAR PUSTAKA
Jampel, I. N., Sudhita, I. W. R., & Suartama, I. K. (2016). Komunikasi massa. DIPA FIP
Undiksha.
Rakhmat, Jalaluddin. (2019). Psikologi komunikasi (edisi revisi). PT Remaja Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai