Anda di halaman 1dari 8

Benarkah Emosi Memengaruhi Memori Manusia?

Ringkasan Esai
Permasalahan modern yang biasa dijumpai di zaman sekarang sangat beragam
jenisnya. Salah satu dari permasalahan tersebut ada yang berkaitan dengan memori atau
ingatan. Secara sederhana, memori yang dimaksud adalah yang terkait dengan ingatan
kita akan informasi yang kita serap. Tanpa kita sadari, banyak orang yang belum
memahami memori. Padahal, banyak sekali hal penting yang terkait atau faktor yang
memengaruhi memori manusia. Salah satunya adalah emosi. Berdasarkan hal tersebut,
esai ini bertujuan untuk meyakinkan dan meyakinkan pembaca dengan menjabarkan
bukti-bukti bahwa emosi dapat memengaruhi memori berdasarkan penelitian-penelitian
terdahulu.
Menurut Wade dan Tarvis dalam Lathifah, Ramli dan Faizah (2015), emosi
memiliki andil yang banyak dalam penyerapan informasi dan penyimpanan informasi.
Sementara orang yang memiliki emosi negatif cenderung menimbulkan hormon kortisol
yang biasanya muncul pada orang yang mengalami stres dan depresi sehingga sulit
mengaktifkan hipokampus (Matthews, 2011 dalam Lathifah, dkk., 2015). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Yang, Yang dan Isen (2013), ditemukan bahwa afeksi
positif ringan meningkatkan kerja memori melalui proses yang terkontrol. Kemudian,
ditemukan pula bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dapat
menghalangi pola pikir untuk berkembang, membentuk skema yang buruk dalam
pikirannya, dan sangat berpotensial untuk mendapatkan hasil yang buruk saat ujian.
(Vitasari, 2010 dalam Lathifah, dkk., 2015). Tak disangka, ternyata peran emosi dapat
dikatakan sangat besar dalam kinerja memori. Pengaruh emosi terhadap memori menurut
Ellis dan Hunt (1993) dalam Martono dan Hastjarjo (2008) dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, yaitu kesesuaian suasana hati (mood-congruent) dan ketergantungan pada
suasana hati (mood-state dependent).
Hal-hal di atas semua sejalan dengan teori psikologi kognitif yang menyatakan
bahwa keadaan emosi seseorang dapat memengaruhi proses-proses kognitif, misalnya
stres, depresi, kecemasan, dan suasana hati (mood). Jadi, ternyata emosi terbukti memiliki
pengaruh yang cukup besar baik terhadap ketahanan maupun kinerja memori. Agar
memori kita dapat selalu bekerja dengan baik, salah satu hal yang dapat kita lakukan
adalah meregulasi emosi.
Seiring dengan berjalannya waktu, teknologi semakin maju dan berkembang.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa berkembangnya teknologi turut berpengaruh terhadap
hal-hal sederhana di sekitar kita. Misalnya, cara kita berkomunikasi dengan kerabat
mungkin dapat berubah, cara kita berbicara berbeda dengan orang tua, dan hal-hal lainnya
yang biasa kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi, jumlah manusia di dunia ini
terus bertambah. Bertembahnya jumlah manusia di dunia berarti bertambah pula
pemikiran-pemikiran dan ide-ide yang akan terus membawa perubahan pada dunia. Pada
dasarnya, pemikiran dan ide cemerlang merupakan salah satu aspek yang sangat
dibutuhkan di era modern ini. Kehidupan manusia saat ini sebagian besar sudah modern,
sehingga diperlukan pula cara hidup yang moderna agar semuanya seimbang.
Namun, semakin modern kehidupan manusia, semakin kompleks pula
permasalahan yang terjadi di dalamnya. Pernahkah Anda mendengar seseorang berkata
bahwa permasalahan modern membutuhkan solusi yang modern? Mungkin kata-kata ini
sangat tepat untuk menggambarkan kehidupan masyarakat zaman sekarang. Istilah ‘solusi
modern’ merujuk pada solusi yang didasari penelitian terkini pada permasalahan yang
spesifik, sehingga solusi tersebut menjadi relevan untuk digunakan. Permasalahan
modern yang biasa dijumpai di zaman sekarang sangat beragam jenisnya. Permasalahan
modern ini bisa datang dari hal yang baru ada di zaman sekarang maupun dari hal yang
sudah ada sejak dulu namun memiliki penyebab yang berbeda.
Salah satu dari permasalahan tersebut ada yang berkaitan dengan memori atau
ingatan. Menurut Suhadianto (2016), memori diartikan sebagai fungsi mental yang
kompleks untuk mengingat kembali apa yang pernah dialami atau dipelajari dan bisa
melakukan retention dan recall. Secara sederhana, memori yang dimaksud terkait dengan
ingatan kita akan informasi yang kita serap. Tanpa kita sadari, banyak orang yang belum
memahami memori. Padahal, banyak sekali hal penting yang terkait atau faktor yang
dapat memengaruhi memori manusia. Salah satunya adalah emosi. Menurut Martono dan
Hastjarjo (2008), jika hati panas, maka kepala akan panas juga sehingga perilaku akan
agresif, impulsif, dan tak rasional. Hal-hal tersebut tentunya diproses di otak, sehingga
sangat mungkin untuk memengaruhi memori.
Perlu kita ketahui bahwa banyak orang mengalami berbagai gangguan keadaan
mental ataupun emosi sederhana, contohnya kecemasan, kegelisahan, hingga depresi. Hal
ini tentu erat kaitannya dengan emosi manusia dan pengaruhnya terhadap kehidupan
sehari-hari, termasuk memori. Sehingga, dirasa perlu untuk menelusuri lebih lanjut
mengenai kebenaran bahwa emosi memengaruhi memori seseorang. Berdasarkan hal
tersebut, artikel ini akan membahas pengaruh emosi terhadap memori dari sudut pandang
psikologi kognitif.
Memori merupakan salah satu bagian penting dalam hidup manusia. Memori
merupakan proses biologis, yakni informasi diberi kode dan dipanggil kembali. Di dalam
memori terdapat kumpulan reaksi elektrokimia yang rumit yang diaktifkan melalui
beragam saluran indrawi dan disimpan dalam jaringan saraf yang sangat rumit dan unik
di seluruh bagian otak (Jansen & Markowitz, 2002 dalam Suhadianto, 2016). Memori
bekerja melalui tiga tahap, yaitu tahap penyandian atau encoding, tahap penyimpanan
atau storage, dan tahap pemanggilan atau retrieval. Memori terbagi menjadi beberapa
macam, yaitu (a) memori jangka pendek, (b) memori jangka panjang, (c) memori
episodik, (d) memori semantik, dan (e) memori eksplisit.
Ketika suatu informasi terekam, akan ada dua kemungkinan yang dipengaruhi
oleh perhatian (attention). Apabila informasi itu tidak mendapatkan perhatian maka
informasi itu akan rusak dan hilang (decay). Bila mendapat perhatian, informasi itu akan
diproses lebih lanjut ke dalam memori jangka pendek atau short-term memory. Informasi
yang ada di short-term memory apabila dilakukan pengulangan secara terus menerus
maka akan disimpan ke dalam long-term memory. Di dalam long-term memory inilah
informasi yang disimpan tadi akan dapat dipakai di lain waktu. (Matlin, 1998 dalam
Julianto & Etsem, 2011).
Memori tentunya memiliki kaitan erat dengan fungsi kognitif. Sementara, fungsi
kognitif dipengaruhi oleh emosi atau afeksi, sehingga dapat dikatakan pula bahwa emosi
juga dapat memengaruhi memori. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Nasrun (2007)
dalam Sari dan Grashinta (2015) yang menyatakan bahwa ingatan dipengaruhi oleh
emosi, tingkat perhatian, minat, daya konsentrasi, dan kelelahan. Menurut Douglas
(1996) dalam Suhadianto (2016), ada dua hal yang memengaruhi perhatian saat proses
mengingat, yaitu (1) Keadaan dari luar, (2) Informasi dan kemauan; orang yang memiliki
berbagai kebutuhan emosional dan emosi memiliki peranan penting dalam belajar dan
dalam banyak hal, emosi juga merupakan kunci bagi system memori otak.
Menurut Tyng, Amin, Saad dan Malik (2017), emosi mendeskripsikan suatu set
kompleks dari interaksi antara variabel subjektif dan objektif yang ditengahi oleh sistem
saraf dan hormon yang dapat meningkatkan pengalaman afektif valensi emosional serta
arousal, dan menghasilkan proses kognitif. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut
Wade dan Tarvis dalam Lathifah, dkk. (2015), emosi memiliki andil yang banyak dalam
penyerapan informasi dan penyimpanan informasi. Jika seseorang menunjukkan emosi
yang positif, maka akan muncul arousal. Arousal memberikan stimulus kepada otak
berupa petunjuk bahwa terdapat informasi penting, kemudian akan dipanggil kembali jika
dibutuhkan. Sementara orang yang memiliki emosi negatif cenderung menimbulkan
hormone kortisol yang biasanya muncul pada orang yang mengalami stres dan depresi
sehingga sulit mengaktifkan hipokampus (Matthews, 2011 dalam Lathifah, dkk., 2015).
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Yang, dkk. (2013), ditemukan bahwa afeksi positif
ringan meningkatkan kerja memori melalui proses yang terkontrol. Kemudian, ditemukan
pula bahwa mahasiswa yang memiliki tingkat kecemasan tinggi dapat menghalangi pola
pikir untuk berkembang, membentuk skema yang buruk dalam pikirannya, dan sangat
berpotensial untuk mendapatkan hasil yang buruk saat ujian. (Vitasari, 2010 dalam
Lathifah, dkk., 2015). Tak disangka, ternyata peran emosi dapat dikatakan sangat besar
dalam kinerja memori.
Pengaruh emosi terhadap memori menurut Ellis dan Hunt (1993) dalam Martono
dan Hastjarjo (2008) dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kesesuaian suasana
hati (mood-congruent) dan ketergantungan pada suasana hati (mood-state dependent).
Kesesuaian dengan suasana hati menggambarkan gejala bahwa orang lebih mampu
mengingat informasi yang cocok dengan keadaan emosinya pada saat mereka
mempelajari materi tersebut. Singkatnya, seseorang yang sedang bahagia cenderung lebih
mudah mengingat suatu hal yang bersifat menyenangkan, sedangkan orang yang sedang
bersedih akan cenderung mampu mengingat hal yang sedih pula. Sementara,
ketergantungan dengan suasana hati menggambarkan bahwa materi yang dipelajari dalam
satu suasana hati tertentu akan diingat kembali (recall) atau dikenali lagi lebih baik ketika
orang dites dalam keadaan emosi yang sama dengan suasana hati saat belajar (Ellis &
Hunt, 1993 dalam Martono & Hastjarjo, 2008). Apabila suasana hati sewaktu penyandian
informasi cocok dengan suasana hati sewaktu mengingat kembali informasi tersebut,
maka kinerja memori akan lebih baik. Badara, dkk. (2017) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa partisipan dalam penelitian mengingat lebih banyak kata (yang
berhubungan dengan suatu hal) dari daftar yang diberikan sebelumnya ketika ia terekspos
dengan stimulus yang berhubungan dengan kata tersebut. Hal ini kemudian membawa
kesimpulan bahwa konteks bersifat kondusif dalam pembelajaran (ingatan).
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa metode humor merupakan salah satu
cara dalam mempertahankan memori. Secara neurologis, humor dapat mengaktifkan
bagian otak yaitu ventral tegmentum, ventral striatum, dan beberapa area yang
berhubungan dengan emosi dan pemrosesan reward (Matthews, 2011 dalam Lathifah,
dkk., 2015). Hal ini menunjukkan bahwa emosi berperan langsung dalam pertahanan
memori. Penggunaan humor dalam suatu proses belajar akan menjadikan mood siswa
lebih baik. Humor yang diasosiasikan dengan tertawa dapat mengurangi stres dan hormon
kortisol serta mengubah emosi dan mood seseorang (Lathifah, dkk., 2015).
Selain metode humor, ada juga penelitian yang membuktikan bahwa musik juga
menghasilkan emosi yang memengaruhi memori. The New Encyclopedia Britanica
(1986) dalam Suhadianto (2016), menjelaskan bahwa musik berpengaruh terhadap emosi
dan intelektual seseorang. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Sari dan Grashinta
(2015), terbukti bahwa musik dapat menunjang proses recall. Partisipan dalam penelitian
tersebut diberikan serangkaian kata, kemudian dibagi menjadi beberapa kelompok.
Beberapa kelompok diberikan musik tertentu, dan satu kelompok tidak diberikan musik
apapun. Hasilnya, orang yang mendengarkan musik yang mereka sukai, dapat mengingat
kata lebih baik daripada mereka yang mendengarkan musik yang tidak mereka sukai
ataupun yang tidak mendengarkan musik sama sekali. Musik memberikan emosi tertentu
pada orang yang mendengarkannya, sehingga berpengaruh pula pada pada memorinya.
Semakin positif emosi seseorang, semakin kuat pula ingatannya.
Hal-hal di atas semua sejalan dengan teori psikologi kognitif yang menyatakan
bahwa keadaan emosi seseorang dapat memengaruhi proses-proses kognitif, misalnya
stres, depresi, kecemasan, dan suasana hati (mood). Dalam teori psikologi kognitif,
pengaruh emosi dapat terjadi pada setiap bagian dari keseluruhan aktivitas kognitif
manusia mulai dari proses sensory register, encoding, penyimpanan memori, retrieval,
recall, problem solving, dan kreativitas. Pengaruh atau peran yang dimainkan oleh faktor
emosi seseorang sangat besar dalam melakukan aktivitas kognitif dan kinerja pada
umumnya.
Jadi, ternyata emosi terbukti memiliki pengaruh yang cukup besar baik terhadap
ketahanan maupun kinerja memori. Sebab, pada dasarnya emosi memang dapat
memengaruhi segala proses kognitif manusia. Otak manusia memang memiliki kehebatan
yang luar biasa, namun diperlukan suatu metode tersendiri untuk mengoptimalkan kinerja
otak tersebut (Suhadianto, 2016). Dalam hal ini, agar memori kita dapat selalu bekerja
dengan baik, salah satu hal yang dapat kita lakukan adalah meregulasi emosi kita.
Regulasi emosi merupakan cara individu memengaruhi emosi yang mereka miliki, kapan
mereka merasakannya, dan bagaimana mereka mengalami atau mengekspresikan memori
itu (Gross, 1988 dalam Ratnasari & Suleeman, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Badara, I. A., Sarab, S., Medisetty, A., Cook, A. P., Cook, J., & Barkana, B. D. (2017).
The influence of emotional states on short-term memory retention by using
electroencephalography (EEG) measurements: A case study. Proceedings of the
10th International Joint Conference on Biomedical Engineering Systems and
Technologies (BIOSTEC 2017), 205-213.
https://www.scitepress.org/PublicationsDetail.aspx?ID=pDkkGEXAywo=&t=1
Julianto, V., & Etsem, M. B. (2011). The effect of reciting Holy Qur’an toward short-
term memory ability analysed trought the changing brain wave. Jurnal Psikologi,
38(1), 17-29. https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/7661
Julianto, V. (2017). Meningkatkan memori jangka pendek dengan karawitan. Indigenous:
Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 137-147.
http://journals.ums.ac.id/index.php/indigenous/article/view/5451
Lathifah, N. B., Ramli, A. H., & Faizah. (2015). Pengaruh tayangan humor terhadap short
term memory pada mahasiswa baru. Jurnal Mediapsi, 1(1), 10-16.
https://mediapsi.ub.ac.id/index.php/mediapsi/article/view/2
Martono & Hastjarjo, D. (2008). Pengaruh emosi terhadap memori. Buletin Psikologi,
16(2), 98-102. https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjal6752ObpAhXNF
3IKHcduAGMQFjAAegQIBBAB&url=https%3A%2F%2Fjurnal.ugm.ac.id
%2Fbuletinpsikologi%2Farticle%2Fdownload
%2F7378%2F5745&usg=AOvVaw3fmfnNsmFzdM_bNfoDCrny
Ratnasari, S., & Suleeman, J. (2017). Perbedaan regulasi emosi perempuan dan laki-laki
di perguruan tinggi. Jurnal Psikologi Ilmiah, 15(1), 35-46.
http://jps.ui.ac.id/index.php/jps/article/view/jps.2017.4
Sari, A. P., & Grashinta, A. (2015). Pengaruh jenis musik terhadap performa kognitif
yang menuntut ingatan jangka pendek pada anak-anak usia 7-11 tahun. Jurnal
Psikologi Ulayat, 2(2), 461-472.
https://jpu.k-pin.org/index.php/jpu/article/view/39
Suhadianto. (2016). Pengaruh musik Mozart terhadap memori pada pelajaran menghafal
di SMP Ta’miriyah Surabaya. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 5(2), 126-
136.
https://www.researchgate.net/publication/330169199_Pengaruh_Musik_Mozart_t
erhadap_Memori_pada_Pelajaran_Menghafal_di_SMP_Ta
%27miriyah_Surabaya
Tyng, C. M., Amin, H. U., Saad, M. N. M., & Malik, A. S. (2017). The influences of
emotion on learning and memory. Frontiers in Psychology, 8, 1-22.
https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2017.01454/full
Yang, H., Yang, S., & Isen, A. M. (2013). Positive affect improves working memory:
Implications for controlled cognitive processing. Cognition and Emotion, 27(3),
474-482. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22917664/

Anda mungkin juga menyukai