Anda di halaman 1dari 25

MEMORI

TUGAS MAKALAH – PSIKOLOGI PENGEMBANGAN KOGNISI

Dosen Pengampu:
Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si.

Tim Penyusun:
Nurwardian Aulyawati
(22/495954/PPA/06322)
Amalia Khoirunnisa
(22/500612/PPA/06358)
Sulthan Waliid Anggara Wisesa
(22/501234/PPA/06382)
Alprianto Lullung
(22/502058/PPA/06412)

PROGRAM STUDI MAGISTER KIMIA


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA 0
2023
DAFTAR ISI
1 KAJIAN TEORETIS..........................................................................................................2
1.1 Definisi Memori..........................................................................................................2
1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Memori...............................................................3
1.3 Faktor-Faktor yang Dipengaruhi Memori...................................................................5
1.4 Perkembangan dan Fungsi Memori antar Usia...........................................................5
1.4.1 Perkembangan Kognitif pada Masa Pranatal dan Pasca Natal.............................6
1.4.2 Perkembangan Kognitif pada Masa Bayi.............................................................6
1.4.3 Perkembangan Kognitif pada Masa Pra Sekolah.................................................7
1.4.4 Perkembangan Kognitif pada Masa Usia Sekolah...............................................7
1.4.5 Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja........................................................8
1.4.6 Perkembangan Kognitif pada Masa Dewasa........................................................8
1.4.7 Perkembangan Kognitif pada Masa Lansia..........................................................9
2 APLIKASI DAN IMPLIKASI MEMORI........................................................................10
3 HASIL REVIEW JURNAL..............................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16

1
1 KAJIAN TEORETIS
1.1 DEFINISI MEMORI
Bagian organ paling kompleks dari tubuh manusia yang berhubungan dengan memori
adalah organ otak. Otak manusia tersusun atas jutaan sel-sel dengan fungsi spesifik namun
saling berkaitan. Segala aspek kehidupan secara fisik maupun psikis baik sadar atau tidak
sadar semuanya dikendalikan oleh otak. Oleh karena itu, otak memiliki hubungan yang
sangat erat dengan memori atau ingatan pada manusia. Memori akan membuat manusia dapat
mengingat segala macam informasi yang pernah mereka dapatkan sebelumnya, seperti
mengingat nama teman, mengingat detail sebuah gambar, atau mengingat tempat-tempat
yang pernah dikunjungi sebelumnya. Memori atau ingatan akan bekerja dengan cara
mengodekan, menyimpan, dan mengambil kembali informasi yang telah lampau (Feldman,
2011).
Proses mengenang masa lalu dan mengingat keseluruhan masa lalu dengan
pengalaman yang paling khas merupakan fungsi dari memori. Memori akan merekam apa
yang dilihat dan dialami secara rinci lalu menggunakan rekaman tersebut untuk melakukan
suatu aktivitas. Namun tidak semua pengalaman bisa disimpan dengan baik, hanya informasi
atau pengalaman yang memiliki kekhasan saja yang dapat tersimpan, sehingga memori
membutuhkan suatu tempat untuk menyimpan, menerima, dan mengingat kembali informasi-
informasi yang khusus (Chaplin, 2002). Memori merupakan aktivitas biologis dan psikis
yang bekerja dalam menyimpan, melestarikan, dan mengambil kembali informasi yang telah
didapatkan sebelumnya. Definisi ini sering digunakan dalam psikologi kognitif dimana
memori merupakan suatu proses yang berkaitan dengan penyandian (encoding), penyimpanan
(storing), dan mengeluarkan kembali informasi (retrieving) (Lexcellent, 2019).
Memori terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya adalah :

a. Memori lexical (lexical memory)


b. Memori sensori (sensory memory)
c. Memori jangka pendek (short term memory)
d. Memori kerja (working memory)
e. Memori jangka panjang (long term memory)
f. Memori eksplisit (explicit memory)
g. Memori semantik (semantic memory)
h. Memori episodik (episodic memory)

2
i. Memori implicit (implicit memory)

Memori bekerja melalui tiga tahapan utama yaitu encoding, storage atau
consolidation, dan recovery. Tahap pertama yaitu encoding atau tahap memasukkan
informasi. Pada tahap pengkodean ini akan memungkinkan otak untuk merekam informasi
dan dengan demikian akan membentuk sebuah sistem yang disebut dengan jejak memori
(memory traces). Tahap pengkodean ini sangat dipengaruhi oleh tingkat perhatian manusia
terhadap suatu informasi yang diperoleh. Proses ini memerlukan waktu yang cukup lama agar
informasi dapat disimpan dengan baik sehingga tidak mudah untuk hilang. Tahap
pengkodean dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja, jika tahapan ini terjadi secara
sengaja maka seorang individu mempunyai niat untuk menyimpan informasi tersebut
sehingga individu tersebut akan memberikan perhatian yang lebih dalam menyerap informasi.
Ketika informasi sudah direkam dalam otak kita, maka jejak ingatan ini harus menjadi awet.
Tahap storage atau penyimpanan akan mengubah jejak memori dalam memori.
Consolidation sebenarnya merupakan seperangkat strategi untuk mempertahankan informasi
dalam jangka panjang sebelum akhirnya memori akan dikeluarkan kembali atau retrival.
Fungsi retrival akan bekerja dengan mengeluarkan kembali memori yang sudah tersimpan.
Proses ini berkaitan dengan proses mencari informasi di dalam otak, menemukannya, dan
menggunakan kembali memori tersebut (Lexcellent, 2019).

1.2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MEMORI


Interferensi mampu menghambat proses memori dan ingatan. Secara garis besar,
terdapat 2 jenis interferensi, yaitu: interferensi retroaktif dan interferensi proaktif. Interferensi
retroaktif adalah interferensi memori baru oleh munculnya kembali memori lama.
Berkebalikan dengan interferensi proaktif, yaitu interferensi ingatan lama yang dikarenakan
munculnya ingatan baru (Underwood, 1957; Edwards, 2010). Faktor-faktor yang mungkin
mempengaruhi proses memori ditunjukkan oleh Alduais (2015) pada Gambar 1.

3
Gambar 1.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi ingatan manusia (Alduais, 2015)

Penelitian León, Tascón, dan Cimadevilla (2016) melaporkan bahwa kemampuan


memori spasial manusia juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia. Mereka menyatakan
bahwa kemampuan manusia untuk terorientasi pada lingkungan sekitarnya dipengaruhi oleh
usia dan jenis kelamin melalui penelitian yang dirancang untuk menilai memori spasial
manusia pada rentang umur 45 sampai 74 tahun dengan tugas virtual untuk menentukan efek
kedua faktor pada kemampuan navigasi.
Jika ditinjau dari sisi kesehatan, keadaan otak manusia juga mempengaruhi kemampuan
memori individu. Penelitian oleh Ponsford dkk. (2000) mengenai pengaruh kecelakaan
traumatik pada otak orang dewasa menyatakan bahwa pengaruh kecelakaan traumatik ringan
pada otak muncul dengan berbagai variasi, salah satunya adalah penurunan pada kemampuan
belajar dan memori. Salah satu bentuk gangguan memori yang dialami oleh pasien
kecelakaan traumatik pada otak adalah amnesia pasca-trauma.
Menurut Stalinksi dan Schellenberg (2013), kinerja memori ditentukan oleh stimulus
eksternal dan sifat karakteristik subyek yang memproses suatu informasi yang berkaitan
dengan memori tersebut. Gambar 1.2 menunjukkan model teoretis dari pengaruh internal dan
eksternal yang berkontribusi terhadap proses pengingatan oleh Kim dan Jang (2016). Pada
model tersebut, Suatu memori dapat diingat kembali atas pengaruh eksternal seperti isyarat-
isyarat yang dapat berupa audio (music), olfaktori (bau), dan benda tertentu (kenang-
kenangan), adapula, pengaruh internal seperti kepribadian dan suasana hati (emosi)
seseorang.

4
Gambar 1.2 Model teoretis dari kontribusi pengaruh internal dan eksternal pada proses pengingatan
(Kim dan Jang, 2016)

1.3 FAKTOR-FAKTOR YANG DIPENGARUHI MEMORI


Kemampuan memori juga mempengaruhi faktor-faktor kognitif dan perilaku manusia.
Berikut adalah beberapa contoh faktor yang dipengaruhi oleh kemampuan memori:
a. Pemecahan masalah (problem-solving)
Kapasitas memori memiliki peran penting dalam berbagai jenis pemecahan masalah
(Welsh dkk., 1999). Kemampuan untuk mempertahankan informasi melalui perhatian
yang terkontrol dimungkinkan menjadi hal yang penting untuk mengintegrasikan
informasi sebagai salah satu langkah seseorang memecahkan permasalahan. Beberapa
penelitian yang telah dilakukan untuk mempelajari proses pemecahan masalah
menunjukkan bahwa menggunakan kemampuan memori sebagai variabel psikometri
dapat memprediksikan kinerja anak sekolah dalam memecahkan suatu masalah (Solaz-
Portoles dan Sanjosé-López, 2009)
b. Persepsi (perception)

c. Pengambilan keputusan (decision-making)

5
1.4 PERKEMBANGAN DAN FUNGSI MEMORI ANTAR USIA
Perkembangan dan fungsi memori dapat berbeda antara usia yang berbeda karena
faktor seperti perkembangan otak, pengalaman hidup, dan kondisi kesehatan. Berikut adalah
beberapa perbedaan dan perkembangan fungsi memori antar usia (Konzulin, 2015):
a. Anak-anak
Anak-anak seringkali memiliki kesulitan dalam memori jangka panjang dan ingatan verbal
karena otak mereka masih berkembang. Mereka lebih baik dalam mengingat informasi visual
dan episodik (yang terkait dengan pengalaman pribadi).
b. Remaja
Remaja cenderung memiliki kemampuan memori yang lebih baik daripada anak-anak,
terutama dalam memori jangka panjang dan ingatan verbal. Mereka juga mampu
mengasimilasi informasi yang lebih kompleks dan abstrak.
c. Dewasa muda
Orang dewasa muda umumnya memiliki kemampuan memori yang lebih baik daripada anak-
anak dan remaja, terutama dalam hal memori jangka panjang, ingatan verbal, dan memori
kerja. Mereka lebih mampu mengekstrak informasi dari pengalaman masa lalu dan
menggunakannya untuk membuat keputusan.
d. Orang tua
Orang tua cenderung memiliki kesulitan dalam memori jangka pendek dan memori kerja.
Mereka juga lebih lambat dalam mengakses informasi yang tersimpan dalam memori jangka
panjang, terutama dalam hal ingatan verbal. Namun, mereka lebih baik dalam mengingat
informasi yang terkait dengan pengalaman hidup dan dapat menggunakan pengetahuan yang
terakumulasi dari pengalaman masa lalu untuk memecahkan masalah.
Secara umum perkembangan dan fungsi memori pada manusia erat kaitannya dengan
tahap perkembangan kognitif manusia yang sejatinya dimualai dari masa prenatal hingga
masa lansia. Berikut tahap-tahap perkembangan kognisi yang terjadi pada manusia dalam
keadaan “normal” (Ajhuri, 2019):

1.4.1 Perkembangan Kognitif pada Masa Pranatal dan Pasca Natal


Periode prenatal atau masa sebelum kelahiran adalah periode awal perkembangan
manusia yang dimulai sejak konsepsi, yakni ketika ovum wanita di buahi oleh sperma laki-
laki sampai dengan waktu kelahiran seorang individu. Masa ini pada umumnya berlangsung
selama 9 bulan atau 280 hari. Di lihat dari segi waktunya, periode prenatal ini merupakan
periode perkembangan manusia yang paling singkat, tetapi justru pada periode inilah di
pandang terjadi perkembangan yang sangat cepat dalam diri individu.
6
Pada umumnya ahli psikologi perkembangan membagi periode prenatal atas tiga fase
perkembangan, yaitu:
a. Tahap Germinal
Tahap Germinal yang sering disebut dengan periode zigot atau periode nutfhah adalah
periode yang berlangsung kira-kira 2 minggu pertama dari kehidupan yakni, sejak pertemuan
sel sperma dan sel telur yang dinamakan pembuahan.
b. Tahap Embrio
Tahap yang kedua dari periode prenatal disebut tahap embrio yang dalam psikologi islam
disebut dengan alaqah yaitu segumpalan darah yang semakin membeku. Tahap embrio ini
dimulai dari 2 minggu sampai 8 minggu setelah pembuahan yang ditandai dengan terjadinya
banyak perubahan pada semua organ utama dan sistem-sistem fisiologis. Namun embrio
belum terbentuk tubuh orang dewasa sepenuhnya.
c. Tahap Janin
Periode ketiga dari perkembangan masa prenatal disebut dengan periode fetus atau periode
janin, yang dalam psikologi islam disebut dengan mudhghah. Periode ini dimulai dari usia 9
minggu sampai lahir
Dalam proses kelahiran bayi pada umumnya, yang menjadi permasalahan adalah
gerakan bayi itu sendiri saat menjelang kelahiran. Apakah bayi bersifat aktif (siap untuk
lahir) atau bersifat pasif (cenderung dilahirkan). Dalam kondisi normal bayi bersifat aktif,
sehingga siap untuk lahir, bukan di lahirkan. Setelah lahir, bayi menunjukkan banyak gerak-
gerak refleks. Orang dahulu berpendapat bahwa masa ini kurang ada perkembangan psikologi
yang menarik karena anak hanya melakukan tingkah laku-tingkah laku yang instinktif.

1.4.2 Perkembangan Kognitif pada Masa Bayi


Masa bayi terjadi pada umur 0-2 tahun. Banyak ahli yang menyebut masa bayi
sebagai masa vital, karena kondisi masa bayi merupakan fondasi kokoh pada tumbuh
kembang selanjutnya. Masa bayi dimulai dengan kelahiran yang diikuti dengan tangis
pertama. Sis Heyster mengungkapkan bahwa tangis bayi yang pertama sebagai tanda adanya
kesadaran jiwa pada seorang anak. Dengan adanya kesadaran (conciousnes) itu berarti fungsi-
fungsi kejiwaan telah mulai bekerja sebagaimana mestinya (Rumuni dan Sundari, 2004).
Sejak tahun pertama dari usia anak, fungsi intelegensi sudah dimulai tampak dalam
tingkah lakunya. Dilihat dari perkembangan kognitif menurut Piaget, usia bayi ini berada
pada periode sensorimotor. Bayi mengenal objek-objek yang berada dilingkungannya melalui
sistem penginderaan dan gerakan motoriknya. Meskipun ketika dilahirkan seorang bayi

7
sangat bergantung dan tidak berdaya, tetapi alat-alat inderanya sudah langsung bisa
berfungsi. Perkembangan kognitif pada usia ini ditandai pula oleh kemampuan:
a. Mengembangkan imitasi, memori, dan berfikir
b. Mempersepsi ketajaman objek
c. Bergerak dari kegiatan yang bersifat refleks ke aktifitas yang mengarah pada tujuan.

1.4.3 Perkembangan Kognitif pada Masa Pra Sekolah


Anak usia pra sekolah merupakan fase perkembangan individu , ketika anak mulai
memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam
bidang buang air, maupun beberapa hal yang dianggap membahayakan ataupun
meyenangkan (Pratista, 2008).
Perkembangan Kognitif Kemampuan anak untuk mengeksplorasi lingkungan, kognitif
dapat berarti kecerdasan, berfikir, dan mengamati. Bertambah besarnya koordinasi dan
pengendalian motorik serta bertambahnya kemampuan bertanya. Menurut psikolog Piaget,
perkembangan kognitif pada pra sekolah disebut dengan periode preoperasional, yaitu
tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis ataupun
keterbatasan pemikiran anak. Yang dimaksud operasi yaitu kegiatan-kegiatan yang
diselesikan secara mental (berfikir) bukan fisik.

1.4.4 Perkembangan Kognitif pada Masa Usia Sekolah


Perkembangan kognitif menggambarkan bagaimana kemampuan berpikiran
berkembang dan berfungsi. Kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai kemampuan anak
untuk berpikir lebih kompleks, serta kemampuan melakukan penalaran dan pemecahan
masalah. Kemampuan berpikir anak berkembang dari tingkat yang sederhana dan kongkrit ke
tingkat yang lebih rumit dan abstrak
Istilah yang biasa digunakan dalam psikologi ialah intelek dan intelegensi. Yang
dimaksud intelek adalah kemampuan berpikir, sedangkan yang dimaksud intelegensi adalah
kemampuan kecerdasan. Perbedaannya hanya terletak dalam waktu saja. Di dalam kata
berpikir terkandung perbuatan menimbangnimbang, menguraikan, menghubung-hubungkan
sampai akhirnya mengambil keputusan, sedangkan dalam kata kecerdasan terkandung
kemampuan seseorang dalam memecahkan masalahnya dengan cepat.

1.4.5 Perkembangan Kognitif pada Masa Remaja


Semua perubahan fisik yang membawa implikasi perubahan emosional tersebut
makin dirumitkan oleh fakta bahwa individu juga sedang mengalami perubahan kognitif.
Perubahan dalam kemampuan berpikir ini diungkapkan oleh Piaget (1972) sebagai tahap

8
terakhir yang disebut sebagai tahap formal operation dalam perkembangan kognitifnya.
Dalam tahapan yang bermula pada umur 11 atau 12 tahun ini, remaja tidak lagi terikat pada
realitas fisik yang konkrit dari apa yang ada, remaja mulai mampu berhadapan dengan aspek-
aspek yang hipotesis dan abstrak dari realitas. Misalnya aturan-aturan dari orang tua, status
remaja dalam kelompok sebayanya, dan aturan-aturan yang diberlakukan padanya tidak lagi
dipandang sebagai hal-hal yang tak mungkin berubah. Kemampuan-kemampuan berpikir
yang baru ini memungkinkan individu untuk berpikir secara abstrak, hipotesis dan
kontrafaktual, yang pada gilirannya kemudian memberikan peluang bagi individu untuk
mengimajinasikan kemungkinan lain untuk segala hal. Imajinasi ini bisa terkait pada kondisi
masyarakat, diri sendiri, aturan-aturan orang tua, atau apa yang akan dia lakukan dalam
hidupnya. Singkatnya, segala sesuatu menjadi fokus dari kemampuan berpikir hipotesis,
kontrafaktual, dan imajinatif remaja.
Secara umum masa remaja dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sebagai berikut (Agustiani,
2009):
a. Masa remaja awal (12-15 tahun),
Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha
mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orang tua.
b. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun),
Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya
masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri
sendiri,
c. Masa remaja akhir (19-22 tahun)
Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama
periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of
personal identity.

1.4.6 Perkembangan Kognitif pada Masa Dewasa


Pada masa dewasa kecepatan memproses informasi mengalami penurunan. Ada
beberapa bukti bahwa orang-orang dewasa lanjut kurang mampu mengeluarkan kembali
informasi yang telah disimpan dalam ingatannya. Meskipun kecepatan tersebut perlahan-
lahan menurun, namun terdapat variasi individual di dalam kecakapan ini. Dan ketika
penurunan itu terjadi hal ini tidak secara jelas menunjukkan perngaruhnya terhadap
kehidupan kita dalam beberapa segi substansial.

9
Pendidikan, pekerjaan, dan kesehatan adalah tiga komponen yang paling berpengaruh
dalam fungsi kognitif dari orang-orang dewasa lanjut. Pada saat ini mereka telah memperoleh
pendidikan yang lebih baik. Pendidikan memiliki korelasi positif dengan skor-skor pada tes-
tes intelegensi. Orang-orang dewasa lanjut mungkin melanjutkan pendidikan untuk sejumlah
alasan. Pengalaman kerja menekankan pada orientasi kognitif. Peningkatan penekanan pada
proses informasi di dalam pekerjaannya mungkin mempertinggi kecakapan intelektual
individu. Sedangkan, kesehatan yang buruk berkaitan dengan tes-tes intelegensi pada masa
dewasa akhir. Olahraga terkait dengan perbaikan fungsi kognitif diantara orang-rang dewasa
usia lanjut. Yang harus diperhatikan dalam aktiviti berolahraga pada dewasa lanjut ini adalah
pemilihan jenis olahraga yang akan dijalani, dan harus disesuaikan dengan usia subjek, dalam
erti kondisi fizik individu. Oleh sebab itu, aktiviti berolahraga dianjurkan untuk selalu
berkonsultasi dengan tenaga medis yang kompeten dalam masalah ini

1.4.7 Perkembangan Kognitif pada Masa Lansia


Pada masa lansia fungsi kognitif akan mengalami kemerosotan, pada umumnya
memang merupakan sesuatu yang tidak dapat dilakukan, karena disebabkan oleh berbagai
faktor, seperti penyakit kekacauan otak atau karena kecemasan dan depresi. Akan tetapi, hal
ini bukan berarti bahwa keterampilan kognitif tidak bisa dipertahankan dan ditingkatkan.
Kunci untuk memelihara ketarampilan kognitif terletak pada tingkat pemberian beberapa
rangsangan intelektual. Oleh karena itu, orang tua sebenarnya sangat membutuhkan suatu
lingkungan perangsang dalam rangka mengasah dan memlihara keterampilan-keterampilan
kognitif mereka serta mengantisipasi terjadinya kepikunan (Desmita, 2011).

10
2 APLIKASI DAN IMPLIKASI MEMORI
2.1 Gangguan stres pascatrauma (PTSD)

PTSD merupakan sindrom kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional,


dan kilas balik dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi yang
melampaui batas ketahanan orang biasa (Kaplan, 1998). Gangguan stress pascatrauma
(PTSD) adalah salah satu gangguan klinis yang paling umum terjadi, dengan prevalensi
seumur hidup sekitar 8,3% (Kilpatrick et al., 2013). Ciri-ciri klinis utama dari PSTD adalah
kejadian yang berulang dan tidak diinginkan, hipereksitasi, mati rasa secara emosional, dan
penghindaran terhadap rangsangan (termasuk pikiran) yang dapat menjadi pengingat akan
kejadian tersebut (ehlers dan clark). Gangguan kecemasan yang mungkin terjadi setelah
mengalami atau menyaksikan peristiwa traumatis disebut gangguan stres pascatrauma
(PTSD). Peristiwa traumatis, termasuk pelecehan atau pelecehan fisik atau seksual, cedera,
kekerasan, kecelakaan di jalan, trauma perang, luka bakar parah, dan bencana alam
(Ayuningtyas, 2018).
Terdapat empat aspek pada gangguan stres pascatrauma. Aspek pertama adalah gejala
intrusi, di mana muncul kenangan yang menyedihkan secara berulang pada individu. Aspek
kedua adalah penghindaran, yang ditandai dengan adanya kondisi menghindari ingatan,
pikiran atau perasaan yang menyedihkan. Aspek ketiga adalah perubahan negatif pada pikiran
serta suasana hati, hal ini ditandai dengan hilangnya ingatan mengenai hal-hal penting pada
kejadian traumatis dan munculnya distorsi kognitif yang membuat individu menyalahkan diri
sendiri maupun orang lain. Aspek keempat yaitu gairah dan reaktivitas yang ditandai dengan
adanya perilaku untuk menyakiti diri sendiri, mudah tersinggung atau marah, memiliki
kewaspadaan yang berlebihan, mudah terkejut, serta konsentrasi dan pola tidur yang
terganggu (Weathers dkk. 2014).
Salah satu pendekatan yang menjanjikan untuk perawatan terhadap penderita PSTD
adalah dengan fokus pada pengurangan gangguan setelah pengalaman yang berpotensi
traumatis (Iyadurai et al., 2019). Teori kognitif Ehlers dan Clark (2000) tentang PTSD
menjelaskan perkembangan gangguan dengan memasukkan komponen penilaian. Teori
kognitif mengusulkan bahwa gejala PTSD yang muncul ketika individu memproses trauma
dengan cara yang melanggar keyakinan yang dipegang sebelumnya dan menghasilkan rasa
ancaman yang kuat saat ini. Dua mekanisme utama yang menghasilkan rasa ancaman saat ini
melibatkan penilaian negatif terhadap trauma atau gejala sisa dan cara trauma dikodekan ke
dalam memori otobiografi. Teori ini mengarahkan upaya untuk mengembangkan berbagai
intervensi kognitif yang dapat mengganggu perkembangan awal gangguan. Rasa terancam
muncul sebagai konsekuensi dari: (1) penilaian yang terlalu negatif terhadap trauma dan/atau
gejala sisa dan (2) gangguan memori otobiografi yang ditandai dengan elaborasi dan
kontekstualisasi yang buruk, memori asosiatif yang kuat, dan priming perseptual yang kuat.
Perubahan dalam penilaian negatif dan memori trauma dicegah dengan serangkaian strategi
perilaku dan kognitif yang bermasalah. karakteristik intrusi dan pola pengambilan yang
menjadi ciri khas PTSD yang persisten (ingatan yang tidak disengaja, pengalaman kembali
yang tidak disengaja yang jelas dengan kualitas 'di sini dan sekarang') disebabkan oleh cara
trauma dikodekan dan disimpan dalam memori.
Teknik kognitif mengajarkan klien untuk mengenal pikiran otomatis dan alasan
timbulnya (respon emosi) serta memodifikasi atau merubah pikiran otomatis. Intervensi
kognitif pada manusia merupakan bentuk intervensi psikologis, teknik dan terapi latihan
dalam konseling yang dilakukan pada manusia (Marrion F Solomon and Daniel J.Siegel,
2003). Intervensi kognitif adalah serangkaian teknik yang dapat digunakan untuk mengatasi
strategi kognitif dan perilaku disfungsional yang mencegah elaborasi memori, memperburuk
gejala, atau menghalangi penilaian ulang terhadap penilaian yang bermasalah. Intervensi
kognitif-perilaku dapat digunakan untuk mencapai perubahan di bidang-bidang ini (Ehlers
dan Clark 2000).
Proses pengobatan untuk penderita PTSD biasanya melibatkan terapi perilaku kognitif
(CBT), yang merupakan jenis psikoterapi yang bertujuan untuk membantu individu
mengubah pola pikir dan perilaku negatif. Perawatan ini biasanya melibatkan beberapa tahap,
termasuk psikoedukasi, pelatihan relaksasi, restrukturisasi kognitif, terapi paparan, dan
pencegahan kekambuhan. Tujuan dari perawatan ini adalah untuk membantu individu belajar
bagaimana mengelola gejala-gejala mereka, mengurangi kecemasan, dan meningkatkan
kualitas hidup mereka. Rincian spesifik dari proses perawatan dapat bervariasi tergantung
pada kebutuhan individu dan pendekatan terapis (Ehlers dan Clark 2000).

2.2 Terapi memori terhadap kemampuan kognitif pada pasien stroke


Stroke disebut dengan brain attack atau serangan otak, stroke terjadi karena
terganggunya suplai darah ke otak yang biasanya disebabkan karena adanya sumbatan
pembuluh darah arteri yang menuju otak oksigen dan nutrisi tidak kuat yang dibawa oleh
pembuluh darah menyebabkan sel otak (neuron) mati dan koneksi hubungan antar neuron
(sinaps) menjadi hilang (Silva, et al., 2014).
12
Prevalensi penyakit stroke di Indonesia mengalami peningkatan seiring
bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis tenaga kesehatan terjadi pada
usia >75 tahun (43,1%) dan terendah pada kelompok usia 15 -24 tahun (0,2%). Prevalensi
berdasarkan jenis kelamin yaitu lebih banyak pada laki-laki (7,1%) dibandingkan dengan
perempuan (6,8%) (Ery, dkk., 2020).
Terapi memori otak diberikan untuk mendapatkan efek relaksasi yang akan
menstimulasi pertumbuhan sel saraf dan sangat penting untuk mendukung perbaikan otak.
Terapi memori yang diberikan menggunakan metode quasi experimental design dengan
pendekatan one group pre-post test design. Rancangan prepost test design dilakukan
dengan menilai sebelum dan setelah perlakuan dengan mengukur kemampuan kognitif
pasien stroke non hemoragik. Terapi memori yang diberikan kepada pasien penderita stroke non
hemoragik sebanyak empat kali dalam kurung waktu satu minggu menunjukan hasil yang
baik. Dapat dilihat dari hasil analisis data menunjukan pengaruh yang signifikan dalam
peningkatan fungsi kognitif pada pasien stroke sebelum dan sesudah dilakukan perlakuan terapi
aktivasi otak pada pasien stroke.

13
3 HASIL REVIEW JURNAL
Review Jurnal 1
Review Jurnal 2

Review jurnal 3
Jurnal yang digunakan berjudul “The effects of working memory training on
improving fluid intelligence of children during early childhood” atau efek pelatihan memori
kerja untuk meningkatkan kecerdasan fluid pada anak usia prasekolah berasal dari Cognitive
development journal. Kecerdasan fluid sendiri merupakan kemampuan seseorang untuk
berpikir dan bernalar secara fleksibel. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efek pelatihan
langsung dan jangka panjang dari pelatihan working memory dalam meningkatkan
perkembangan kecerdasan fluid anak prasekolah. Pada jurnal ini dilakukan pelatihan working
memory dengan permainan terkomputerisasi N-back dapat secara efektif meningkatkan
kecerdasan fluid anak-anak prasekolah. Untuk tujuan ini, dilakukan pelatihan bagi anak
prasekolah dengan N-back task, dan mengukur kecerdasan fluid mereka sebelum dilakukan
pelatihan dan 12 bulan setelah pelatihan. Responden yang mengikuti penelitian ini adalah
sembilan puluh enam anak dari prasekolah di daerah perkotaan Guangzhou (Cina) dan dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu kelompok eksperimen, kelompok kontrol aktif, dan kelompok
kontrol pasif. Beberapa instrumen dan teknik analisis yang dilakukan pada penelitian ini
antara lain adalah kuisioner laporan diri, Raven's Standard Progressive Matrices (SPM), dan
Test of Nonverbal Intelligence 4th edition (TONI-4) (Peng, J., 2017)
Masa kritis perkembangan berbagai aspek seperti fungsi kognitif bahasa, pemrosesan
perseptual, kontrol emosi, dan keterampilan sosial pada anak-anak terjadi sejak lahir hingga
usia 6 tahun. Kecerdasan fluid akan terus berkembang pada masa anak-anak dan akan
mencapai puncak pada usia remaja serta akan menurun pada usia penuaan dini. Studi terbaru
mengungkapkan bahwa melalui pelatihan kognitif, terutama pelatihan working memory
mungkin dapat meningkatkan kinerja individu dalam tugas-tugas yang mengukur kecerdasan
fluid. Diantara berbagai metode pelatihan, metode N-back training dikemukakan lebih efektif
daripada pelatihan menggunakan tugas-tugas sederhana atau kompleks. Dari metode N-back
akan menampilkan metode latihan mamori kerja berkelanjutan melalui himpunan item
terbatas berupa angka, huruf, ataupun gambar dalam aliran yang berkelanjutan, subjek harus
menanggapi item tersebut sesuai dengan item yang ada pada n posisi sebelumnya. Item yang
ditampilkan biasanya berupa bentuk visual atau audiotori. Item visual mencakup huruf, kata,
dan angka, sedangkan item audiotori berbentuk suara. Hasil akhir menunjukkan bahwa,
kelompok eksperimen menggunakan N-back training secara signifikan meningkatkan kinerja
working memory mereka. Kelompok eksperimen juga secara signifikan mengungguli kedua
kelompok kontrol pada tes pasca kecerdasan fluid dan mempertahankan kinerja superior
mereka hingga 12 bulan. Implikasi dibahas dalam konteks memberikan intervensi anak usia
dini yang efektif untuk meningkatkan kecerdasan fluid (Peng, J., 2017).
Review jurnal 4
Jurnal yang digunakan berjudul “Efficacy of a 7-week dance (RCT) PE curriculum
with different teaching pedagogies and levels of cognitive challenge to improve working
memory capacity and motor competence in 8–10 years old children” atau efisiensi kurikulum
7 minggu menari dengan pedagogi pengajaran yang berbeda dan tingkat tantangan kognitif
untuk meningkatkan kapasitas memori kerja dan kompetensi motorik pada anak usia 8-10
tahun berasal dari Psychology of Sport & Exercise journal. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui pengaruh koreografi tari dari pedagogi pengajaran dan tantangan kognitif
yang berbeda pada perkembangan kapasitas memori kerja (working memory) dan kompetensi
motorik atau gerakan pada anak sekolah dasar (8-10 tahun). Variabel-variabel yang diteliti
adalah kapasitas working memory yang dianggap sebagai hasil utama dari penelitian ini.
Metode yang digunakan adalah uji coba terkontrol secara acak. Responden yang melakukan
adalah delapan puluh anak sekolah dasar (SD). Penelitian dilakukan di salah satu sekolah
dasar (SD) yang didanai pemerintah Victoria di Australia. Intstrumen dan teknik analisis
yang digunakan adalah NIH Toolbox adalah seperangkat pengukuran neurobehavioural yang
komprehensif yang dengan cepat menilai fungsi kognitif, emosional, sensorik, dan motorik
dari tampilan iPad. Kompetensi motorik dinilai menggunakan Canadian Agility and
Movement Skill Assessment (CAMSA). Fleksibilitas kognitif dan kontrol penghambatan
dinilai masing-masing menggunakan uji dimensional change card sort (DCSS) dan uji
flanker. Semua analisis statistik dijalankan menggunakan SPSS (versi 25.0. Armonk, NY:
IBM Corp), dan analisis statistic ANOVA (Oppici, L, 2020).
Penelitian ini berfokus pada memori kerja yang berhubungan dengan penyimpanan
informasi dalam pikiran ketika tugas kognitif lainnya sedang dilakukan. Memori kerja sangat
penting untuk memahami hal-hal yang terjadi pada beberapa waktu yang sering menjadi
indikator kemampuan akademik seseorang. Oleh karena itu, merancang intervensi pelatihan
yang sesuai sebagai upaya peningkatan kapasitas memori kerja pada anak sangat berpengaruh
bagi perkembangan anak dalam kehidupan masyarakat terutama disekolah. Salah satu
langkah yang dilakukan dalam peningkatan memori kerja pada anak adalah dengan latihan
fisik seperti menari. Proses mempelajari koreografi tari mewajibkan individu untuk
menghafal urutan gerakan serta mengingat urutan tersebut selama latihan. Proses tersebut
sebagian besar akan menggunakan memori kerja dan seorang guru dapat memodulasi
tantangan kognitif dengan memanipulasi jumlah urutan gerakan yang harus diingat dan
dilakukan oleh anak-anak. Strategi guru dalam memberikan instruksi dan demonstrasi akan
berdampak langsung pada kapasitas memori kerja anak selama pelatihan pembelajaran
keterampilan. Hasil ini menunjukkan bahwa latihan menari dapat meningkatkan kapasitas
memori kerja dan kompetensi motorik pada anak-anak (Oppici, L, 2020).
Review Jurnal 5 - Multilab Direct Replication of Flavell, Beach, and Chinsky (1966):
Spontaneous Verbal Rehearsal in a Memory Task as a Function of Age (Elliott, 2021).
Jurnal ini adalah penelitian tentang kinerja memori terkait ada atau tidaknya perilaku
verbalisasi anak-anak kecil pada usia yang berbeda, kapan latihan verbal muncul pada anak-
anak serta hubungan antara ucapan dan ingatan. Adapun variabel yang diteliti antara lain:
a) Mempertimbangkan teori perkembangan kognitif, khususnya teori tentang kapan
latihan verbal muncul dan hubungan antara ucapan dan ingatan

15
b) Detail tentang kapan kemungkinan terjadi pergeseran ke arah verbalisasi pada memori
pada anak.
c) Bukti lebih lanjut mengenai pertanyaan baru-baru ini yang diajukan tentang perilaku
latihan anak-anak sebelum pergeseran.
d) Generalisasi tambahan dari temuan untuk sampel yang lebih besar dan lebih beragam,
yang akan mengungkapkan seberapa stabil usia verbalisasi sehubungan dengan
perbedaan regional dalam usia anak untuk mulai sekolah formal.
Peserta penenlitian adalah 80 anak: masing-masing 20 anak berusia 5-, 6-, 7-, dan 10 tahun.
Masing-masing 10 anak laki-laki dan 10 anak perempuan di setiap kelompok umur.
Penelitian ini mengembangkan versi modern dari eksperimental Flavell dkk. (1966), yakni
menggunakan media gambar yang diperlihatkan kepada peserta dan peserta akan diuji
memorinya baik secara ingatan spontan maupun ingatan tertunda. Data hasil eksperimen
diolah dengan menggunakan ANOVA.

Gambar 1. Proporsi partisipan yang melakukan verbalisasi berdasarkan lokasi lab dan
kelompok umur menggunakan kategori tidak pernah, kadang-kadang, dan biasanya untuk
menunjukkan jumlah verbalisasi
Studi multilab ini mereplikasi temuan asli Flavell et al. Temuan ini memverifikasi premis
yang mendasari penelitian perkembangan selama lima dekade terakhir bahwa anak-anak
semakin mengandalkan ucapan mandiri untuk mengatur perilaku dan kognisi. Namun,
dengan ukuran sampel peneliti yang lebih besar, peningkatan jumlah uji coba, dan
dimasukkannya anak usia 6 tahun, peneliti dapat membuat observasi yang tidak tersedia bagi
penulis asli:
1. Anak-anak yang sangat muda ditemukan berbicara dalam jumlah yang lebih
banyak daripada yang dilaporkan sebelumnya, yang menunjukkan bahwa usia
munculnya verbalisasi untuk melayani memori bervariasi secara individual lebih
dari yang disimpulkan sebelumnya.

16
2. Terdapat titik belok dalam kecepatan perkembangan verbalisasi, tampaknya
terjadi sebelum usia 7 tahun.
Sehingga peneliti dapat memverifikasi analisis eksplorasi Flavell et al. dan menunjukkan
bahwa verbalisasi terkait dengan peningkatan rentang memori.
Penelitian ini sangat bagus dan penting untuk dikembangkan, karena data yang diperoleh
dapat digunakan untuk mengidentifikasi apakah usia mempengaruhi kemampuan individu
untuk melakukan latihan verbal spontan dari tugas memori. Penelitian ini bertujuan untuk
mengungkap perbedaan antara kelompok usia yang berbeda dalam hal pengulangan verbal
spontan dan strategi pengkodean informasi lainnya yang digunakan selama tugas memori.
Penelitian ini dapat memberikan wawasan tentang peran pengulangan verbal spontan dalam
kinerja memori dan membantu mengembangkan intervensi kognitif yang efektif untuk
mempertahankan dan meningkatkan fungsi kognitif di usia yang lebih tua. Selain itu
penelitian ini juga dapat digunakan sebagai salah satu parameter untuk menentukan usia
cocok untuk memulai kegiatan belajar di sekolah bagi anak-anak.
Review jurnal 6 - Consequences of cognitive offloading: Boosting performance but
diminishing memory (Grinschgl, 2021)
Jurnal ini meneliti secara sistematis bagaimana pengalihan kognitif (cognitive
offloading) mempengaruhi kerja memori. Penelitian dalam jurnal ini terdiri dari 3
eksperimen, Eksperimen I: Menunjukkan bahwa peningkatan biaya pengalihan memori
menyebabkan penurunan perilaku pengalihan. Eksperimen II: Mengkonfirmasi temuan ini
dan mengamati bahwa perilaku pengalihan kognitif (offloading) tetap merugikan kinerja
memori selanjutnya ketika peserta menyadari tes memori yang akan datang. Eksperimen III:
Menunjukkan bahwa pelepasan beban kognitif tidak merusak pembentukan ingatan jangka
panjang dalam semua keadaan.

Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan terkait konsekuensi pengalihan


kognisi khususnya untuk beban memori:

a. Ada pertukaran antara manfaat dan risiko pengalihan kognitif. Pengalihan kognitif
meningkatkan kinerja tugas langsung tetapi juga mengurangi kinerja memori
selanjutnya untuk informasi yang diturunkan.
b. Pada pengalihan pilihan bebas, pengalihan kognitif yang lebih banyak dikaitkan
dengan kinerja memori selanjutnya yang lebih rendah pada tingkat kelompok serta
pada tingkat perbedaan individu.
c. Mengumumkan pengujian selanjutnya dapat mengkompensasi setidaknya beberapa
efek merugikan dari pengalihan kognitif pada perolehan memori. pada pembentukan
ingatan dalam konteks pembelajaran eksplisit (yaitu, ketika peserta memiliki tujuan
untuk belajar) tetapi agak "hilang" tanpa konteks pembelajaran seperti itu.

17
d. Keempat, mengurangi jumlah pengalihan sebagai kesulitan yang diinginkan yang
dihasilkan sendiri serta memanfaatkan sumber daya kognitif yang dirilis mungkin
mencerminkan strategi bersaing ketika menangkal efek merugikan dari pengalihan
kognitif.

Topik yang dibahas dalam jurnal ini sangat menarik untuk terus dikembangkan dan
dilanjutkan, agar dampak negatif dari cognitive offloading (pengalihan kognitif) dapat
dihindari atau diminimalisir sedini mungkin. Telah diuraikan bahwa pengalihan cognitif
adalah proses mengurangi beban kognitif dengan memindahkan sebagian tugas mental ke
luar otak, misalnya dengan menggunakan alat atau teknologi. Contohnya adalah
menggunakan catatan atau aplikasi pengingat untuk mengurangi memorisasi beban, atau
menggunakan kalkulator atau aplikasi perhitungan untuk mengurangi beban perhitungan
matematika. Pengalihan kognitif dapat membantu meningkatkan efisiensi kognitif dan
mengurangi kelelahan mental, terutama dalam tugas yang sangat kompleks atau
membutuhkan konsentrasi tinggi. Namun, melatih kognitif juga dapat menyebabkan
kelemahan dalam keterampilan kognitif tertentu jika terlalu sering atau tergantung pada
teknologi tersebut, seperti kemampuan memori atau perhitungan mental. Oleh karena itu,
penting untuk mengelola penggunaan kognitif dengan bijak dan selalu meningkatkan
keterampilan kognitif yang mendasar.

Review Jurnal 7 - The Association Between Low Cognitive Reserve and Memory
Complaints in Functionally Independent Older Women (R. Sanchez-Arenas ´ et al.)
Jurnal ini mengeksplorasi hubungan antara cadangan kognitif dan keluhan memori
subyektif pada sampel wanita yang secara fungsional mandiri berusia di atas 60 tahun. Studi
ini meneliti apakah cadangan kognitif yang rendah berhubungan dengan munculnya keluhan
memori subyektif di kemudian hari. Penelitian ini juga mempertimbangkan dampak tingkat
pendidikan terhadap cadangan kognitif dan kemampuan generalisasi dari temuan tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah cadangan kognitif yang rendah
berhubungan dengan munculnya keluhan memori subyektif di kemudian hari dan untuk
menguji dampak tingkat pendidikan terhadap cadangan kognitif. Penelitian ini juga bertujuan
untuk menilai kemampuan generalisasi dari temuan ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan merangkum karakteristik
awal peserta berdasarkan rata-rata dan standar deviasi untuk variabel kontinu atau frekuensi

18
untuk variabel kategorik. Hubungan antara CRQ dan keanggotaan kelompok SMC diestimasi
dengan menggunakan rasio odds (OR) oleh eksponensial koefisien regresi dan interval
kepercayaan 95% (95% CI) dan nilai-p dengan uji chi-square Wald. Dalam analisis regresi
logistik multivariat, probabilitas memiliki SMC sebagai fungsi dari CR yang rendah
ditentukan dengan menyesuaikan variabel perancu. Dua model multivariat dibangun (model 1
adalah model efek utama, dan model 2 adalah model prediktif parsimoni). Semua analisis
dilakukan dengan menggunakan program SPSS/PC v23.0.

Penelitian ini menggunakan beberapa instrumen untuk mengukur fungsi fisik, fungsi
kognitif, dan aktivitas kehidupan sehari-hari. Fungsi fisik dievaluasi dengan menggunakan tes
berjalan dengan waktu tertentu dan handgrip dynamometer. Fungsi kognitif dievaluasi
dengan menggunakan Watch-Test, yang menilai fungsi kognitif secara luas, dan indeks
Lawton-Brody IADL digunakan untuk menilai aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari.
Analisis statistik yang digunakan dalam artikel ini melibatkan rangkuman karakteristik awal
peserta dengan mean dan standar deviasi untuk variabel kontinu atau frekuensi untuk variabel
kategorik. Skor Watch-Test dikategorikan berdasarkan jumlah kesalahan yang dibuat, dan
skor indeks Lawton-Brody IADL dikategorikan berdasarkan tingkat kemandirian. Dua model
multivariat dibuat untuk memperkirakan hubungan antara cadangan kognitif dan keanggotaan
kelompok keluhan memori subyektif, dengan menyesuaikan variabel perancu.

Peserta memiliki usia rata-rata 69 tahun; sebagian besar masih lajang (40,5%), tinggal
sendiri (32,7%), sudah pensiun (58,2%), berpendidikan tinggi (≥12 tahun), dan mandiri
secara fungsional (89,2%). Sebanyak 62% mendapat nilai "tinggi" pada CRQ, sementara
9,3% mendapat nilai "rendah". Setelah disesuaikan dengan beberapa kovariat, hubungan
independen antara skor CRQ dan probabilitas untuk memiliki SMC ditemukan (disesuaikan
OR = 0,87, 95% CI 0,80-0,95, p-value = 0,002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa
cadangan kognitif tidak secara signifikan terkait dengan keluhan memori subjektif pada
populasi ini. Namun, penelitian ini menemukan bahwa wanita dengan keluhan memori
subyektif memiliki fungsi kognitif yang lebih rendah dan tingkat kemandirian yang lebih
rendah dalam aktivitas instrumental kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, keluhan memori
subyektif dan penurunan fungsi dapat menjadi indikator awal disfungsi neurokognitif yang
mendasari pada wanita yang lebih tua.

Penelitian ini mungkin memiliki implikasi untuk pengembangan intervensi yang


bertujuan untuk meningkatkan fungsi kognitif dan mengurangi risiko penurunan kognitif

19
pada orang dewasa yang lebih tua. Disarankan untuk penelitian di masa depan harus
mengeksplorasi manfaat potensial dari intervensi yang menargetkan faktor risiko yang dapat
dimodifikasi untuk penurunan kognitif, seperti aktivitas fisik, stimulasi kognitif, dan
keterlibatan sosial. Selain itu, penelitian di masa depan harus menyelidiki peran potensial dari
cadangan kognitif dalam melindungi dari penurunan kognitif pada orang dewasa yang lebih
tua.

Review jurnal 8 - Impared Cognitive Performance in Older Adults is Associated with


Deficits in Item Memory and Memory for Object Features (H. A. Fritch et al. 2023)
Penelitian ini membahas temuan dari sebuah penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki
bagaimana perbedaan jenis kelamin berkontribusi terhadap penurunan daya ingat pada orang
dewasa yang lebih tua. Penelitian ini berfokus pada kinerja memori sumber fitur dan
bagaimana hal tersebut dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk gangguan kognitif
ringan amnestik (aMCI) pada wanita lebih awal atau pada tingkat yang lebih besar daripada
pria. Pengembangan metode penilaian kognitif terhadap penyakit gangguan kognitif ringan
amnestic (aMCI) dengan metode penilaian sendiri yaitu penilaian kognitif melalui keyboard
(CAKe).

Tujuan dari artikel ini adalah untuk menyajikan temuan dari sebuah penelitian yang
menyelidiki potensi penggunaan tugas berbasis keyboard, khususnya tugas memori sumber
fitur, sebagai alat diagnostik untuk gangguan kognitif ringan amnesia (amnestic mild
cognitive impairment/AMCI) pada populasi umum. Artikel tersebut juga membahas manfaat
potensial dari penggunaan tugas-tugas ini, seperti kemampuan untuk mengaturnya sendiri
dari jarak jauh dan potensi untuk penilaian skala yang lebih luas dari aMCI tanpa
memerlukan waktu dokter. Selain itu, artikel tersebut menyarankan arah masa depan untuk
pengembangan prosedur penilaian otomatis untuk memungkinkan penilaian yang lebih cepat
dan kumpulan data yang lebih besar.

Para penulis artikel ini menggunakan pendekatan penelitian kuantitatif untuk


menyelidiki potensi penggunaan tugas berbasis keyboard sebagai alat diagnostik untuk
gangguan kognitif ringan amnestik (amnestic mild cognitive impairment/AMCI). Mereka
merekrut peserta melalui Mechanical Turk (mTurk) dari Amazon dan memberikan
serangkaian tugas berbasis keyboard, termasuk tugas memori sumber fitur, untuk menilai
kemampuan kognitif mereka.

20
Analisis data perilaku terdiri dari korelasi, analisis varians (ANOVA) dan uji-t sampel
independen. ANOVA berulang yang terpisah dilakukan pada akurasi memori item dan
akurasi memori sumber dengan kelompok ('normal' atau 'terganggu') sebagai faktor antar
subjek dan jenis tugas ('fitur' atau 'konteks') sebagai faktor dalam subjek. Hasil ANOVA
ditindaklanjuti, sebagaimana diperlukan, dengan uji-t sampel independen untuk
membandingkan akurasi memori item dan akurasi memori sumber untuk peserta dengan skor
CAKe 'terganggu' dan 'normal'. Analisis korelasi dilakukan untuk menilai hubungan antara
skor CAKe partisipan dengan akurasi memori item dan memori sumber pada kedua tugas .

Studi ini menemukan bahwa individu dengan gangguan kognitif memiliki defisit
spesifik dalam memori untuk fitur objek, yang dibuktikan dengan kinerja mereka pada tugas
memori item dan memori konteks. Penelitian ini juga mengungkapkan pola perbedaan jenis
kelamin dalam penurunan memori pada orang dewasa yang lebih tua, yang mungkin
memiliki implikasi diagnostik untuk gangguan kognitif ringan amnestik (aMCI) pada wanita.
Namun, penelitian ini memiliki keterbatasan, seperti potensi bias pengambilan sampel yang
dihasilkan dari perekrutan peserta melalui mTurk.

Harapan untuk kemajuan CAKe adalah mengembangkan prosedur penilaian otomatis


untuk memungkinkan penilaian yang lebih cepat dan kumpulan data yang lebih besar.
Adanya penilaian otomatis untuk beberapa tugas di CAKe termasuk membaca jam, penilaian
orientasi garis, rentang digit, dan tugas penghambatan respons saat ini, tetapi tugas yang
mengharuskan peserta untuk mengetikkan respons mereka, termasuk mengingat kata,
pengulangan kalimat, dan tugas menamai, dinilai secara manual untuk memastikan penilaian
yang akurat terhadap banyak variasi jawaban.

Penelitian saat ini focus padapertimbangan akurasi untuk tugas CAKe dan memori
sumber. Waktu respons dapat memberikan informasi tambahan yang bernilai. Meskipun
dalam penelitian ini, waktu respons berjalan dengan sendirinya, namun menggunakan waktu
respons untuk menilai kinerja adalah arah lain yang berpotensi bermanfaat di masa depan.

DAFTAR PUSTAKA

21
Sitasi Daftar pustaka
Alduais, 2015 Alduais, A.M.S., 2015, Examining the Effect of Interference on Short-
term Memory Recall of Arabic Abstract and Concrete Words Using Free,
Cued, and Serial Recall, Paradigms, Advances in Language and Literary
Studies, 6 (6), 7-24.
Chaplin, 2002 Chaplin, J.P., 2002, Kamus Lengkap Psikologi. Terjemahan oleh Kartini
Kartono. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Edwards, 2010 Edwards, W. H., 2010, Motor Learning and Control: From Theory to
Practice. Belmont, CA: Cengage Learning.
Feldman, 2011 Feldman, R. S., 2011, Understanding Psychology, Book 1, 10th ed.
McGraw-Hill.
Kim dan Jang, Kim, J.H., and Jang, S.S., 2016, Memory Retrieval of Cultural Event
2016 Experiences: Examining Internal and External Influences, Journal of
Travel Research, 55 (3), 322-339.
León, I., Tascón, L. and Cimadevilla, J.M., 2016, Age and gender-related
differences in a spatial memory task in humans, Behavioural Brain
Research, 306, 8-12.
Lexcellent, 2019 Lexcellent, C., 2019, Human Memory and Material Memory, France,
Departement de Mecanique Applique FEMTO-ST Institute Besancon.
Oppici, L, 2020 Oppici, L., 2020, Efficacy of a 7-week dance (RCT) PE curriculum with
different teaching pedagogies and levels of cognitive challenge to
improve working memory capacity and motor competence in 8–10 years
old children, Journal Psychology of Sport & Exercise, 50, 101675
Peng, J, 2017 Peng, J., 2017, The effects of working memory training on improving
fluid intelligence of children during early childhood, Journal of
Cognitive Development, 43, 224-234.
Stalinski dam Stalinski, S.M., and Schellenberg, G.E., 2013, Listeners Remember
Schellenberg, Music They Like, Journal of Experimental Psychology, 39, 700-716.
2013
Underwood, 1957 Underwood, B. J., 1957, Interference and forgetting, Psychological
Review. 64 (1), 49–60.
Kilpatrick et al., Kilpatrick, D.G., Resnick, H.S., Milanak, M.E., Miller, M.W., Keyes, K.M.,
2013 Friedman, M.J., 2013. National estimates of exposure to traumatic events and
PTSD prevalence using DSM-IV and DSM-5 criteria. J. Trauma Stress 26, 537–
547
Kaplan, 1998 Kaplan, Harold & Benjamin J. Sadock, 1998, Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat
Ayuningtyas, Ayuningtyas, Ira Palupi Inayah, 2018, Penerapan strategi penanggulangan
2018
penanganan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder) pada anak-anak dan
remaja,1st ASEAN School Counselor Conference on Innovation and Creativity
in Counseling, Ikatan Bimbingan dan Konseling Sekolah

Weathers dkk. Weathers, F. W., Marx, B. P., Friedman, M. J., & Schnurr, P. P. (2014).
2014 Posttraumatic stress disorder in DSM-5: New criteria, new measures, and
implications for assessment. Psychological Injury and Law, 7(2), 93–107.
Solaz-Portoles, J.J. and Sanjosé-López, V., 2009, Working memory in science
problem solving: A review of research, Revista mexicana de psicología, 26(1),
79-90.
Iyadurai et al., Iyadurai, L., Visser, R.M., Lau-Zhu, A., Porcheret, K., Horsch, A., Holmes, E.A.,
2019 James, E. L., 2019. Intrusive memories of trauma: a target for research bridging
cognitive science and its clinical application. Clin. Psychol. Rev. 69, 67–82
Marrion F Marrion F Solomon and Daniel J.Siegel. 2003. Healing: Attachment, mind, body
Solomon and and brain/ dalam https://books.google.co.id/books?hl=id
Daniel J.Siegel, &lr=&id=rDFKzniX25EC&oi=fnd&pg =PP2&dq=treatment+for+post+traumati
2003 c+stress+disorder+trauma+healing&ots =NembMGvDyl&sig=uZvm96xa0oOp
XavqnE1FJOdEmaY&redir_esc=y#v=o nepage&q=treatment%20for%20post
%20traumatic%20stress%20disorder%20t rauma%20healing&f=false
Welsh dkk., 1999 Welsh, M. C., Satterlee-Cartmell, T. & Stine, M. (1999). Towers of Hanoi and
London: Contribution of working memory and inhibition to performance. Brain
& Cognition, 41, 231-242.
Ehlers dan Clark Ehlers, A., Clark, D.M., 2000. A cognitive model of
2000
posttraumatic stress disorder : theory and therapy. Behav. Res. Ther. 38,
319–345.

Ajhuri, 2019 Ajhuri, K. F., 2019, Psikologi Perkembangan Pendekatan Sepanjang


Rentang Kehidupan.
Desmita, 2011 Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik”, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2011.
Elliott et all., Elliott, E. M., Morey, C. C., AuBuchon, A. M., Cowan, N., Jarrold, C.,
2021 Adams, E. J., Attwood, M., Bayram, B., Beeler-Duden, S., Blakstvedt, T.
Y., Büttner, G., Castelain, T., Cave, S., Crepaldi, D., Fredriksen, E.,
Glass, B. A., Graves, A. J., Guitard, D., Hoehl, S., Hosch, A., Jeanneret,
S., Joseph, T. N., Koch, C., Lelonkiewicz, J. R., Lupyan, G., McDonald,
A., Meissner, G., Mendenhall, W., Moreau, D., Ostermann, T., Özdoğru,
A. A., Padovani, F., Poloczek, S., Röer, J. P., Schonberg, C. C., Tamnes,
C. K., Tomasik, M. J., Valentini, B., Vergauwe, E., Vlach, H. A., and
Voracek, M., 2021, Multilab Direct Replication of Flavell, Beach, and
Chinsky (1966): Spontaneous Verbal Rehearsal in a Memory Task as a
Function of Age, Adv. Methods Pract. Psychol. Sci., 4 (2).
Grinschgl et all., Grinschgl, S., Papenmeier, F., and Meyerhoff, H. S., 2021,
2021 Consequences of cognitive offloading: Boosting performance but
diminishing memory, Q. J. Exp. Psychol., 74 (9), 1477–1496.

Agustiani, Hendriati Agustiani, Psikologi Perkembangan: (Pendekatan Ekologi


2019
Kaitannya dengan Konsep Diri dan Penyesuaian Diri pada Remaja)
(Bandung: PT. Refika Aditama, 2009)
Konzulin, Kozulin, A., 2015, Vygotsky’s Theory of Cognitive Development, Int.
2015
Encycl. Soc. Behav. Sci. Second Ed., 25, 322–328.

23
Yusuf, 2012 Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, (Bandung:
PT Remaja Rosda karya, 2012).
Pratista, 2008 Wiwien Dinar Pratisti “Psikologi Anak Usia Dini”, (Jakarta: PT. Indeks,
2008)
R. Sanchez- Rosalinda Sanchez-Arenas, Renata Buenfil-Fuentes, Claudia Díaz-
Arenas ´ et al.
Olavarrieta, María AlonsoCatalan, Michael A. Gregory, Elsa Guerrero,
María Araceli Ortiz-Rodríguez, Ana M. Villa, and Antonio R. Villa i,
2023, The Association Between Low Cognitive Reserve and Subjective
Memory Complaints in Functionally Independent Older Women,
Experimental Gerontology, 172, 112061
H. A. Fritch et Haley A. Fritch, Lauren R. Moo, Madeline A. Sullivan, Preston P.
al. 2023
Thakral, and Scott D. Slotnick, 2023, Impaired Cognitive Performance in
Older Adults is Associated with Deficits in Item Memory and Memory
for Object Features, Brain and Cognition, 166, 105957

24

Anda mungkin juga menyukai