Pendahuluan
Sekali dalam hidup, saya dilumpuhkan oleh rasa takut. Waktu itu saya harus mengiukuti
ujian kalkulus, ketika baru berinjaka waktu tahun pertama di perguruan tinggi. Entah bagaimana,
pokonya saya tidak belajar. Saya masih ingat ketika saya memasuki ruang ujian di pagi hari
dengan perasaan kacau balau menggelayut di hati padahal saya klerap mengikuti kuliah di ruang
itu. Tetapi, pagi itu pemandangan di ruang jendela seakan kosong dan ujian itupun serasa tidak
ada. Yang tampak jelas hanyalah petak ubin dihadapan saya sewaktu berjalan menuju bangku di
dekat pintu. Sewaktu saya membuka buku ujian yang bersampul biru itu, suara saya dipenuhi
degup jantung, kecemasan serasa menghantam perut. Saya melihat soal-soal itu sekilas. Putus
asa. Selama satu jam saya hanya mampu memandangi soal-soal itu, sementara pikiran saya
berputar-putar merenungkan akibat yang akan saya tanggung. Gagasan yang sama terulang terus-
menerus, membentuk lingkaran pita ketakutan dan kekhawatiran. Saya duduk tak bergeraka
persis seekor hewan yang mati kaku terkena panah beracun. Yang paling mengejutkan saya akan
momen menakutkan itu betapa otak saya jadi macet, “macet”. Saya menyia-nyiakan waktu ujian
dengan tidak berusaha membuat jawaban sebisa-bisanya. Saya tidak melamun. Saya hanya
Peristiwa semacam ini mungkin pernah kita alami. Entah mengapa, ketakutan/kecemasan
dapat menghancurkan rencana yang telah kita susun rapi. Motivasi dapat berubah menjadi
tekanan, harapan dapat berubah menjadi pesimis. Daya konsentrasi berkurang, karena kita
oleh ilmuwan kognitih disebut “working memory” yaitu kemampuan untuk menyimpan dalam
benak semua informasi yang relevan dengan tugas yang sedang dihadapi.
Pada akhir-akhir ini para ahli psikologi kognitif menaruh perhatian besar terhadap
keterkaitan antara aspek emosi dengan proses-proses kognitif karena beberapa alasan dapat
bentuk-bentuk atau cara-cara yang sangat penting, bahkan berakibat fatal. Oleh sebab itu, ada
sesuatu hal yang esensial bagi psikologi untuk memahami apa dan bagaimana emosi
mempengaruhi aktivitas kognitif seseorang. Kedua, cara-cara yang lebih berguna untuk
secara eksperimen sebagai variabel bebas. Misalnya suasana emosinya dengan hipnotis atau
verbal, sehingga membuat mereka mengalami emosi sedih atau gembira pada saat itu. Dengan
makin canggih metode yang dipergunakan maka memungkinkan untuk dilakukan penelitian yang
lebih luas. Ketiga, keterbatasan penelitian yang dilakukan dalam bidang klinis sejak 10 tahun
yang lalu, kebanyakan penelitian mengenai pengaruh depresi terhadap ingatan dan proses
kognitif yang lain menggunakan pasien yang klinis, dan tidak melibatkan rekayasa emosi pada
orang-orang normal. Dengan begitu, tanpa dilakukan manipulasi secara langsung terhadap emosi
subjek yang normal maka sulit diketahui dengan jelas apakah suatu proses kognitif memang di
pengaruhi oleh suasana emosi yang sedang berlangsung atau karena faktor sindrom emosi secara
umum. Terakhir, tumbuhnya suatu keyakinan bahwa perkembangan teoritis tentang ingatan
kognisi pada umumnya harus dapat menjelaskan juga mengenai pengaruh aspek-aspek afektif
atau emosi seperti stres, kecemasan, depresi, nilai arausal, terhadap proses-proses penjelasan
2
bagaimana, peran-peran penting aspek-aspek emosi didalam keseluruhan proses kognitif
manusia.
Apa saja mempengaruhi emosi, bagaimana working memory tersebut bekerja? Kita akan
membahas satu persatu mulai dari emosi, motivasi, proses kognitif dan hubungan antara emosi,
Emosi
3
Emosi pada dasarnya adalh dorongan untuk bertindak, rencana seketika untuk mengatasi
masalah yang telah tertanam melalui mekanisme evolusi. Akar kata emosi adalah movere (bahasa
latin) yang berarti “menggerakkan, bergerak”. Ditambah awalan “e-” untuk memberi arti
“bergerak menjauh”, menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal mutlak dalam
emosi.
Amarah
Kesedihan
Rasa Takut
Kenikmatan
Cinta
Terkejut
Jengkel
Malu
Aktivitas dipengaruhi oleh aktivitas psiologis (otak dan transformasi hormon). Amigdala
merupakan suatu bagian kecil dari otak yang memiliki peran penting dalam emosi terutama rasa
takut. Amigdala bekerja mengevaluasi bahaya atau ancaman. Peran Prefrontal Cortex, adalah
merespon dan memotivasi respon-respon tertentu, mengatur dan menjaga agar emosi tetap
seimbang (perasaan suka dan membenci, menjauh dan mendekat dan lain-lain). Kelenjar yang
berhubungan dengan emosi adalah kelenjar adrenalin yang akan memproduksi hormone
AFEKSI
4
Inggris : affiction. Latin : affectio yang berarti “ keadaan tersentuh, tergerak”. Arti affictio
seakar dengan kata afficere yang berarti “menghasilkan”, “mempengaruhi”. Arti afeksi
merupakan pengalaman kuat dang menggelora. Karena itu tidak sama dengan suasana hati atau
nafsu yang relatif singkat, tidak berkepanjangan dengan kemarahan seperti ketakutan. Afeksi
disertai gerakan-gerakan ekspresif, dengan sentakan. Sebaliknya, terkadang afeksi diikuti dengan
mati rasa.
Afeksi adalah menyangkut tentang perasaan terhadap seluruh objek pada suatu sikap,
1. Afeksi Positif
2. Afeksi Negatif
MOTIVASI
Motivasi adalah dorongan dari dalam diri individu (drive) yang membuat seseorang
melakukan sesuatu. Motivasi memiliki penekanan pada tujuan (goals). Tujuan yang telah kita
tetapkan dan alasan yang kita miliki untuk mengejar tujuan tersebut akan menetapkan
pencapaian (prestasi) yang kita dapatkan, meskipun tidak semua tujuan akan menuntun kita pada
PROSES KOGNITIF
5
Proses kognitif areanya sangat luas (proses berfikir, intelegensi, pengetahuan umum, dan
lain-lain). Orang yang memiliki intelegensi emosional (EQ) yang tinggi mampu menggunakan
emosi mereka untuk meningkatkan motivasi mereka, menstimulasi pemikiran yang kreatif dan
mengembangkan empati terhadap orang lain. Orang-orang yang memiliki intelegensi yang
kurang baik akan mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi pada diri mereka sendiri.
ekstroversi. Terlepas dari kontroversi yang ada, pengembangan konsep intelegensi merupakan
sesuatu yang sangat berguna bagi kita semua. Pengembangan tersebut memaksa kita berpikir
kritis mengenai makna intelegensi dan memaksa kita mempertimbangkan beragam jenis
seseorang terhadap aktivitas kognisi dapat dilihat dalam beberapa pendekatan teoritis. Khusus
pendekatan arousal, disini membahas tentang emosi, motivasi dan pengaruhnya terhadap proses
Teori ini dikembangkan oleh Gordon Bower dkk (1980). Teori ini didasarkan atas asumsi
dalam ingatan semantik. Setiap emosi yang menonjol seperti gembira, murung (depresi), atau
6
ketakutan, memiliki komponen atau unit khusus didalam ingatan yang terkumpul bersama-
sama dengan banyak emosi yang lain sepert jaringan. Masing-masing unit emosi tersebut
ketika seseorang sedang mengalami emosi itu. Node-node emosi ini dapat diaktifkan kembali
Teori ini berpandangan bahwa orang-orang yang memliki emosi atau suasana hati tertentu
memiliki suatu bungkai kerjai yang di generalisasikan yang disebut skema yang serupa
dengan suasana hati tersebut. Jadi, orang yang sedang mengalami kesedihan akan memiliki
Teori ini dikembangkan secara luas oleh Henry Ellis dkk (sejak pertengahan tahun 1980-
an). Ide dasar teori ini adalah pemberian jatah kapasitas perhatian terhadap tugas yang cocok.
Model ini diambil dari konsep tentang alokasi terhadap sumber-sumber kapasitas yang
merupakan bagian dari teori kapasitas yang merupakanbagian dari teori kapasitas umum untuk
menerangkan fenomena perhatian (attention). Teori ini berasumsi bahwa terdapat keterbatasan
sumber kapasitas perhatian yang dapa dialokasikan oleh seseorang kepada setiap tugas yang
dikerjakan.
7
D. Teori Arousal
Arousal adalah keadaan seseorang yang berkaitan dengan gairah, nafsu, semangat,
termotivasi atau kebangkitan. Jadi arousal dapat bergerak dari keadaan yang penuh semangat,
gairah, atau kebangkitan sampai keadaan sebaliknya yakni keadaan tidak bersemangat, tidak
bergairah sama sekali, atau malas. Emosi-emosi seperti ini sangat mempengaruhi kinerja
Yerkes dan Dodson telah menguji hubungan antara arousal dengan kinerja seseorang
a. Hubungan antara tingkat tekanan, semangat atau keadaan termotivasi dan kinerja
dalam tugas adalah berbentuk kurva “U” terbalik. Kinerja optimal dapat terjadi
apabila semangat (arousal) berada pada tingkat yang sedang atau moderate.
b. Tinggi
Tingkat optimal dari semangat atau gairah berhubungan secara terbalik dengan
KINERJA
Buruk
Tinggi
Rendah
TINGKAT AROUSAL
Apabila seseorang berada pada tingkat arousal atau semangat yang sangat tinggi, atau
sebaliknya sangat rendah, ia cenderung menunjukkan kinerja yang kurang efektif. Alasannya :
Kinerja buruk pada semangat tingkat rendah disebabkan karena banyak isyarat yang tidak
Kognisi manusia tidak selalu bersifat rasional karena melibatkan banyak bias dalam
persepsi dalam ingatan manusia. Sebaliknya, emosi juga tidak selalu bersifat rasional. Emosi
dapat menyatukan manusia, mengatur jalannya sebuah hubungan dan memotivasi orang dalam
mencapai suatu sasaran. Tanpa kemampuan merasakan emosi, manusia akan mengalami
mood conqruence effect. Pengaruh yang menunjuk pada penemuan bahwa orang-orang
lebih cenderung mengingat informasi yang sesuai atau sama seperti keadaan suasana hati
yang sedang dialami pada waktu mereka mempelajari suatu materi atau memproses
informasi.
Efek ketergantungan terhadap suasana hati muncul apabila materi dalam suasana
hati tertentu diingat kembali dengan baik apabila seseorang diuji dalam suasana hati yang
9
Transformasi informasi dikenal sebagai encoding, ialah informasi disimpan
didalam gudang ingatan setelah informasi itu diterima melalui alat indera (sensory).
Jika pada beberapa proses kognisi yang lain orang melihat pengaruh dari keadaan
emosi sedih seperti depresi dan stres lebih bersifat merusak atau menggangu daripada
Pengaruh ini sangat bergantung pada jenis tugas yang diberikan kepada seseorang.
kognitif seseorang dalam mengerjakan tugas-tugas yang lebih sukar atau konplek.
Banyak dijumpai bahwa, keadaan stress atau cemas dapat menyebabkan ingatan
seseorang terganggu. Stress berat dapat mengurangi ketepatan pemberian kesaksian oleh
10
Suasana hati yang baik atau buruk dapat menyebabkan keberhasilan atau
kegagalan dari kinerja. Dari hasil penelitian-penelitian menunjukkan bahwa suasana hati
mempuyai pengaruh yang bersifat moderate terhadap atribusi yang dilakukan seseorang.
DAFTAR PUSTAKA
Stenberg, Robert J. 2008. Psikologi Kognitif. Edisi Keempat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Chaplin J.P. 1981. Kamus Lengkap PSIKOLOGI. Terjemah. Jakarta: Rajawali Press.
Carole Wide & Carole Tavris. 2007. Psikologi Umum. Edisi Kesembilan. Jilid 1 & 2. Jakarta:
Erlangga.
11
12