Anda di halaman 1dari 11

A.

Pengertian Populasi
Sugiyono (2001: 55) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang
terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi populasi bukan hanya orang, tetapi juga benda-benda alam yang lain. populasi
juga bukan sekedar jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi
seluruh karakteristik/sifat yang dimiliki oleh objek atau subjek itu.
Menurut Margono (2004: 118), populasi adalah seluruh data yang menjadi perhatian
kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan
dengan data, bukan manusianya. Kalau setiap manusia memberikan suatu data maka, maka
banyaknya atau ukuran populasi akan sama dengan banyaknya manusia. Populasi adalah
keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2002: 108).
Kerlinger (Furchan, 2004: 193) menyatakan bahwa populasi merupakan semua
anggota kelompok orang, kejadian, atau objek yang telah dirumuskan secara jelas. Nazir
(2005: 271) menyatakan bahwa populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas
serta ciri-ciri yang telah ditetapkan. Kualitas atau ciri tersebut dinamakan variabel. Sebuah
populasi dengan jumlah individu tertentu dinamakan populasi finit sedangkan, jika jumlah
individu dalam kelompok tidak mempunyai jumlah yang tetap, ataupun jumlahnya tidak
terhingga, disebut populasi infinit. Misalnya, jumlah petani dalam sebuah desa adalah
populasi finit. Sebaliknya, jumlah pelemparan mata dadu yang terus-menerus merupakan
populasi infinit.
Pengertian lainnya, diungkapkan oleh Nawawi (Margono, 2004: 118). Ia
menyebutkan bahwa populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia,
benda-benda, hewan, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes, atau peristiwa-peristiwa
sebagai sumber data yang memiliki karaktersitik tertentu di dalam suatu penelitian.
Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan berikut ini.
1. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitatif
secara jelas karena memilki karakteristik yang terbatas. Misalnya 5.000.000 orang guru
SMA pada awal tahun 1985, dengan karakteristik; masa kerja 2 tahun, lulusan program
Strata 1, dan lain-lain.
2. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat
ditemukan batas-batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara
kuantitatif. Misalnya guru di Indonesia, yang berarti jumlahnya harus dihitung sejak
guru pertama ada sampai sekarang dan yang akan datang. Dalam keadaan seperti itu
jumlahnya tidak dapat dihitung, hanya dapat digambarkan suatu jumlah objek secara
kualitas dengan karakteristik yang bersifat umum yaitu orang-orang, dahulu, sekarang
dan yang akan menjadi guru. populasi seperti ini disebut juga parameter.
Selain itu, menurut Margono (2004: 119) populasi dapat dibedakan ke dalam hal berikut
ini:
1. Populasi teoretis (teoritical population), yakni sejumlah populasi yangbatas-batasnya
ditetapkan secara kualitatif. Kemudian agar hasil penelitian berlaku juga bagi populasi
yang lebih luas, maka ditetapkan terdiri dari guru; berumus 25 tahun sampai dengan 40
tahun, program S1, jalur skripsi, dan lain-lain.
2. Populasi yang tersedia (accessible population), yakni sejumlah populasi yang secara
kuantitatif dapat dinyatakan dengan tegas. Misalnya, guru sebanyak 250 di kota
Bandung terdiri dari guru yang memiliki karakteristik yang telah ditetapkan dalam
populasi teoretis.
Margono (2004: 119-120) pun menyatakan bahwa persoalan populasi penelitian harus
dibedakan ke dalam sifat berikut ini:
1. Populasi yang bersifat homogen, yakni populasi yang unsur-unsurnya memiliki sifat
yang sama, sehingga tidak perlu dipersoalkan jumlahnya secara kuantitatif. Misalnya,
seorang dokter yang akan melihat golongan darah seseorang, maka ia cukup mengambil
setetes darah saja. Dokter itu tidak perlu satu botol, sebab setetes dan sebotol darah,
hasilnya akan sama saja.
2. Populasi yang bersifat heterogen, yakni populasi yang unsure unsurnya memiliki sifat
atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-batasnya, baik secara
kualitatif maupun secara kuantitatif. Penelitian di bidang sosial yang objeknya manusia
atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia menghadapi populasi yang heterogen.
B. Pengertian Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 2002: 109; Furchan,
2004: 193). Pendapat yang senada pun dikemukakan oleh Sugiyono (2001: 56). Ia menyatakan
bahwa sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Bila
populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya
karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang
diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan diberlakukan
untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif.
Margono (2004: 121) menyataka bahwa sampel adalah sebagai bagian dari populasi, sebagai
contoh (monster) yang diambil dengan menggunakan cara-cara tertentu. Hadi (Margono, 2004:
121) menyatakan bahwa sampel dalam suatu penelitian timbul disebabkan hal berikut:
1. Peneliti bermaksud mereduksi objek penelitian sebagai akibat dari besarnya jumlah populasi,
sehingga harus meneliti sebagian saja.
2. Penelitian bermaksud mengadakan generalisasi dari hasil-hasil kepenelitiannya, dalam arti
mengenakan kesimpulan-kesimpulan kepada objek, gejala, atau kejadian yang lebih luas.
Penggunaan sampel dalam kegiatan penelitian dilakukan dengan berbagai alasan. Nawawi
(Margoino, 2004: 121) mengungkapkan beberapa alasan tersebut, yaitu:
1. Ukuran populasi
Dalam hal populasi ta terbatas (tak terhingga) berupa parameter yang jumlahnya tidak
diketahui dengan pasti, pada dasarnya bersifat konseptual. Karena itu sama sekali tidak
mungkin mengumpulkan data dari populasi seperti itu. Demikian juga dalam populasi terbatas
(terhingga) yang jumlahnya sangat besar, tidak praktis untuk mengumpulkan data dari populasi
50 juta murid sekolah dasar yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia, misalnya.
2. Masalah biaya
Besar-kecilnya biaya tergantung juga dari banyak sedikitnya objek yang diselidiki. Semakin
besar jumlah objek, maka semakin besar biaya yang diperlukan, lebih-lebih bila objek itu
tersebar di wilayah yang cukup luas. Oleh karena itu, sampling ialah satu cara untuk
mengurangi biaya.
3. Masalah waktu
Penelitian sampel selalu memerlukan waktu yang lebih sedikit daripada penelitian populasi.
Sehubungan dengan hal itu, apabila waktu yang tersedia terbatas, dan keimpulan diinginkan
dengan segera, maka penelitian sampel, dalam hal ini, lebih tepat.
4. Percobaan yang sifatnya merusak
Banyak penelitian yang tidak dapat dilakukan pada seluruh populasi karena dapat merusak atau
merugikan. Misalnya, tidak mungkin mengeluarkan semua darah dari tubuh seseorang pasien
yang akan dianalisis keadaan darahnya, juga tidak mungkin mencoba seluruh neon untuk diuji
kekuatannya. Karena itu penelitian harus dilakukan hanya pada sampel.
5. Masalah ketelitian
Masalah ketelitian adalah salah satu segi yang diperlukan agar kesimpulan cukup dapat
dipertanggungjawabkan. Ketelitian, dalam hal ini meliputi pengumpulan, pencatatan, dan
analisis data. Penelitian terhadap populasi belum tentu ketelitian terselenggara. Boleh jadi
peneliti akan bosan dalam melaksanakan tugasnya. Untuk menghindarkan itu semua, penelitian
terhadap sampel memungkinkan ketelitian dalam suatu penelitian.
6. Masalah ekonomis
Pertanyaan yang harus selalu diajukan oleh seorang peneliti; apakah kegunaan dari hasil
penelitian sepadan dengan biaya, waktu dan tenaga yang telah dikeluarkan? Jika tidak,
mengapa harus dilakukan penelitian? Dengan kata lain penelitian sampel pada dasarnya akan
lebih ekonomis daripada penelitian populasi.

Beberapa pendapat ahli mengenai ukuran sampel penelitian

1. Ukuran sampel dengan teori slovin (1960)

Salah satu literatur yang paling banyak digunakan adalah penentuan ukuran sampel
menggunakan rumus slovin (1960). Seorang ahli yang bernama slovin ini ternyata sampai saat
ini belum diketahui Siapa nama aslinya, bahkan pernah menjadi perdebatan mengenai tahun
terbit dari naskah yang ditulis oleh slovin ini yaitu tahun 1960 dan 1843. Dalam tulisan
Riduwan (2005), dengan judul penelitian “belajar mudah penelitian untuk guru”, dia mengutip
rumus slovin dengan formula sebagai berikut;
Rumus sampel : Rumus slovin
n = N
2
1+Ne

n = besar sampel yang ;


N= ukuran populasi atau jumlah elemen dalam populasi ;

e= nilai presisi atau tingkat signifikansi yang telah ditentukan. Umumnya dalam penelitian
tingkat signifikansi ditentukan sebesar 95% atau 0,05.

Contoh penentuan ukuran sampel dengan rumus slovin

Misalkan satu populasi berukuran Rp1.000 elemen/anggota, akan dilakukan survei dengan
mengambil beberapa sampel menggunakan rumus slovin. Mata perhitungan sederhana dalam
menentukan jumlah sampel adalah sebagai berikut;

Diketahui;

N= 1,000 orang

e= dengan tingkat signifikansi sebesar 95% atau 0,05

Maka;

n= 1.000
1+1000×0.052 = 285.714≈286

n ≈ 286

Karena sampel kita harus berupa angka bulat dan orang, maka kita lakukan pembulatan
mengikuti aturan pembulatan standar yaitu, apabila ≥ 0,5 maka kita bulatkan ke atas dan
sebaliknya.

2. Ukuran sampel penelitian penurut Gay, LR dan Diehl, PL (1992)

Hasil penelitian dari Gay, LR dan Diehl, PL (1992), dengan judul penelitian “Research
Methods for Business and Management disebutkan bahwa ukuran sampel penelitian haruslah
sebesar-besarnya. Asumsi yang disampaikan oleh Gay dan Diehl didasarkan pada semakin
besar sampel yang diambil maka semakin merepresentasikan bentuk dan karakter populasi
serta lebih dapat untuk digeneralisir. Meskipun demikian, ukuran pasti sampel yang akan
diambil sangat bergantung pada jenis penelitian yang sedang digarap.
Berikut beberapa kondisi yang perlu diperhatikan;

a. Apabila penelitian yang sedang dikerjakan merupakan penelitian deskriptif, maka


ukuran sampel sekurang-kurangnya adalah sebesar 10% dari total elemen populasi.
b. Apabila penelitian yang dikerjakan merupakan penelitian bersifat korelasi atau
berhubungan, maka ukuran sampel sekurang-kurangnya adalah sebesar 30 subjek ( unit
sampel).
c. Apabila penelitian yang dikerjakan merupakan penelitian bersifat perbandingan, maka
ukuran sampel penelitian yang direkomendasikan adalah sebesar 30 subjek.
d. Apabila penelitian yang dikerjakan merupakan eksperimental berkelompok, maka
ukuran sampel yang direkomendasikan adalah sebesar 15 sampel perkelompok.

3. Ukuran Sampel Penelitian Menurut Wiratna Sujarweni (2008).

Dalam tulisan Wiratna Sujarweni (2008) tentang “Belajar mudah SPSS untuk skripsi, tesis,
desertasi & umum” memang tidak ada jumlah atau nilai tertentu yang syaratkan. Sujarweni
berbendapat bahwa jumlah sampel yang diharapkan 100% mewakili populasi adalah
keseluruhan anggota populasi itu sendiri.

Menurut saya pendapat ini memberi kita pemahaman yang lebih dalam bahwa hampir tidak
mungkin untuk mendapatkan gambaran 100% populasi dari data sampel. Untuk itu
dibutuhkan kehati-hatian dalam memilih metode sampling, menentukan jumlah sampel, dan
perlunya memperhitungkan tingkat kesalahan.

Sujarweni juga menambahkan jika ukuran suatu populasi sangat besar maka penelitiannya
dapat dilakukan dengan survei sampel. Penentuan ukuran sampel boleh menggunakan rumus
slovin.

4. Ukuran sampel penelitian menurut Jacob Cohen (dalam Suharsimi Arikunto, 2010:179)

Formula sampel Jacob Cohen

N= L
F²+u+1
N = Ukuran sampel
F²= Effect Size
u = Banyaknya ubahan terkait dalam penelitian
L = Fungsi power dari u=0
5. Ukuran Sampel Penelitian berdasarkan Proporsi (Tabel Isaac dan Michael)

Menentukan ukuran sampel penelitian menggunakan tabel Isaac dan Michael sedikit lebih
mudah, dimana sudah ditentukan tingkat kesalahan untuk 1%, 5% dan 10%. Dengan tabel ini,
peneliti dapat secara langsung menentukan besaran sampel berdasarkan jumlah populasi dan
tingkat kesalahan yang dikehendaki.
6. Menentukan ukuran sampel dengan formula Cochran, W. G. (1977)

Cochran, W. G. (1977), dalam bukunya berjudul “Sampling techniques” edisi ke 3


menjelaskan suatu formula sampling yang dapat anda jadikan referensi. Cochran membagi 2
teknik menentukan sampel berdasarkan data populasi yang bersifat kontinu dan bersifat
kategori.

Formula Cochran untuk data kategori


n= z²(p)(q) e²

n = ukuran sampel yang akan kita cari

z = nilai tabel z ( tabel distribusi normal) pada tingkat kepercayaan tertentu.

p = proporsi kategori dari total seluruh kategori. Nilainya berupa nilai desimal antara 0-1,
misal 0.5, 0.2, dst.

q = proporsi kategori lain selain p yang juga dituliskan sebagai (1-p)

e = margin error

Contoh :

Sebagai contoh, katakan kita ingin mengevaluasi program penyuluhan yang mengajak petani
untuk menggunakan metode baru. Anggaplah populasinya besar tetapi kita tidak tahu
persentase dari penerimaan metode baru tersebut. Oleh karena itu, kita berasumsi tingkat
penerimaannya 50:50 atau p = 0,5. Selanjutnya kita pilih α = 0,05 dan keakuratan 5% . Jumlah
sampel yang diperlukan adalah sebagai berikut:

n= z²pq = (1,96)2(0,5)(0,5) = 385 petani.


e² (0,05) ²

Formula Cochran untuk data kontinyu


n= z²8²

n= ukuran sampel yang akan dicari
z = nilai z berdasarkan pada alpha tertentu, lihat tabel z
s = standard deviasi dari populasi, dan
e = margin error

7. Menentukan ukuran sampel penelitian dengan Formula Lemeshow Untuk Populasi tidak
diketahui

Formula Limeshow ini memang mirip dengan formula penentuan sampel kategori Cochran.
n = z2P(1−P)
d2

n = jumlah sampel yang dicari

z = nilai tabel normal dengan alpha tertentu

p = fokus kasus

d = alpha (0.05) atau 5% dari tingkat kepercayaan 95% yang umum digunakan dalam
penelitian-penelitian.

C. Karakteristik Sampel
Karakteristik sampel mengacu pada sifat-sifat yang harus dimiliki oleh sampel. Terdapat dua
karakteristik sampel yaitu akurasi dan presisi.
1. Akurasi
Akurasi berarti sejauh mana sampel didapatkan tanpa adanya bias sampel. Sampel, apabila
diambil dengan benar maka ukuran perilaku, sikap hingga pengetahuan dari beberapa
elemen sampelnya akan memiliki hasil kurang dari variabel pengukuran yang diambil dari
populasi yang sama.
2. Presisi
Presisi berkaitan dengan ketepatan atau ketelitian. Presisi ini mengacu pada seberapa dekat
taksiran sampel dengan karakteristik populasi. Semakin tinggi tingkat presisi maka
semakin besar kemungkinan sampel yang didapat bersifat representatif terhadap populasi. 
D. Teknik Pengambilan Sampel
Secara garis besar, teknik pengambilan sampel terbagi menjadi dua yaitu probability sampling
(random sampel) dan non-probability sampling (non-random sampel).

1. Probability Sampling
Biasa disebut juga dengan random sampel atau teknik pengambilan sampel secara acak.
Teknik pengambilan ini berarti memberikan seluruh anggota populasi kesempatan yang
sama untuk menjadi sampel terpilih. Penggunaanya biasa digunakan untuk populasi
dengan jumlah atau besaran anggota yang bisa ditentukan terlebih dahulu.  Beberapa
model atau  jenis lain dari teknik pengambilan random sampel, yaitu:
a. Pengambilan Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling)
Merupakan jenis teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara acak dengan cara
sederhana melalui pengundian atau pendekatan bilangan acak. Kelebihan dari
penggunaan model ini adalah dapat mengurangi bias atau kecenderungan berpihak
pada suatu anggota populasi tertentu. Kelebihan lainnya yaitu dapat mengetahui secara
langsung adanya kesalahan baku (standard error) dalam penelitian. Meski begitu
model ini memiliki kelemahan yaitu rendahnya jaminan mengenai sampel yang
terpilih apakah dapat bersifat representatif. 
b. Pengambilan Sampel Acak Sistematis  (Systematic Random Sampling)
Pengambilan sampel melalui model ini berarti menetapkan sampel awal secara acak
tetapi untuk sampel selanjutnya dipilih secara sistematis melalui cara dan pola tertentu.
Pola umum dari pengambilan sampel teknik ini adalah melalui bilangan kelipatan dari
jumlah anggota populasi yang akan diambil. Misalnya, diambil sampel dari populasi
dengan jumlah 50. Setiap orang yang masuk urutan kelipatan 5 akan diambil sebagai
sampel artinya, orang ke-5, 10, 15, 20, dan seterusnya akan dijadikan sampel
penelitian hingga orang ke-50.  
c. Pengambilan Sampel Acak Berstrata (Stratified Random Sampling)

Pengambilan sampel acak berstrata berarti melakukan penentuan sampel dengan menetapkan
pengelompokan anggota populasi melalui kelompok tingkatan tertentu. Misalnya penelitian
terhadap tingkat membaca anak sekolah yang dikelompokkan berdasarkan jenjang
pendidikannya. Tingkatan dari kelompok tersebut akan ditentukan dari kelompok anak sekolah
dasar, menengah pertama, menengah atas atau sebaliknya.

d. Pengambilan Sampel Acak Berdasar Area atau Wilayah (Cluster Random


Sampling)

Sesuai dengan namanya model pengambilan sampel ini menentukan sampel


berdasarkan kelompok wilayah atau area dari suatu populasi tertentu. Model
pengambilan sampel ini mengelompokkan objek penelitian menurut suatu area tempat
domisili populasi. Tujuannya antara lain untuk meneliti suatu hal yang ada hingga
menjadi ciri khas dari satu wilayah tertentu. Misalnya peneliti ingin mengetahui
tingkat partisipasi masyarakat kota Semarang terhadap program pemerintah daerah.
Peneliti akan menentukan sampel dari wilayah-wilayah yang tersebar di kota
Semarang. Baik pada tingkat kecamatan, desa, hingga dusun.

2. Non-Probability Sampling
Berkebalikan dengan teknik probability sampling, teknik pengambilan sampel ini tidak
memberikan kesempatan atau peluang yang sama bagi setiap anggota populasi yang dipilih.
Teknik sampling jenis ini biasanya digunakan untuk populasi yang besaran anggota
populasinya belum atau tidak dapat ditentukan terlebih dahulu. Macam dari teknik
pengambilan sampel non-probability sampling di antaranya adalah:
a. Purposive Sampling
Adalah teknik penentuan sampel yang didasarkan pada pertimbangan peneliti mengenai
sampel-sampel yang paling sesuai serta dianggap bersifat representatif. Teknik
pengambilan dengan  purposive sampling cenderung memiliki sampel dengan kualitas
yang tinggi. Karena peneliti sebelumnya telah membuat batas atau kriteria tertentu secara
jelas mengenai sampel yang akan dipilihnya. Misal seperti ciri demografi, gender, jenis
pekerjaan, umur, jenjang pendidikan dan lain sebagainya. Teknik ini termasuk teknik
pengambilan sampel yang cukup sering dapat kalian jumpai dalam penelitian. 
b. Snowball Sampling
Biasa juga dikenal dengang nama teknik pengambilan sampel bola salju. Teknik
pengambilan sampel ini digunakan melalui wawancara secara korespondensi. Artinya
peneliti bisa meminta informasi dari sampel pertama untuk mendapatkan sampel
berikutnya demikian seterusnya hingga akhirnya kebutuhan sampel terpenuhi. Teknik
pengambilan sampel bola salju biasa digunakan untuk penelitian dengan sampel yang
sifatnya sensitif dan membutuhkan privasi dari respondennya. Misal seperti penderita
HIV, penyintas kekerasan seksual dan lain sebagainya. 

c. Accidental Sampling
Merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan secara tidak sengaja (accidental).
Peneliti dalam melakukan accidental sampling akan mengambil sampel melalui orang
yang  kebetulan ditemuinya saat itu juga. Misalnya penelitian dilakukan pada kelompok
orang-orang yang sedang berbelanja di suatu pusat perbelanjaan, peneliti cukup menunggu
di beberapa tempat di pusat perbelanjaan tersebut lalu menetapkan sampel pada siapapun
orang yang melakukan aktivitas belanja tanpa melihat unsur-unsur lain yang menyertainya
seperti umur, gender, profesi, dan lain sebagainya. .

d. Quota Sampling
Merupakan teknik pengambilan sampel yang dilakukan dengan menentukan terlebih
dahulu jumlah atau kuota dari sampel yang akan diambil. Prinsip penentuan dari kuota
sampling sama dengan accidental sampling. Bedanya hanya jumlah atau kuota dari
sampelnya sudah lebih dulu ditentukan. Kelebihan penggunaan teknik ini adalah sifatnya
yang praktis karena sampel penelitian sudah dapat diketahui sebelumnya. 

Anda mungkin juga menyukai