Anda di halaman 1dari 44

BAB VII POPULASI DAN SAMPEL

1. Populasi

Populasi adalah wilayah atau keseluruhan objek/subjek penelitian


yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Hampir semua ahli yang
mendefinisikan populasi dengan rangkaian kata yang berlain-lainan, namun
pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Di dalam Encyclopedia
of Educational Evaluation disebutkan: “A population is a set (or collection) of
all elements possessing one or more attributes of interest” 1. Sedangkan
Bailey berpendapat bahwa populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit-unit
analisis, sedangkan yang dimaksud dengan unit-unit analisis adalah
merupakan objek penelitian yang berupa orang, bisa juga berupa industri,
kota, negara, wilayah, daerah, dan sebagainya. 2 Pendapat yang hampir
sama juga dikemukakan Nachmias dan Nachmias yang mengungkapkan
bahwa populasi tidak harus berupa orang, akan tetapi dapat berupa rumah-
rumah, catatan-catatan, undang-undang, dan sebagainya. 3 Berdasarkan
pendapat-pendapat di atas populasi didefinisikan sebagai jumlah atau
kesatuan individu atau orang-orang, dan lain-lainnya yang memiliki beberapa
sifat yang sama, dan kepada merekalah kesimpulan penelitian akan
diberlakukan.

Populasi bukan hanya jumlah/kuantitas yang ada pada objek/subjek


penelitian, tetapi juga meliputi seluruh sifat/karakteristik yang dimiliki
objek/subjek penelitian. Sebagai misal, suatu penelitian dilakukan pada
suatu Perguruan Tinggi, maka Perguruan Tinggi tersebut merupakan
populasi. Perguruan Tinggi tersebut memiliki sejumlah mahasiswa/tenaga
edukatif/tenaga administratif atau sejumlah objek lainnya, maka hal ini

1
Scarvia B. Anderson, et. al., 1981. Encyclopedia of Educational Evaluation. San Francisco:
Jossey-bass Inc, Publishers, p. 339.
2
Kenneth D. Bailey, 1994. Methods of Social Research.Fourth Edition. New York: The Free
Press, p. 83.
3
Chava Frankfort Nachmias and David Nachmias, 1992. Research Methods in the Social
Science. New York: St. Marthin’s,Press, p.171.

125
adalah populasi dalam arti jumlah/kuantitas. Tetapi mahasiswa (misalnya)
pada Perguruan Tinggi tersebut memiliki karakteristik seperti: motivasi
belajar, disiplin belajar, minat belajar, dan karakteristik objek lainnya
seperti:prosedur perkuliahan, pengaturan ruang perkuliahan, lulusan yang
dihasilkan, dan lain-lainnya; maka hal ini adalah populasi dalam arti
karakteristik.

Berdasarkan ukurannya, jenis populasi ada dua macam, yaitu


populasi terbatas dan populasi tidak terbatas (tak terhingga).
(1). Populasi Terbatas
Populasi terbatas mempunyai sumber data yang jelas batasnya secara
jumlah/kuantitatif sehingga dapat dihitung banyaknya. Misalnya: :
a. Jumlah mahasiswa Universitas Negeri Medan
b. Jumlah guru SD di Sumatera Utara yang mendapat sertifikasi.
(2). Populasi Tak Terbatas
Populasi tak terbatas yaitu sumber datanya tak dapat ditentukan batas-
batasnya sehingga relatif tidak dapat dinyatakan dalam bentuk
jumlah/kuantitatif.. Misalnya :
a. Penelitian tentang beberapa liter pertambahan air laut saat musim
penghujan
b. Penelitian terhadap populasi ikan mujahir di danau toba.

Berdasarkan sifatnya populasi dapat digolongkan menjadi populasi


homogen dan populasi heterogen.
(1). Populasi homogen
Populasi homogen merupakan sumber data yang unsurnya memiliki sifat
yang sama sehingga tidak perlu mempersoalkan jumlahnya secara
kuantitatif. Karakteristik seperti ini banyak ditemukan di bidang eksakta,
misalnya air, larutan, dan lain sebagainya. Apabila kita ingin mengetahui
manis tidaknya segelas teh manis sebagai populasi, maka cukup dengan
mencoba setetes teh manis tersebut sebagai sampelnya. Setetes teh
manis sudah bisa mewakili kadar gula dari segelas teh manis tersebut.
(2). Populasi heterogen

126
Populasi heterogen merupakan sumber data yang umumnya memiliki
sifat atau keadaan yang bervariasi, sehingga perlu ditetapkan batas-
batasnya, baik secara kualitatif maupun secara kuantitatif. Karakteristik
seperti ini banyak ditemukan dalam penelitian sosial dan perilaku, yang
objeknya manusia atau gejala-gejala dalam kehidupan manusia yang
bersifat unik dan kompleks. Misalnya, apabila kita ingin mengetahui rata-
rata nilai UN SMP Sumatera Utara, maka rata-rata nilai UN untuk setiap
kabupaten/kota akan bervariasi, tergantung keadaan pendidikan pada
setiap kabupaten/kota tersebut.

Apabila seorang peneliti ingin meneliti semua elemen dalam wilayah


penelitian, maka penelitiannya disebut penelitian populasi atau studi populasi
ataupun studi sensus. Penelitian populasi dilakukan apabila peneliti ingin
mempelajari semua liku-liku yang ada dalam suatu populasi. Objek pada
populasi diteliti, hasil penelitian dianalisis, kemudian disimpulkan, dan
kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki


populasi. Nachmias dan Nachmias mengatakan bahwa sampel merupakan
bagian dari populasi, dimana karakteristik dan sifatnya tiada berbeda dengan
karakteristik dan sifat populasi. 4 Sedangkan Tuckman mendefinisikan sampel
sebagai kelompok yang mewakili populasi dan berperan sebagai responden. 5
Jadi sampel adalah bagian dari keseluruhan populasi yang diteliti, dijadikan
responden dan dipandang sifat-sifatnya dapat mewakili keseluruhan populasi
yang ada. Jelaslah bahwa sampel merupakan bagian dari populasi yang
sifat-sifatnya harus mencerminkan sifat-sifat populasi secara utuh. Untuk
menjaga agar sifat-sifat sampel benar-benar dapat mencerminkan sifat-sifat
populasi, maka dalam penentuan sampel atau teknik sampling harus
digunakan secara teliti dan penuh kejelian. Sebagaimana dikemukakan
Sumadi Suryabrata bahwa penentuan sampel sangat berperan atau sangat
4
Ibid, p. 172.
5
Bruce W.Tuckman, 199. Conducting Educational Research. New York: Harcourt Brace
College Publishers, p. 260.

127
penting peranannya dalam penelitian, sebab makin tidak sama sampel itu
dengan populasinya, maka semakin besarlah kemungkinan kekeliruan dalam
menggeneralisasikan kesimpulan-kesimpulan penelitian. 6 Yang dimaksud
dengan menggeneralisasikan adalah mengangkat atau memberlakukan
kesimpulan penelitian terhadap populasi. Jika hanya meneliti sebagian dari
populasi, maka hal tersebut dinyatakan penelitian sampel, dimana penelitian
sampel bermaksud untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sampel
terhadap populasi.

Ada beberapa keuntungan jika melakukan penelitian sampel, di


antaranya adalah sebagai berikut :
(1) Dengan penelitian sampel, maka akan lebih efisien (dalam arti uang,
waktu, dan tenaga).
(2) Apabila populasinya terlalu besar, maka dikhawatirkan ada yang
terlewati.
(3) Karena subjeknya banyak, petugas pengumpul data menjadi lelah,
sehingga pencatatannya bisa menjadi tidak teliti.
(4) Karena subjek pada sampel lebih sedikit dibandingkan dengan populasi,
maka kerepotannya tentu kurang.
(5) Ada kalanya tidak dimungkinkan melakukan penelitian populasi.
Misalnya peneliti ingin mengetahui pendapat masyarakat tentang
pemberlakuan kurikulum baru di Indonesia, karena wilayah Indonesia
yang begitu luas tidak mungkin dengan tepat dapat diketahui pendapat
mereka.
(6) Ada kalanya dengan penelitian populasi berarti desktruktif (merusak).
Misalnya meneliti keampuan senjata seperti granat yang dihasilkan oleh
suatu pabrik, maka sambil melakukan penelitian, peneliti akan
menghabiskan granat tersebut.

Bilamanakah kita boleh melakukan penelitian sampel? Penelitian


sampel boleh dilakukan apabila keadaan subjek di dalam populasi benar-
benar homogen. Apabila subjek populasi tidak homogen, maka

6
Sumadi Suryabrata, 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers, p. 89.

128
kesimpulannya tidak dapat diberlakukan bagi seluruh populasi. Seberapa
besarkah sampel yang diambil? Bagaimanakah cara mengambil sampel?
Pertanyaan ini mengarah kepada jawaban yang disebut dengan menetapkan
besar kecilnya sampel dan teknik pengambilan sampel atau teknik sampling.

3. Menetapkan Besar Kecilnya Sampel.


Masalah mengenai seberapa besar sampel yang harus diambil untuk
suatu penelitian, kerapkali merupakan persoalan. Umumnya peneliti
menetapkan besar kecilnya sampel itu atas dasar pertimbangan biaya,
waktu, dan tenaga. Suatu hal yang perlu diperhatikan adalah homogenitas
populasi. Jika keadaan populasi homogen, jumlah sampel hampir tidak
menjadi persoalan. Akan tetapi jika keadaan populasi itu heterogen, maka
perlu mengkaji lebih banyak. Pertama, harus dilihat kategori-kategori
heterogenitas. Dalam suatu kelas misalnya, selalu ada murid yang pandai,
sedang, dan bodoh. Di suatu kota misalnya selalu ada sekolah yang memiliki
akreditasi A, B, C, dan tidak terakreditasi. Kedua, berapa besar populasi itu
dalam tiap-tiap kategori? Jika dalam suatu kelas misalnya, murid yang
pandai, sedang, dan bodoh perbandingannya 2 : 5 : 2 maka dalam sampel
hal itu perlu diperhatikan. Untuk populasi yang heterogen, makin besar
sampel yang diambil, maka makin tinggi tarat representatif sampelnya.
Kesimpulan-kesimpulan penelitian mengenai sampel itu akan
dikenakan atau digeneralisasikan terhadap populasi. Generalisasi dari
sampel ke populasi mengandung resiko, bahwa sampel harus benar-benar
representative, yaitu sampel yang benar-benar mencerminkan populasinya.
Dalam menentukan besarnya sampel, peneliti harus mempertimbangkan hal-
hal di atas.
Berapa jumlah sampel yang harus diambil dalam suatu penelitian?
Jawabannya tergantung pada tingkat ketelitian atau kesalahan yang
dikehendaki. Tingkat ketelitian/kepercayaan yang dikehendaki sering
tergantung pada sumber dana, waktu, dan tenaga yang tersedia. Makin
besar tingkat kesalahan (misalnya 10 %), maka akan semakin kecil jumlah
sampel yang diperlukan, dan sebaliknya, makin kecil tingkat kesalahan
(misalnya 1 %), maka akan semakin besar jumlah sampel yang diperlukan.

129
Untuk menentukan jumlah sampel dapat menggunakan tabel yang
dikembangkan oleh Isaac dan Michael pada tingkat kesalahan 1 %, 5 %,
dan 10 %, sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
Tabel 7.1. Menentukan Jumlah Sampel (Isaac dan Michael)
Siginifikasi Siginifikasi
N 1% 5% 10% N 1% 5% 10%
10 10 10 10 280 197 155 138
15 15 14 14 290 202 158 140
20 19 19 19 300 207 161 143
25 24 23 23 320 216 167 147
30 29 28 28 340 225 172 151
35 33 32 32 360 234 177 155
40 38 36 36 380 242 182 158
45 42 40 39 400 250 186 162
50 47 44 42 420 257 191 165
55 51 48 46 440 265 195 168
60 55 51 49 460 272 198 171
65 59 55 53 480 279 202 173
70 63 58 56 500 285 205 176
75 67 62 59 550 301 213 182
80 71 65 62 600 315 221 187
85 75 68 65 650 329 227 191
90 79 72 68 700 341 233 195
95 83 75 71 750 352 238 199
100 87 78 73 800 363 243 202
110 94 84 78 850 373 247 205
120 102 89 83 900 382 251 208
130 109 95 88 950 391 255 211
140 116 100 92 1000 399 258 213
150 122 105 97 1100 414 265 217
160 129 110 101 1200 427 270 221
170 135 114 105 1300 440 275 224
180 142 119 108 1400 450 279 227
190 148 123 112 1500 460 283 229
200 154 127 115 1600 469 286 232
210 160 131 118 1700 477 289 234
220 165 135 122 1800 485 292 235
230 171 139 125 1900 492 294 237
240 176 142 127 2000 498 297 238
250 182 146 130 2200 510 301 241
260 187 149 133 2400 520 304 243
270 192 152 135 2600 529 307 245

Menentukan jumlah sampel suatu penelitian pada umumnya


menggunakan taraf signifikansi 5 %.

130
Selanjutnya berikut ini dijelaskan cara menentukan jumlah sampel
dengan menggunakan Nomogram Harry King sebagai berikut ini.

Gambar 7.1. Nomogram Harry King untuk Menentukan Ukuran


Sampel

Pada nomogram Harry King, menentukan jumlah sampel tidak hanya


didasarkan atas kesalahan 5%, tetapi bervariasi sampai 15%. Jumlah
Populasi paling tinggi hanya 2000.

131
Contoh:
Untuk populasi berjumlah 200 seperti yang ditunjukkan pada gambar
di atas, jika tingkat kesalahan 5 %, dari populasi 200 (garis ukuran populasi
sebelah kanan) ditarik garis ke kiri menuju garis prosentase populasi yang
diambil sebagai sampel, tetapi melalui titik 5 (garis taraf kesalahan 5 %)
maka pada garis prosentasi populasi yang diambil ditunjukkan 58 % atau
0,58, maka jumlah sampelnya adalah 0,58 x 200 x 1,195 = 138 ( 1,195
adalah faktor pengali untuk tingkat kepercayaan 95 %, untuk tingkat
kepercayaan 99 %, maka faktor pengalinya adalah 1,573). Bandingkan jika
menggunakan tabel Isaac dan Michael, maka untuk populasi 200 jumlah
sampel adalah 127 pada taraf signifikansi 5 %.
Sebenarnya terdapat berbagai rumus untuk menghitung besarnya
sampel, seperti rumus-rumus: Krejcie-Morgan, Slovin, Cohen, dan Cochran.

4. Teknik Sampling
Pada dasarnya ada dua metode pengambilan sampel, yaitu
pengambilan sampel secara acak (random sampling) dan pengambilan
sampel secara tidak acak (nonrandom sampling), dimana sampel dipilih
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

1). Teknik random sampling

Random sampling adalah pengambilan sampel secara acak atau


random. Teknik sampling ini bukanlah suatu teknik sembarangan seperti
pendapat beberapa orang yang belum mempelajari dasarnya. Random
sampling bertitik tolak pada prinsip-prinsip matematik yang kokoh, karena
telah diuji dalam praktek. Sampai sekarang teknik ini masih dipandang
sebagai teknik yang paling baik dan dalam penelitian mungkin merupakan
satu-satunya teknik yang terbaik.
Pada random sampling, prinsipnya semua individu dalam populasi
diberi kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi anggota sampel. Karena
itu tidak ada alasan untuk menganggap random sampling sebagai sampling
yang “nyeleweng”. Adapun cara-cara yang digunakan untuk random
sampling adalah:

132
(1) Cara undian
(2) Cara ordinal
(3) Randomisasi dari tabel bilangan random

(1). Cara Undian


Pelaksanaan cara undian ini sebagaimana lazimnya melaksanakan
undian, yang langkah-langkahnya sebagai berikut:
a). Buatlah sebuah daftar yang berisi nama-nama semua objek, subjek,
gejala, peristiwa, atau kelompok-kelompok yang ada dalam populasi,
b). Berilah kode-kode yang berwujud angka-angka untuk tiap-tiap kelompok
yang dimaksudkan dalam butir a),
c). Tulislah kode-kode itu masing-masing dalam satu lembar kertas kecil,
d). Gulung kertas itu baik-baik,
e). Masukkan semua gulungan kertas itu ke dalam tempolong atau kaleng
ataupun tempat sejenisnya,
f). Kocok baik-baik tempolong atau kaleng itu, dan
g). Ambillah kertas gulungan itu sebanyak sampel yang telah ditetapkan.

Penggunaan cara ini tidak praktis apabila populasinya besar, karena


hampir tidak mungkin mengocok dengan seksama seluruh gulungan kertas
undian.

(2). Cara Ordinal


Pelaksanaan cara ordinal yaitu dengan mengambil subjek dari atas ke
bawah. Ini dilakukan dengan mengambil mereka-mereka yang bernomor
ganjil, genap, nomor kelipatan angka tiga, lima, sepuluh dan sebagainya dari
suatu daftar yang telah disusun. Adapun langkah-langkahnya adalah:
a). Buatlah sebuah daftar dengan cara seperti butir a) cara undian. Daftar ini
dapat disusun menurut abjad, tempat tinggal, dan sebagainya;
b). Ambil dari mereka yang ada dalam daftar pada butir a) menurut ketentuan
yang yang telah ditetapkan, misalnya siapa-siapa yang bernomor ganjil,
siapa-siapa yang bernomor kelipatan angka 5, 10, 25, dan sebagainya,
siapa-siapa yang bernomor lima yang pertama dari urutan angka abjad,
atau siapa-siapa yang mengisi sepuluh nomor yang terakhir, dari tiap-tiap

133
halaman daftar. Semuanya ini dilakukan sampai jumlah yang dibutuhkan
dipenuhi. Jika digunakan prinsip bilangan kelipatan, maka bilangan
kelipatan ini diperoleh dari rumus: bk = p/s, dimana bk adalah bilangan
kelipatan, p adalah jumlah populasi, dan s adalah sampel.

(3). Randomisasi dari Tabel Bilangan Random


Randomisasi dari tabel bilangan random inilah yang paling banyak
digunakan para peneliti, sebab kecuali prosedurnya sederhana, juga
kemungkinan penyelewengan dapat dihindarkan sejauh-jauhnya. Tabel
bilangan random pada umumnya terdapat pada buku-buku statistik.
Bilangan-bilangan dalam tabel bilangan random itu ditetapkan secara
random, sehingga subjek-subjek yang ditugaskan dengan bilangan-bilangan
itu sudah terhitung sebagai “random subjects”. Adapun penggunaan tabel
tersebut adalah sebagai berikut:
a). Buatlah daftar subjek;
b). Beri nomor urut pada tiap-tiap subjek;
c). Ambillah sebuah pensil dan jatuhkan ujungnya pada tabel yang telah
disediakan. Catat dua angka yang terdekat dengan jatuhnya ujung
pensil. Dua angka ini merupakan bilangan angka penunjuk baris. Jika
misalnya ujung pensil jatuh dekat pada angka 07, maka baris ke tujuh
dari atas akan dipakai, tetapi jika ujung pensil jatuh pada angka 23, maka
baris ke 23 yang akan digunakan sebagai petunjuk baris;
d). Ulangilah langkah c) untuk memperoleh dua angka lagi yang akan
menjadi penunjuk kolom. Misalkan dua angka yang berdekatan dengan
ujung pensil itu bilangan 13, maka kolom ke 13 yang akan digunakan
sebagai petunjuk kolom;
e). Misalkan hasil dari langkah-langkah c) dan d) diperoleh bilangan 29 dan
17, maka bacalah baris ke 29 ke kanan sampai berpotongan dengan
kolom 17. Tandailah bilangan perpotongan baris ke 29 dengan kolom ke
17 tersebut;
f). Untuk populasi yang kurang dari 10, maka satu bilangan itu telah cukup
untuk mengidentifikasi anggota sampel yang pertama. Tetapi bila
populasinya 10 ke atas tetapi masih kurang dari 100, harus diambil dua

134
angka untuk mengidentifikasi anggota sampel yang pertama. Misalkan
pada butir e) ambillah angka perpotongan baris ke 29 dengan kolom ke
17 itu tambah dengan satu angka di belakangnya untuk memperoleh dua
angka untuk mengidentifikasi anggota sampel yang pertama tersebut
(sampel yang bernomor dua angka). Jika populasinya 100 orang ke atas
tetapi kurang dari 1000, maka harus diambil tiga angka, demikianlah
seterusnya jika populasinya 1000 orang ke atas;
g). Selanjutnya untuk memperoleh anggota sampel yang kedua, ketiga,
keempat, dan seterusnya, ambillah bilanngan-bilangan di atas dan atau
di bawah bilangan anggota sampel yang pertama tersebut. Pengambilan
itu dilakukan terus sampai jumlah anggota sampel yang diperlukan
terpenuhi. Sekiranya bilangan-bilangan dalam kolom yang bersangkutan
telah terbaca habis, sedangkan jumlah sampel belum terpenuhi, tempuh
kembali langkah c) sampai dengan g), kalau perlu berulang-ulang
sampai jumlah sampel terpenuhi; dan
h). Jika ada satu bilangan yang sama tertunjuk dua kali atau lebih, maka
bilangan-bilangan itu hanya dipakai satu kali saja (kecuali untuk sampel
dengan pergantian). Juga apabila ada bilangan random yang tertunjuk,
sedang bilangan tersebut tidak terdapat dalam daftar subjek populasi
yang dibuat dengan langkah-langkah a) dan b), maka bilangan itu
dilewatkan saja sampai kepada bilangan lain yang menjadi nomor dari
subjek dalam daftar populasi.

Randomisasi dapat juga dikenakan pada semua subjek atau individu


dalam populasi, ataupun dapat juga dikenakan pada sebagian dari individu-
individu dari populasi itu. Inilah yang membedakan antara apa yang disebut
random sampling tak terbatas dari random sampling terbatas. Random
sampling tak terbatas kadang-kadang disebut juga random sampling tak
bersyarat atau dalam istilah asing disebut “unrestricted random sampling”
ataupun “unconditional random sampling”. Ini adalah random sampling yang
dikenakan pada seluruh individu dalam populasi yang sudah didaftar lebih
dahulu. Semua subjek dalam populasi tanpa kecuali dan tanpa bersyarat,
diberi kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai anggota sampel. Oleh

135
karena itu random sampling tak terbatas merupakan random sampling
terhadap populasi subjek/populasi individu.
Random sampling terbatas disebut juga random sampling bersyarat,
atau “restricted random sampling” ataupun “conditional random sampling”.
Random sampling ini bukanlah random sampling terhadap populasi individu,
melainkan random sampling terhadap sub-populasi individu, populasi grup,
populasi daerah, atau populasi cluster. Apa yang disebut sub-population
random sampling, group random sampling, area probability sampling, atau
cluster random sampling, termasuk dalam kategori random sampling terbatas
ini.

2). Teknik Nonrandom Sampling


Pada teknik nonrandom sampling tidak semua individu dalam populasi
diberi peluang yang sama untuk ditugaskan menjadi anggota sampel. Dalam
apa yang disebut indsidental sampling misalnya, hanya individu-individu atau
grup-grup yang kebetulan dijumpai atau dapat dijumpai saja yang diselidiki.
Hal seperti ini kadang-kadang dilakukan pada penelitian-penelitian sosial,
biologi, pendidikan, dan psikologi. Dalam bidang sosial misalnya, pendapat
umum diselidiki dari orang-orang yang kebetulan dijumpai di pinggir jalan, di
took-toko, atau di tempat-tempat yang dapat dicapai dengan mudah. Dalam
bidang biologi misalnya, diambil binatang-binatang yang kebetulan ada di
dekat pintu kandang yang dijadikan binatang percobaan. Dalam bidang
pendidikan dan psikologi misalnya, kadang-kadang diselidiki hanya siswa-
siswa atau mahasiswa yang kebetulan masuk sekolah, rekreasi, di lapangan
olah raga, di cafetaria, dan lain sebagainya.
Generalisasi dari nonrandom sampling tidak dapat memberi taraf
signifikansi yang tinggi, kecuali bila peneliti beranggapan atau dapat
membuktikan bahwa populasinya relatif sangat homogen. Karena itu peneliti
perlu berhati-hati dalam menarik garis-garis generalisasi dari sampel-sampel
nonrandom sampling.
Selanjutnya akan dibahas teknik-teknik nonrandom sampling yang
dapat juga dilakukan secara random.

136
(1). Proportional Sampling
Proportional sampling digunakan bila populasi terdiri dari beberapa
sub-populasi yang tidak homogeny dan tiap-tiap sub-populasi akan diwakili
dalam penelitian, maka pada prinsipnya ada dua cara sampling yang
ditempuh:
a) Mengambil sampel dari tiap-tiap sub-populasi yang tidak
memperhitungkan besar kecilnya sub-populasi;
b) Atau mengambil sampel dari setiap sub-populasi dengan
memperhitungkan besar kecilnya setiap sub-populasi.

Kedua cara sampling tersebut mempunyai implikasi yang berbeda


dalam generalisasi. Cara yang kedua disebut proportional sampling, dan
memberi landasan generalisasi yang lebih dapat dipertanggungjawabkan
dari pada cara yang pertama. Misalnya saja, peneliti mengambil 100 orang
kaya dan 100 orang miskin, kemudian memperbandingkan penghasilannya.
Jika perbandingan jumlah orang kaya dan orang miskin di daerah itu bukan
1:1, melainkan 1:3, maka kesimpulan penelitian itu tidak benar.

Definisi: Proportional sampling adalah pengambilan sampel yang terdiri dari


sub-sampel sub-sampel yang perimbangannya mengikuti
perimbangan setiap sub-popilasi.

Jika proportional sampling menggunakan randomisasi, maka teknik


sampling ini disebut proportional random sampling. Dalam hal ini, selain
memperhatikan proporsi setiap sub-populasi, pengambilan sampel dari
setiap sub-populasi adalah secara random.

(2). Stratified Sampling


Stratified sampling biasanya digunakan jika populasi terdiri dari
kelompok-kelompok yang mempunyai susunan yang bertingkat. Dalam
banyak penelitian, peneliti tidak menghadapi suatu populasi yang utuh
homogeny, melainkan suatu populasi yang menunjukkan adanya strata
(lapisan-lapisan). Pada sekolah-sekolah misalnya, terdapat beberapa
tingkatan kelas, dalam masyarakat terdapat tingkat-tingkat penghasilan. Jika

137
tingkatan-tingkatan dalam populasi itu diperhitungkan, maka yang pertama
diperhatikan adalah berapa banyaknya strata yang ada. Selanjutnya setiap
stratum harus diwakili dalam sampel penelitian, dan subyek-subyek yang
ditugaskan dalam tiap-tiap sampel dari setiap stratum dapat diambil dengan
teknik-teknik seperti yang sudah dibicarakan. Salah satu hal yang perlu
mendapat perhatian adalah perimbangan atau proporsi dari jumlah subyek
yang ada dalam tiap-tiap stratum dalam populasi, perimbangan itu harus
dicerminkan juga dalam masing-masing stratum dalam sampel, sehingga
mereka ini dapat dipandang sebagai wakil-wakil terbaik dari populasi.
Jadi sampling yang memperhatikan stratum-stratum dalam populasi
disebut stratified sampling. Jika stratified sampling memperhatikan
perimbangan atau proporsi dari pada individu dalam tiap-tiap stratum disebut
proportional stratified sampling. Selanjutnya proportional stratified sampling
yang menggunakan randomisasi dinamakan proportional stratisfied random
sampling.

(3). Purposive Sampling


Dalam purposive, pemilihan sekelompok subyek didasarkan atas ciri-
ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang
erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui
sebelumnya. Sebutan purposive menunjukan bahwa teknik ini digunakan
untuk tujuan-tujuan tertentu. Misalnya, penelitian-penelitian yang dilakukan
dalam lapangan ekonomi, dalam mana hanya diambil dua-tiga daerah “kunci”
untuk menentukan keadaan ekonomi pada suatu waktu. Riset dalam bidang
pendidikan yang menggunakan teknik sampling ini misanya, riset untuk
menentukan sikap rakyat terhadap masalah pendidikan dalam mana hanya
diambil sampel-sampel subyek kota-kota besar, sedang, dan kecil dengan
metode interview atau angket. Penetapan kota-kota atau daerah-daerah
kunci yang dimasukkan ke dalam sampel didasarkan atas riset yang
mendahului, seperti sensus ekonomi, sensus penduduk, dan semacamnya.
Semua sampling pasti bertujuan. Karena itu sebutan purposive
sampling untuk sesuatu teknik sampling sebenarnya kurang tepat. Akan
tetapi oleh karena belum ada sebutan lain yang lebih jitu untuk

138
menggambarkan teknik yang dimaksudkan maka sebutan itu masih dipakai.
Yang lebih penting buat kita adalah mempunyai pengertian yang jelas
tentang maksudnya dan memastikannya apakah yang kita lakukan benar-
benar memenuhi kriterium purposive sampling.
Perhatikan: purposive sampling didasarkan atas informasi yang mendahului
tentang keadaan populasi, dan informasi ini tidak kita ragukan lagi. Dan
peneliti secara intensional hanya mengambil beberapa daerah atatu
kelompok kunci, jadi tidak semua daerah, grup, atau cluster dalam populasi
akan diwakili dalam sampel-sampel penelitian. Misalnya dalam riset
ekonomi, hanya diambil sampel-sampel dari daerah-daerah agraris dan
industrial, sedang daerah-daerah perdagangan, dan lain-lainnya tidak
diambil. Demikian pula dalam riset pendidikan hanya diambil sampel-sampel
dari grup-grup kota besar dan desa-desa terpencil, sedang grup-grup lainnya
ditinggalkan.

(4). Quota sampling


Purposive sampling paling sering digunakan untuk meneliti pendapat
rakyat atas dasar quotum. Sungguhpun begitu, tidak semua purposive
sampling adalah quota sampling. Jika dasar quotum digunakan, yang
digunakan adalah jumlah subyek yang akan diselidiki ditetapkan lebih
dahulu. Selanjutnya penelitian segera dilaksanakan jika quotum itu telah
dipastiskan. Siapa-siapa yang akan diinterview atau dikirimi kuesioner
semuanya diserahkan kepada tim yang diserahi untuk mengumpulkan data.
Satu pesan yang diberikan kepada tim itu adalah bahwa yang diselidiki
jumlahnya harus memenuhi kriterium-kriterium yang telah ditentukan lebih
dahulu. Selanjutnya tim-tim ini mengumpulkan informasi, dan dalam
mengumpulkan informasi ini biasanya tim menghubungi siapa saja yang
masih memenuhi kriterium dan yang mudah dihubungi. Mereka yang sukar
dihubungi sama sekali tidak diperhatikan. Ciri semacam inilah yang
mengingatkan kita akan persesuaian antara quota sampling dengan
incidental sampling.
Sebenarnya tidak semua sampling yang menetapkan lebih dahulu
besarnya sampel disebut quota sampling. Ciri pokok quota sampling adalah

139
bahwa jumlah subyek yang telah ditetapkan akan dipenuhi. Apakah subyek-
subyek itu mewakili populasi atau sub-populasinya tidak menjadi factor
penentu dalam quota sampling.
Teknik ini telah banyak menimbulkan kritik-kritik yang pedas, oleh
karena tuntutan-tuntutan teori probabilitas tidak dipenuhi, sedangkan
persoalan representativitas selalu bersumber pada teori probabilitas itu. Para
pengumpul data umumnya tidak diawasi dengan saksama. Sifat-sifat
populasi yang dijadikan kriterium tidak dibatasi dengan tegas. Jumlah subyek
dalam populasi sama sekali diabaikan, dan dalam analisa tidak ada teknik
yang digunakan untuk memperhitungkan atau menaksir kesalahan
kesimpulannya jika diseneralisasikan pada populasinya.
Oleh sebab itu perbaikan dalam sampling ini kecuali diarahkan
kepada perbaikan teknik samplingnya sendiri juga meliputi latihan-latihan
interview, perbaikan pengawasan dan pengembangan teknik analisis yang
memberikan ketelitian yang lebih besar.

(5). Area Probability Sampling


Teknik sampling ini sering digunakan dalam riset-riset social,
termasuk riset pendidikan. Area probability sampling membagi daerah-
daerah populasi ke dalam sub-sub daerah, dan dari sub-sub daerah ini
dibagi-bagi lagi ke dalam daerah-daerah yang lebih kecil. Jika diperlukan,
daerah-daerah kecil ini masih dapat dibagi lagi ke dalam daerah-daerah
yang lebih kecil. Misalnya, riset yang dilakukan di tingkat propinsi, maka
propinsi ini dibagi-bagi hingga menjadi desa-desa. Jadi secara berturut-turut:
Propinsi – Kabupaten – Kecamatan – Desa. Mulai dari tingkat kabupaten,
kecamatan, dan desa-desa dapat diterapkan randomisasi, dan juga dengan
prinsip proportional sampling.

(6). Cluster Sampling


Apa yang disebut cluster sampling, dalam proporsi yang lebih kecil
lagi grup sampling, mempunyai kesamaan hakekat dengan area probability
smapling. Dalam cluster sampling, satuan-satuan sampling tidak terdiri dari
individu-individu, melainkan dari kelompok-kelompok individu atau cluster.

140
Sampling ini dipandan ekonomik, karena observasi yang dilakukan terhadap
cluster-cluster atau grup-grup sampel adalah lebuh mudah dan lebih murah
daripada oberservasi-observasi terhadap sejumlah individuyang sama, tetapi
tempatnya terpencar-pencar. Misalnya, riset terhadap 10% dari jumlah
pelajardi suatu kota lebih gampang dilakukan dengan mengambil secara
random 10% dari jumlah sekolah yang ada, daripada mendaftarkan semua
pelajar dalam kota itu lalu dengan random tak terbatas menunjuk pelajar-
pelajar, orang demi orang untuk diselidiki. Sungguhpun begitu, cluster
sampling menimbulkan kemungkinan kesesatan yang lebih besar sebagai
dasar generalisasi jika dibandingkan dengan unrestricted random sampling.
Menurut prinsip yang sesungguhnya, generalisasi dari penelitian cluster
sampling tidak dapat dikenakan pada individu-individu dalam populasi,
melainkan pada cluster-cluster atau grup-grup sebagai satuan (unit).

141
BAB VIII INSTRUMEN PENELITIAN

Setelah kita menetapkan variable-variabel penelitian, selanjutnya kita


menyusun alat pengukur (instrument) yang tepat, sehingga teori dan
hipotesis dapat diuji dengan sebaik-baiknya. Instrument ini amat menentukan
hasil penelitian, karena itu peneliti harus mencurahkan cukup banyak pikiran
dan tenaga dalam proses penyusunannya.
Pada dasarnya, instrument penelitian ini dibagi dalam dua jenis, yakni:
pertama, berbentuk tes, dan kedua berbentuk non-tes.
Pengukuran penting buat penelitian karena hanya dengan
pengukuran itulah peneliti dapat menghubungkan konsep-konsepnya yang
abstrak dengan realitas. Melalui pengukuran peneliti berusaha
mempresentasikan fenomena yang diacu oleh konsep yang dipakainya.
Pengukuran juga penting karena sering kali membantu peneliti dalam proses
penelitiannya. Dengan memikirkan bagaimana yang paling tepat untuk suatu
konsep, peneliti harus dapat merumuskan konsep tersebut dengan tepat.
Proses pengukuran pengukuran merupakan rangkaian dari empat kegiatan
pokok, yaitu:
1) Menentukan dimensi variable penelitian
Variabel-variabel penelitian social sering kali memilki lebih dari satu
dimensi. Semakin lengkap dimensi suatu variabel yang dapat diukur,
semakin baik ukuran yang dihasilkan. Misalnya, variabel nilai ekonomi
anak. Dalam penelitian internasional nilai ini dikonseptualisasikan
sebagai terdiri dari tiga dimensi, yakni: harapan akan bantuan dari
anak, tingkat ketergantungan pada anak di masa tua, dan pentingnya
motif-motif ekonomi untuk keinginan mempunyai tambahan anak.
Ukuran variabel nilai ekonomi anak dapat dikatakan lengkap apabila
ketiga dimensi tadi dicakup instrument penelitian.
2) Setelah dimensi-dimensi suatu variabel dapat ditentukan, barulah
dirumuskan ukuran untuk masing-masing dimensi. Ukuran ini
biasanya dirumuskan berbentuk pertanyaan-pertanyaan yang relevan
dengan dimensi tadi.

142
3) Menentukan tingkat ukuran yang digunakan dalam pengukuran.
Apakah ukuran yang akan dipakai itu adalah nominal, ordinal, interval,
dan rasio.
4) Menguji tingkat validitas dan reliabilitas dari alat pengukur, apabila
yang dipakai itu adalah alat ukur yang belum dibakukan.

1. Konsep dan Indikan


Dalam penelitian ilmu alami, hal yang diukur biasanya adalah benda
yang tertangkap oleh panca indera. Dengan demikian, korespondensi antara
konsep dan realita semakin jelas. Ketika seorang peneliti fisika hendak
mengukur berat jenis benda, dia dapat menimbang berat barang-barang
yang mempunyai volume yang sama besarnya dan berat masing-masing
benda dapat ditentukan. Dalam penelitian sosial, pengukuran agak lebih
rumit, ini dikarenakan kebanyakan konsep ilmu sosial adalah mengenai
berbagai fenomena sosial yang abstrak dan tidak dapat diraba dan dirasa
dengan panca indera. Dalam pengukuran ilmu-ilmu sosial, ada kemungkinan
yang besar sekali bahwa instrument pengukur yang dipakai tidak menangkap
dengan tepat realitas dari fenomena sosial yang diukur.
Alat pengukuran dapat dikatakan baik apabila dapat merefleksikan
setepat mungkin realitas dari fenomena yang hendak diukur. Alat pengukur
yang sempurna adalah yang dapat mengungkapkan realitas dengan tepat.
Karena itulah pengukuran sering disebut sebagai “isomorfisme” dari realita.
Dalam keadaan yang sesungguhnya, proses pengukuran lebih kompleks
karena realitas suatu fenomena sosial tidak diketahui.
Setelah konsep variabel jelas, kemudian kan ditentukan kisi-kisinya. Kisi-
kisi ini dipecah-pecah dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan ataupun
pernyataan-pernyataan. Misalnya, kita ingin mengukur persepsi orang
tentang nilai ekonomi anak, maka yang menjadi kisi-kisinya adalah: (1)
harapan orangtua terhadapterhadap bantuan ekonomi di hari tua, (2)
harapan terhadap bantuan dalam menyekolahkan adik-adik, (3) harapan
terhadap bantuan anak, (4) sumbangan pendapatan, (5) bantuan dalam
pekerjaan rumah tangga.

143
Harapan-harapan inilah yang menjadi indikan konsep nilai ekonomi anak.
Jika variabel itu ingin mengetahui tingkat sentuhan media massa, maka yang
menjadi kisi-kisinya adalah: (1) frekuensi membaca Koran, (2) frekuensi
mendengarkan radio, dan (3) frekuensi menonton TV.
Instrument penelitian yang berbentuk tes, misalnya untuk mengukur
tinhkat penguasaan IPS murid SD kelas VI, tentunya TKP (Tujuan Khusus
Pengajaran)nya telah ditetapkan, berdasarkan TKP inilah disusun butir-butir
pertanyaan ataupun pernyataan.

2. Jenis-jenis Data Penelitian


Seperti telah dikemukakan bahwa penelitian adalah merupakan cara
ilmiah untuk mendapatkan data yang vaild. Untuk bias mendapatkan data
yang valid tersebut, maka peneliti harus terlebih dahulu mengetahui macam-
macam data. Macam-macam data yang dikemukakan berikut diperoleh
dengan instrument yang menggunakan skala nominal, ordinal, interval, dan
ratio. Pengukuran tidak lain dari penunjukan angka-angka pada suatu
variabel. Prosedur pengukuran dan pemberian angka-angka tadi diharapkan
bersifat isomorphic terhadap realita, artinya ada persamaan dengan realita.
Tingkat ukuran yang diberikan kepada konsep yang diamati, tergantung
kepada aturan yang dipakai. Peraturan ini perlu diketahui oleh seorang
peneliti agar dia dapat memberikan nilai yang tepat untuk konsep yang
diamatinya.
Berdasarkan jenisnya ada dua macam yaitu data kualitatif dan data
kuantitatif. Data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata,
kalimat, dan gambar. Data kuantitatif adalah data yang berbentuk angka atau
data kualitatif yang diangkakan (skoring : baik sekali = 4, baik = 3, kurang
baik = 2, dan tidak baik = 1).

Data kuantitatif dibagi menjadi dua yaitu data diskrit nominal dan data
kontinum. Data nominal adalah data yang hanya dapat digolong-golong
secara terpisah, secara diskrit atau kategori. Data ini diperoleh dari hasil
menghitung, misalnya dalam suatu kelas setelah dihitung terdapat 50
mahasiswa, terdiri atas 30 pria dan 20 wanita. Dalam suatu kelompok

144
terdapat 1000 orang suku Jawa dan 500 suka Sunda dll. Jadi data nominal
adalah data diskrit, bukan data kontinum.

Data Kontinum adalah data yang bervariasi menurut tingkatan


dan ini diperoleh dari hasil pengukuran. Data ini dibagi menjadi data ordinal,
data interval, dan data ratio. Berikut ini adalah penjelasan tingkat ukuran
yang dimaksudkan, yakni: ukuran nominal, ordinal, interval, dan rasio.
(1) Ukuran Nominal
Ukuran nominal merupakan ukuran yang paling sederhana. Dalam
ukuran ini tidak ada asumsi tentang jarak maupun urutan antara
kategori-kategori dalam ukuran itu. Dasar penggolongan hanyalah
kategori yang tidak tumpang tidih dan tuntas. Angka yang ditunjuk
untuk suatu kategori tidak merefleksikan bagaimana kedudukan
kategori tersebut terhadap kategori lainnya, tetapi hanyalah label
semata.
Misalnya, apabila untuk variabel seks kita memberikan kategori pria
kode 1, dan wanita kode 2, hal ini tidak berarti bahwa nilai seks laki-
laki lebih rendah dari neila seks wanita. Demikian juga halnya untuk
variabel agam, kalau diberi kode 1 = Islam dank ode 2 = Hindu; tidak
dapat diartikan bahwa derajat keagamaanpemeluk agama Islam dua
kali dari pemeluk agama Hindu. Jadi angka-angka itu hanya berfungsi
sebagai label atau kode saja.
(2) Ukuran Ordinal
Ukuran ordinal mengurutkan responden dari tingkatan paling rendah
ke tingkatan paling tinggi menurut suatu atribut tertentu tanpa ada
petunjuk yang jelas tentang berap jumlah absolut atribut yang dimilki
oleh masing-masing responden tersebut dan berapa interval antara
responden yang satu dengan responden yang lainnya. Contoh yang
sederhana ialah ukuran untuk kelas ekonomi. Untuk variabel ini
biasanya dipakai ukuran ordinal: atas, menengah, dan bawah. Ukuran
ini tidak dapat menunjukan angka rata-rata kelas ekonomi, dan tidak
memberikan informasi berapa besar interval antara kelas ekonomi
rendah dan kelas ekonomi atas. Karena itu perhitungan statistic

145
dengan rata-rata dan standard deviasi tidak dapat diterapkan pada
ukuran ini.
Jadi kalau kita menggunakan ukuran ordinal untuk mengukur kelas
ekonomi, dan memberikan kode 1 untuk kelas ekonomi bawah, 2
untuk kelas ekonomi menengah, dan 3 untuk kelas ekonomi atas, kita
tidak dapat mengatakan bahwa kelas atas 3 kali lebih kaya dari kelas
bawah, atau 2 kali lebih kaya dari kelas menengah. Kode-kode
tersebut hanya menunjukan urutan responden dalam stratifikasi kelas
ekonomi. Jadi kita hanya dapat mengatakan bahwa urutan kelas
ekonomi menengah adalah lebih tinggi dari kelas bawah dan lebih
rendah dari kelas ekonomi atas.
(3) Ukuran Interval
Ukuran interval adalah ukuran yang tidak semata-mata mengurutkan
orang atau obyek berdasarkan suatu atribut, tetapi juga memberikan
informasi tentang interval antara satu orang atau obyek dengan orang
atau obyek lainnya. Tetapi ukuran ini tidak memberikan informasi
tentang jumlah absolut atribut yang dimilki seseorang.
Sebagai contoh misalnya, dalam mata pelajaran IPS, siswa A
memperoleh nilai 70, sedangkan siswa B dengan nilai 80 maka dapat
dinyatakan bahwa siswa B adalah lebih pandai dari siswa A, dimana
interval jaraknya adalah 10. Jika pada ukuran ordinal hanya
ditunjukkan urutan/rangking, sedangkan pada ukuran interval selain
urutan/ranking, juga ditunjukkan jarak intervalny, sebagaimana yang
ditunjukkan dalam contoh di atas.
(4) Ukuran Rasio
Ukuran rasio diperoleh apabila selain informasi tentang urutan dan
interval antara orang-orang, kita mempunyai informasi tambahan
tentang jumlah absolut atribut yang dimiliki orang-orang tersebut.
Untuk memudahkan memahaminya, perhatikan contoh berikut!
Misalnya si A berat badannya 30 kg dan si B 60 kg, maka dapat
dinytakan bahwa berat badan si B adalah 2 kali berat badan si A.
Dalam ukuran rasio, selain urutan dan interval, juga ditunjukkan rasio

146
ataupun perbandingannya. Coba periksa kembali contoh berikut:
misalnya siswa A nilainya 30 dan siswa B nilainya 60 dalam suatu mT
pelajaran. Maka dapatkah kita menyatakan bahwa kepandaian si B
adalah dua kali kepandaian si A ? jawabnya adalah tidak. Berarti
kalau berhenti sampai disini, itu disebut dalam ukuran interval, tetapi
seandainya jawabnya ya, maka dapat dinyatakan dalam ukuran rasio.
Dari keseluruhan tingkat pengukuran yang telah diuraikan maka yang
paling sempurna adalah ukuran rasio.

3. Validitas dan Reliabilitas


Tingkat reliabilitas dan validitas menunjukkan seluruh proses
pengumpulan data dalam suatu penelitian, mulai dari penjabaran konsep-
konsep sampai pada saat data siap untuk dianalisis. Dalam menilai
reliabilitas dan validitas, sejumlah pertanyaan penting haruss dijawab, antara
lain: Apakah konsep-konsep penelitian dijabarkan dengan tepat? Apakah
pertanyaan dalam instrument sudah jelas bagi pengumpul data dan
responden? Apakah kalimatnya tidak mempunyai makna ganda? Apakah
responden menjawab pertanyaan dengan jujur dan konsisten? Apakah
koding telah dilaksanakan dengan cermat? dan Apakah alat ukur yang
digunakan berhasil mengukur apa yang memang ingin diukur?
Dari rangkaian pertanyaan di atas jelaslah bahwa reliabilitas dan
validitas menyangkut hal yang paling pokok dan tidak boleh diabaikan oleh
penelitian yang sederhana sekalipun.
(1) Reliabilitas
Reliabilitas lebih mudah dimengerti dengan memperhatikan tiga aspek
dari suatu alat ukur: kemantapan, ketepatan, dan homogenitas.
Kemantapan, suatu alat ukur dikatakan mantap apabila dalam
mengukur sesuatu berulang kali, alat ukur tersebut memberikan hasil
yang sama. Selain itu juga tentunya dapat diandalkan dan hasilnya
dapat diramalkan.
Ketepatan, jadi ukuran yang kita peroleh itu merupakan ukuran yang
benar dari sesuatu yang ingin diukur. Jadi pertanyaan yang diajukan

147
harus jelas, mudah dimengerti dan terperinci, sehingga walaupun
berulang-ulang disampaikan, interpretasinya tetap sama.
Homogenitas, dimaksudkan adalah bahwa unsur dasar pertanyaan-
pertanyaan mempunyai kaitan yang erat satu sama lainnya.
Indeks reliabilitas ini dapat dihitung dengan cara:
a. Metode ulang
b. Metode parallel, dan
c. Metode belah-dua
Semuanya mempunyai rumus-rumus statistic yang dapat dipelajari
dari buku-buku statistic. Penggunaan metode ini tergantung dari jenis
ukuran variabelnya (nominal, ordinal, interval, dan rasio).
(2) Validitas
Dalam mengukur reliabilitas, perhatian kita ditujukan pada sifat suatu
alat ukur: apakah alat ukur itu stabil, akurat, dan unsur-unsurnya
homogeny. Dalam mengukur validitas, kita memiliki isi dan kegunaan
suatu alat ukur.
Unsur-unsur apa saja yang terdapat dalam suatu alat ukur? Untuk apa
alat ukur diciptakaa dan Apakah tujuan penciptaan itu tercapai?
Apakah alat ukur itu sesuai dengan konsep dan variabel yang hendak
diukur? Validitas ini dapat dibedakan atas: validitas konstrak
(construct validity), validitas internal dan eksternal (internal and
external validity), validitas isi (contant validity), validity prediktiff
(predikrive validity), dan validitas muka (face validity).
Validitas konstrak, sebenarnya hamper sama dengan konsep yang
telah dimasukkan dalam suatu kerangka teori, yang menjelaskan
hubungannya dengan konstrak-konstrak lain. Konstrakpun harus
diberi definisi sedemikian rupa, sehingga dapat diamati dan diukur.
Yang dibahas dalam validitas konstrak adalah isi dan makna dari
suatu konsep. Misalnya, mengukur validitas konstrak kecerdasan,
mula-mula tentukan apa yang sebenarnya diukur oleh tes kecerdasan:
apakah itu kemampuan mengingat fakta, membuat abstraksi,
membuat aplikasi, menganalisis, membuat sintesa atau membuat

148
evaluasi. Setelah beberapa dimensi dari kecerdasan itu ditentukan,
disusunlahalat ukur untuk masing-masing dimensi itu. Langkah
berikutnya adalah menentukan suatu kriteria yang umum diterima,
yang dapat membedakan orany yang cerdas dari yang kurang cerdas.
Sebagai kriteria tersebut adalah kecepatan dalam menyelesaikan
suatu soal matematik. Apabila hasil tes tersebut menunjukkan
kesejajaran, artinya orang yang cerdas mampu menyelesaiakan soal-
soal matematik secara tepat juga mendapat skor tinggi dalam tes
kecerdasaan, sedangkan yang mendapat skor rendah dalam tes
kecerdasan tidak mampu menyelesaikan soal-soal matematik.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konstrak kecerdasan
beserta dimensi-dimensinya itu mempunyai validitas konstrak.
Validitas antarbudaya, dimana nilai yang diamati erat hubungannya
dengan nilai atau lingkungan sosial ekonomi dimana penelitian
dilaksanakan. Untuk mengurangi kesalahan-kesalahan karena
masalah ini, instrument penelitian sebaiknya disusun bersama para
ahli dari Negara dimana instrument itu akan dipakai.
Validitas Internal dan Eksternal, tabulasi silang, analisis korelasi, dan
analisi regresi merupakan teknik-teknik yang umum dipakai untuk
menguji apakah variabel-variabel yang diteliti itu mempunyai
hubungan satu sama lain. Analisa hubungan antara variabel-variabel
kadang kala dilanjutkan dengan analisa hubungan kausal antara
variabel-variabel penelitian. Misalnya, seorang peneliti tidak puas
dengan menemukan bahwa pendidikan mempunyai hubungan
dengan fertilitas atau jumlah jam belajar mempunyai kaitan dengan
tingkat prestasi, tetapi ia ingin mengetahui apakan pendidikan
mempengaruhi fertilitas atau apakah jumlah jam belajar menentukan
tingkat prestasi. Apabila hubungan yang biasa antara variabel-variabel
dapat diuji dengan teknik-teknik analisa yang sudah disebutkan di
atas, hubungan kausal hanya dapat valid melalui pengujian dan
penyimakan. Masalah-masalah yang menyangkut kelebihan
hubungan kausal antara variabel disebut validitas internal. Jadi

149
pertanyaan yang perlu diingat yang menyangkut validitas internal ini
adalah apakah benar A mempengaruhi atau menentukan B dan bukan
variabel lainnya? Apabila kita ingin mengetahui dapat tidaknya hasil
penelitian dari suatu sampel digeneralisir untuk suatu populasi, kita
dihadapkan pada masalah validitas eksternal. Untuk mendukung
generalisasi hasil suatu penelitian, jelas bahwa masalah sampling
yang harus benar-benar diperhatikan. Selain dari itu, juga
pengetahuan yang cukup mendalam mengenai populasi-populasi
dimana generalisasi itu akan diterapkan.
Validitas Isi, Dua hal yang penting dalam validitas isi atau validitas
butir, ialah: (1) pokok-pokok yang dicantumkan dalam suatu tes perlu
mewakili masalah yang diuji, dan (2) pokok-pokok yang dicantumkan
dalam suatu tes seharusnya sesuai. Perlu diperhatikan, apakah
pokok-pokok tersebut mempunyai hubungan erat satu sama lain.
Validitas ini dapat diuji dengan rumus korelasi sederhana.
Validitas Prediktif. Suatu tes mempunyai validitas prediktif yang tinggi,
apabila misalnya mahasiswa yang dapat menamatkan studinya tepat
pada waktunya adalah mahasiswa yang memilki nilai baik dalam tes
sipenmaru.
Validitas muka, mencakup dua arti: (1) menyangkut pengukuran
atribut yang konkrit, dimana inferensi tidak ciperlukan, dan (2)
menyangkut penilaian dari para ahli maupun konsumen terhadap alat
ukur tersebut. Katakanlah seorang peneliti menyusun skala tentang
partisipasi dan kemudian ditunjukkan kepada sejumlah ahli. Sehingga
para ahli mengomentari unsur-unsur skala tersebut.
Pembahasan yang mendalam mengenai Instrumen Penelitian ini
dapat diperoleh pada perkuliahan Evaluasi Pendidikan.

4. Contoh Ujicoba Instrumen Penelitian


Ujicoba instrumen penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui
validitas butir dan mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang akan
digunakan sebagai alat pengumpul data penelitian sebagaimana yang telah

150
diuraikan sebelumnya. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini bukan
instrumen yang baku, melainkan disusun dan dikembangkan peneliti
berdasarkan kerangka teori yang digunakan. Instrumen terlebih dahulu
diujicobakan guna memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas yang
memadai sebagai instrumen penelitian.

Perhitungan Validitas Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam bentuk kuesioner dengan


skala lima, yaitu terdiri dari lima alternatif jawaban dengan skor berurutan,
mulai dari 5, 4, 3, 2, dan 1 untuk pernyataan yang positif, dan sebaliknya
skor 1, 2, 3, 4, dan 5 untuk pernyataan yang negatif; dengan data sebagai
berikut.

Tabel 8.1. Data untuk Contoh Ujicoba


N 1 1 1 1 1
o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 12 3 14 5 16 7 18 9 20 jlh
1 4 5 3 5 3 3 1 1 3 3 3 1 4 1 4 2 3 2 5 2 58
2 5 3 3 3 3 1 3 1 3 4 3 3 4 3 3 5 3 3 3 3 62
3 5 4 3 5 3 1 5 1 3 3 5 5 4 1 4 3 4 3 5 5 72
4 5 5 2 4 2 2 2 1 1 4 3 3 3 2 1 1 3 3 5 5 57
5 4 4 3 4 5 3 3 1 4 3 3 3 4 2 3 2 4 1 5 5 66
6 5 4 3 4 5 5 5 3 4 2 4 3 4 5 3 2 4 4 3 4 76
7 5 5 4 5 4 1 2 1 3 3 3 3 2 1 5 5 3 3 5 5 68
8 4 5 3 4 5 3 3 1 5 3 3 3 4 1 3 2 4 1 4 5 66
9 5 5 4 5 5 1 5 5 5 5 5 5 5 1 5 2 5 5 5 5 88
10 5 5 5 5 5 1 1 4 5 5 3 5 5 1 5 2 5 5 5 5 82
11 4 5 4 5 3 2 4 2 4 3 4 4 4 2 2 2 4 3 4 4 69
12 5 4 3 3 3 3 2 1 4 2 5 3 2 2 1 4 3 1 5 2 58
13 5 4 1 3 5 5 2 1 3 1 3 3 3 5 2 4 3 5 3 5 66
14 4 4 4 4 4 2 4 2 3 4 3 3 4 4 3 2 3 3 4 5 69
15 5 5 3 5 5 3 4 5 3 3 5 5 5 5 4 1 3 5 5 5 84
16 4 4 3 4 3 2 3 1 3 3 3 2 4 2 3 3 3 1 5 5 61
17 5 5 5 4 3 4 3 2 3 3 3 2 4 2 4 4 2 4 4 4 70
18 4 5 3 5 3 3 1 1 3 3 1 5 4 1 2 2 3 2 5 5 61
19 4 4 3 4 5 5 5 4 5 4 5 5 4 5 2 1 5 3 4 5 82
20 5 5 5 4 4 1 3 4 3 4 3 2 4 4 4 2 5 3 5 5 75
21 2 3 4 5 5 5 3 3 2 3 3 3 2 3 2 4 3 2 3 4 64
22 5 3 3 3 3 1 3 1 3 4 3 3 4 3 3 5 3 3 4 5 65
23 5 5 5 4 3 4 3 1 3 5 3 4 4 1 5 4 3 3 5 5 75
24 1 1 3 4 3 3 2 2 3 4 3 3 4 3 2 2 4 3 4 4 58
25 3 4 3 3 4 3 4 2 3 4 3 3 2 3 3 2 4 3 3 4 63
26 5 5 5 5 4 3 2 4 4 4 3 4 4 2 4 2 5 3 5 5 78
27 5 5 5 3 5 5 5 1 5 5 3 5 4 1 1 1 3 3 5 3 73
28 4 5 3 5 2 2 1 1 3 3 3 1 4 1 3 3 2 4 5 5 60
29 5 3 3 3 3 1 3 1 2 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 4 57
30 4 3 3 4 4 3 1 3 4 4 4 3 5 2 4 3 3 4 5 3 69

151
Tabel 8.2. Data-data untuk Perhitungan Koefisien Korelasi Butir 1

butir 1 skor total


Responden X2 Y2 XY
(X) (Y)
1 4 58 16 3364 232
2 5 62 25 3844 310
3 5 72 25 5184 360
4 5 57 25 3249 285
5 4 66 16 4356 264
6 5 76 25 5776 380
7 5 68 25 4624 340
8 4 66 16 4356 264
9 5 88 25 7744 440
10 5 82 25 6724 410
11 4 69 16 4761 276
12 5 58 25 3364 290
13 5 66 25 4356 330
14 4 69 16 4761 276
15 5 84 25 7056 420
16 4 61 16 3721 244
17 5 70 25 4900 350
18 4 61 16 3721 244
19 4 82 16 6724 328
20 5 75 25 5625 375
21 2 64 4 4096 128
22 5 65 25 4225 325
23 5 75 25 5625 375
24 1 58 1 3364 58
25 3 63 9 3969 189
26 5 78 25 6084 390
27 5 73 25 5329 365
28 4 60 16 3600 240
29 5 57 25 3249 285
30 4 69 16 4761 276
Jumlah 131 2052 599 142512 9049
N ∑X ∑Y ∑X2 ∑Y2 ∑XY

Untuk menghitung validitas instrumen penelitian dilakukan dengan


menggunakan rumus korelasi Product Moment dari Pearson, yaitu:
N ∑ XY −(∑ X )( ∑ Y )
r xy =
√ ¿ ¿¿

152
Keterangan:
rxy = koefisien korelasi variabel X dan variabel Y
∑ X = Jumlah Skor Item/Butir
∑ Y = Jumlah Skor Total
∑ X Y = Jumlah Perkalian Skor X dan Y
N = Jumlah Responden
∑ X 2 = Jumlah Kuadrat Skor Distribusi X
∑ Y 2 = Jumlah Kuadrat Skor Total
Untuk mengetahui valid tidaknya suatu butir instrumen digunakan
kriteria dengan membandingkan hasil perhitungan dengan nilai kritis pada
tabel r. Jika koefisien korelasi hitung (rhitung) lebih besar dari rtabel pada taraf
signifikansi α = 0,05 maka butir tersebut dinyatakan valid (sahih), sebaliknya
jika rhitung lebih kecil atau sama dengan r tabel maka butir tersebut dinyatakan
tidak valid atau gugur, sehingga butir yang tidak valid tersebut tidak
digunakan lagi dalam pengumpulan data penelitian. Untuk n = 30 nilai r tabel
pada taraf signifikansi α = 0,05 adalah sebesar 0,361.

Untuk mengetahui koefisien korelasi tiap-tiap butir dengan skor total


dilakukan perhitungannya seperti contoh berikut (contoh butir 1 dengan data-
data seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut).

Dengan memasukkan harga-harga tersebut pada rumus korelasi di


atas, maka:

30. 9049−131.2052
r xy =
√( 30.599−131 ) ( 30.142512−2052 )
2 2

r xy = 0,368 (Koefisien korelasi r untuk butir 1 = 0,368).

Dengan cara yang sama dapat dihitung korelasi butir-butir lainnya,


dan setelah dilakukan perhitungannya, maka rangkuman uji validitas data
tersebut adalah seperti yang ditunjukkan pada tabel berikut:

153
Tabel 8.3. Rangkuman Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Tiap-tiap Butir

No rtabel rhitung Status


Butir (5%)
1 0,361 0,368 Valid
2 0,388 Valid
3 0,483 Valid
4 0,342 Tidak Valid
5 0,632 Valid
6 0,082 Tidak Valid
7 0,484 Valid
8 0,786 Valid
9 0,587 Valid
10 0,386 Valid
11 0,484 Valid
12 0,649 Valid
13 0,540 Valid
14 0,166 Tidak Valid
15 0,540 Valid
16 - 0,341 Tidak Valid
17 0,576 Valid
18 0,558 Valid
19 0,221 Tidak Valid
20 0,373 Valid

Berdasarkan tabel di atas ditunjukkan bahwa butir nomor 4, 6, 14, 16,


dan 19 tidak valid (gugur), berarti instrumen penelitian tersebut hanya 15
butir yang dapat digunakan untuk menjaring data penelitian.

Perhitungan Reliabilitas Instrumen Penelitian


Setelah uji validitas dilakukan, selanjutnya dilakukan uji reliabilitas
instrumen penelitian dengan menggunakan Formula Alpha dari Cronbach,
yaitu:

( )( ∑σi
)
2
k
r 11 = 1− 2
k −1 σt

Keterangan:
r 11 = reliabilitas instrumen
∑ σ 2i = jumlah varians skor item
σ 2t = jumlah varians skor total
k = jumlah item

Jumlah varians skor item dihitung dengan rurmus:

154
2
(∑ X )
σ 2i = ∑X −2
N
N −1

Jumlah varians skor total dihitung dengan rumus:

(∑ X t )
2

2
σt = ∑X − 2
t
N
N −1

∑ X = jumlah skor item


∑ X t = jumlah skor item total
∑ X 2 = jumlah kuadrat skor item
∑ X 2t = jumlah kuadrat skor total
N = jumlah responden

Tabel 8.4. Data untuk Contoh perhitungan varians item (σ 2i )


untuk butir 1 dan varians skor total (σ 2t )

Responden
butir 1 skor total X 2i X 2t
(Xi) (Xt)
1 4 103 16 3364
2 5 104 25 3844
3 5 126 25 5184
4 5 110 25 3249
5 4 113 16 4356
6 5 117 25 5776
7 5 118 25 4624
8 4 113 16 4356
9 5 142 25 7744
10 5 138 25 6724
11 4 117 16 4761
12 5 96 25 3364
13 5 108 25 4356
14 4 115 16 4761
15 5 140 25 7056
16 4 109 16 3721
17 5 116 25 4900
18 4 101 16 3721
19 4 127 16 6724
20 5 121 25 5625
21 2 103 4 4096
22 5 104 25 4225
23 5 115 25 5625
24 1 102 1 3364
25 3 105 9 3969
26 5 131 25 6084
27 5 129 25 5329
28 4 105 16 3600 155
29 5 97 25 3249
30 4 110 16 4761
Jumlah 131 2052 599 142512
(N) ∑ Xi ∑ Xt 2 2
∑ Xi ∑X t
Contoh perhitungan varians item (σ 2i ) untuk butir 1 dan varians skor
total (σ 2t ) untuk Instrumen penelitian.

Dengan memasukkan data-data tabel di atas pada rumus berikut, maka:

(∑ X i )
2

2
σi = ∑X −2
i
N
N−1

2
131
2 599−
σi = 30 = 0,930
29

(∑ X t )
2

2
σt = ∑X − 2
t
N
N −1

2
2052
2 142512−
σt = 30 = 74,317
29

Instrumen penelitian yang valid sejumlah 15 butir, setelah dilakukan


2
perhitungan varians item (σ i ) dengan cara seperti di atas, maka hasilnya
adalah sebagai berikut.
2
Tabel 8.5. Hasil perhitungan varians item (σ i )
Variance (
No Item 2
σi)
1 0,930
2 0,944
3 0,947
4 0,993
5 1,720
6 1,826
7 0,938

156
8 0,878
9 0,792
10 1,390
11 0,737
12 1,444
13 0,741
14 1,344
15 0,861
2
∑σ i 16,665
2
Total (σ t ) 74,317

( )( ∑σ
)
2
k
r 11 = 1− 2 i
k −1 σt

r 11 = ( 15−1
15
)(1− 16,665
74,317 )
= 0,831

Berdasarkan hasil perhitungan di atas ditunjukkan bahwa reliabilitas


instrumen penelitian adalah sebesar 0, 831 berarti reliabilitas instrumen
penelitian adalah sangat tinggi.

157
BAB IX PEMBUATAN KUESIONER
Pada penelitian survai, penggunaan kuesioner merupakan hal yang
pokok untuk pengumpulan data. Hasil kuesioner tersebut akan terjelma
dalam angka-angka, table-tabel, analisis statistik dan uraian serta
kesimpulan hasil penelitian. Analisis data kuantitatif dilandaskan pada hasil
kuesioner itu.

Tujuan pokok pembuatan kusioner adalah untuk (a) memperoleh


informasi yang relevan dengan tujuan survai, dan (b) memperoleh informasi
dengan reliabilitas dan validitas setinggi mungkin. Mengingat terbatasnya
masalah yang dapat ditanyakan dalam kuesionner, maka senantiasa pelu
diingat agar pertanyaan-pertanyaan memang langsung berkaitan dengan
hipotesa dan tujuan penelitian tersebut.

Kalau variabel-variabel sudah jelas, maka pertanyaan pun menjadi


jelas. Ini tentunya berkaitan pula dengan kemampuan teknis pembuatan
kuesioner, walaupun titik tolaknya adalah vaiabel-variabel yang relevan dan
jelas. Sebaliknya, jika variabel-variabel masih kabur dalam pikiran peneliti,
pertanyaan-pertanyaan juga akan kabur dan mungkin sekali dimasukkan
banyak pertanyaan yang tidak relevan. Kekaburan dan kekacauan tersebut
akan menimbulkan masalah yang berlarut-larut pada analisis data dan
penulisan hasil penelitian.

158
Tiap pertanyaan dimaksudkan untuk dipakai dalam analisa. Perlu
ditanyakan dalam hati : apakah pertanyaan tersebut diperlukan; apakah
pertanyaan tersebut relevan; bagaimana jawaban atas pertanyaan itu dalam
tabulasi? Ini perlu dipertanyakan karena ada kecenderungan pertanyan yang
dimaksudkan terlalu banyak dan banyak di antaranya tidak terpakai dalam
analisa, meskipun terlalu banyak tenaga dan waktu yang digunakan untuk
itu.
Sebelum atau ketika membuat kuesioner, ada baiknya dipelajari
kuesioner yang sudah ada, dan relevan dengan topik penelitian yang akan
dilakukan. Namun demikian, contoh kuesioner tersebut bukanlah untuk ditiru
begitu saja; jika keadaan memungkinkan, sebaiknya didiskusikan dengan
rekan peneliti yang melakukannya, karena yang bersangkutan dapat
memberitahukan kelemahan dari pertanyaan tertentu dalam kuesioner. Dia
dapat memberikan saran, pertanyaan mana yang seyogyanya diperbaiki atau
dihilangkan sama sekali.

Dalam satu penelitian sosial, terlibat berbagai cabang ilmu sehingga


sangat mungkin hal-hal tertentu kurang dikuasai si peneliti. Karena itu
masalah-masalah konsep dan pengukuran, dapat dipecahkan dengan
berkonsultasi kepada sarjana lainnya. Untuk menghemat waktu, maka
seminar interen dapat diadakan untuk itu.

Perlu ditambahkan, bahwa data yang terhimpun melalui kuesioner


hanyalah merupakan satu dimensi dari penelitian sosial. Kecuali itu perlu
disadari bahwa hasil kuesioner senantiasa terbatas, mengingat kompleksnya
fenomena sosial dan juga rumitnya motivasi para responden yang diteliti.
Untuk memperkaya pengertian peneliti tentang fenomena sosial dan proses
sosial, diperlukan pula berbagai informasi lainnya. Di samping data sekunder
yang relevan, informasi yang diperoleh dengan cara lain: wawancara bebas,
observasi berpartisipasi, studi kasus, dan lain-lain akan sangat membantu.

Isi Pertanyaan

159
1. Pertanyaan tentang fakta. Umpamanya umur, pendidikan, agama,
status perkawinan.
2. Pertanyaan tentang pendapat dan sikap. Ini menyangkut perasaan
dan sikap responden tentang sesuatu.
3. Pertanyaan tentang informasi. Pertanyaan ini menyangkut apa yang
diketahui oleh responden dan sejauh mana hal tersebut diketahuinya.
4. Pertanyaan tentang persepsi-diri. Responden menilai perilakunya
sendiri dalam hubungannya dengan yang lain. Umpamanya, kerapnya
kunjungan sosial yang dilakukannya atau pengaruh terhadap orang
lain.

Beberapa Cara Pemakaian Kuesioner

1. Kuesioner digunakan dalam wawancara tatap muka dengan


responden. Cara ini yang lazim kita lakukan.
2. Kuesioner diisi sendiri oleh kelompok. Umpamanya, seluruh murid
dalam satu kelas dijadikan responden dan mereka mengisi kuesioner
secara serentak.
3. Wawancara melalui telepon. Cara ini sering dilakukan di Amerika
Serikat dan negara-negara maju lainnya, tetapi tidak lazim di negara-
negara berkembang. Prosedur ini lebih murah dari pada wawancara
tatap muka dan adakalanya orang tidak bersedia didatangi tapi
bersedia diwawancarai melalui telepon.
4. Kuesioner diposkan, dilampiri amplop yang dibubuhi perangko, untuk
dikembalikan oleh responden setelah diisi. Cara ini dapat dilakukan
untuk kuesioner yang pendek dan mudah dijawab, tetapi mungkin
cukup besar proporsi yang tidak dikembalikan oleh responden.

Jenis Pertanyaan
1. Pertanyaan tertutup. Kemungkinan jawabannya sudah ditentukan
terlebih dahulu dan responden tidak diberi kesempatan untuk
memberikan jawaban lain.

160
Contoh :.1
Apakah sdr pernah mendengar tentang kompetensi yang harus dimiliki guru?

1. Pernah 2. Tidak pernah

2. Pertanyaan terbuka. Kemungkinan jawabannya tidak ditentukan lebih


dahulu dan responden bebas memberikan jawaban.
Contoh : 2
Menurut pendapat sdr, kompetensi apakah yang paling pentingbagi seorang
guru?
3. Kombinasi tertutup dan terbuka. Jawabannya sudah ditentukan tetapi
kemudian disusul dengan pertanyaan terbuka.

Contoh :.3

1. Apakah sdr pernah mendengar tentang kompetensi yang harus dimiliki guru?
1. Pernah 2. Tidak Pernah

(JIKA PERNAH) Sebutkan keempat kompetensi tersebut ?

Perlu diingat bahwa pertanyaan kombinasi tertutup dan terbuka di


atas mengandung kelemahan. Untuk memudahkan pengkodean,
pertanyaan tersebut lebih baik dibuat menjadi dua nomor.

Petunjuk Membuat Pertanyaan

1. Gunakan kata-kata yang sederhana dan dimengerti oleh semua


responden. Hindarkan istilah yang hebat tetapi kurang atau tidak
dimengerti responden.
Contoh : 4
Bagaimana status perkuliahan sdr?

Lebih baik : Apakah sdr sedang kuliah ?

2. Usahakan supaya pertanyan jelas dan khusus .


Contoh : 5
Berapa orang berdiam disini ?

161
Apakah yang dimaksud dengan “di sini” adalah bangunan, rumah,
atau yang lain? Arti kata “di sini” harus dijelaskan dan konsisten .

3. Hindarkan pertanyaan yang mempunyai lebih dari satu pengerttian


Contoh 6
Apakah saudara mau menerima pekerjaan di kota ?

Lebih baik: Apakah saudara mencari pekerjaan ? Kalau jawabannya “YA”,


kemudian ditanyakan : Dimana Saudara ingin bekerja ?

4. Hindarkan pertanyaan yang mengandung sugesti.

Contoh :7
Pada waktu senggang, apakah saudara mendengarkan radio atau
melakukan yang lain?

Lebih baik : Apakah yang saudara lakukan pada waktu senggang ?

5. Pertanyaan harus berlaku bagi semua responden.


Contoh : 8
Apakah pekerjaan saudara sekarang ?

Ternyata dia menganggur. Seharusnya ditanyakan terlebih dahulu : apakah


Saudara bekerja? Kalau jawabannya ”YA”, lalu ditanyakan : pekerjaan
Saudara?

Susunan Pertanyaan

Pertanyaan dikelompokkan sesuai dengan tujuan penelitian, dimulai


dengan identitas yang berisi: 1. Nama responden, 2. Tempat tinggal, 3.
Nama pewawancara, 4. Tanggal wawancara. Ini disusul dengan pertanyaan
tentang ciri-ciri demografi: umur, status kawin, dan jumlah anak. Sensus
keluarga biasanya dibuat di bagian muka. Ini diperlukan untuk memilih
responden. Namun demikian, ada juga penelitian yang tidak memakai sistem
cara pemilihan demikian dan tidak memerlukan kuesioner rumah tangga.

162
(Misalnya penelitian : “Hubungan antara karakteristik pribadi, kepuasan kerja
dan efektivitas mengajar seorang guru”).

Terserah kepada peneliti bagaimana pengelompokan pertanyaan itu


dilakukan. Yang perlu diperhatikan ialah urutan yang cukup runtut dan juga
di mana ditempatkan pertanyaan yang sensitif. Pertanyaan yang sensitif
tidak ditempatakan di bagian muka karena dapat segera mempengaruhi
suasana wawancara. Biasanya pertanyaan semacam ini ditempatkan di
belakang, tetapi bukan pada penutup supaya wawancara tidak akhiri dengan
perasaan kurang enak.

Bentuk Fisik Kuesioner

Kuesioner sebaiknya rapi, jelas, dan mudah digunakan. Menyusun


kuesioner yang baik memerlukaan lebih banyak waktu tetapi secara
keseluruhan akan menghemat waktu. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah
sebagai berikut :

1. Ukuran kertas dan jenis kertas (Biasanya dipakai kertas duplikat folio)
2. Diisi bolak-balik atau tidak
3. Pembagian ruangan tidak bersempit-sempit. Sisi kiri dan kanan cukup
longgar
4. Nomor urut pertanyaan. Nomor urut dari mula sampai akhir atau tiap
kelompok mempunyai nomor sendiri. Berdasarkan pengalaman,
disarankan sistem nomor urut dari mula sampai akhir
5. Penggunaan huruf besar, huruf kecil, dan huruf miring (kalau ada)
6. Tanda panah dan kotak pertanyaan
7. Kotak kolom. (pembuatan kotak kolom akan menghemat waktu dan
tenaga pada tahap berikutnya)
8. Untuk menghindarkan salah ambil, kuesioner dibuat berlainan warna
untuk responden pria dan wanita. Umpamanya, satu halaman muka
dibuat berwarna biru untuk kuesioner pria dan merah jambu untuk
kuesioner wanita.

Contoh : 8 Untuk nomor 3,5,6,7 di atas!

163
303. Apakah Ibu mempunyai anak kandung laki-laki yang tinggal bersama Ibu ?

Ya 1 tidak 2

(langsung ke no. 305) 13

304. Berapa orangkah yang tidak bersama ibu? 14 15

Penggunaan huruf besar dan huruf miring pada contoh di atas sangat
membantu, begitu juga panah di bawah “Ya” Kotak untuk pertanyaan no.
304 juga membantu tetapi menggunakan kotak tersebut tidaklah mutlak. Jika
jawabannya “Ya”, lingkari 1 (1). Kalau diinginkan tanpa kotak, pertanyaan no.
304 dibuat sebagai berikut:

contoh 9.

304. (JIKA YA) Berapa orangkah yang tidak tinggal bersama


Ibu ?

Perlu ditekankan bahwa jika tanda-tanda tersebut diabaikan,


kesalahan-kesalahan mungkin sekali terjadi. Kesalahan tersebut dapat
menimbulkan masalah psikologis pada waktu wawancara dan juga dalam
analisa data, karena yang seharusnya tidak ditanyakan terlanjur ditanyakan.

Pretest (Uji coba)

Pretest diadakan untuk menyempurnakan kuesioner. Melalui pretest


akan diketahui berbagai hal.

1. Apakah pertanyaan tertentu perlu dihilangkan. Pertanyaan tertentu


tidak mungkin relevan untuk masyarakat yang diteliti, karena itu perlu
dihilangkan. Umpamanya, dalam penelitian internasional tentang nilai
anak (The Value of Children), untuk Indonesia tidak relevan jika
ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan “ideal tanpa anak”,

164
yakni menginginkan tidak mempunyai anak dalam kehidupan
perkawinan. Jadi untuk masyarakat kita pertanyaan “Alasan tidak
menginginkan anak”, tidak relevan.
2. Apakah pertanyaan tertentu perlu ditambahkan. Adakalanya terlupa
memasukkan pertanyaan yang perlu dimasukkan.
3. Apakah tiap pertanyaan dapat dimengerti dengan baik oleh responden
dan apakah pewawancara dapat menyamapaikan pertanyaan tersebut
dengan mudah.
4. Apakah urutan pertanyaan perlu diubah.
5. Apakah pertanyaan yang sensitif dapat diperlunak dengan mengubah
bahasa
6. Berapa lama wawancara memakan waktu. Sebagai contoh, dari pre-
1
test diketahui bahwa kuesioner penelitian memerlukan waktu 1−1
2
jam untuk mewawancarai satu responden. Sesudah merasa lelah,
responden menjadi bosan atau resah. Akhirnya jumlah pertanyaan
dikurangi sehingaa memakan waktu lebih dari satu jam.
Karena alasan tertentu kuesioner tidak dapat diperpendek dan
memakan waktu lebih dari 2 jam, umpamanya maka kuesioner dan
wawancara dapat dibagi atas dua tahap. Tiap responden
diwawancarai dua kali.
Kecuali alasan di atas, lamanya wawancara perlu diketahui untuk
perencanaan. Kalau umpamanya, ditaksir rata-rata dua kuesioner
dapat diselesaikan tiap hari, maka banyaknya asisten lapangan yang
diperlukan dan berapa lamanya mereka bekerja di lapangan dapat
ditentukan berdasarkan perhitungan tersebut.

Berapakah jumlah responden untuk pre-test? Untuk penentuan jumlah


tidak ada patokan yang pasti dan tergantung pula pada homogenitas
responden. Untuk pre-test biasanya sebanyak 30-50 kuesioner sudah
mencukupi dan dipilih responden yang keadaannya lebih kurang sama
dengan responden yang sesungguhnya akan diteliti. Pre-test dilaksanakan di
luar daerah penelitian.

165
Untuk mengetahui apakah jawaban yang diperoleh sesuai dengan
yang dimaksudkan, hasil pre-testi ditabulasi. Dari hasil tabulasi diketahui
pertanyaan nomor berapa yang sekiranya perlu diperbaiki.
Umpamanya pada nomor pertanyaan tertentu banyak yang menjawab
“Tidak Tahu”, mungkin sekali terletak pada kuesioner itu. Masalah itu
dibicarakan dengan lebih terinci dalam bagian “Teknik Wawancara”

Pedoman Pengisian Kuesioner


Pedoman pengisian kuesioner merupakan pegangan bagi
pewawancara. Dalam pedoman pengisian kuesioner, tiap pertanyaan yang
diajukan diberi keterangan yang jelas dan terinci. Juga dicantumkan jawaban
yang diharapkan, terutama pada pertanyaan tertutup dan pertanyaan semi
terbuka.

Penggunaan Bahasa

Kuesioner di Indonesia hampir seluruhnya menggunakan bahasa


Indonesia. Hal ini perlu ditinjau karena kebanyakan responden terutama di
pedesaan tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik dan pewawancara
tidak dapat diharapkan menerjemahkan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukannya. Pertanyaan memang terjawab tetapi sampai manakah
reliabilitas dan validitas dari respons tersebut? Distorsi-distorsi dalam
pengertian mudah terjadi, begitu pula dapat timbul perasaan yang kurang
enak bagi responden karena pemilihan kata yang kurang tepat. Wawancara
juga dapat tersendat-sendat karena pewawancara kurang lancar
menerjemahkannya di hadapan responden.

Pada masyarakat di mana pemakaian bahasanya berhubungan


dengan pelapisan sosial, perlu diperhatikan penggunaan bahasa yang tepat.
Di pedesaan Jawa umpamanya, dalam mewawancarai istri pamong
sebaiknya digunakan ‘krama inggil’, walayupun pada umumnya dapat pula
dipakai ‘krama madya’.

Untuk daerah pedesaan, selama memungkinkan usahakanlah


menerjemahkan kuesioner tersebut ke dalam bahasa daerah. Apabila

166
dianggap perlu pada waktu coaching, asisten lapangan disuruh
menerjemahkan kuesioner ke dalam bahasa daerah dan kemudian hasilnya
didiskusikan bersama. Apabila karena alasan waktu dan kuesioner tidak
mungkin diterjemahkan, maka coaching bahasa tersebut setidaknya dapat
dilakukan dan pewawancara mempunyai satu eksemplar kuesioner dalam
bahasa daerah. Pada hari-hari pertama selama asisten belum memahami
cara bertanya dengan baik, asisten dianjurkan membaca pedoman
wawancara.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anderson, Scarvia B., et. al., 1991. Encyclopedia of Educational Evaluation.


San Francisco: Jossey-bass Inc, Publishers.
Bailey, Kenneth , 1994. Methods of Social Research.Fourth Edition. New York:
The Free Press.

Hoy, Wayne K. dan Cecil G. Miskel, 1991. Educational Administration. New


York: McGraw-Hill, Inc.
Isaac, Stephen dan William B. Michael , 1981. Handbook in Research
Evaluation. San Diego : Edits.
Kerlinger, Fred N. 1973. Foundation of Behavioral Research . New York:
Holt, Rinehart and Winston.
Kidder Louise, 1981. Research Methods in Social Relation. New York: Holt,
Rinehart and Winston.
Leedy, Paul D. 1974. Practical Research: Planning and Design . New York:
Macmillan Publishing Co.
Nachmias, David dan Chava Nachmias . 1981. Research Methods in the
Social Science. New York : St. Martin’s Press, Inc .
Rosenberg, Morris. 1968. The Logic of Survey Analysis. London: Basic
Books, Inc .
Stoner, James A.F., 1992. Manajemen, Edisi kedua, terj. Agus Maulana, dkk.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sutrisno Hadi. 1975. Statistik, Psychologi dan Pendidikan, Jilid I dan II.
Yogyakarta : Yasbit Fakultas Psychologi UGM .

167
____________, 1983. Analisis Regresi. Yogyakarta: Yasbit Fakultas
Psikologi UGM.
Sumadi Suryabrata, 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers.
Suryasumantri, Jujun S., 2007. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Tuckman, Bruce W. 1988. Conducting Educational Research. New York:
Harcourt Brace Javanovich, Inc.
Uma Sekaran, 1984. Research Methods for Business. Sothern Illionis:
University at Carbondale.
Van Dalen. 1973. Understanding Educational Research. New York: McGraw
Hill Book, Co.

168

Anda mungkin juga menyukai