Anda di halaman 1dari 13

“MEMAHAMI PROSES PEMBENTUKAN KEBUDAYAAN”

MAKALAH

Dosen Pengampu : Dzarna, M. Pd

Disusun Oleh :

Tutik Alawiyah (2010221005)

Lina Umayatul H (2010221026)

Siti Yulia Triana Putri R (2010221027)

Dwi Sinta Oktaviani (2010221028)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER

2023
A. TEORI DIFUSI KEBUDAYAAN
Difusi bisa dikenal dengan istilah persebaran kebudayaan dari satu
tempat ke tempat yang lain, dari satu kelompok ke kelompok lainnya, dan
atau dari masyarakat satu ke masyarakat lainnya. Pada zaman dahulu sebelum
mengenal internet, difusi (penyebaran) biasa dibawa oleh sekelompok orang
yang melakukan migrasi ke suatu tempat, seperti untuk melakukan
perdagangan ataupun penyebaran agama dan kebudayaan, sehingga dari
adanya migrasi ini kebudayaan mereka turut melebur di daerah yang mereka
tuju. Hal ini diperkuat oleh penytaraan dari W.A. Haviland dalam (Sutardi,
2007: 14) menyatakan bahwa difusi merupakan penyebaran kebiasaan atau
adat istiadat dari kebudayaan satu ke kebudayaan lainnya, hal ini berlangsung
dengan menggunakan teknik meniru atau imitasi.
Penyebaran faktor budaya yang diucap proses difusi ini ialah salah
satu objek riset ilmu antropologi, paling utama sub akan ilmu antropologi
yang memang diakronik. Adapun proses terhadap difusi dari didalam unsur
budaya yang mana diantara lainnya diakibatkan dari migrasi bangsa tersebut
yang berpindah dari salah satu tempat terhadap tempat lainnya di mana
berupa tempat di permukaan bumi. Adapun unsur dari bentuk kebudayaan
berupa hal yang memang mereka bawa serta disebarkan secara luas
(Koentjaraningrat, 1996: 152).
Metode lain dari terjadinya difusi kebudayaan diakibatkan oleh
adanya perdagangan. Unsur-unsur kebudayaan asing membawa para
pedagang masuk ke dalam kebudayaan penerima, tidak terencana serta tanpa
paksaan, dengan mengambil sebutan dari ilmu antropologi, kerap diucap
pacitifiquepenetration yang berarti pendapatan secara damai. Pendapatan
secara damai terdapat pada wujud ikatan yang diakibatkan oleh usaha dari
penyiar agama. Jadi, datanglah para penyiar agama serta mulailah proses
akulturasi yang diakibatkan dari kegiatan tersebut.
Pada hakikatnya tidak ada kebudayaan yang statis, semakin
kebudayaan memiliki dinamika dan mobilitas atau gerak. Gerak dari
kebudayaan tersebut sebearnya tidak lain merupakan gerak dari manusia yang
hidup dalam masyarakat tersebut Sihabudin (2019: 53). Hal tersebut

1
disebabkan karena adanya hubungan manusia dengan manusia lainnya,
ataupun karena terjadinya hubungan antar kelompok-kelompok masyarakat
kebudayaan sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri (Koentjaraningrat, 1996:49).
Sehubungan dengan hal tersebut dapat diasumsikan bahwa persebaran
(difusi) dalam suatu masyarakat itu pasti terjadi. karena difusi itu manfaatnya
adalah kita tidak perlu membuat dari 0. Contohnya melalui difusi, misalnya,
teknologi komputer yang dikembangkan oleh bangsa barat diadopsi oleh
bangsa di dunia. Gejala ini menunjukkan adanya interdependensi erat antara
kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain. Pengadopsian semacam
ini membawa serta perubahan-perubahan sosial secara mendasar, karena
elemen kebudayaan material semacam komputer, mobil, traktor, televisi, dan
sebagainya itu bisa mengubah seluruh sistem organisasi sosial. Contoh lain
yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai kata yang ada
dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia sendiri
merupakan contoh hasil dari difusi yang terjadi dalam masyarakat. Berbagai
kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil dari serapan dari bahasa asing
dan bahasa-bahasa daerah, seperti bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa difusi adalah proses di mana unsur-
unsur budaya dipinjam dari masyarakat lain dan diinkorporasikan atau
digabungkan dianggap sebagai milik sendiri kepada kelompok penerimanya.
B. TEORI ASIMILASI
Istilah asimilasi merupakan padanan kata dari pembauran, asimilasi
merupakan perubahan kebudayaan secara total akibat membaurnya dua
kebudayaan atau lebih sehingga ciri-ciri kebudayaan yang asli tersebut tidak
tampak lagi. Menurut Koentjaraningrat (1990 : 248), asimilasi adalah proses
sosial yang timbul bila golongan-golongan manusia dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda-beda, saling bergaul langsung secara intensif untuk
waktu yang lama sehingga sifat khas dari unsur-unsur kebudayaan masing-
masing berubah menjadi unsur kebudayaan campuran. Hal ini senada dengan
pendapat Romli (2015:3) proses pembauran suatu budaya biasanya melalui
asimilasi yang melalui dua proses asimilasi, yaitu; asimilasi tuntas satu arah

2
dan asimilasi tuntas dua arah. Asimilasi tuntas satu arah yaitu seseorang atau
kelompok mengambil alih budaya dan jati diri kelompok dominan dan
menjadi bagian dari kelompok itu. Asimilasituntas dua arah dapat
berlangsung manakala dua atau lebih kelompok etnik saling memberi dan
menerima budaya yang dimiliki oleh setiap kelompok etnik.
Menurut Soekanto (1990 : 88), asimilasi (assimilation) merupakan
proses sosial dalam taraf lanjut yang ditandai dengan adanya usaha-usaha
mengurangi perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-
kelompok manusia dan juga meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi
kesatuan tindak, sikap dan proses-proses mental dengan memperhatikan
kepentingan dan tujuan bersama. Sedangkan menurut Mulyana & Rakhmat
(2001: 159) Asimilasi adalah suatu proses interpretasi dan fusi. Melalui
proses ini orang-orang dan kelompok-kelompok memperoleh memori-
memori, sentimensentimen, dan sikap-sikap orang-orang atau kelompok-
kelompok lainnya, dengan berbagai pengalaman dan sejarah,
tergabungdengan mereka dalam suatu kehidupan budaya yang sama. Contoh
asimilasi yang terjadi seperti pudarnya budaya Betawi dan Tiongkok yang
kemudian menghasilkan budaya baru seperti tari cokek dan lenong. Contoh
yang kedua adalah pernikahan antara orang Indonesia dengan orang Amerika
yang menggabungkan dua budaya yang sangat berbeda.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa asimilasi merupakan pembauran
dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli
sehingga membentuk kebudayaan baru.
Untuk mengurangi perbedaan-perbedaan antara orang atau kelompok
itu, asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan
perasaan dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama. Proses
asimilasi dapat terbentuk dengan sempurna apabila:
1. Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.
2. Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dan
dalam waktu yang relatif lama.
3. Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan
menyesuaikan diri.

3
Soekanto (1990 : 90) juga mengatakan bahwa ada pula faktor-faktor
pendorong asimilasi, yaitu:
1. Toleransi di antara sesama kelompok yang berbeda kebudayaan.
Contoh sikap toleransi secara umum seperti menghargai pendapat
mengenai pemikiran orang lain yang berbeda dengan kita, serta saling
tolong menolong antar sesama manusia tanpa memandang suku ras,
agama, dan antar golongan. Istilah toleransi mencakup banyak bidang,
salah satunya adalah toleransi kebudayaan yang merupakan sikap saling
menghormati dan menghargai budaya lain, seperti:
Menghargai kebudayaan suku lain. Tidak menjadikan kebudayaan suku
lain sebagai bahan gurauan. Memperlakukan semua orang dengan cara
yang sama tanpa memandang latar belakang suku. Belajar tradisi
dan kebudayaan suku lain. Toleransi yang dimaksud dalam proses
asimilasi adalah saling menghargai dan membiarkan perbedaan di
antara setiap pendukung kebudayaan yang saling melengkapi sehingga
mereka akan saling membutuhkan.
2. Simpati, yaitu kontak yang dilakukan dengan masyarakat lainnya
didasari oleh rasa saling menghargai dan menghormati. Misalnya
dengan saling menghargai orang asing dan kebudayaannya serta saling
mengakui kelemahan dan kelebihannya akan mendekatkan masyarakat
yang menjadi pendukung kebudayaan-kebudayaan tersebut.
3. Adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa di dalam
masyarakat.. Misalnya dapat diwujudkan dalam kesempatan untuk
menjalani pendidikan yang sama bagi golongan-golongan minoritas,
pemeliharaan kesehatan, atau penggunaan tempat-tempat rekreasi.
4. Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan universal. Kluckhohn
(1953:508) membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh unsur
kebudayaan universal. Tujuh unsur kebudayaan tersebut yaitu bahasa,
sistem pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup
dan teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, religi, dan
kesenian. Adanya persamaan unsur-unsur kebudayaan yang terdapat
dalam setiap kebudayaan menyebabkan masyarakat pendukungnya

4
merasa lebih dekat satu dengan yang lainnya.
5. Perkawinan antara kelompok yang berbeda budaya. Perkawinan antar
kelompok yang berbeda budaya ini biasa disebut dengan amalgamasi.
Amalgamasi merupakan adalah perkawinan antar dua ras atau antar
suku yang memiliki ciri fisik yang berbeda, sehingga menjadi satu
rumpun. Misalnya, pernikahan yang terjadi antara orang india dengan
orang Indonesia.
Adapun menurut Sutardi (2007: 18) membagi beberapa faktor-faktor
penghambat Asimilasi sebagai berikut:
1. Fanatisme dan prasangka, melahirkan sikap takut terhadap kebudayaan
lain yang umumnya terjadi diantara masyarakat yang merasa rendah
(inferior) dalam menghadapi kebudayaan luar yang lebih tinggi
(superior). Contohnya, suku-suku bangsa terasing seperti orang Kubu
di Sumatera, orang Baduy di Jawa Barat, dan suku-suku terasing di
Irian/Papua. Prasangka yang timbul itu membuat mereka menutup diri
terhadap masuknya budaya baru.
2. Kurangnya pengetahuan kebudayaan yang menyebabkan sikap toleransi
dan simpati yang kurang berkembang antara suku bangsa.
3. Perasaan superioritas yang besar pada individu-individu dari satu
kebudayaan terhadap kebudayaan masyarakat lain. Contohnya, antara
masyarakat kolonial dan masyarakat pribumi sehingga integrase yang
terjalin antara yang dijajah dan menjajah tidak berkembang.
4. Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat
yang akan berakibat pada tidak adanya kebebasan untuk bergaul dengan
masyarakat luar. Sebaliknya,orang luar kurang memahami kebudayaan
masyarakat tersebut sehingga menimbulkan prasangka yang dapat
menghalangi berlangsungnya proses pembauran.
5. Adanya in-group yang kuat. In group feeling artinya suatu perasaan
yang kuat sekali bahwa individu terikat dengan pada kelompok dan
kebudayaan kelompok yang bersangkutan. Misalnya, golongan
minoritas Arab dan Tionghoa di Indonesia yang memperlihatkan
perbedaan-perbedaan yang tajam dengan orang Indonesi asli.

5
Pelaksanaan pergantian nama orang Tionghoa dengan nama Indonesia
tidak banyak membawa hasil untuk mengintegrasikan mereka ke dalam
masyarakat Indonesia jika in-group feeling tidak diatasi lebih dulu.
C. TEORI AKULTURASI
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses
sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing
dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu
lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Secara
singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih sehingga
membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan
asli.
Istilah akulturasi atau acculturation atau culture contact,
mempunyai berbagai arti diantara para sarjana antropologi, tetapi semua
sepaham bahwa konsep akulturasi adalah jika suatu kebudayaan yang
bertemu dengan kebudayaan asing. Kedatangan kebudayaan asing
disambut dan diterima oleh kebudayaan sendiri, kemudian kebudayaan
asing itu sedikit demi sedikit mendapatkan tempat dikebudayaan asli.
Akhirnya dua kebudayaan tersebut diolah menjadi kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli (Koentjaraningrat, 1990: 247).
Menurut Sutardi (2007:15) proses pencampuran kebudayaan berlangsung
dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini disebabkan adanya unsur-
unsur kebudayaan asing yang diserap atau diterima secara selektif dan ada
unsur-unsur yang tidak diterima sehingga proses perubahan kebudayaan
melalui mekanisme pencampuran masih memperlihatkan unsur-unsur
kepribadian yang asli.
Sedangkan Kroeber mengatakan bahwa proses akulturasi itu
seperti terjadinya perubahan pada kebudayaan satu dan kebudayaan
lainnya yang terdapat persamaan di dalamnya sehingga terjadi hubungan
timbal balik bahkan bisa lebih kuat dari salah satunya. Dua unsur
kebudayaan yang saling bertemu akan menghasilkan perubahanperubahan

6
dikarenakan terjadinya persamaan maupun perbedaan di antara keduaya.
Kebudayaan tersebut kemudian menjadi hubungan timbal balik dan
bahkan bisa lebih kuat dari salah satuya. Menurut Kroeber hal ini terjadi
karena difusi (pembaruan) antara keduanya yang sudah saling bersetuhan
sehingga terjadi pembentukan yang saling berhubungan (Saebeni,
2012:189–190).
Koentjaraningrat mendefinisikan akulturasi sebagai proses sosial
dimana masuknya kebudayaan asing secara perlahan dapat diterima tanpa
menghilangkan kebudayaan asli suatu masyarakat. Koentjaraningrat juga
mengemukakan bahwa proses akulturasi timbul apabila suatu kelompok
manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur
kebudayaan asing yang berbeda, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing
lambat laun diterima dan diolah menjadi kebudayaan sendiri, tanpa
menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan sendiri. Jadi akulturasi
adalah menerima dan mengelola dari kebudayaan asing yang masuk serta
menggabungkannya dengan kebudayaan yang asli tetapi tidak
menghilangkan keaslian dari kebudayaan yang lama, justru malah terdapat
adanya kebudayaan yang baru.
Akulturasi terjadi akibat fenomena yang timbul sebagai hasil
percampuran kebudayaan jika berbagai kelompok manusia dengan
kebudayaan yang beragam bertemu mengadakan kontrak secara langsung
dan terus menerus, kemudian menimbulkan perubahan dalam unsur
kebudayaan dari salah satu pihak atau keduanya. Oleh karena itu di dalam
akulturasi terdapat yang namanya perubahan dan percampuran
kebudayaan dari proses tersebut. Contohnya, bentuk bangunan Candi
Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia
dan kebudayaan India.
Jadi dapat disimpulkan bahwa akulturasi adalah bertemunya dua
unsur berbeda yang di dalamnya terdapat penerimaan dari nilai-nilai
kebudayaan lain, sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa
menghilangkan unsur kebudayaan asli.
Akulturasi menunjuk pada perubahan budaya dan psikologi karena

7
perjumpaan dengan orang berbudaya lain yang juga memperlihatkan
perilaku berbeda. Mislanya, banyak kelompok india di India dan Afrika
terakulturasi ke dalam gaya hidup orang Inggris selama pemerintahan
kerajaan (yang mengubah struktur sosial, lembaga ekonomi, dan
sebagainya) dan banyak individu mengubah perilaku (seperti agama,
bahasa dan pakaian). Akulturasi menunjuk pada perubahan yang dialami
oleh seseorang akibat kontak dengan budaya lainnya sekaligus akibat
keikutsertaan dalam proses akulturasi yang memungkinkan budaya dan
kelompok etnis menyesuaikan diri dengan budaya yang lainnya (Rani,
2009: 46-47).
Pada tingkat individu, semua aspek perilaku yang ada dalam
individu akan dirujuk sebagai perilaku yang akan berubah, yang akan
menjadi dua komponen perilaku dalam strategi akulturasi individu
tersebut (Berry dkk., 1999), yaitu melindungi kebudayaan dan
mempelajari kebudayaan. Kedua komponen tersebut jarang dapat
dilakukan dengan sempurna dalam satu kegiatan, tetapi lebih sering
keduanya dilakukan secara selektif, yang akan menghasilkan dua sikap,
mempertahankan atau berubah Proses akulturasi mempunyai dua cara,
yaitu :
1. Akulturasi damai (penetration pasifique)
terjadi jika unsur-unsur kebudayaan asing dibawa secara damai
tanpa paksaan dan disambut baik oleh masyarakat kebudayaan
penerima. Misalnya, masuknya pengaruh kebudayaan Hindu dan
Islam ke Indonesia. Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut
tidak mengakibatkan konflik, tetapi memperkaya khasanah budaya
masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini pun tidak
mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat
(Rani, 2009: 45). Penyebaran kebudayaan secara damai akan
menghasilkan akulturasi, asimilasi, atau sintesis. Asimilasi adalah
bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan
baru, sedangkan sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang
berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat

8
berbeda dengan kebudayaan asli.
2. Akulturasi ekstrim (penetration violante)
terjadi dengan cara merusak, memaksa kekerasan, perang,
penaklukkan, akibatnya unsur-unsur kebudayaan asing dari pihak
yang menang dipaksakan untuk diterima di tengah-tengah
masyarakat yang dikalahkan. Contohnya, masuknya kebudayaan
Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan disertai dengan
kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang
merusak keseimbangan dalam masyarakat. Cara-cara individu (atau
kelompok) yang sedang berakulturasi dan berhubungan dengan
masyarakat dominan diistilahkan sebagai strategi-strategi akulturasi.
Menurut Sutardi (2007:15-17) mekanisme pencampuran dapat
digambarkan sebagai berikut.
1. Unsur budaya asing yang mudah diterima
a) Unsur budaya yang konkret wujudnya, seperti benda-benda
keperluan rumah tangga dan alat-alat pertanian yang praktis
dipakai.
b) Unsur-unsur kebudayaan yang besar sekali gunanya bagi si
pemakai. Contohnya kendaraan bermotor, seperti sepeda motor
dan truk pengangkut.
c) Unsur-unsur kebudayaan yang mudah disesuaikan dengan
masyarakat penerima. Contohnya, penerangan listrik
menggantikan penerangan tradisional dan telepon seluler
menggantikan telepon rumah.
2. Unsur budaya asing yang sulit diterima
a) Unsur-unsur kebudayaan yang wujudnya abstrak, misalnya paham
atau ideologi negara asing.
b) Unsur-unsur kebudayaan yang kecil sekali kegunaannya bagi si
pemakai, contohnya cara minum teh.
c) Unsur-unsur kebudayaan yang sukar disesuaikan dengan keadaan
masyarakat penerima, contohnya traktor pembajak sawah yang
sukar menggantikan fungsi bajak yang ditarik kerbau pada lahan

9
pertanian tertentu.
3. Unsur budaya asing yang sukar diganti
a) Unsur yang memiliki arti luas dalam masyarakat. Misalnya, sistem
kekerabatan yang masih berfungsi luas dalam masyarakat Batak.
b) Unsur-nsur yang masih ditanamkan pada individu sejak kecil
dalam proses pembudayaan ataupun pemasyarakatan. Misalnya
kebiasaan makan masyarakat Indonesia yang memakan nasi akan
sulit diganti dengan roti sebagai makanan pokok.
4. Individu yang cepat dan sukar menerima kebudayaan asing
Dipandang dari sudut umur, individu-individu yang berumur relatif
muda umumnya lebih mudah menerima unsur-unsur dari luar
dibandingkan dengan individu-individu yang berusia lebih lanjut.
5. Beberapa bentuk Akulturasi
Menurut para antropolog, percampurn terjadi dalam berbagai bentuk
sebagai berikut.
a) Substitusi
Unsur budaya lama diganti dengan budaya baru yang memberikan
nilai lebih bagi para penggunanya. Contohnya para petani
mengganti alat pembajak sawah oleh mesin pembajak sawah
seperti traktor.
b) Sinkretisme
Unsur budaya lama yang berfungsi padu dengan unsur-unsur
budaya baru sehingga membentuk sistem yang baru. Perpaduan ini
sering terjadi pada sistem keagamaan, contohnya agama
Trantayana di zaman Singosari yang merupakan perpaduan agama
Buddha dan Hindu. Demikian juga pada tradisi keagamaan orang
Jawa yang masih memperlihatkan perpaduan antara agama Hindu
dan Islam.
c) Penambahan (Addition)
Unsur budaya lama yang masih berfungsi ditambah unsur baru
sehingga memberikan nilai lebih. Contohnya, di Kota Yogyakarta,
penggunaan kendaraan bermotor melengkapi sarana transportasi

10
tradisional, seperti becak dan andong.
d) Penggantian (Deculturation)
Unsur budaya lama hilang karena diganti dengan unsur budaya
baru. Contohnya, delman atau andong diganti oleh angkot atau
angkutan bermotor.
e) Originasi
Masuknya unsur budaya baru yang sebelumnya tidak dikenal
menimbulkan perubahan besar dalam kehidupan masyarakatnya.
Contohnya, proyek listrik masuk desa menimbulkan perubahan
besar terhadap kehidupan masyarakat desa. Energi listrik, tetapi
juga mengubah perilaku masyarakat desa akibat masuknya
berbagai media elektronik, seperti televisi, radio, dan film.
f) Penolakan (Rejecttion)
Akibat adanya proses perubahan sosial budaya yang begitu cepat
dan menimbulkan dampak negatif yakni penolakan dari sebagian
anggota masyarakat yang tidak siap dan tidak setuju terhadap
proses percampuran tersebut. Salah satu contoh, masih ada
sebagian orang yang menolak berobat ke dokter dan lebih percaya
ke dukun.

11
DAFTAR PUSTAKA
.

Koentjaraningrat. (1990). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Djambata

Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta

Mulyana, D., Rakhmat, J. (2001). Komunikasi Antarbudaya. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

Rani, A. (2009). Etnis Cina Perantauan Aceh. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Romli, H.K. (2015). Akulturasi dan Asimilasi dalam Konteks Interaksi Antar
Etnik. Jurnal Ijtimaiyya. Vol 8 No 1, hal 1-13.
https://journal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/article/view/668

Saebeni, B. A. (2012). Pengantar Antropologi. Bandung: Pustaka Setia

Soekanto, Soerjono. (1990). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo


Persada.

Sihabudin, A. (2019). Komunikasi Antarbudaya, Satu Perspektif Multidimensi.


Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Sutardi, T. (2007). Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya. Bandung: PT.


Setia Purna Inves.

12

Anda mungkin juga menyukai