PROPOSAL SKRIPSI
Oleh
CINDY RATNASARI
NIM 1811021043
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2022
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang dan Masalah ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................... 10
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 12
i
B. Lokasi Dan Waktu .................................................................................... 36
C. Data Dan Sumber Data ............................................................................. 37
D. Metode Analisis Data ............................................................................... 39
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
Dalam arti luas, pengertian industri adalah segala kegiatan ekonomi yang
bersifat produktif atau menghasilkan keuntungan. Dalam arti sempit, pengertian
industri adalah usaha manusia mengolah bahan mentah atau bahan baku menjadi
bahan setengah jadi atau barang jadi sehingga memperoleh keuntungan atau
profit. Berdasarkan etimologi, kata “industri” berasal dari bahasa Inggris
“industry” yang berasal dari bahasa Prancis Kuno “industrie” yang berarti
“aktivitas” yang kemudian berasal dari bahasa Latin “industria” yang berarti
“kerajinan, aktivitas”. Dengan menggunakan skala mikro lebih mempermudah
karena analisis-analisis dalam teori mikroekonomi bertitiktolak dari
pandandangan yang mengganggap bahwa faktor-faktor produksi atau sumber
produksi yang dimiliki masyarakat adalah terbatas, sedangkan keinginan manusia
tidak terbatas. (Sadono Sukirno,2016).
Kegiatan produksi tidak akan terwujud dan terlaksana tanpa adanya alat
atau benda yang digunakan untuk memproduksi suatu barang. Dalam kegiatan
produksi dibutuhkan tempat untuk produksi, peralatan produksi dan orang yang
melakukan produksi. Apa itu produksi? Kata produksi berasal dari bahasa Inggris
to produce yang artinya menghasilkan. Jadi, produksi berarti kegiatan
menghasilkan atau menciptakan barang dan jasa. Individu atau kelompok yang
melakukan proses produksi disebut produsen. Sedangkan, barang atau jasa yang
dihasilkan dari produksi disebut produk. Lengkapnya, pengertian produksi adalah
kegiatan yang dilakukan oleh orang atau badan (produsen) untuk menghasilkan
atau menambah nilai guna suatu barang atau jasa. Sebagai contoh, petani bekerja
di sawah untuk menghasilkan barang dan jasa dan nelayan pergi ke laut untuk
menangkap ikan. Petani dan nelayan termasuk produsen. Dalam arti yang lain,
produksi dapat juga didefinisikan sebagai kegiatan untuk menambah nilai guna
barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia.
2
1. Kegiatan menghasilkan barang dan jasa: Dalam pengertian ini, kegiatan
produksi adalah menghasilkan barang dan jasa yang belum ada sehingga
bertambah jumlahnya atau memperbesar ukurannya. Contoh: usaha
pertanian, peternakan, dan perikanan.
2. Kegiatan menambah nilai guna barang dan jasa: Dalam pengertian ini,
kegiatan produksi juga termasuk kegiatan menambah nilai guna barang
dan jasa sehinggan nilai guna barang dan jasa tersebut menjadi lebih
tinggi. Contoh: membuat tempe dari kedelai, membuat keripik singkong
dari singkong atau membuat pakaian dari kain.
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan strategis setelah padi dan
jagung. Sebagai salah satu komoditas palawija, kedelai memegang peranan
penting dalam kebijaksanaan pangan nasional karena kegunaannya yang cukup
beragam, terutama sebagai bahan baku industri pangan (seperti tempe, tahu, tauco,
susu kedelai, minyak makan dan tepung kedelai) dan bahan baku industri pakan
ternak (Zakiah, 2011). Konsumsi kedelai dipastikan akan terus meningkat setiap
tahunnya seiring dengan pertambahan populasi penduduk dan meningkatnya
konsumsi masyarakat terhadap produk turunan kedelai (Mursidah, 2015).
3
Kedelai merupakan bahan baku utama dalam usaha pembuatan tempe
melalui proses fermentasi biji kedelai oleh kapang Rhizopus oligospurus (Bavia et
al., 2012) atau ragi tempe (Suprapti, 2017). Indonesia merupakan negara produsen
tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50
persen dari konsumsi kedelai Indonesia diserap oleh industri tempe, 40 persen
tahu dan 10 persen dalam bentuk produk lain seperti tauco dan kecap (Rayandi,
2018).
4
Di tengah perekonomian global seperti sekarang, industri pengeolahan
tempe menghadapi banyak tantangan. Tantangan tersebut diantaranya: 1)
banyaknya pesaing baik dalam skala besar maupun kecil, domestik maupun asing,
yang kompetitif, dan 2) keterbatasan yang dimiliki industri pengeolahan tempe
dalam hal infrastruktur, modal, pengetahuan maupun kemampuan (skill) berkaitan
dengan pemanfaatan teknologi. Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan
Kuncoro (2018) yang menyebutkan bahwa terdapat tiga permasalahan utama yang
dihadapi oleh industri pengeolahan tempe, yaitu kurangnya permodalan, pasar
yang sangat bersaing, dan sulit mendapatkan bahan baku. Selain itu, minimnya
modal dan kurangnya pengetahuan tentang teknologi informasi membuat
kebanyakan industri pengeolahan tempe masih melakukan proses bisnisnya secara
manual. Diperlukan langkah strategis untuk menghadapi tantangan tersebut diatas,
yakni, industri pengeolahan tempe harus memiliki keunggulan kompetitif yang
memungkinkan mereka untuk meminimalkan biaya sekaligus meningkatkan
keuntungan, dengan dukungan teknologi informasi.
5
Tabel 1 Jumlah Industri Rumah Tangga Tempe di Propinsi Lampung
7 Tanggamus 41 3,09
Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah industri tempe yang ada di Bandar
Lampung sebanyak 302 buah atau sebesar 22,77 % dari total jumlah industri
tempe di Provinsi Lampung. Implikasi dari banyaknya industri rumah tangga
tempe adalah bahwa industri rumah tangga tempe sangat kompetitif dan baik
untuk pemerataan kesempatan berusaha. Pemerataan kebutuhan konsumsi tempe
bagi masyarakat Lampung dipenuhi oleh sentra produksi tempe yang tersebar di
berbagai wilayah pedesaan dan perkotaan. Wilayah yang dinilai memiliki prospek
baik untuk pengembangan industri tempe adalah Kota Bandar Lampung. Salah
satu indikatornya yaitu banyaknya jumlah pengrajn industri kecil tempe yang
tersebar diberbagai sentra produksi tempe itu sendiri antara lain daerah kelurahan
Gunung Sulah.
6
Kelurahan Gunung Sulah merupakan Wilayah Kecamatan Way Halim Kota
Bandar Lampung Provinisi Lampung. Berdasarkan data keadaan penduduk di
Kelurahan Gunung Sulah memiliki jumlah penduduk ± 10.550 jiwa dengan ±
6.804 Kepala Keluarga (BPS, 2022). Masyarakat di Kelurahan Gunung Sulah
memiliki mata pencaharian yang bermacam-macam untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. di Kelurahan Gunung Sulah berjumlah 181 pengrajin. Agroindustri
rumah tangga di Kelurahan Gunung Sulah dibagi menjadi dua yaitu agroindustri
tahu dan tempe. Saat ini, terdapat sebanyak 115 orang sebagai pengrajin tahu dan
66 orang sebagai pengrajin tempe (Kelurahan Gunung Sulah, 2022). Agroindustri
tahu dan tempe di daerah tersebut sudah ada dan berkembang sejak lama. Banyak
dari mereka yang menjalankan usaha tersebut secara turun-temurun dengan
memanfaatkan keterampilan yang telah mereka miliki. Untuk mendirikan industri
pembuatan tempe terkadang pengrajin mendapatkan kesulitan diantaranya modal
terbatas, bahan mentah yang mahal, tenaga kerja dan strategi pemasaran produk.
Jika dilihat dari sisi kemudahan dalam melakukan pengolahannya, tempe
tergolong olahan kedelai yang relatif lebih mudah pengolahannya dibandingkan
dengan tahu. Sebab, meskipun pembuatannya tidak membutuhkan waktu yang
lama, namun tempe sudah memiliki nilai ekonomis dan umumnya banyak disukai
oleh masyarakat sebagai pelengkap makanan pokok sehari-hari.
7
Tabel 2 Keadaan Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian di
Kelurahan Gunung Sulah Kota Bandar Lampung 2019
8
memiliki ukuran yang lebih besar dan lebih seragam serta tekturnya tidak keras,
disamping harganya yang lebih murah. Harga kedelai impor di Provinsi Lampung
tercatat sekitar Rp. 8.500,- per kilogram lebih murah daripada kedelai kuning
lokal yaitu Rp. 12.000,- per kilogram (Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Provinsi Lampung, 2017).
9
bahan baku pembuatan tempe, pengusaha tempe, pengecer, dan warung-warung
makan penjual menu berbasis olahan kedelai bereaksi keras. Utilitas industri
tempe nasional tercatat mengalami kenaikan selama pandemi virus corona atau
Covid-19 sejak April 2020. Dan kenaikan tersebut juga dirasakan oleh pengusaha
industri tempe di Kelurahan Gunung Sulah. Para perajin tempe di Kelurahan
Gunung Sulah dapat meningkatkan tingkat kesejahteraannya mengingat harga jual
ekspor jauh lebih tinggi daripada harga jual tempe di pasar tradisional. Tempe
merupakan salah satu makan tradisional yang cukup populer begitupun dengan
tahu, selain rasanya yang enak, harga murah dan nilai gizinya yang tinggi. Bahan
makanan ini merupakan produk olahan dari kacang kedelai, meskipun berharga
murah tetapi tahu dan tempe mempunyai mutu yang istimewa yang dapat dilihat
dari segi kandungan gizinya. Namun saat ini produk tempe lebih banyak di
inovasi dan dikembangakan dibandingkan produk tahu, inovasi tersebut mulai dari
gorengan tempe kekinian yang banyak dijual dipasaran hingga digunakan pada
menu-menu masakan di restoran besar. Hal tersebut membuat konsumsi tempe
pada masa pandemi covid-19 di masyarakat Kelurahan Gunung Sulah lebih tinggi
dibandingkan konsumsi tahu, adapun perbandingan rata-rata konsumsi tempe dan
tahu per kapita dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:
10
sebesar 0,175 kg/ minggu sedangkan tahu sebesar 0,142/minggu. Kemudian pada
tahun 2021, tingkat konsumsi tempe dan tahun kembali mengalami peningkatan
dan tingkat konsumsi tempe masih lebih tinggi daripada tingkat konsumsi tahu,
yaitu sejumlah 0,186 kg/minggu sedangkan untuk tahu 0,150 kg/minggu.
Adanya Covid-19 memberikan dampak positif bagi industri tempe di
Kelurahan Gunung Sulah yaitu tingkat konsumsi tempe yang mengalami
kenaikan. Dampak positif dari meningkatnya tingkat konsumsi tempe di
Kelurahan Gunung Sulah akan berpengaruh terhadap faktor produksi yang secara
otomatis juga akan berpengaruh terhadap pendapatan usaha.
11
kedelai secara terus menerus, berakibat pada berkurangnya kemampuan
pengerajin untuk terus berproduksi, terutama pengerajin yang memiliki modal
terbatas. Kenaikan harga kedelai ternyata berdampak pada kesulitan para
pengerajin tempe dalam mempertahankan usahanya jika tidak kreatif. Namun
pendapatan mereka tetap saja berkurang. Campur tangan pemerintah sangat
dibutuhkan dalam menstabilkan harga kedelai. Harga bahan baku kedelai impor
yang pada tahun 2017 sebesar 8.500/kg harga normalnya, pada tahun 2021
menjadi 10.000/kg, semakin meningkatnya harga bahan baku mengakibatkan
pengrajin tempe memperoleh keuntungan yang kecil disebabkan jumlah modal
yang harus dikeluarkan cukup tinggi untuk memebeli bahan baku pembuatan
tempe yaitu kedelai. Meskipun harga bahan baku kedelai meningkat tetapi
pengrajin tempe di Gunung Sulah tidak dapat menaikkan harga jual tempe
disebabkan tingkat daya beli konsumen, jika harga tempe dinaikan konsumen
cenderung lebih memilih membeli tempe dengan produsen yang menjual tempe
lebih murah. Upaya-upaya yang dilakukan pengusaha tempe untuk survive dalam
meningkatkan perekonomian keluarga para pengrajin memanfaatkan ampas tahu
yang digunakan untuk bahan pembuatan tempe gembos, dan memproduksi tempe
dengan ukuran yang lebih kecil sehingga perekonomian keluarga mendapatkan
tambahan. Hal ini merupakan kerja keras yang dilakukan pengusaha tempe dalam
memenuhi perekonomian keluarga.
Industri tempe di Kelurahan Gunung Sulah umumnya menggunakan
tenaga kerja dari dalam keluarga dan tetangga terdekat dalam proses pembuatan
tempe. Pengrajin tempe numumnya juga merangkap sebagai tenaga pemasaran
tempe. Konsumen produk tempe bungkus daun dan plastik ini umumya adalah
pemilik warung soto, penjual gorengan, pedagang sayur keliling, dan rumah
makan lainnya.
Pengrajin tempe di Kelurahan Gunung Sulah sudah menggunakan alat
penggiling kedelai dalam proses pembuatan tempe. Alat penggiling tempe yang
digunakan berdasarkan pengoperasiannya, dibedakan menjadi alat penggiling
manual dan alat penggiling dinamo. Soeprapti (2017) menyebutkan bahwa mesin
pengupas atau penggiling kedelai yang dioperasikan secara manual memiliki
kapasitas sekitar 50 kg/jam, sedangkan yang dilengkapi motor penggerak ¼ PK
12
memiliki kapasitas ± 200 kg/jam. Proses penggilingan dengan mesin penggiling
dinamo akan lebih mudah pengoperasiannya dan lebih cepat daripada penggiling
manual. Dengan jumlah produksi yang kecil dibawah kapasitas alat yang tersedia,
diduga penggunaan faktor-faktor produksi industri tempe bungkus daun dan
plastik di Kelurahan Gunung Sulah menjadi kurang produktif untuk menghasilkan
output yang lebih banyak dan memaksimalkan keuntungan.
13
B. Rumusan Masalah
Alokasi input yang tidak tepat dapat menyebabkan pendapatan terhadap
industri pengolahan tempe di Kelurahan Gunung Sulah tidak maksimal. Upaya
perbaikan pada aspek produksi diperlukan sehingga industri pengolahan tempe
dapat meningkatkan produksi untuk memperoleh pendapatan maksimum. Industri
pengolahan tempe diharapkan dapat memahami tentang pengaruh penggunaan
faktor-faktor produksi terhadap efisiensi usaha untuk mengoptimalkan
pendapatannya. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian mengenai analisis
efisiensi penggunaaan faktor-faktor produksi dan pendapatan pada industri
pengolahan tempe kedelai di Kelurahan Gunung Sulah. Berdasarkan uraian
tersebut dapat dirumuskan permasalahan industri tempe yang akan analisis dalam
penelitian ini, sebagai berikut :
1. Apa pengaruh dari faktor-faktor produksi terhadap industri pengolahan
tempe di Kelurahan Gunung Sulah ?
2. Efisien atau tidak penggunaan faktor-faktor produksi terhadap industri
pengolahan tempe di Kelurahan Gunung Sulah ?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap industri
pengolahan tempe di Kelurahan Gunung Sulah.
2. Menganalisis tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada
industri pengolahan tempe di Kelurahan Gunung Sulah.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dan memberikan manfaat sebagai
berikut :
a. Manfaat Empiris
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat kepada
pengrajin tempe, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam penerapan produksi tempe yang efisien dan
menguntungkan.
14
b. Manfaat Teoritis
1. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai sarana untuk
menerapkan teori yang sudah dipelajari selama perkuliahan.
2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran dan
bahan masukan dalam pengembangan industri pengolahan tempe di
Kelurahan Gunung Sulah
3. Bagi pihak lain, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan
kajian dan referensi pada permasalahan yang sama.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori Produksi
16
Jadi produksi meliputi semua aktifitas menciptakan barang dan jasa. Dari
pengertian produksi diatas, maka produksi pertanian atau perkebunan dapat
diartikan usaha untuk memelihara dan mengembangkan suatu komoditi untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Dalam proses produksi, untuk menambah
guna atau manfaat makan dilakukan beberapa proses mulai dari persiapan lahan,
penanaman bibit, pemupukan, penyiangan, pemangkasan, pemeliharaan dan
proses lainnya untuk memperoleh manfaat atau hasil dari suatu komoditi pertanian
tersebut.
Dalam sistem produksi terdapat beberapa karakteristik yang harus
diperhatikan, diantaranya (Masyhuri, 2017) :
a. Mempunyai keterkaitan antara komponen satu dengan komponen yang lainnya
yang membentuk dalam satu kesatuan yang saling mendukung dalam mencapai
tujuan.
b. Tujuan yang ia miliki akan memberikan karakteristik atau ciri khas dari
keberadaan daripada barang atau jasa yang diproduksi.
c. Keberadaannya akan menentukan tingkat (grade) harga produk.
d. Memiliki aktivitas yang ia miliki dalam rangka transformasi nilai tambah dari
input ke output secara optimal.
e. Memiliki sistem umpan balik guna mengendalikan alokasi input, proses, dan
pemanfaatan teknologi adalah sebagai upaya menjadi kelestarian kualitas
produk.
1. Fungsi Produksi
Hubungan diantara faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang
diciptakannya dinamakan fungsi produksi. Menurut Sadono Sukirno (2015),
faktor-faktor produksi dapat dibedakan kepada empat golongan, yaitu tenaga
kerja, tanah, modal dan keahlian keusahawan. Fungsi produksi selalu
dinyatakan dalam bentuk rumus seperti berikut ini :
Q = f(K,L,R,T)
Dimana: Q = jumlah produksi,
K = jumlah stok modal,
L = jumlah tenaga kerja (meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan
17
keahlian keusahawanan,
R = kekayaan alam,
T = tingkat teknologi yang digunakan.
18
a. Faktor produksi tetap (fixed input).
Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah
penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada atau
tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia.
Contoh faktor produksi tetap dalam hal ini adalah alat atau mesin yang
digunakan dalam proses produksi. Sampai titik interval produksi
tertentu jumlah mesin tidak perlu ditambah. Tetapi jika tingkat produksi
menurun bahkan sampia nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin
tidak bisa dikurangi.
b. Faktor Produksi Variable (Variable Input).
Faktor produksi variabel adalah faktor produksi di mana jumlah
dapat berubah dalam waktu yang relatif singkat sesuai dengan jumlah
output yang dihasilkan. Contoh faktor produksi variabel dalam produksi
adalah bahan baku dan tenaga kerja. Jumlah penggunaan faktor
produksi variabel tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar
tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang
digunakan. Begitu juga sebaliknya
Pengertian faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel terkait erat
dengan waktu yang dibutuhkan untuk menambah atau mengurangi faktor
produksi tersebut. Para ahli ekonomi sering membagi kurun waktu produksi
menjadi dua macam, yaitu jangka panjang (long run) dan jangka pendek
(short run). Dalam jangka panjang (long run) semua faktor produksi sifatnya
variabel. Output dapat dinaikkan dengan mengubah faktor produksi atau input
dalam tingkat kombinasi seoptimal mungkin. Perubahan input ini dapat
memiliki proporsi yang sama atau berbeda. Teori ekonomi tradisional
menekankan pada perubahan proporsi yang sama, sehingga dalam jangka
panjang berlaku law of return to scale.
Dalam jangka pendek (short run) faktor tenaga kerja dianggap sebagai
faktor produksi tetap dan berlaku hukum tambah hasil yang semakin
berkurang atau Law of Diminishing Return. Law of Diminishing Return
menyatakan bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya
19
terus menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan
semakin banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat
tertentu produksi tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya mencapai
nilai negatif. Sifat pertambahan produksi seperti ini menyebabkan
pertambahan produksi total semakin lambat dan akhirnya mencapai tingkat
yang maksimum dan kemudian menurun (Sadono Sukirno, 2015).
Dalam ekonomi prosuksi, yang paling penting adalah fungsi produksi.
Ini disebabkan karena beberapa hal, yaitu :
a. Dengan fungsi produksi, maka produsen dan/ peneliti akan
mengetahui seberapa besar kontribusi dari masing-masing input
dan output.
b. Dengan fungsi produksi, maka produsen dan/ peneliti akan
mengetahui alokasi penggunaan input dalam memproduksi suatu
output secara optimal.
c. Dengan fungsi produksi, maka produsen dan/ peneliti dapat
mengetahui hubungan antara factor produksi dan produksi secara
langsung.
d. Dengan fungsi produksi, maka produsen dan/ peneliti dapat
mengetahui hubungan antara variabel tak bebas dan variabel yang
bebas.
2. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi Cobb-Douglas terkenal digunakan dalam
menganalisis produksi baik di dalam ataupun diluar pertanian. Fungsi
produksi Cobb-Douglas pertama kali dikenalkan oleh Cobb, C.W dan
Douglas,P.H melalui artikelnya yang berjudul “A Theory of Production”
pada tahun 1928. Artikel tersebut dipublikasikan pertama kali di Jurnal
American Economic Review halaman 139-169. Fungsi produksi ini banyak
digunakan karena kesederhanaannya (Debertin, 2012).
Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan
yang melibatkan dua atau lebih variabel dimana variabel yang satu
variable dependen, yang dijelaskan yaitu Y dan yang lain disebut variabel
independen, yang menjelaskan yaitu X. Penyelesaian hubungan antara Y
20
dan X biasanya dengan cara regresi yaitu variasi Y akan dipengaruhi oleh
variasi dari X. Bila fungsi produksi Cobb-Douglas dinyatakan oleh
hubungan Y dan X maka :
Y = f(X1, X2,....Xn)
21
elastisitasnya makin besar pula kemampuannya untuk menggantikan faktor
produksi lainnya. Jumlah dari elastisitas merupakan ukuran return to scale.
Menurut Soekartawi, 2013 sebelum menggunakan fungsi Cobb-
Douglas, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. Persyaratan
tersebut antara lain sebagai berikut :
a. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol. Sebab logaritma dari
nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
b. Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan
teknologi pada setiap pengamatan (non-neutral difference
intherespectif technologies). Ini artinya, kalau fungsi Cobb-Douglas
yang dipakai sebagai model dalam suatu pengamatan, dan bila
diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model
katakanlah dua model, maka perbedaan model tersebut terletak pada
intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.
c. Tiap variabel X adalah perfect competition.
d. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah
tercakup pada faktor kesalahan.
22
b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan
menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan
besaran elastisitas.
c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran
return to scale.
3. Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Tempe
1. Kedelai
Kedelai merupakan faktor produksi yang utama dalam melakukan
usaha pembuatan tempe. Pembuatan tempe murni (tanpa bahan campuran)
dapat menghasilkan rendemen sebesar 1,5 kg tempe kedelai (Suprapti,
2007). Naelis dan Novindra (2015) menyatakan alasan industri tempe
sangat tergantung dan lebih menyukai menggunakan kedelai impor karena
kualitas kedelai impor lebih seragam, butiran-butiran lebih besar, harga
relatif lebih murah daripada kedelai lokal. Industri tempe lebih menyukai
menggunakan kedelai impor karena tempe yang dihasilkan memiliki
penampilan dan rasa yang lebih unggul, tidak menghasilkan bau langu atau
bau khas yang terdapat pada tempe yang menggunakan kedelai lokal.
2. Ragi
Ragi tempe merupakan bibit yang mengandung kapang Rhizopus sp.
Yang dipergunakan untuk proses fermentasi kedelai menjadi tempe.
Peragian memegang kunci berhasil tidaknya dalam membuat tempe.
Kurangnya pemberian ragi akan membuat tempe tidak jadi, karena
pertumbuhan miselia/hifa kapang Rhizopus sp. pada kedelai tidak berjalan
dengan baik. Menurut Suprapti (2007), jumlah pemakaian (dosis) yang
tetap akan menghasilkan kualitas tempe yang stabil. Ragi tempe
konsentrasi 3% sebanyak 50 g mampu untuk memfermentasi 1 kg kedelai
hingga menjadi 1,5 kg tempe dalam waktu 30 jam. Pengrajin tempe
tradisional atau skala kecil menggunakan ragi kadangkala hanya
berdasarkan perkiraan saja, tanpa menggunakan sarana pendukung berupa
timbangan atau takaran.
23
3. Pembungkus tempe
Kedelai yang telah diberi ragi membutuhkan bahan pembungkus
atau pengemas selama proses fermentasi. Jika jumlah kedelai yang
digunakan dalam produksi tempe semakin banyak, maka jumlah
pembungkus yang dibutuhkan juga semakin banyak. Kekurangan
bahan pembungkus dapat mengakibatkan proses fermentasi tidak akan
berjalan dengan baik. Pengrajin tempe pada umumnya menggunakan
dua jenis pembungkus, yaitu daun pisang dan plastik. Hidayat et al.
(2006) menyatakan bahwa faktor utama yang menentukan bahwa
pembungkus dapat menghasilkan tempe yang baik ialah aerasi dan
kelembaban. Pembungkus yang baik dapat menjamin aerasi yang
merata secara terus menerus, sekaligus dapat menjaga kelembaban
tetap tinggi tanpa menimbulkan pengembunan. Kelembaban yang
cocok untuk pertumbuhan kapang adalah 90 – 95%. Tempe yang
dibungkus dengan daun pisang memberikan kondisi penyimpanan
didalam ruang gelap (salah satu syarat terjadinya fermentasi). Aerasi
(sirkulai udara) juga tetap dapat berlangsung melalui celah-celah yang
ada (Meilina, 2012). Produk yang dibungkus oleh daun biasanya
memiliki aroma yang khas karena daun mengandung polifenol yang
merupakan salah satu senyawa penghasil aroma. Kantong plastik juga
dapat digunakan untuk membungkus tempe, namun karena bersifat
kedap udara maka permukaan plastik harus dilubangi agar supaya
aerasi dapat terjadi. Pengrajin tempe yang memilih menggunakan
pembungkus plastik karena lebih praktis (Sayuti, 2015).
4. Bahan Bakar
Bahan bakar diperlukan dalam proses perebusan kedelai
supaya menjadi lebih lunak sehingga proses penggilingan dan
fermentasi kedelai dapat berjalan lebih baik. Produksi tempe dalam
jumlah banyak membutuhkan bahan bakar yang lebih banyak pula.
Bahan bakar yang digunakan dapat berupa kayu, minyak tanah atau
gas elpiji. Bahan bakar yang digunakan oleh pengrajin tempe di
daerah penelitian adalah kayu bakar.
24
5. Tenaga Kerja
Penggunaan tenaga kerja dalam usaha pembuatan tempe mutlak
diperlukan selama proses produksi, yang meliputi: perendaman,
perebusan, penggilingan, pengukusan, peragian, dan pengemasan.
Faktor tenaga kerja menggunakan hitungan jumlah jam kerja yang
digunakan selama proses produksi.
6. Peralatan
Beberapa peralatan yang digunakan sebagai sarana
pengolahan kedelai menjadi tempe, antara lain: kompor/tungku, panci,
tampah/nyiru, bak/ember, alat peniris, dan mesin pengupas kedelai.
Semakin banyak jumlah kedelai yang digunakan maka jenis dan
jumlah peralatan yang dibutuhkan juga semakin bertambah, yang
berarti semakin besar pula modal yang dibutuhkan untuk investasi
peralatan. Penggunaan peralatan pada usaha skala kecil dapat menjadi
kurang efisien bila jumlah bahan baku yang digunakan dibawah
kapasitas peralatan yang tersedia.
7. Air
Air diperlukan dalam proses produksi tempe antara lain untuk
pencucian, perendaman, perebusan dan pengukusan kedelai. Air yang
digunakan dalam proses pengolahan kedelai harus memenuhi
persyaratan standar air minum untuk menghasilkan kualitas tempe
yang baik.
B. Teori Industri
Pada dasarnya setiap industri, baik industri besar, menengah, dan kecil
menghadapi berbagai macam masalah. Demikian juga untuk industri tempe di
Kota Bandar Lampung khususnya Kelurahan Gunung Sulah Kota Bandar
Lampung mengalami banyak masalah untuk mengembangkan usahanya. Berikut
ini pengertian industri menurut beberapa sumber:
Menurut Undang-Undang Nomor 3 tahun 2014 tentang perindustrian
memberikan definisi industri sebagai seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang
mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga
25
menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi,
termasuk jasa industri. Undang-Undang tersebut menyebutkan bahwa industri
kecil ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai investasi, tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Badan Pusat Statistik (2016) membuat batasan tentang industri pengolahan
yaitu suatu kegiatan ekonomi yang melakukan kegiatan mengubah suatu barang
dasar secara mekanis, kimia, atau dengan tangan sehingga menjadi barang
jadi/setengah jadi, dan atau barang yang kurang nilainya menjadi barang yang
lebih tinggi nilainya, dan sifatnya lebih dekat kepada pemakai akhir. Adapun
perusahaan atau usaha industri adalah suatu unit (kesatuan) usaha yang melakukan
kegiatan ekonomi, bertujuan menghasilkan barang atau jasa, terletak pada suatu
bangunan atau lokasi tertentu, dan mempunyai catatan administrasi tersendiri
mengenai produksi dan struktur biaya serta ada seorang atau lebih yang
bertanggung jawab atas usaha tersebut.
Penggolongan industri pengolahan menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
berdasarkan tenaga kerja dibagi dalam 4 golongan yaitu :
1. Industri Besar (banyaknya tenaga kerja 100 orang atau lebih)
2. Industri Sedang (banyaknya tenaga kerja 20-99 orang)
3. Industri Kecil (banyaknya tenaga kerja 5-19 orang)
4. Industri Rumah Tangga (banyaknya tenaga kerja 1-4 orang)
26
1. Industri Pengolahan Tempe
27
menggunakan kedelai impor. Penggunaan kedelai impor ini didasarkan karena
jenis kedelai ini memiliki keunggulan dibandingkan kedelai lokal, yaitu :
1. Ukuran kedelai impor relatif besar, sehingga kepingan kedelai setelai
rebusan dan perendaman juga relatif besar.
2. Biji kedelai relatif bersih dari kotoran sehingga memudahkan proses
pencucian, kemudian warna irisan tempe kuning terang (cerah).
Dalam kacang kedelai terkandung gizi yang tinggi, terutama kadar protein
nabatinya. Selain itu kadar asam amino kedelai termasuk paling lengkap. Tiap
satu gram asam amino kedelai mengandung 340 mgr soleusin, 480 mgr leusin,
400 mgr fenilalamin, 200 mgr tirosin, 80 mgr metionin, 110 mgr sistin, 250 mgr
reunin, 90 mgr triptiofan, dan 330 valin. Kedelai selain berguna untuk mencukupi
kebutuhan gizi tubuh, juga merkhasiat sebagai obat beberapa penyakit, Rukmana
dan Yuniarsih (2015).
Ragi yang digunakan oleh para pengrajin reponden ada dua jenis, yaitu ragi
bubuk dann ragi batangan. Ragi bubuk merupakan ragi yang sudah jadi dan dapat
langsung digunakan, dikemas dalam plastik. Sedangkan ragi batangan adalah ragi
yang dibuat dari campuran ampas kelapa dengan jamur rhizopus sp. Namun dari
hasil wawancara dengan pengrajin responden, rata-rata mereka menggunakan ragi
bubuk karena kualitas akhir pada tempe menjadi baik hasilnua, tidak biru (putih
bersih) dan tidak berasa kecut.
Alat-alat produksi yang diguinakan dalam industri tempe berupa modal
investasi dalam bentuk fisik seperti : mesin pengelupas kulit kedelai, pisau, bakul,
drum perebusan dan perendaman, dan lain-lain. Alat-alat produksi ini diperoleh
oleh pengrajin responden dengan membeli dipasar atau warung terdekat yang
jumlahnya tergantung dari jumlah produksi yang dihasilkan masing-masing
pengrajin responden. Umur produksi dari alat-alat tersebut relatif lebih lama
antara dua bulan sampai 10 tahun lebih penggunaan sekali proses produksi.
Teknologi yang digunakan pembuatan tempe ini cukup sederhana yaitu
menggunakan fermentasi untuk memunculkan senyawa-senyawa baru yang
dimunculkan oleh ragi yang diberikan pada kacang kedelai yang sudah diolah.
Proses fermentasi ini memakan waktu kedelai yang telah dipilih dan dibersihkan
28
dari kotoran ke dalam drum perebusan yang telah berisi air bersih. Kedelai ini lalu
direbus diatas tungku dengan menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar atau
diatas kompor dengan menggunakan minyak tanah sebagai bahan bakarnya.
Perebusan dlakukan sampai kedelai benar-benar matang dan ciriciri buih
dipermukaan air yang muncul pada saat perebusan telah hilang disebabkan
penguapan. Setelah itu kedelai beserta air rebusannya dipindahkan ke dalam
perendaman. Proses ini memakan waktu yang cukup lama sekitar 22-24jam,
dengan tujuan agar menciptakan keasaman pada kedelai yang diolah tersebut.
Keasaman ini dapat diketahui dengan melihat perubahan yang terjadi pada air
dalam drum perendaman yaitu warna air rendaman yang sebelumnya bening
berubah menjadi warna putih susu dan berlendir. Pengasaman ini dapat dipercepat
dengan menambah lagi cairan lendir pada saat perendaman kedelai sebelumnya.
Kedelai yang telah direndam ini kemudian dipindahkan lagi ke dalam drum atau
bak untuk dicuci. Pada proses pencucian ini, sekaligus dilakukan pemecahan
kedelai menjadi kepingan di satu tempat.Kedelai dicuci dengan penyiraman air
bersih kedalam bak, lalu dilakukan penginjakan-penginjakan kedelai agar terpisah
menjadi kepingan-kepingan dan kulit-kulitnya terkelupas, proses pencucian ini
juga harus teliti dan seksama, sebab rasa tempe yang gurih atau tidak tergantung
dari pencucian kedelai.
Kedelai yang pencuciannya tidak bersih akan menyebabkan tempe itu
mudah rusak dan berasa kecut. Kedelai cucian diunggap bersih hingga permukaan
kepingan kedelai tidak lengket pada saat disentuh dan lendir yang menyelimutinya
hilang. Kedelai tersebut kemudian ditiriskan dengan dipindahkan ke dalam bakul
selama 1-2 jam. Namun seringkali pengrajin menyiram kedelai yang diperoleh
agar lebih bersih. Kemudian kedelai tersebut, setelah ditiriskan, dipindahkan lagi
ke dalam tampah besar atau bak yang alasnya dilapisi plastik. Setelah itu, mulai
proses peragian pada kedelai yang sudah diolah dengan mencampur kedelai
tersebut dengan bubuk ragi tergantung dari banyaknya kedelai. Namun ada juga
peragian tersebut dilakuakan dengan menggunakan ragi batangan yang diolah dari
campuran jamur asli dengan ampas kelapa yang telah dikeringkan. Pencampuran
kedelai ini dilakukan secara merata agar jamur yang tumbuh pada tempe tumbuh
merata pula. Setelah proses peragian ini selesai kemudian dilakukan pengemasan
29
dengan menggunakan plastik yang telah diberi lubang untuk rongga udara.
Kedelai yang sudah dikemas lalu disusun di rak-rak bambu atau kerek yang
disimpan pada tempat yang teduh gar proses fermentasi berjalan dengan baik.
Gambar 1
Pembuatan Tempe
30
menggunakan beberapa jenis kapang Rhizopus sp. yang secara umum dikenal
sebagai ragi tempe (Salim, 2012). Warna khas dari tempe adalah putih, warna
ini dikarenakan adanya warna miselia kapang Rhizopus sp. yang tumbuh pada
permukaan kacang kedelai dan merekatkan biji-biji kedelai sehingga
terbentuk tekstur yang memadat. Degradasi komponen-komponen kedelai
selama fermentasi membuat tempe memiliki rasa dan aroma khas (Sayuti,
2015).
3. Bahan Baku Tempe
Industri tempe umumnya menggunakan kedelai kuning (Glicyne max)
sebagai bahan baku karena menghasilkan warna dan tekstur yang disukai
konsumen, serta cita rasa yang nikmat. Di Indonesia, pengrajin tempe lebih
banyak menggunakan kedelai impor karena memiliki ukuran yang lebih besar
dan lebih seragam daripada kedelai lokal. Disamping itu, ketersediaan kedelai
lokal yang masih rendah belum dapat mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Produksi kedelai di dalam negeri hanya mampu memenuhi 65,61%
kebutuhan, sedangkan 35 % dipenuhi dari kedelai impor (Aldillah, 2015).
Kebutuhan kedelai ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahunnya
dikarenakan bertambahnya populasi penduduk, peningkatan pendapatan per
kapita, dan kesadaran masyarakat akan pangan yang bergizi dengan harga
terjangkau. Ketidakstabilan produksi kedelai nasional disebabkan oleh adanya
penurunan luas panen kedelai yang tidak diimbangi dengan peningkatan
produktivitas kedelai.
4. Manfaat Tempe
Tempe merupakan sumber protein murah meriah yang dapat
dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan gizi dan menjaga kesehatan tubuh.
Meilina (2012) menjelaskan bahwa secara kuantitatif, nilai gizi tempe sedikit
lebih rendah dari pada nilai gizi kedelai, namun secara kualitatif nilai gizi
tempe lebih tinggi karena tempe mempunyai nilai cerna yang lebih baik
daripada kedelai. Hal ini disebabkan kadar protein yang larut dalam air akan
meningkat akibat aktivitas enzim proteolitik. Oleh karena itu, tempe dapat
diberikan kepada segala kelompok umur.
31
Tabel 4 Kandungan Unsur Gizi Tempe Kedelai Murni
(Tanpa bahan Campuran)
C. Teori Efisiensi
Efisiensi dalam produksi merupakan ukuran perbandingan antara output dan
input. Konsep efisiensi diperkenalkan oleh Michael Farrell dengan
mendefinisikan sebagai kemampuan organisasi produksi untuk menghasilkan
produksi tertentu pada tingkat biaya minimum (Kusumawardani, 2013). Efisiensi
32
Harga (Alokatif) berhubungan dengan keberhasilan petani dalam mencapai
keuntungan maksimum pada jangka pendek, yaitu efisiensi yang dicapai dengan
mengkondisikan nilai produk marjinal sama dengan harga input (NPMx=Px atau
Indeks Efisiensi harga = ki =1).
Apabila ki > 1 berarti usaha tani belum mencapai efisiensi alokasi sehingga
pengawasan factor produksi perlu ditambah agar mencapai optimal dengankan
jika k < 1 maka penggunaan factor produksi terlalu berlebihan dan perlu dikurangi
agar mencapai kondisi optimal. Prinsip ini merupakan konsep yang konvensional
dengan mendasarkan pada asumsi bahwa petani menggunakan teknologi yang
sama dan petani menghadapi harga yang sama.
Nicholson (1995) mengatakan bahwa efisiensi harga tercapai apabila
perbandingan antara nilai produktivitas marginal masing-masing input (NPMxi)
dengan harga inputnya (vi) atau ki = 1. Kondisi ini menghendaki NPMx sama
dengan harga factor produksi X atau dapat ditulis sebagai berikut :
Dimana : b = elastisitas
Y = produksi
Py = Harga produksi Y
X = Jumlah faktor produksi X
Px = Harga faktor produksi X
Dalam banyak kenyataan NPMx tidak selalu sama dengan Px. Yang sering
terjadi adalah sebagai berikut (Soekawarti, 1990) :
a. (NPMx / Px) > 1 : artinya menggunakan input X belum efisien, untuk
mencapai efisien input X perlu ditambah.
b. (NPMx / Px) < 1 : artinya menggunakan input X belum efisien, untuk
menjadi efisienmaka penggunaan input X perlu dikurangi.
33
c. (NPMx / Px) = 1 : artinya menggunakan input X efisien.
EE = (ET) x (EH)
34
D. Skala Usaha
Skala Usaha (return to scale) menggambarkan respon jumlah output
terhadap kenaikan seluruh input secara bersamaan (Nicholson (2012). Analisis
skala usaha (return to scale) digunakan untuk mengkaji kemungkinan perluasan
usaha dalam proses produksi, yang merupakan upaya memaksimalkan
keuntungan. Fatma (2019) mengemukakan bahwa perluasan skala usaha akan
membuat rata-rata komponen biaya input tetap per unit output menurun sehingga
keuntungan produsen meningkat. Perluasan skala usaha tidak selamanya akan
menurunkan biaya produksi. Perluasan skala usaha justru dapat meningkatkan
biaya produksi sampai suatu batas tertentu. Analisis skala usaha sangat penting
untuk menetapkan skala usaha yang efisien. Soekartawi (2012) menyatakan skala
usaha untuk mengetahui apakah kegiatan usaha yang diteliti tersebut mengikuti
kaidah increasing, constant, atau decreasing return to scale. Jika jumlah elastisitas
produksi dari fungsi Cobb Douglas dilambangkan dengan ∑bn, maka kondisi
usahatani dapat dibedakan menjadi:
1. Increasing return to scale, bila ∑bn >1, artinya bahwa bahwa proporsi
penambahan faktor produksi (input) akan menghasilkan tambahan
produksi (output) dengan proporsi yang lebih besar.
2. Constant return to scale, bila ∑bn = 1, artinya bahwa proporsi penambahan
faktor produksi (input) sama dengan penambahan produksi (output) yang
dihasilkan.
3. Decreasing return to scale, bila ∑bn < 1, artinya bahwa proporsi
penambahan faktor produksi (input) akan melebihi penambahan produksi
(output)
E. Kerangka Pemikiran
Di Indonesia, tempe umumnya dibuat oleh industri rumah tangga yang
merupakan usaha keluarga turun temurun. Keterbatasan modal, tenaga kerja, dan
volume produksi yang kecil diduga rentan terhadap masalah efisiensi alokasi
input. Pengrajin tempe perlu memahami pengalokasian faktor-faktor produksi
agar kegiatan produksi dapat dilakukan secara efisien sehingga diperoleh output
dan pendapatan yang maksimum. Secara skematis, kerangka pemikiran penelitian
ini ditunjukkan pada Gambar 2.2 berikut ini.
35
Gambar 2. Kerangka Berpikir
Karakteristik Pengrajin:
Faktor-Faktor Produksi
- Jenis Kelamin
- Kedelai
- Usia
- Ragi
- Tingkat Pendidikan
- Pembungkus
- Pengalaman Usaha
- Bahan Bakar
- Asal Ketrampilan
- Tenaga Kerja
- Ukuran Rumah Tangga
Industri Tempe
Rekomendasi
36
F. Hipotesis
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
38
C. Data dan Sumber Data
Penelitian ini mengunakan data terdiri dari dua jenis yaitu data primer dan
data sekunder. Perolehan data primer melalui observasi langsung dilapangan dan
interview atau wawancara dengan responden atau informan pengrajin tempe.
Teknik wawancara mengunakan pedoman pertanyaan wawancara dan kuesioner
yang sudah disusun sebelumnya secara sistematik. Data yang menjadi fokus
adalah karakteristik pengrajin tempe, data penggunaan faktor-faktor produksi dan
harga, komponen biaya produksi, jumlah output yang dihasilkan serta harga jual.
Sedangkan data sekunder di dapat dari laporan oprasional industri pengrajin,
Dinas Perindustrian, perdagangan dan UMKM di Kota Bandar Lampung, Badan
Statistik Pusat maupun provinsi dan literature dari buku dan artikel jurnal.
Teknik/ prosedur atau cara dalam menghimpun data merupakan suatu hal
yang sangat penting di dalam rangkaian penelitian, sehingga data yang diperoleh
sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan. Teknik pengumpulan data
dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan literatur yang kemudian dikaji
sehingga dapat menghasilkan catatan penting yang telah disaring dan dituangkan
dalam kerangka teoritis, kemudian melakukan observasi, wawancara,
dokumentasi dan gabungan dari semuanya (Sugiyono, 2013). Dalam hal ini ada
beberapa point yang benar-benar harus diperhatikan yakni apa, di mana,
bagaimana dan berapa data yang dibutuhkan (Noor, 2008). Adapun metode dalam
pengumpulan data yang telah digunakan dalam penelitian ini yaitu:
a) Observasi (Pengamatan)
39
biaya oprasional, tenaga/ SDM, peralatan, bahan bakar), data atau laporan
produksi berkala. Hasil dari kegiatan observasi yang telah dilakukan
dituangkan ke dalam transkrip, guna memudahkan peneliti dalam
pengarsipan dan tahap analisis data. Observasi ini dapat dilakukan dengan
rekaman gambar, dan rekaman suara. Dalam observasi ini diusahakan
mengamati yang wajar dan sebenarnya tanpa usaha sengaja untuk
dipengaruhi, mengatur atau memanipulasi.
b) Pertanyaan (Kuisioner)
d) Dokumentasi
40
teknik pengumpulan data secara tidak langsung yang ditujukan pada
subjek penelitian, tetapi melalui dokumen (Lexy J. Moleong, 2014).
Dokumen adalah catatan tertulis yang isinya berupa pernyataan tertulis
yang disusun oleh seorang atau lembaga untuk keperluan suatu peristiwa,
dan berguna sebagai sumber data, bukti, informasi alamiah. Dokumentasi
dimaksudkan untuk mengambil fakta-fakta yakni berupa foto-foto kegiatan
yang berlangsung pada industri tempe yang dijadikan obyek penelitian,
catatan, dan transkip.
41
statistika inferensia, yaitu digunakan untuk menarik kesimpulan dari statistik
didasarkan pada sampel yang dipilih dari populasi (Sugiyono, 2013). Data yang
terkumpul meliputi karakteristik pengrajin tempe, input produksi, data
penggunaan faktor dan biaya produksi, dan jumlah output yang dihasilkan. Semua
yang terkumpul kemudian di olah serta dianalisis mengunakan aplikasi atau
perangkat lunak computer baik excel dan aplikasi SPSS.
1. Analisis Faktor Produksi Tempe
Fungsi faktor produksi dapat didefinisikan Ferguson dan Gould (2016)
sebagai berikut:
a. Suatu perencanaan (tabel atau persamaan matematika) yang menunjukkan
jumlah total output menghasilkan salah satu dari beberapa input, yang
dihasilkan dari teknologi yang ada.
b. Hubungan matematis yang menggambarkan suatu cara, dengan sejumlah
input tertentu yang digunakan.
42
Dan Fungsi Cobb-Douglas, dari persamaan fungsi di atas adalah sebagai
berikut :
Y = β0 . X1 β1 . X2 β2 . X3 β3 . e μ
Karena persamaan di atas belum linear, maka fungsi di atas harus di “Ln” kan
sehingga persamaan Linearnya adalah :
Ln Y = Ln β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln X2 + β3 Ln X3 + μ
Keterangan :
Y = Produksi Tempe (potong)
X1 = Modal (rupiah)
X2 = Bahan Baku (kg)
X3 = Tenaga Kerja (jam)
Ln = Logaritma natural
β1 β2 β3 = Parameter yang akan diestimasi
β0 = Konstanta
43
3 Uji Statistik – t
Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah terjadi pengaruh signifikan satu
variabel independen terhadap variabel dependen. Uji statistik ini dapat dilakukan
dengan membandingkan nilai t hitung dan t kritis dengan tingkat kepercayaan
sebesar 95% atau taraf signifikansi sebesar 5%. Formula Hipotesis dalam
penelitian ini yaitu sebagai berikut :
a. Hipotesis H1
H0 : Produksi tempe diduga tidak mendapatkan pengaruh oleh jumlah
kedelai, ragi, pembungkus daun, kayu bakar, dan tenaga kerja.
H1: Produksi tempe diduga dipengaruhi oleh jumlah kedelai, ragi,
pembungkus daun, kayu bakar, dan tenaga kerja.
b. Hipotesis H2
H0 : Skala usaha industri tempe di Kelurahan Gunung Sulah diduga
dalam kondisi Increasing return to scale.
H2 : Skala usaha industri tempe di Kelurahan Gunung Sulah diduga
dalam kondisi Decreasing return to scale.
c. Hipotesis H3
H0 : Pengrajin tempe di Kelurahan Gunung Sulah dalam menggunakan
faktor-faktor produksi diduga sudah efisien.
H3 : Pengrajin tempe di Kelurahan Gunung Sulah dalam menggunakan
faktor-faktor produksi diduga belum efisien
Bila t hitung > tkritis maka Ho ditolak atau menerima Ha dan apabila t
hitung < t kritis maka Ho diterima atau menolak Ha.
4. Uji Statistik F
44
hipotesis diterima yang artinya seluruh variabel independen yang digunakan tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
45
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, P. D., Prasetyo, E., & Setiawan, B. M. (2018). Esiensi Alokatif Dan
Pendapatan Pada Industri Tempe Di Kabupaten Klaten. Argomedia, 36(6), 1–
11.
Becker, F. G., Cleary, M., Team, R. M., Holtermann, H., The, D., Agenda, N.,
Science, P., Sk, S. K., Hinnebusch, R., Hinnebusch A, R., Rabinovich, I.,
Olmert, Y., Uld, D. Q. G. L. Q., Ri, W. K. H. U., Lq, V., Frxqwu, W. K. H.,
Zklfk, E., Edvhg, L. V, Wkh, R. Q., … )2015( . ح,فاطمی. Microeconomics. In
Syria Studies (Vol. 7, Issue 1).
https://www.researchgate.net/publication/269107473_What_is_governance/
link/548173090cf22525dcb61443/download%0Ahttp://www.econ.upf.edu/
~reynal/Civil
wars_12December2010.pdf%0Ahttps://think-asia.org/handle/11540/8282%0
Ahttps://www.jstor.org/stable/41857625
Carla, A., Bavia, F., Eduardo, C., Ferreira, M. P., Leite, R. S., Marcos, J.,
Mandarino, G., & Carrão-panizzi, M. C. (2012). Chemical composition of
tempeh from soybean cultivars specially developed for human consumption
Chemical composition of tempeh from soybean cultivars specially developed
for human consumption. Food Science and Technology, 3(September).
https://doi.org/10.1590/S0101-20612012005000085
46
Catalin Angelo, & Ioan, G. (2015). The Complete Theory of Cobb-Douglas
Production Function. Acta Universitatis Danubius. Economica, 11(11(1)),
74–114. http://ideas.repec.org/a/dug/actaec/y2015i1p74-114.html
Chintya at al. (2012). Analisis Efisiensi Usahatani Padi Sawah. Agribisnis Dan
Agrowisata, 1(1), 1–10.
Cyrilla, L., Moesa, Z., & Putri, S. M. P. (2010). Efi siensi produksi usaha
peternakan domba di desa Cibunian Kecamatan Pamijahan Kabupaten
Bogor. Media Peternakan, 33(1), 55–60.
Dewi Sahara, et al. (2016). Analisis Fungsi Keuntungan Pada Uasahatani Kedelai
di Kabupaten Grobokan, Jawa Tengah. Jurnal Pengkajian Dan
Pengembangan Teknologi Pertanian, 19(10), 85–92.
Ga, M., Yang, M., Hong, P., & Modi, S. B. (2011). Int . J . Production Economics
Impact of lean manufacturing and environmental management on business
performance : An empirical study of manufacturing firms. Intern. Journal of
Production Economics, 129(2), 251–261.
https://doi.org/10.1016/j.ijpe.2010.10.017
47
Produksi Industri Kecil di Kabupaten Kerinci. Kajian Ekonomi, 3(5).
Hanifah, H., Setiawan, B. M., & Prasetyo, E. (2017). Analisis Efisiensi Ekonomi
Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Usahatani Tembakau Di
Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang. Agrisocionomics: Jurnal Sosial
Ekonomi Pertanian, 1(1), 54.
https://doi.org/10.14710/agrisocionomics.v1i1.1644
48