Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN LITERATURE REVIEW

LAND USE PLANNING FOR SUSTAINABLE DEVELOPMENT


(SECOND EDITION) – CHAPTER 3

Ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PL3111 Perencanaan Kota
yang diampu oleh Dr. Ir. Iwan Kustiwan, M.T.

Disusun Oleh:
Rizqulloh Muthohhar Hamim
15420009

PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAN DAN KOTA


INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2022
RINGKASAN BUKU

Chapter 3: Prinsip-Prinsip Biofisika Alami yang Tidak Bisa Diubah dan Perencanaan Tata
Guna Lahan
Berikut adalah prinsip-prinsip biofisika alami yang tidak bisa diubah dan penerapannya dalam
perencanaan tata guna lahan
1. Prinsip 1: Semua Hal Adalah Berhubungan
Alam semesta adalah jaringan tunggal yang terdiri atas jaringan loop biofisik yang terus
berkembang, bersifat baru, dan memperkuat diri. Dalam setiap loop, terjadi perpindahan
energi dari suatu tempat, dimensi, atau skala yang satu ke tempat, dimensi, atau skala
yang lainnya. Semua yang dilakukan oleh manusia berhubungan dengan jaringan loop ini
karena hal-hal yang terjadi adalah ekspresi dari hubungan yang ada di dalam jaringan
melalui pertukaran energi yang terus menerus. Proses perubahan yang konstan dan
berkelanjutan ini tidak bisa dikontrol. Manusia cenderung terus mempertahankan
keadaan atau kondisi “kehidupannya” melalui keputusan-keputusan yang dibuatnya. Pada
akhirnya, semua sistem yang ada merupakan sistem terbuka karena semuanya adalah
bagian dari hubungan tunggal dengan energi. Hubungan tunggal ini menggambarkan
bahwa sistem loop yang sepenuhnya mandiri adalah kemustahilan.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan

Keterhubungan atas segala sesuatu yang ada di dunia ini seringkali diabaikan dalam
perencanaan guna lahan. Karenanya, memahami konteks lingkungan biofisik dan
lingkungan binaan sangat penting ketika melakukan perencanaan pembangunan.
Pemhaman mengenai hubungan fungsional biofisik dapat tercermin dalam desain dan
fungsi pembangunan. Ketika merencanakan suatu pembangunan, banyak variabel yang
akan diingat dan dikelola. Oleh karena itu, diperlukan “checklist” untuk menyelesaikan
proses pertimbangan yang komprehensif ini yang dilakukan sejak awal perencanaan
proyek. Pendekatan ini akan menghasilkan bangunan dan lanskap yang berkelanjutan
yaitu menyatukan perhatian positif terhadap kualitas hidup dengan dampak ekologis yang
paling kecil.

Contoh: Simbiosis Industri, Kalundborg, Denmark


Terdapat bentuk kerja sama antara beberapa perusahaan, yaitu pembangkit listrik Asnaes,
kolang minyak Statoil, pabrik farmasi Nivo Nordisk, dan Pabrik eternit Gyproc.
a. Aliran Energi
Energi yang dihasilkan dalam bentuk limbah dari kegiatan operasi perusahaan
digunakan oleh perusahaan lain sebagai input atau penunjang terhadap kegiatan
operasinya sendiri. Contoh:
 Statoil memberikan kelebihan gas kepada Gyproc
 Kelebihan uap Asnaes dikirimkan ke kota untuk menjadi sistem pemanas (steam)
distrik yang baru. Novo Nordisk dan Statoil juga menjadi pengguna steam ini.
 Asnaes menggunakan air asi dari Fjord untuk bebrapa kebutuhan pendinginnya.
b. Aliran Materi
Perusahaan-perusahaan etrsebut juga menjalin korelasi dalam hal aliran material.
Sebagai contoh:
 Lumpur dari kegiatan operasi Novo Nordsik dan dari instalasi pengolahan air
tambak ikan digunakan sebagai pupuk di tambak terdekat
 Desulfurized fly ash dari Asnaes digunakan oleh perusahaan semen terdekat
 Kelebihan ragi yang dihasilkan oleh proses produksi insulin Novo Nordisk dikirim
ke petani sebagai makan babi, dll
Berikut adalah ilustrasi yang menunjukkan aliran materi dan energi pada industry di
Kalundborg, Denmark

Gambar 1. Aliran Energi dan Material pada Simbiosis Industri Kalundborg


Sumber: Maser,2014

2. Prinsip 2: Semua Hubungan Inklusif dan Produktif Terhadap Sebuah Hasil


Penilaian manusia terkait suatu hal terkadang masih sangat sempit. Sebagai contoh,
penilaian terhadap lahan yang tidak produktif atau limbah sering kali dikatakan bahwa
hal-hal tersebut sudah tidak memiliki value atau manfaat. Padahal, penilaian tersebut
hanya dilihat dalam ranah ekstrinsik — ekonomi, bukan ranah intrinsik — alam. Cara
berpikir yang sempit ini menunjukkan bahwa manusia tidak hanya memiliki pemahaman
yang sempit mengenai dinamika alam yang tidak bisa diubah ini, tetapi juga harus
diarahkan untuk mempertanyakan validitas kita dalam menilai secara memadai terkait
dengan keputusan penggunaan lahan. Pada dasarnya, manusia tidak akan mampu untuk
menghentikan keberjalanan suatu ekosistem, karena ekosistem akan terus mematuhi
prinsip-prinsip biofisika alami. Akan tetapi, manusia dapat melakukan perubahan yang
parah dalam ekosistem sehingga ekosisitem tidak mampu lagi menyediakan barang dan
ajsa yang dibutuhkan manusia.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Prinsip ini menunjukkan bahwa setiap tindakan yang dilakukan akan menghasilkan hasil
sehingga dampak yang dihasilkan tersebut harus benar-benar dipertimbangkan dan
diperhitungkan. Begitu pula dalam penggunaan lahan, keputusan-keputusan penggunaan
lahan akan membawa dampak, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kehidupan
sosial dan lingkungan alam. Proses perhitungan atau pertimbangan ini membutuhkan
waktu yang lebih lama. Hal tersebut sering disebut sebagai “grassroots democracy”,
yaitu menggunakan waktu berpikir atau refleksi lebih lama dari biasanya untuk
mendapatkan solusi terbaik. Jika waktu untuk refleksi memainkan peran yang lebih
menonjol dalam proses publik yang terkait keputusan penggunaan lahan, kita akan lebih
berhati-hati dan menghormati sertap tindakan yang kita ambil dalam memodifikasi alam
dengan lebih fokus pada kebaikan yang lebih besar untuk semua generasi.

3. Prinsip 3: Satu-Satunya Investasi yang Sejati pada Ekosistem Global Adalah Energi
Surya
Satu-satunya investasi sejati dalam ekosistem global adala energi dari radiasi matahari.
Segala sesuatu yang lain hanyalah daur ulang energi yang sudah ada. Berbeda dengan
investasi dalam bisnis, investasi modal biologis ini harus “didaur ulang” sebelum
keuntungan diperoleh agar ekosistem tetap seimbang. Hal ini berarti orang perlu
mengorbankan beberapa potensi keuntungan moneter dengan membiarkan ekosistem
yang cukup utuh agar berfungsi secara berkelanjutan. Tumbuhan hijau menggunakan
molekul klorofil untuk menyerap sinar matahari dan menggunakan energinya untuk
mensisntesis karbohidrat dari karbondoksida dan air (fotosintesis). Proses ini analog
dengan susunan panel surya organik — tanaman hijau. Dengan demikian, ketika makan
tumbuhan hijau, karbohidrat hasil fotosintesis diubah menjadi berbagai jenis energi. Ada
energi yang digunakan untuk menjalankan fungsi tubuh, ada juga energi berlebih yang
digunakan untuk beraktivitas. Hal ini menunjukkan bahwa investasi energi yang
sebenarnya berasal dari matahari dan manusia hanya menggunakan hasil daur ulangnya
saja.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Energi surya sebagaisistem penyangga kehidupan di bumi harus diperhatikan dalam
praktik dan peraturan perancanaan tata guna lahan. Salah satu cara yang dapat dilakukan
adalah melalui pengaturan “solar access”, yang terbagi menjadi dua yaitu solar easement
dan solar rights. Solar easement merujuk pada kemampuan properti seseorang untuk
menerima sinar matahari yang melintasi garis properti tanpa halangan dari properti lain,
seperti bangunan, dedaunan, atau halangan lain. Adapun solar rights merujuk pada
instalasi sistem energi surya pada properti perumahan dan komersial, yang harus tunduk
pada pembatasan pribadi.

4. Prinsip 4: Semua Sistem Ditentukan Oleh Fungsinya


Perilaku suatu sistem bergantung pada bagaimana bagian-bagian individualnya
berinteraksi sebagai komponen fungsional dari keseluruhan. Interaksi tersebut tidak
dilihat pada apa yang dilakukan keseluruhan bagian terisolasi. Satu-satunya cara segala
sesuatu bisa ada dan terjadi adalah tercakup dalam hubungan yang saling bergantung
dengan segala sesuatu yang lain. Pada kenyataannya, semua sistem saling bergantung.
Karena itu, tidak ada bagian individu yang dapat berdiri sendiri dan secara bersamaan
menjadi bagian dari sistem interaktif. Dengan demikian, tidak ada atau tidak mungkin ada
variabel independen dalam sistem apa pun, baik itu biofisik, mekanik, atau bahkan
intelektual, karena setiap sistem bersifat interaktif menurut definisinya sebagai suatu
sistem. Hubugan yang terjaid juga akan terus menerus menyesuaikan diri agar dapat
dengan tepat terhubung ke bagina yang lain. Oleh karena itu, untuk memahami suatu
sistem sebagai keseluruhan fungsional, kita perlu memahami bagaimana sistem itu cocok
dengan sistem yang lebih besar yang menjadi bagiannya dan dengan demikian memberi
kita pandangan tentang sistem pendukung sistem pendukung sistem pendukung ad
infinitum.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Prinsip ini telah diketahui baik dalam konteks fisik maupun budaya dari perencanaan
penggunaan lahan. Prinsip ini membantu kita untuk mengidentifikasi sistem dalam sistem
dan keterkaitan yang terkait. Meskipun kita tahu bahwa perubahan itu konstan, kita
memiliki kewajiban untuk melakukan analisis semacam ini secara rutin sebagai bagian
dari perencanaan penggunaan lahan yang bertanggung jawab.

5. Prinsip 5: Semua Hubungan Menghasilkan Transfer Energi


Fungsi seluruh sistem biofisik terikat dalam pengumpulan, penyerapan, transformasi,
penyimpanan, transfer, dan pengeluaran energi—satu tindakan penyeimbang energi
raksasa. Aktivitas manusia mungkin konstruktif, jinak, atau destruktif. Semuanya
merupakan konsep subjektif yang didasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan, tetapi
perubahan berlangsung terus-menerus, meskipun dengan kecepatan dan arah yang
berbeda-beda. Semua perubahan adalah kumulatif. Bahkan perubahan ringan dan lambat
pun dapat menunjukkan efek dramatis dalam jangka panjang
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Prinsip ini menunjukkan pentingnya menyadari perubahan dari waktu ke waktu.
Perubahan tersebut kadang disadari kadang tidak, tetapi, yang jelas, mempunyai dampak
penting terhadap kesehatan lingkungan dan sosial. Untuk mengamati perubahan,
diperlukan indikator terukur baik dalam perencanaan jangka pendek maupun jangka
panjang. Identifikasi terhadap indikator-indikator tersebut secara teratur merupakan salah
sati cara untuk menerapkan prinsip ini dalam perencanaan tata guna lahan. Indikator yang
tepat dapat menunjukkan seberapa baik suatu sistem bekerja.

6. Prinsip 6: Semua Hubungan Adalah Lingkaran Umpan Balik yang Memperkuat


Diri
Semua hal yang ada dalam jaringan kosmik saling terhubung antara yang satu dengan
yang lainnya. Hubungan ini bersifat interaktif dan terus memperkuat diri sehingga tidak
pernah berakhir. Setiap hubungan adalah perwujudan kendala interaktif untuk aliran
energi yang artinya sangat dinamis dan melanggengkan relativitas kebebasan semua
hubungan. Oleh karena itu, setiap perubahan, baik perubahan besar maupun perubahan
kecil, merupakan modifikasi sistemik yang menghasilkan hasil baru. Meskipun semua
loop umpan balik yang terbentuk terus memperkuat diri, efeknya terhadap alam adalah
netral sebab alam tidak memihak sehubungan dengan konsekuensi.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Penerapan prinsip ini dalam perenacnaan tata guna lahan adalah tentang meniru alam
sehingga menciptakan dan meningkatkan putaran umpan balik dalam prosesnya
merupakan kuncinya. Jadi, ketika merencanakan pada skala apa pun, berusaha
menemukan dan memahami loop umpan balik yang ada, membangunnya, atau
memperluasnya memiliki manfaat terhadap proses perencanaannya. Pada skala
komunitas, penerapan prinsip ini dapat dilihat dalam model eko-distrik, ekonomi
kehidupan lokal, kotamadya, dan Kota Transisi.

7. Prinsip 7: Semua Hubungan Memiliki Lebih Dari Satu Trade-Offs


Semua hubungan memiliki trade-off yang mungkin tidak langsung terlihat atau segera
dipahami. Sebagai contoh, lubang pada lapisan ozon dapat meningkatkan risiko kanker
kulit bagi manusia sebab lebih banyak radiasi ultraviolet yang dapat mencapai bumi.
Namun di sisi lain, lapisan ozon yang benar-benar pulih, dapat secara signifikan
meningkatkan pemanasan atmosfer di atas dan disekitar Antartika yang dapat menambah
pencairannya. Hal ini menunjukkan, apa yang baik untuk manusia belum tentu baik untuk
alam dan sebaliknya.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Perencanaan tata guna lahan selalu berkaitan dengan kompromi dan trade-off.
Pengetahuan dan analisis mengenai trade-off sangat penting. Dalam konteks ini, trade-off
merujuk pada hilangnya sesuatu yang disukai orang-rang. Contoh yang berkaitan dengan
penggunaan lahan adalah pengenalan disinsentif untuk menggunakan mobil untuk
bepergian dan insentif untuk menggunakan angkutan umum atau sepeda. Yang hilang
adalah kenyamana dan kecepatan, tetapi yang diperoleh adalah udara yang bersih,
berkurangnya ketergantungan terhadap minyak bumi, berkurangnya kebutuhan jalan
baru, dan berkurangnya biaya publik.

8. Prinsip 8: Perubahan Adalah Proses Menjadi Abadi


Perubahan, sebagai sesuatu yang konstan, adalah proses berkelanjutan dari kebaruan yang
tidak bisa dihindari. Meskipun perubahan sebenarnya bersifat netral, penilaian manusiawi
kita selalu melihat perubahhan sebagai sesuatu yang baik atau buruk. Perubahan
membutuhkan keteguhan untuk eksis sebagai proses dinamis menjadi abadi. Tanpa
keteguhan, perubahan tidak akan ada dan tidak dapat dikenali.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Ketika kita mengenali perubahan sebagai sesuatu yang konstan, kita kemudian harus
ingat untuk membangun fleksibilitas dan kemampuan beradaptasi ke dalam semua
rencana penggunaan lahan, terutama dalam kaitannya dengan perubahan tak terduga dan
signifikan, seperti becana alam. Memiliki indikator yang ditetapkan untuk mengukur
kemajuan menuju pencapaian tujuan yang ditetapkan akan membantu dalam adaptasi,
ketika perubahan membutuhkan tanggapan.
9. Prinsip 9: Semua Hubungan Tidak Bisa Dibalik
Perubahan adalah proses konstan yang diatur di sepanjang jaringan interaktif hubungan
universal. Ia menghasilkan kebaruan tak terbatas yang menghalangi apa pun di alam
semesta untuk dapat dibalik. Kita tidka bisa kembali ke masa lalu, tidak ada yang bisa
dikembalikan ke kondisi semula. Yang bisa kita lakukan hanyalah memperbaiki sesuatu
yang rusak sehingga dapat terus berfungsi, meskipun berbeda dari bentuk aslinya.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Sederhananya, dalam semua perencanaan tata guna lahan, perubahan signifikan dan tidak
dapat diubah yang diantisipasi sebagai akibat dari perubahan pada lanskap yang ada harus
diidentifikasi. Konsekuensi dari perubahan ireversibel ini juga harus dievaluasi, termasuk
potensi konsekuensi yang tidak diinginkan.

10. Prinsip 10: Semua Sistem Didasarkan pada Komposisi, Struktur, dan Fungsi
Kita melihat objek melalui struktur atau fungsinya yang jelas. Struktur adalah konfigurasi
unsur-unsur atau komposisi bagian-bagian penyusunnya. Fungsi adalah apa yang dapat
dilakukan atau diizinkan oleh struktur tertentu untuk dilakukan. Kita dapat mengubah
komposisi suatu ekosistem, seperti jenis dan susunan tanaman di hutan, padang rumput,
atau tanaman pertanian. Perubahan ini berarti bahwa komposisi dapat ditempa sesuai
keinginan manusia dan dengan demikian berpengaruh pada konteks sebab dan akibat.
Komposisi menentukan struktur, dan struktur menentukan fungsi. Jadi, dengan mengubah
komposisi, kita secara bersamaan mengubah struktur dan fungsinya. Di sisi lain, begitu
komposisinya ada, struktur dan fungsinya dapat ditetapkan. Sebagai contoh, komposisi
atau jenis tumbuhan dan kelas umurnya dalam suatu komunitas tumbuhan menciptakan
suatu struktur tertentu yang menjadi ciri komunitas tumbuhan pada suatu umur tertentu.
Pada akhirnya, komposisi, struktur, dan fungsi komunitas tumbuhanlah yang menentukan
jenis hewan apa yang dapat hidup di sana, berapa banyak, dan untuk berapa lama.
Manusia dan alam terus-menerus mengubah struktur dan fungsi ekosistem ini atau
ekosistem itu dengan memanipulasi komposisi tumbuhannya. Artinya suatu tindakan
yang dapat mengubah komposisi hewan tergantung pada struktur dan fungsi habitat yang
dihasilkan. Dengan mengubah komposisi tumbuhan dalam suatu ekosistem, manusia dan
alam mengubah struktur fungsinya.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Dengan prinsip ini, masyarakat harus merencanakan tata guna lahannnya dengan cara
yang melestarikan timbal balik lingkungan jika masyarakat ingin mengalami
keberlanjutan dalam lanskap sekitarnya dari waktu ke waktu. Prinsip ini juga
menunjukkan bahwa perlu adanya konsekuensi serius atas penghilangan spesies-spesies
tertentu yang terancam punah.

11. Prinsip 11: Semua Sistem Memiliki Efek Kumulatif, Periode Lag, dan Ambang
Batas
Alam hanya memiliki nilai intrinsik dan dengan demikian memungkinkan setiap
komponen ekosistem untuk mengembangkan struktur yang ditentukan, menjalankan
fungsi biofisiknya, dan berinteraksi dengan komponen lain melalui proses evolusi mereka
yang saling bergantung dan putaran umpan balik yang memperkuat diri. Tantangan dalam
pengambilan keputusan penggunaan lahan adalah untuk menyadari bahwa tidak ada
faktor tertentu yang dapat dipilih sebagai satu-satunya penyebab—atau jawaban—apa
pun. Semua hal beroperasi secara sinergis sebagai efek kumulatif. Efek kumulatif, yang
mencakup banyak hal baru yang melekat, tidak dapat dipahami secara statistik karena
hubungan ekologis jauh lebih kompleks dan jauh lebih tidak dapat diprediksi daripada
model statistik. Pada skala waktu ini, kita cenderung menganggap dunia berada dalam
keadaan yang relatif stabil, dengan pengecualian teknologi dan bencana alam berkala.
Selain itu, kita biasanya meremehkan sejauh mana perubahan yang lambat dan
tampaknya tidak berbahaya telah terjadi—seperti pemanasan global. Kita tidak dapat
merasakan perubahan yang lambat secara langsung.

Jadi, dari sudut pandang perencanaan tata guna lahan, masa kini yang tak terlihat dapat
dipenuhi dengan tirani dari banyak keputusan lingkungan sosial yang tampaknya tidak
penting dan tidak terkait yang mengundang bencana. Namun, pada akhirnya, efek
kumulatif, yang berkumpul di bawah tingkat kesadaran kita, tiba-tiba menjadi terlihat.
Pada saat itu, sudah terlambat untuk menarik kembali keputusan dan tindakan kita,
bahkan jika hasil yang ditimbulkannya jelas-jelas negatif sehubungan dengan niat kita.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Prinsip ini memungkinkan pembuat kebijakan untuk membuat keputusan diskresi dalam
situasi di mana ada kemungkinan bahaya tertentu atau membuat keputusan tertentu ketika
pengetahuan ilmiah yang luas tentang masalah tersebut kurang. Prinsip tersebut
menyiratkan bahwa ada tanggung jawab sosial untuk melindungi masyarakat dari paparan
bahaya, ketika penyelidikan ilmiah telah menemukan risiko yang masuk akal.
Perlindungan ini dapat dilonggarkan hanya jika temuan ilmiah lebih lanjut muncul yang
memberikan bukti kuat bahwa tidak ada kerugian yang akan terjadi.

12. Prinsip 12: Semua Sistem Adalah Siklus, Tetapi Tidak Ada yang Membentuk
Lingkaran Sempurna
Sementara semua proses di alam adalah siklus tetapi tidak ada siklus yang merupakan
lingkaran sempurna. Mereka, sebaliknya, datang bersama dalam waktu dan ruang pada
titik tertentu, di mana satu "akhir" dari sebuah siklus mendekati "awalnya" di waktu dan
tempat tertentu. Antara awal dan akhir, sebuah siklus dapat memiliki konfigurasi kejadian
kosmik apa pun. Siklus biofisik dengan demikian dapat disamakan dengan pegas
melingkar sejauh setiap kumparan mendekati kelengkungan tetangganya tetapi selalu
pada tingkat spasial yang berbeda (tingkat temporal di alam), sehingga tidak pernah
bersentuhan. Proses biofisik alam adalah siklus dalam berbagai skala waktu dan ruang,
sebuah fenomena yang berarti semua hubungan secara simultan siklus dalam outworking
mereka dan selamanya baru dalam hasil mereka.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Prinsip ini mendorong kita tidak hanya untuk menerima bahwa semua sistem adalah
siklus, sebagai lawan dari lingkaran sempurna, tetapi juga untuk mengevaluasi di mana
sistem dalam pengembangan yang diusulkan berada dalam siklus perubahan. Ini berarti
sistem alam serta sistem sosial.
13. Prinsip 13: Perubahan Sistemik Didasarkan Pada Kekritisan yang Terorganisasi
Sendirinya
Perilaku sistem yang besar dan rumit dapat diprediksi dengan mempelajari elemen-
elemennya secara terpisah dan dengan menganalisis mekanisme mikroskopisnya secara
individual. Sebaliknya, sistem besar, rumit, dan interaktif tampaknya berkembang secara
alami ke keadaan kritis di mana peristiwa kecil memulai reaksi berantai yang dapat
mempengaruhi sejumlah elemen internal dan dapat menyebabkan perubahan dramatis
dalam sistem. Menurut teori yang disebut self-organized criticality, mekanisme yang
menyebabkan peristiwa kecil (analog dengan jatuhnya pin) adalah mekanisme yang sama
yang mengarah ke peristiwa besar (analog dengan gempa bumi). Dengan demikian,
setiap ekosistem pasti bergerak menuju keadaan kritis yang mengubahnya secara
dramatis. Dinamika ini membuat struktur disipatif ekosistem di mana energi yang
dibangun melalui waktu hanya untuk dilepaskan dalam beberapa jenis gangguan, seperti
kebakaran, banjir, atau tanah longsor dalam skala tertentu.
Penerapan Prinsip dalam Perencanaan Tata Guna Lahan
Dinamika inilah tepatnya mengapa keberlanjutan perencanaan penggunaan lahan
merupakan target yang bergerak bagi para pengambil keputusan, bukan titik akhir yang
tetap atau kondisi mapan, seperti yang diisyaratkan dalam apa yang disebut ekonomi
kondisi mapan dan teknologi loop tertutup, keduanya merupakan kemustahilan biofisik

14. Prinsip 14: Ketidakseimbangan Dinamis Mengatur Semua Sistem


Alam ada dalam keadaan terus-menerus dari ketidakseimbangan yang terus berubah.
Ekosistem terperangkap dalam proses perubahan dan kebaruan yang tidak dapat diubah,
sehingga mengubah komposisi, struktur, fungsi, dan loop umpan balik interaktif yang
dihasilkan di mana sumber daya yang tersedia digunakan. Setelah terjadinya gangguan
atau bencana, sistem biologis pada akhirnya dapat memperkirakan apa itu melalui
ketahanan. Dengan cara ini, hutan tua yang rusak dapat digantikan oleh hutan tua lain
pada areal yang sama (jumlah hektar). Dengan demikian, meskipun terjadi gangguan
yang berulang-ulang, suatu ekosistem hutan dapat tetap menjadi ekosistem hutan,
meskipun banyak mengalami perubahan komposisi, struktur, dan fungsi. Jadi hutan purba
di seluruh dunia telah berevolusi dari satu keadaan biofisik kritis ke keadaan berikutnya,
dari satu bencana alam ke bencana alam berikutnya melalui proses yang disebut suksesi
autogenik (diproduksi dari dalam, menghasilkan sendiri). Suksesi autogenik dapat
dicirikan oleh “tahapan suksesi”, sebuah konsep yang mengacu pada tahapan
perkembangan karakteristik yang dilalui hutan dari tanah kosong ke hutan “tua”.

Suksesi autogenik bekerja sebagai berikut: Rumput dan tanaman herba lainnya adalah
yang pertama tumbuh di area yang terbakar dan karenanya merupakan tahap suksesi
pertama setelah kebakaran. Dalam menempati tempat tertentu dan dalam
pertumbuhannya, mereka secara bertahap mengubah karakteristik tanah, seperti pH,
hingga tidak lagi optimal untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Keturunan
mereka mungkin berkecambah tetapi tidak bertahan hidup, menciptakan area yang hanya
ditempati oleh tanaman induk. Ketika keturunannya menyerah pada perubahan tanah dan
tanaman induk menua, mati, dan tidak diganti, bukaan muncul di penutup vegetatif yang
memungkinkan semak tumbuh. Enam tahap autogenik umum dan suksesi yang dilalui
oleh hutan konifer Barat dapat dicirikan sebagai berikut: herba → bibit semak → pohon
muda → hutan muda → hutan dewasa → hutan tua → kebakaran atau gangguan lainnya,
yang memulai siklus lagi.
KESIMPULAN

Terdapat prinsip-prinsip biofisik alam yang sifatnya tetap, statis, dan tidak bisa diganggu-gugat
oleh aktivitas manusia. Prinsip-prinsip ini membentuk batasan sejauh apa intervensi yang dapat
dilakukan manusia terhadap sistem yang terjadi di alam. Manusia dapat bernegosiasi dengan
alam dan ekosistem selama tidak keluar dari prinsip-prinsip tersebut. Negosiasi di sini artinya
manusia bisa melakukan modifikasi terhadap ekosistem atau alam. Secara umum, prinsip-prinsip
biofisik alam menunjukkan sifat unik alam atau ekosistem yang terdiri atas berbagai elemen
penyusun di dalamnya. Elemen-elemen tersebut saling berinteraksi dan bersifat memperkuat diri.
Sebagai manusia, ada kalanya kita keliru dalam menilai suatu hal sebab tidak melihat hal
tersebut secara sistem keseluruhan di alam. Banyak hal yang dianggap sepele saat ini, jika sudah
diakumulasikan, dapat menjadi hal yang besar dan penting, seperti bencana atau efek pemanasan
global.
Prinsip-prinsip biofisika yang tidak bisa diganggu gugat ini dapat diterapkan dalam perencanaan
tata guna lahan. Perencana yang baik akan berusaha untuk mengatur dan mengelola objek
perencanaannya, baik pembangunan fisik, kegiatan manusia, maupun kegiatan ekonomi,
sedemikian rupa sehingga memberikan dampak negatif yang minimal kepada alam. Di sisi lain,
dalam perencanaan tata guna lahan juga, kemampuan analisis dan mempertimbangkan prioritas
merupakan hal yang utama sebab aktivitas perencanaan tidak bisa dipisahkan dari risiko dan
trade-off atas keputusan-keputusan yang diambil, terutama keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan modifikasi ekosistem dan alam.
Pada dasarnya, alam dan ekosistem terdiri atas komposisi, struktur, dan fungsi tertentu. Ketiga
hal ini saling berkaitan satu sama lain. Ketika manusia mengubah komposisi atau struktur
lingkungan alam, secara tidak langsung, manusia juga telah mengubah fungsi dari lingkungan
alam tersebut. Ketika fungsi alam sudah berubah, manusia akan sulit untuk mendapatkan
manfaat kembali darinya. Oleh karenanya, manusia harus merencanakan tata guna lahannya
dengan cara yang melestarikan timbal balik lingkungan agar tercapai keberlanjutan manfaat dari
waktu ke waktu.

Anda mungkin juga menyukai