KONSEP PENENTUAN POSISI 3 DIMENSI DIATAS ELLIPSOID DAN POSISI PADA BIDANG
PROYEKSI UTM DARI DATA PENGAMATAN SATELIT GNSS
OLEH :
NURHADI BASHIT
ANINDYA SRICANDRA PRASIDYA
KONSEP PENENTUAN POSISI 3 DIMENSI DIATAS ELLIPSOID DAN POSISI PADA BIDANG
PROYEKSI UTM DARI DATA PENGAMATAN SATELIT GNSS
Jawaban :
1. Posisi adalah letak suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap titik acuan tertentu.
Posisi mengacu terhadap suatu sistem koordinat tertentu, yang secara umum dibagi menjadi
sistem koordinat raster dan sistem koordinat vector. Dalam hal ini, posisi pengamat di
permukaan bumi salah satunya dapat diukur dengan pengamatan satelit GNSS, sedangkan
pengamat berada pada system koordinat vector yang 3 dimensi.
2. Tiga dimensi dimaksudkan untuk menentukan posisi pengamat pada model bumi matematis
yang menggunakan 3 buah salib sumbu sebagai acuannya.
3. UTM (Universal Transferese Mercator) adalah salah satu bidang proyeksi yang dipakai
untuk membawa ukuran pada model bumi lengkung (ellipsoid) menjadi ukuran pada bidang
datar.
Kemudian pada setiap komponen kata kuncinya dijelaskan dalam sebuah konsep yang lebih
detail, dalam pembahasan ini dibagi menjadi beberapa bagian dari Konsep Posisi, Satelit GNSS,
Pengamat, dan UTM.
Dalam penentuan posisi dengan menggunakan data pengamatan GNSS sangat terkait dengan
posisi sebuah titik dalam ruang. Posisi di dalam ruang sendiri bisa dinyatakan dalam dua system
koordinat, system koordinat vector dan system koordinat raster. Masing-masing system
koordinat memiliki karaktersitik yang saling berbeda. Adapun karaktersitik kedua macam system
koordinat ini dijelaskan sebagai berikut :
Adapun contoh system koordinat kartesian 3D (X,Y,Z) disajikan pada gambar berikut :
Dalam penentuan posisi dengan GNSS, posisi dinyatakan memakai system koordinat
geodetic 3D maupun system koordinat kartesi 3D, hal ini dikarenakan posisi satelit yang
mengorbit mengacu pada sebuah ellipsoid WGS 1984. Sehingga hasil pengukurannya
pun mengacu pada ellipsoid yang sama, akan tetapi bisa juga dikonversikan menjadi
koordinat kartesi dengan konversi.
Pada gambar , diketahui bahwa dalam representasi fitur dengan system vector tidak
memiliki keterbatasan penskalaan tidak seperti pada raster. Konversi dari vector ke raster
selalu terjadi distorsi informasi yang besarnya tergantung resolusi grid yang ada pada
raster. Untuk mengetahui konversi vector ke raster dan sebaliknya disajikanlah gambar
berikut :
Raster ke Kartesian:
Raster (0,0) Kartesian (-w/2, h/2) ................................. (1)
Raster (w,0) Kartesian (w/2, h/2) ................................. (2)
Raster (0,h) Kartesian (-w/2, -h/2) ................................. (3)
Raster (w,h) Kartesian (w/2, -h/2) ................................. (4)
................................. (6)
Kartesian ke Raster:
RasterX = x + w/2 ................................. (9)
RasterY = h/2 – y ................................. (10)
Posisi pengamat pada penentuan posisi dengan GNSS di permukaan bumi mengacu pada
pendekatan model bumi matematis yakni berupa ellipsoid 3 Dimensi. Koordinat yang dipakai
untuk menyatakan posisi pengamat pada receiver GPS adalah dalam koordinat geodetic 3D
dan/atau koordinat kartesi 3D yang mengacu pada ellipsoid WGS‟84. Adapun pada satelit
GLONASS, posisi pengamat dinyatakan pada system koordinat yang sama dengan GPS akan
tetapi berbeda ellipsoid acuan. Ellipsoid acuan yang dipakai pada satelit GLONASS adalah
ellipsoid PZ-90 yang dikeluarkan oleh Rusia. Koordinat geodetic dinyatakan dalam (φ, , dan h),
sedangkan koordinat katersi dinyatakan dalam X,Y, dan Z. Untuk menggabungkan data posisi
dari kedua satelit tersebut digunakan transformasi datum yang akan dijelaskan pada bagian .
Koordinat pengamat bisa dihasilkan dengan metode absolut positioning (receiver hanya berdiri
pada satu titik tanpa didifferensialkan posisinya dengan titik lainnya), maupun secara relative
yakni dengan mendifferensialkan hasil ukuran satu receiver dengan receiver yang lain. Konsep
penentuan posisi absolut dengan GNSS disajikan pada gambar 9 . Adapun konsep penentuan
posisi relative dengan GNSS disajikan dalam gambar 10 .
Merujuk pada persamaan gambar , maka kita bisa mendapatkan koordinat kartesi dari koordinat
geodetic maupun sebaliknya. Perumusannya sebagai berikut :
1. Sistem Koordinat Geodetik keSistem Koordinat Kartesi 3D
f(N, φ, , h) = f(X,Y,Z)
a b
2 2
2
e = 2
................................. (11)
a
a
1 e
N= ................................. (12)
2 2
sin
X = (N + h) cos φ cos ................................. (13)
f(X,Y,Z) = f(N, φ, , h)
1 Z
N h
φ= sin ................................. (16)
Y
= tan-1 ................................. (17)
X
N
cos
P
h= ................................. (18)
a = jari-jari ekuator
b = setengah sumbu pendek ellipsoid referensi
λ,φ,h = koordinat geodetik
N = jari-jari lengkung normal utama
X,Y,Z = koordinat dalam system kartesian
SATELIT GNSS
Dasar penentuan posisi dengan satelit navigasi GNSS adalah terkait dengan posisi satelit di luar
angkasa yang ditentukan posisinya pada system koordinat orbit melalui system koordinat langit,
karena satelit navigasi merupakan satelit orbital. Selain terkait dengan system koordinat orbit,
juga terkait dengan system koordinat toposentrik yang menyatakan posisi satelit mngacu pada
ellipsoid acuan sebagai representasi matematis dari bumi. Akan tetapi sebelum membahas jauh
tentang system koordinat yang menyatakan posisi satelit GNSS, sebelumnya akan diterangkan
tentang hukum-hukum dasar fisika yang dipakai pada satelit sehingga bisa mengorbit.
t2
b
A12 t1
F
Perigee a Apogee
bumi
t3 A34
t4
Keterangan gambar :
Apabila:
A34 : luasan yang disapu oleh garis hubung satelit-pusat bumi dari waktu t3 ke t4
(t 2 - t 1 ) = (t 4 - t 3 )
Apabila:
T1 dan T2 adalah masing-masing periode orbit satelit S1 dan S2
Fg = - GM m / r 2 ) ( r / r ) = - GM m / r 3 ) r ......................... (20)
2 2 2 1/2
r = ( r1 + r2 + r3 ) ............................................... (21)
GM 3,986008 X 10
14 3 2
m / detik
r3
Fg
m
r
M
r2
r1
Gambar 12. Hukum Newton tentang gravitasi
Fg = - GM m / r 2 ) ( r / r ) = - GM m / r 3 ) r ......................... (22)
2 2 2 1/2
r = ( r1 + r2 + r3 ) ............................................... (23)
GM 3,986008 X 10
14 3 2
m / detik
Hukum Newton tentang gravitasi ini diterapkan untuk benda-benda yang dapat dianggap sebagai
titik atau diwakili oleh titik massa.
Gambar 13. Posisi satelit dalam sistem koordinat orbit dalam SKL
Vektor posisi dan kecepatan orbit satelit dalam SKL dapat diperoleh dengan
mentransformasikan vektor posisi dan kecepatan orbit satelit dalam SKO sebagai berikut:
Apabila besaran-besaran , i , dan mengacu pada SKL menengah, maka [ r ]SKL dan
[ r ]SKL mengacu pada SKL menegah. Demikian juga apabila besaran-besaran tersebut
mengacu pada SKL sejati, maka [ r ]SKL dan [ r ]SKL mengacu pada SKL sejati. Karena
dari waktu ke waktu baik SKL menengah maupun SKL sejati senantiasa mengalami
variasai maka penerapan SKL perlu menunjuk kepada epoch tertentu.
Untuk menghitung vektor posisi satelit dalam sistem koordinat topsentrik, maka terlebih
dahulu dihitung vektor posisi satelit relatif terhadap titik pengamatan dalam SKT yang
merupakan selisih vektor posisi satelit dengan vektor posisi titik pengamatan. Vektor
posisi titik pengamatan [ rA ]SKT dihitung dari koordinat geodetik ( A, A, hA):
( N + h A ) cos A cos A
[ rA ]SKT = ( N + h A ) cos A sin A ................................. (28)
[ N ( 1 - ee2 ) + h A ] sin A
Dalam rumus di atas, N adalah jejari kelengkungan vertikal utama di titik pengamatan
yang berkoordinat geodetik (A , A , hA ), sedangkan ae dan ee adalah masing-masing
setengah sumbu panjang dan eksentrisitas elipssoid acuan. Vektor posisi satelit dalam
Sistem Koordinat Toposentrik diperoleh dengan mentransformasikan selisih vektor posisi
satelit dengan vektor posisi titik pengamatan dalam SKT sebagai berikut:
u
-v = R2 ( A - 90o ) R3 ( A - 180o ) [ r ]SKT - [ rA ]SKT …….. (30)
Visibility atau kenampakan satelit dari titik pengamatan P dapat diketahui dari azimut dan
elevasi satelit yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
-1
Azimut = tan [ v / u ] ........................................... (31)
-1 2 2 1/2
Elevasi = tan [ w / ( u + v ) ] ........................................... (32)
Harga elevasi positif berarti satelit berada di atas horison dan kemungkinan dapat diamat.
Adapun prinsip pengukuran jarak dari satelit GNSS ke receiver dipermukaan bumi
dengan informasi kode ini, dilaksanakan dengan mengalikan waktu yang diperlukan oleh
kode P atau C/A tersebut saat menempuh jarak dari satelit ke pengamat (dt) dengan
konstanta kecepatan cahaya (c) dengan ditambah koreksi-koreksi lain. Secara umum
prinsipnya sebagai berikut :
Karena jam receiver tidak sinkron dengan jam satelit, jarak diatas masih terpengaruh
oleh kesalahan waktu, sehinggak jarak tersebut dinamakan pseudorange.
3. Gelombang pembawa
Ada dua gelombang pembawa yang dipakai yaitu L1 dan L2. Gelombag L1 membawa
kode-kode P dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan L2 membawa kode P dan pesan
navigasi,
Walaupu gelombang pembawa didesain untuk membawa data kode dan pesan navigasi,
akan tetapi data fase dari sinyal ini bisa juga dipakai untuk menentukan jarak dari satelit
ke pengamat. Untuk mengubah data fase menjadi jarak, ambiguitas fase N harus
ditentukan terlebih dahulu nilainya. Penentuan nilai ambiguitas fase yang tepat akan
membuat data ukuran jarak menjadi sangat teliti, akan tetapi hal ini tidaklah mudah
dalam prakteknya. Konsep penentuan jarak dengan data fase ini diberikan sebagai
berikut (Abidin, 1995):
A. Model Bumi
Pengamat yang mengamat satelit GNSS di permukaan bumi, selalu direpresentasikan posisinya
dengan pendekatan model bumi. Model bumi mendeskripsikan bentuk permukaan bumi beserta
posisi-posisi atau lokasi-lokasi geografi dari unsur-unsur permukaan bumi. Karena tidak
mungkin menyamai bumi asli, maka dibuatlah model pendekatan bentuk bumi. Diantara model
bumi adalah model bumi Fisik dan Model Bumi matematis. Model Bumi Fisik merupakan
pendekatan dari geoid yang merupakan bidang ekipotensial yang memiliki nilai sama yang
dianggap berimpit dengan MSL dalam keperluan praktis. Model Bumi Matematis bisa disajikan
dalam bentuk bidang datar dan bidang lengkung seperti Bola atau ellipsoid.
Untuk kebutuhan hitungan-hitungan geodesi, maka permukaan fisik bumi diganti dengan
permukaan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang mendekati bumi. Permukaan yang
dipilih adalah bidang permukaan yang mendekati bentuk dan ukuran geoid. Seperti telah
disinggung di muka, geoid memiliki bentuk yang sangat mendekati ellips putar dengan sumbu
pendek sebagai sumbu putar yang berimpit dengan sumbu putar bumi. Ellipsoid ini kemudian
disebut sebagai ellipsoid referensi (permukaan referensi geometrik).
Ellipsoid referensi didefinisikan oleh nilai-nilai jari-jari ekuator (a) dan pegepengan (f) ellips
putarnya. Sedangkan parameter-parameter seperti setengah sumbu pendek (b), eksentrisitas
Datum geodesi merupakan sekumpulan konstanta yang digunakan untuk mendefinisikan sistem
koordinat yang digunakan untuk kontrol geodesi (sebagai contoh untuk keperluan penentuan
hitungan koordinat-koordinat titik-titik di permukaan bumi). Untuk mendefinisikan datum
geodesi yang lengkap, paling sedikit diperlukan delapan besaran :
- tiga konstanta (Xo, Yo, Zo) untuk mendefinisikan titik awal sistem koordinat,
- tiga besaran untuk menentukan arah sistem koordinat, dan
Meskipun demikian, sebelum datum geosentrik ini digunakan seperti pada saat ini, datum
geodesi didefinisikan oleh lima besaran saja : koordinat titik awal (bujur lintang), sudut azimuth
dari titik awal ini (α), dan dua besaran yang mendefinisikan ellipsoid referensi yang digunakan
(setengah sumbu panjang (a), dan pegepengan (f) ellipsoid). Datum terbagi berdasarkan cakupan
wilayahnya meliputi (Gambar ) :
1. Datum Lokal
Datum lokal adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang dipilih
sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid lokal (relatif tidak luas) yang
dipetakan-datumnya menggunakan ellipsoid lokal.
2. Datum Regional
Datum regional adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensiyang
dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid untuk area yang relatif
luas (regional).
3. Datum Global
4. Datum Horizontal
Ellipsoid referensi paling sering digunakan sebagai bidang referensi untuk penentuan
posisi horizontal (lintang dan bujur). Oleh karena itu, datumnya sering pula disebut
sebagai datum horizontal. Koordinat posisi horizontal ini beserta tingginya di atas
permukaan ellipsoid dapat dikonversikan ke sistem koordinat kartesian 3D yang
mengacu pada sumbu-sumbu ellipsoid yang bersangkutan.
5. Datum Vertikal
Untuk mempresentasikan informasi ketinggian atau kedalaman, sering digunakan
datum yang berbeda. Pada peta laut umumnya digunakan suatu bidang permukaan air
rendah (chart datum) sebagai bidang referensi, sehingga nilai-nilai kedalaman yang
dipresentasikan oleh peta laut ini mengacu pada pasut rendah (low tide).
Datum penting sebagai acuan nilai bagi posisi dipermukaan bumi. Dalam penentuan posisi
dengan GNSS, datum yang dipakai yakni WGS-84 untuk GPS dan PZ-90 untuk GLONASS.
Datum WGS84 yang dikembangkan oleh oleh DOD dan defense mapping agency (DMA)
merepresentasikan pemodelan standpoint (yaitu posisi titik dimana pengamatan atau pengukuran
dilakukan di dalam survey pemetaan), gravitasional (gaya berat bumi yang bersifat fisis),
geodetik, dan geometrik. WGS (World Geodetic System) atau Sistem Geodesi Dunia adalah
standar yang digunakan dalam pemetaan, geodesi, dan navigasii terdiri dari bingkai koordinat
standar Bumi, Datum geodetik, (referensi permukaan standar bulat (acuan atau referensi
elipsoid) untuk data ketinggian mentah, dan permukaan ekuipotensial gravitasi (geoid) dipakai
sebagai pendefinisian tingkat nominal laut. Revisi terbaru adalah Sistem Geodesi Dunia 1984
(versi tahun 1984 kemudian dilakukan direvisi pada tahun 2004).
Koordinat geodetik titik pada sistem koordinat PZ-90 mengacu pada elipsoid dimana sumbu
semi-major dan factor pengepenggan.
C. Transformasi Datum
Untuk menyamakan Datum WGS 84 dan PZ-90 perlu suatu model transformasi berdasarkan
transformasi koordinat bumi. Prinsip transformasi datum adalah pengamatan pada titik-titik yang
sama atau disebut titik sekutu. Titik sekutu ini memiliki koordinat-koordinat dalam berbagai
PZ-90
WGS ‘84 .................. (33)
Pada dasarnya yang dimaksud dengan system koordinat adalah suatu system yang digunakan
untuk menyatakan suatu posisi atau titik baik dalam dua dimensi ataupun dalam tiga dimensi.
System koordinat didefinisikan dengan menspesifikasi tiga parameter, yaitu:
Model bumi ellipsoid ini sangat diperlukan untuk perhitungan jarak dan arah (sudut jurusan) yg
akurat dgn jangkauan yg sangat jauh. “Gambaran” atau geometrik bumi telah berevolusi dari
abad-ke-abad hingga menjadi lebih baik (mendekati bentuk fisik sebenarnya), mulai dari model
bumi sebagai bidang datar seperti cakram hingga ellips putar (ellipsoid). Sebenarnya bentuk
bumi adalah spheroid (ellipsoid), radius pada equator sedikit lebih besar dari kutub-kutub
(Basofi, 2013).
Gambar 23. Bentuk Ellipsoid dari permukaan bumi (sumber : Basofi, 2013)
Karena permukaan bumi yang tidak rata/teratur, maka tidak dapat dijadikan sebagai bidang
(referensi) hitungan geodesi. Agar bisa untuk kebutuhan hitungan, maka permukaan fisik bumi
diganti dengan permukaan yang teratur, dengan bentuk dan ukuran yang mendekati bumi, dalam
hal ini dipilih bidang permukaan yang mendekati bentuk dan ukuran geoid, karena memiliki
bentuk yang sangat mendekati geometri ellips-putar dengan sumbu pendek sebagai sumbu putar
yang berimpit dengan sumbu putar bumi.
Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 30
Gambar 24. Struktur permukaan bumi (sumber : Basofi, 2013)
................................. (34)
................................. (35)
Karena kondisi fisik permukaan bumi (bentuk geoid) beserta faktor lain pada suatu lokasi/negara
tidak sama, maka tidak semua negara menggunakan ellipsoid (referensi) yang sama. Untuk
menentukan suatu ellipsoid referensi, berdasarkan kesesuaian (sedekat mungkin) dgn bentuk
permukaan geoidnya. Terdapat beberapa kategori ellipsoid berdasar coverage areanya meliputi:
Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih berdasarkan kesesuaian (sedekat mungkin)
dengan bentuk geoid lokalnya (relatif tidak luas).
2. Ellipsoid Regional
Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih sesuai dengan bentuk geoid untuk daerah yang
relatif luas (tingkat regional).
3. Ellipsoid Global
Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih sesuai/mendekati dengan bentuk geoid untuk
keseluruhan permukaan bumi.
Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran permukaan
bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut bidang proyeksi yang
digunakan, jenis proyeksi peta adalah:
1. Proyeksi Azimuthal : Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri
dari proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap bidang
proyeksi.
2. Proyeksi Kerucut (Conic) : Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu
simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.
3. Proyeksi Silinder (Cylindrical) : Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu
simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.
1. Proyeksi Normal (Polar) : Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi
2. Proyeksi Miring (Oblique) : Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap
sumbu bumi
3. Proyeksi Transversal (Equatorial) : Sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap
sumbu bumi
Tabel 4. Jenis proyeksi peta menurut bidang proyeksi dan posisi sumbu simetrinya (sumber :
Mutiara, 2004).
Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, proyeksi peta dibedakan menjadi :
1. Proyeksi Tangent (Menyinggung) : Apabila bidang proyeksi bersinggungan dengan
permukaan bumi
1. Proyeksi Ekuidistan : Jarak antara titik yang terletak di atas peta sama dengan jarak
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
2. Proyeksi Konform : Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama
dengan besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan
memperhatikan faktor skala peta bentuk yang digambarkan di atas peta akan sesuai dengan
bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi.
3. Proyeksi Ekuivalen : Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas
sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)
Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian
144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia
terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54.
Basofi, A. 2013, Konsep Geodesi Data Spasial, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Fakhrurrazi, D., 2008. Bahan Ajar Geodesi Satelit. Jurusan Teknik Geodesi, FT-UGM :
Yogyakarta
Muryamto, R., 1994, Hitungan Proyeksi Peta, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik
Universiatas Gadjah Mada.
Mutiara, I. 2004, Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengukuran Dan Pemetaan Kota,
FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI
SEPULUH NOPEMBER, Surabaya
Prasidya, A.S. 2014. Pengaruh Variasi Nilai Constraint Koordinat Tititk Ikat IGS Terhadap
Nilai Koordinat dan Akurasi Posisi Empat Stasiun CORS BPN DIY Menggunakan
Perangkat Lunak GAMIT/GLOBK. Skripsi Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM :
Yogyakarta.
Prihandito, A. 2010. Proyeksi Peta. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta
Sunantyo, T.A. 2000. Diktat Pengantar Survei Pengamatan Satelit GPS. Jurusan Teknik
Geodesi, FT-UGM : Yogyakarta