Anda di halaman 1dari 24

HARA MINERAL UNTUK TUMBUHAN

Tujuan Instruksional Umum: Setelah mendapatkan kuliah Fisiologi Tumbuhan


Dasar, mahasiswa dapat menjelaskan proses-proses fisiologi dasar seperti transportasi
air, metabolisme tumbuhan, transport and asimilasi hara mineral, beberapa proses
mendasar pertumbuhan dan perkembangan, mekanisme dasar respon tumbuhan
terhadap stress dan dasar molekular dari beberapa proses fisiologi tumbuhan.
Tujuan Instruksional Khusus: Setelah mengikuti kuliah pokok bahasan ini
mahasiswa dapat menjelaskan konsep umum dan jenis-jenis hara esensial tumbuhan
serta fungsi hara mineral untuk proses fisiologi tumbuhan.

PENDAHULUAN
Tumbuhan tingkat tinggi untuk kehidupannya selain membutuhkan udara
sebagai sumber CO2, O2, dan N2 juga sangat bergantung pada tanah. Tanah berfungsi
sebagai media tumbuh yang mengandung hara mineral. Tanah terdiri dari bahan
mineral, bahan organik (mati maupun masih hidup), udara dan air. Batu kerikil, pasir
dan debu yang merupakan penyusun tanah berasal dari pelapukan batuan magma.
Batuan akan mengalami dekomposisi menjadi mineral dan ion yang terlarut dalam
air. Selain itu bahan organik yang mengalami dekomposisi juga akan menghasilkan
hara mineral. Hasil dekomposisi batuan dan bahan organik keduanya akan
menentukan kesuburan tanah. Kesuburan tanah ditentukan oleh banyaknya hara
mineral yang tersedia bagi tumbuhan.
Tumbuhan merupakan organisme yang bersifat autotrof, yang membutuhkan
komponen anorganik dari lingkungannya berupa CO2 dari atmosfer dan hara mineral
dari tanah. Hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan secara umum dibagi dalam dua
kelompok yaitu hara dalam bentuk organik dan anorganik. Hara dalam bentuk
organik pada tumbuhan terutama dibutuhkan dalam bentuk senyawa karbon,
khususnya yang berkaitan dengan karbon, hidrogen dan oksigen yang dibentuk
melalui fotosintesis. Hara anorganik terutama diperoleh dari tanah. Hara anorganik
yang diakuisisi dari tanah dalam bentuk ion. Meskipun hara mineral secara kontinyu
mengalami siklus melalui semua organisme, hara tersebut masuk ke dalam biosfer
terutama melalui sistem perakaran tumbuhan. Oleh karenanya tumbuhan dapat
dikatakan berperan sebagai ‘tambang’. Besarnya luas permukaan akar dan
kemampuannya dalam mengabsorpsi ion anorganik pada konsentrasi rendah dari
dalam tanah menyebabkan absorpsi hara mineral oleh tumbuhan merupakan proses
yang sangat efektif. Setelah hara mineral diabsorpsi oleh akar, selanjutnya akan
ditranslokasikan ke berbagai organ tumbuhan, yang selanjutnya akan digunakan pada

1
berbagai fungsi biologis. Ada organisme lain yang ikut berperan pada akuisisi hara
mineral dari dalam tanah yaitu cendawan mikoriza dan bakteri pengikat nitrogen.
Tanaman budidaya pada umumnya sangat membutuhkan pupuk untuk
menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Pada umumnya tanaman tersebut
akan menggunakan kurang dari setengah pupuk yang diaplikasikan. Sisanya akan
tercuci dan masuk ke perairan atau air tanah, selanjutnya akan terikat pada partikel
tanah atau dapat mengakibatkan polusi udara. Jadi dalam hal ini ada keterkaitan
antara tumbuhan – tanah – atmosfer. Pada modul ini akan dibahas mengenai unsur
hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan, gejala spesifik defisiensi/kekurangan unsur
hara.
Hanya unsur tertentu saja yang dikelompokkan ke dalam unsur esensial yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Unsur esensial
diartikan sebagai hara mineral yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan. Bila salah satu
diantaranya tidak tercukupi dalam tanah maka pertumbuhan dan pekembangannya
tidak dapat optimal. Bila semua unsur esensial tersedia dan dengan adanya energi dari
sinar matahari, maka tumbuhan dapat mensintesis semua unsur hara dan dapat
dipergunakan untuk pertumbuhan optimalnya. Tabel 1 menunjukkan unsur esensial
yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Hidrogen, karbon dan oksigen tidak termasuk hara
mineral yang diperoleh dari tanah sebab ketiganya terutama diperoleh dari air atau
CO2. Unsur esensial dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu hara makro dan mikro
bergantung pada konsentrasi relatif dalam jaringan tumbuhan. Konsentrasi dalam
berat kering yang tercantum pada Tabel 1 merupakan nilai rata-rata yang dijumpai
pada jaringan tumbuhan. Seperti misalnya pada jaringan mesofil daun akan
mengandung besi dan mangan lebih banyak dibanding sulfur atau magnesium.

2
Tabel 1. Unsur esensial dan keberadaannya dalam jaringan tumbuhan

Unsur esensial Simbol Konsentrasi pada berat


kimia kering tumbuhan (%
atau ppm)
Diperoleh dari air atau
CO2*)
Hidrogen H 6
Karbon C 45
Oksigen O 45

Diperoleh dari tanah


Hara makro (%)
Nitrogen N 1,5
Potasium/kalium K 1,0
Calsium Ca 0,5
Magnesium Mg 0,2
Fosfor P 0,2
Sulfur S 0,1
Silikon Si 0,1
Hara mikro (ppm)
Clorin Cl 100
Besi Fe 100
Boron B 20
Mangan Mn 50
Sodium/natrium Na 10
Seng Zn 20
Tembaga Cu 6
Nikel Ni 0,1
Molibdat Mo 0,1

Beberapa peneliti berpendapat bahwa pengelompokkan hara makro dan mikro


ada kesulitan untuk penjelasan secara fisiologisnya. Mengel dan Kirkby (1987)
mengusulkan pengelompokkan hara mineral menurut peran biokimia dan fungsi
fisiologinya. Untuk itu dibuat menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Kelompok pertama. Hara mineral yang berperan dalam pembentukan
senyawa organik karbon pada tumbuhan. Tumbuhan mengasimilasi hara
mineral melalui reaksi biokimia yang meliputi oksidasi dan reduksi.
2. Kelompok kedua. Hara mineral yang penting untuk pembentukan energi
simpanan atau mempertahankan integritas struktural. Hara mineral yang
termasuk kelompok ini terdapat dalam bentuk ester fosfat, borat dan silikat
yang terikat pada gugus hidroksil dari molekul organik (misalnya gula-
fosfat).
3. Kelompok ketiga. Terdapat dalam jaringan tumbuhan sebagai besi bebas
atau terikat pada suatu senyawa seperti asam pektat yang terdapat pada

3
dinding sel. Fungsi hara mineral dalam kelompok ini terutama sebagai
kofaktor enzim dan mengatur potensial osmotik.
4. Kelompok keempat. Hara mineral yang berperan penting dalam reaksi
transfer elektron.
Tabel 2 menunjukkan klasifikasi/pengelompokkan hara mineral pada
tumbuhan berdasarkan fungsi biokimianya.
Selain hara mineral yang tercantum pada Tabel 1, masih ada hara lain yang
dapat diakumulasi pada jaringan tumbuhan tertentu. Seperti misalnya aluminium (Al)
yang bukan merupakan unsur esensial tetapi pada umumnya tumbuhan mengandung
0,1 – 500 ppm Al, dan pada konsentrasi rendah dalam larutan hara maka Al dapat
menstimulasi pertumbuhan. Beberapa spesies dari genus Astragalus, Xylorhiza dan
Stanleya dapat mengakumulasi selenium (Se), meskipun tumbuhan tersebut tidak
menunjukkan kebutuhan khusus terhadap Se. Cobalt (Co) merupakan komponen
beberapa enzim pada mikroorganisme pengikat N2. Defisiensi Co akan menghambat
perkembangan dan fungsi nodul pengikat N2, tetapi tumbuhan yang tidak bernodul
(membutuhkan suplai amonium atau nitrat) tidak membutuhkan Co. Aluminium,
selenium dan cobalt disebut dengan unsur non esensial. Tanaman budidaya hanya
mengandung sedikit unsur non esensial.

Teknik untuk mempelajari kebutuhan hara mineral pada tumbuhan (Gambar


1)
Untuk mempelajari kebutuhan hara mineral pada tumbuhan dapat dilakukan
dengan menumbuhkannya dalam larutan hara. Meskipun kondisi ini sulit menyerupai
kondisi hara dalam tanah, tetapi dalam skala penelitian telah dapat menjelaskan
bagaimana pengaruh unsur hara pada tumbuhan bila pada kondisi defisiensi ataupun
kelebihan suatu hara. Teknik menumbuhkan tanaman dengan akar yang terendam
dalam larutan hara tanpa adanya tanah disebut dengan kultur larutan atau
hidroponik. Keberhasilan kultur hidroponik bergantung pada volume dan komposisi
larutan hara yang tepat serta pH larutan. Untuk menjaga agar suplai hara dan oksigen
senantiasa cukup untuk akar maka dalam larutan hara dapat ditambahkan material
pendukung seperti pasir, batu kerikil, vermikultur, dll. Larutan hara akan mengalir
dan menempel pada material pendukung, sedangkan hara yang sebelumnya telah
menempel pada material akan tercuci melalui aliran hara yang masuk.

4
Tabel 2. Klasifikasi hara mineral pada tumbuhan berdasarkan fungsi biokimianya

Hara Fungsi biokimia


mineral
Kelompok 1 Berperan pada pembentukan senyawa karbon
N - Penyusun asam amino, amida, protein, asam nukleat,
nukleotida, hexoamin dll.
S - Komponen sistein, sistin, metionin, dan protein. Penyusun
asam lipoat, koenzim A, thiamin pirofosfat, gluthathion,
biotin, adenosin-5’-fosfosulfat dan 3-fosfoadenosin.
Kelompok 2 Penting untuk energi simpanan atau integritas struktural
P - Komponen gula fosfat , asam nukleat, nukleotida,
koenzim, fosfolipid, asam fitat dll. Berperan penting
dalam reaksi yang melibatkan ATP.
Si - Disimpan sebagai silika amorf dalam dinding sel.
Berperan dalam sifat mekanik dinding sel, termasuk
rigiditas dan elastisitas.
B - Membentuk komplek dengan manitol, mannan, asam
poliannuronat, dan senyawa lain pembentuk dinding sel.
Berperan dalam pemanjangan sel dan metabolisme asam
nukleat.
Kelompok 3 Hara yang tetap dalam bentuk ion
K - Dibutuhkan sebagai kofaktor untuk > 40 enzim.
Prinsipnya kation berperan pada turgor sel damn
mempertahankan elektronetralitas sel.
Ca - Penyusun lamela tengah dinding sel. Dibutuhkan sebagai
kofaktor oleh beberapa enzim yang terlibat pada hidrolisis
ATP dan fosfolipid. Berperan sebagai ‘second messenger’
pada regulasi metabolik.
Mg - Dibutuhkan oleh beberapa enzim yang terlibat pada
transfer fosfat. Penyusun molekul klorofil.
Cl - Dibutuhkan dalam reaksi fotosintetik yang melibatkan
evolusi O2.
Mn - Dibutuhkan untuk aktivitas enzim dehidrogenase,
dekarboksilase, kinase, oksidase dan peroksidase. Terkait
dengan enzim kation-teraktivasi dan evolusi O2 secara
fotosintetik.
Na - Terkait dengan regenerasi fosfoenolpiruvat pada
tumbuhan C4 dan CAM. Dapat menggantikan K pada
beberapa fungsi.
Kelompok 4 Hara yang terkait dengan reaksi redoks
Fe - Penyusun protein sitokrom dan nonheme yang terkait
pada fotosintesis, fiksasi N2 dan respirasi.
Zn - Penyusun alkohol dehidrogenase, glutamat
dehidrogenase, karbonik anhidrase dll.
Cu - Komponen asam askorbat aksidase, tirosinase, monoamin
aksidase, urikase, sitokrom oksidase, fenolase, lakase dan
plastosianin.
Ni - Penyusun urease pada bakteri pengikat N2, penyusun
hidrogenase.
Mo - Penyusun nitrogenase, nitrat reduktase dan xanthin
dehidrogenase.

5
Kultur secara hidroponik yang lainnya ada yang disebut dengan nutrient film growth
system yaitu akar akan berada pada permukaan wadah sedangkan larutan hara akan
mengalir sebagai lapisan tipis menyentuh akar. Dengan cara ini akar juga akan
memperoleh oksigen. Teknik alternatif lainnya adalah aeroponik yaitu
menumbuhkan tanaman dengan akar yang menggantung, sedangkan secara periodik
larutan hara akan disemprotkan ke arah akar. Dengan teknik ini akan lebih mudah
dilakukan manipulasi lingkungan yang beraerasi di sekitar akar.

(A) SISTEM HIDROPONIK

PENUNJANG
TANAMAN

Udara

LARUTAN
HARA
Gelembung
udara

(B) SISTEM HARA LAPIS TIPIS


Larutan hara

Wadah penampung
& pengaturan larutan
hara

Pompa
(C) SISTEM AEROPONIK

Penyangga
Ruang tanaman & penutup
pengembunan ruang hara
larutan hara

Rotor yang digerakkan


secara mekanik untuk
Larutan hara mengembunkan
larutan hara

Gambar 1. Sistem hidroponik dan aeroponik untuk menumbuhkan tanaman dengan pemberian larutan hara
dengan komposisi dan pH yang terkontrol. (A) Sistem hidroponik dengan akar yang terendam dalam larutan
hara yang diberi gelembung udara. (B) Sistem hidroponik lainnya yaitu system hara lapis tipis dengan
pemompaan larutan hara sehingga membentuk lapisan tipis yang mengenai akar. (C) Sistem aeroponik dengan
akar yang menggantung, pemberian hara disemprotkan ke arah akar secara periodik.

Komposisi larutan hara dapat memacu pertumbuhan


Beberapa formulasi komposisi larutan hara telah banyak digunakan dalam
penelitian mengenai unsur hara. Formulasi pertama dikembangkan oleh Knop
(Jerman) yang terdiri dari KNO3, Ca(NO3)2, KH2PO4, MgSO4 dan garam besi.
Selanjutnya telah banyak dilakukan penyempurnaan terhadap formulasi tersebut
seiring dengan ditemukannya jenis-jenis unsur esensial. Salah satu yang banyak
digunakan adalah larutan Hoagland yang telah dimodifikasi yang semula ditemukan

6
oleh Dennis R. Hoagland. Larutan Hoagland yang dimodifikasi mengandung semua
unsur esensial yang dibutuhkan untuk merangsang pertumbuhan. Tabel 3
mencantumkan komposisi larutan Hoagland yang dimodifikasi.

Tabel 3. Komposisi larutan Hoagland yang dimodifikasi.

Senyawa Konsentrasi Volume lar. Bentuk Konsentrasi akhir


lar. stok Stok per liter elemen hara mineral
larutan
mM ml ppm
Hara makro
KNO3 1000 6,0 N 224
Ca(NO)2.4H20 1000 4,0 K 235
NH4H2PO4 1000 2,0 Ca 160
MgSO4.7H2O 1000 1,0 P 62
S 32
Mg 24

Hara mikro
KCl 25 Cl 1,77
H3BO3 12,5 B 0,27
MnSO4.H2O 1,0 Mn 0,11
ZnSO4.7H2O 1,0 2,0 Zn 0,13
CuSO4.5H2O 0,25 Cu 0,03
H2MoO4 (85% MoO3) 0,25 Mo 0,05
NaFeDTPA (10% Fe) 64 Fe 1,00- 3,00

Optional
NiSO4.6H2O 0,25 0,066 Ni 0,03
Na2SiO3.9H2O 1000 284,2 Si 28

Larutan Hoagland yang dimodifikasi mengandung semua hara mineral yang


dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan. Konsentrasinya dibuat sedemikian rupa
hingga tingkat yang tidak menyebabkan keracunan atau stress garam, meskipun
konsentrasi yang ada berada di atas konsentrasi yang ditemukan di sekitar akar bila
ditumbuhkan dalam tanah. Sebagai contoh, P yang terdapat dalam larutan air tanah
konsentrasi normal kurang dari 0,06 ppm, sedangkan pada larutan Hoagland yang
dimodifikasi sebesar 62 ppm.
Hal yang menarik lagi sumber N pada larutan hara ini terdapat dalam bentuk
garam amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Pemberian N dalam bentuk kation dan
anion dimaksudkan untuk mengurangi perubahan pH larutan pada saat penanaman,
dibanding bila N diberikan hanya dalam bentuk anion. Pemberian Fe dalam bentuk

7
FeSO4 atau Fe(NO3)2 tidak dianjurkan karena Fe akan mengendap dalam larutan
dalam bentuk Fe hidroksida.

Defisiensi hara mineral mengganggu metabolisme dan fungsi tumbuhan


Suplai hara mineral yang tidak mencukupi akan memberikan gejala yang khas,
terutama bila ditanam dalam kultur hidroponik. Tetapi bila ditanam di tanah maka
gejala tersebut lebih komplek. Hal ini disebabkan karena:
1. Defisiensi kronis dan akut beberapa hara mineral dapat terjadi secara simultan.
2. Defisiensi atau kelebihan suatu hara mineral dapat menginduksi defisiensi atau
kelebihan hara mineral lainnya.
3. Beberapa virus yang menyebabkan penyakit pada tumbuhan dapat
memberikan gejala yang mirip dengan gejala defisiensi hara mineral.
Beberapa hara seperti N, P dan K bersifat mobil artinya mudah berpindah dari
daun yang satu ke daun lainnya. Tetapi unsur lainnya bersifat immobil yaitu B, Fe,
dan Ca artinya unsur tersebut tidak mudah berpindah ke daun lainnya. Untuk yang
bersifat mobil, gejala defisiensi cenderung tampak mula-mula pada daun tua. Untuk
yang bersifat immobil maka gejala defisiensi awalnya tampak pada daun muda.

Kelompok 1: defisiensi hara mineral yang menyusun senyawa karbon


Kelompok ini terdiri dari nitrogen dan sulfur. Ketersediaan N dalam tanah
sangat terbatas, sedangkan S terdapat dalam jumlah berlebih. N dan S banyak
dijumpai sebagai senyawa organik berupa asam amino.
Nitrogen (N). Tumbuhan membutuhkan nitrogen dalam jumlah yang banyak
karena merupakan penyusun utama komponen sel tumbuhan yaitu asam amino dan
asam nukleat. Oleh karena itu defisiensi N akan cepat menghambat pertumbuhan.
Gejala yang tampak bila defisiensi N adalah klorosis yaitu daun yang
berwarna kuning, khususnya pada daun tua yang terbawah. Daun yang lebih muda
tidak menunjukkan gejala tersebut karena N dapat dimobilisasi dari daun yang lebih
tua. Jadi pada daun yang lebih muda akan menunjukkan warna hijau terang dibanding
daun yang lebih tua yang menunjukkan warna kuning. Bila defisiensi N terjadi secara
pelahan maka tumbuhan akan menjadi ramping dan berkayu. Terbentuknya kayu pada
batang menunjukkan adanya kelebihan karbohidrat karena tidak dapat diubah menjadi
asam amino atau senyawa N lainnya. Karbohidrat yang ada tidak digunakan dalam
metabolisme N tetapi akan digunakan untuk mensintesis antosianin yang akan

8
terakumulasi. Oleh karenanya pada beberapa spesies akan menunjukkan warna ungu
pada daun, petiol, dan batang (dijumpai pada tomat dan jagung).
Sulfur (S). Sulfur ditemukan pada 2 asam amino yang menyusun beberapa
koenzim dan vitamin yang dibutuhkan untuk metabolisme.
Gejala defisiensi S mirip dengan defisiensi N yaitu klorosis, pertumbuhan
kerdil dan akumulasi antosianin. Kemiripan ini disebabkan antara N dan S keduanya
merupakan penyusun protein. Klorosis pada defisiensi S awalnya muncul pada daun
dewasa dan muda, tidak pada daun tua. Hal ini disebabkan S tidak dengan mudah
diremobilisasi ke daun muda.

Kelompok 2: defisensi hara mineral yang penting untuk simpanan energi atau
integritas struktural.
Kelompok ini meliputi P, Si, dan B. Ketiga elemen ini biasanya terdapat
dalam tumbuhan sebagai ester yang terikat pada molekul karbon.
Fosfor (P). Fosfor dalam bentuk fosfat merupakan senyawa penting untuk sel
tumbuhan yang meliputi gula-fosfat yang merupakan intermediat dalam respirasi dan
fotosintesis dan fosfolipid yang menyusun membran sel. Juga merupakan komponen
nukleotida yang digunakan untuk energi metabolisma (ATP), DNA dan RNA.
Gejala defisiensi P menyebabkan pertumbuhan menjadi kerdil saat tumbuhan
muda dan warna daun hijau gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) dengan
perubahan bentuk daun. Pada daun berbercak jaringan yang mati dan disebut noda
nekrosis. Gejala lainnya terbentuk batang yang ramping tetapi tidak berkayu dan
matinya daun tua.
Silikon (Si). Hanya anggota famili Equisetaceae yang membutuhkan Si untuk
melengkapi siklus hidupnya. Pada spesies tertentu dari famili tersebut dapat
mengakumulasi Si pada jaringan dan pertumbuhan dan fertilitasnya terpacu.
Defisiensi Si menyebabkan tumbuhan mudah rebah dan mudah terserang
infeksi cendawan. Si terutama disimpan dalam retikulum endoplasma, dinding sel,
an ruamg antar sel dalam bentuk hidrat, silika amorph, juga membentuk komplek
dengan polifenol.
Boron (B). Meskipun fungsi B dalam tumbuhan belum pasti, tetapi
kemungkinan B berperan pada pemanjangan sel, sintesis asam nukleat, respon
hormon dan fungsi membran.

9
Defisiensi B pada tumbuhan menunjukkan gejala yang beragam bergantung
spesies dan umur tumbuhan. Gejala defisiensi B adalah nekrosis yang kehitaman pada
daun muda yang dekat dengan tunas terminal. Nekrosis pada daun muda pada
awalnya terjadi dibagian basal helai daun. Batang biasanya kaku, keras dan rapuh.
Dominansi apikal hilang karena tumbuhan banyak bercabang, tunas apikal dari
cabang menjadi nekrosis karena terhambatnya pembelahan sel. Struktur buah, akar
dan umbi menjadi nekrosis atau berbentuk abnormal karena terjadinya pematahan
jaringan internal.

Kelompok 3: defisiensi hara mineral yang senantiasa dalam bentuk ion.


Kelompok ini meliputi K, Ca, Mg, Cl, Mn dan Na, dapat dijumpai dalam
larutan sitosol atau vakuola, terikat secara elektrostatik atau sebagai ligan dengan
senyawa karbon berukuran besar.
Potasium (K). Potasium berada dalam tumbuhan dalam bentuk kation K+,
yang berperan penting dalam regulasi potensial osmotik sel tumbuhan. K juga
mengaktivasi beberapa enzim yang terlibat pada respirasi dan fotosintesis.
Gejala defisiensi K daun bernoda klorosis atau bagian tepinya klorosis, yang
kemudian berkembang menjadi nekrosis pada bagian ujung daun, tepi dan antar vena.
Pada monokotil, nekrotik awalnya pada ujung dan tepi daun yang kemudian meluas
ke arah basal daun. K dapat dimobilisasi ke daun muda, jadi gejala defisiensi awalnya
tampak pada daun dewasa dekat dengan bagian basal tumbuhan. Daun menjadi
keriting dan mengulung. Batang menjadi ramping dan lemah, dengan internodus yang
memendek. Pada jagung, akarnya menjadi lebih peka terhadap cendawan tanah
demikian juga batangnya.
Kalsium (Ca). Ion kalsium digunakan dalam sintesis dinding sel baru,
terutama lamela tengah yang memisahkan dua sel baru. Ca juga dibutuhkan untuk
pembentukan benang spindel saat pembelahan sel. Ca berfungsi sebagai ‘second
messenger’ untuk respon tumbuhan terhadap lingkungan dan sinyal hormon. Dalam
hal ini Ca akan terikat pada calmodulin yang merupakan protein yang ditemukan
dalam sitosol sel tumbuhan. Komplek Ca-calmodulin akan meregulasi proses
metabolik.
Gejala defisiensi Ca adalah nekrosis pada daerah meristematik muda, seperti
ujung akar atau daun muda tempat pembelahan sel dan pembentukan dinding sel
terjadi sangat cepat. Daun muda akan mengalami deformasi. Sistem perakaran akan

10
menjadi coklat, memendek, dengan percabangan yang banyak. Mengerdilnya
tumbuhan sebagai akibat matinya daerah meristematik.
Magnesium. (Mg). Mg2+ pada sel tumbuhan berperan mengaktivasi enzim
yang terlibat pada respirasi, fotosintesis dan sintesis DNA dan RNA. Mg juga
merupakan bagian dari struktur molekul klorofil.
Gejala defisiensi Mg adalah klorosis di antara vena daun, yang mula-mula
terjadi pada daun tua sebab Mg bersifat mobil. Pola klorosis pada daun disebabkan
karena klorofil pada sel berkas pengangkut tidak terpengaruh oleh defisiensi Mg
dalam periode yang agak lama dibanding klorofil yang ada dalam sel helai daun. Bila
defisiensi terjadi berlarut maka daun akan berwarna kuning atau putih. Selain itu
defisiensi Mg dapat menyebabkan daun akan mengalami absisi lebih dini.
Chlorin (Cl). Elemen chlorin ditemukan dalam tumbuhan sebagai ion Cl-. Cl
dibutuhkan dalam reaksi pemecahan air pada fotosintesis melalui oksigen yang
dihasilkannya. Selain itu Cl juga dibutuhkan pada pembelahan sel di akar dan daun.
Ion Cl- sangat mudah larut dan dalam tanah selalu dalam bentuk tersedia sebab air laut
yang menguap akan dan akan menuju daratan dengan adanya hujan. Jadi defisiensi
chlorin jarang dijumpai pada tumbuhan yang tumbuh secara alami. Beberapa
tumbuhan dapat mengabsorpsi chlorin pada tingkat lebih tinggi dari yang normal
dibutuhkan untuk terjadinya pertumbuhan yang optimal.
Defisiensi Cl adalah menggulungnya ujung daun yang diikuti klorosis dan
nekrosis pada semua bagian daun. Selanjutnya akan diikuti pengurangan pertumbuhan
daun. Akhirnya, daun akan berwarna perunggu (‘bronzing’). Pada akar akan
menunjukkan gejala mengerdil dan menebal pada bagian dekat ujung akar.
Mangan (Mn). Ion Mn2+ mengaktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan,
terutama dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat pada siklus Krebs (TCA).
Fungsi utama Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dari air.
Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada intervena yang akhirnya
berkembang menjadi noda kecil nekrosis. Klorosis dapat terjadi pada daun muda atau
tua bergantung pada spesies dan laju pertumbuhan.
Sodium (Na). Beberapa spesies yang termasuk C4 dan CAM membutuhkan
ion Na+. Ion Na+ pada kelompok tumbuhan tersebut tampaknya penting untuk
meregenerasi PEP (fosfoenolpiruvat) yang merupakan substrat karboksilasi pada jalur
metabolisme C4 dan CAM.

11
Gejala defisiensi Na menunjukkan klorosis dan nekrosis, atau gagal
membentuk bunga. Beberapa spesies C3 hanya membutuhkan Jumlah Na yang
sedikit. Na merangsang pertumbuhan melalui pemacuan pembesaran sel. Na dapat
diganti oleh K pada fungsi osmotik.

Kelompok 4: defisiensi hara mineral yang terlibat dalam reaksi redoks


Hara mikro yang termasuk kelompok ini adalah logam Fe, Zn, Cu, Ni dan Mo.
Kelima logam ini dapat mengalami reaksi oksidasi dan reduksi yang reversibel
(misalnya Fe2+ ↔ Fe3+) dan berperan penting pada transfer elektron dan transformasi
energi. Logam ini sering dijumpai berasosiasi dengan molekul besar seperti sitokrom,
klorofil dan protein (biasanya enzim).
Besi (Fe). Fe berperan penting sebagai komponen enzim yang terlibat dalam
transfer elektron, seperti sitokrom. Pada peran tersebut terjadi oksidasi yang reversibel
dari Fe2+ ke Fe3+ selama transfer elektron.
Seperti halnya defisiensi Mg, gejala defisiensi Fe adalah klorosis pada
intervena. Kebalikan dari defisiensi Mg, maka defisiensi Fe diawali pada daun muda
sebab Fe tidak dapat dimobilisasi dari daun tua. Pada kondisi ekstrim atau defisiensi
yang berkepanjangan, vena daun juga mengalami klorosis, menyebabkan seluruh
daun menjadi putih. Klorosis pada daun disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk
sintesis komplek klorofil-protein dalam kloroplas. Rendahnya mobilitas Fe mungkin
karena Fe mengendap pada daun tua sebagai oksida tidak larut atau komplek dengan
fosfat atau komplek dengan fitoferitin. Protein yang mengikat Fe ditemukan pada
daun dan bagian lain tumbuhan.
Seng (Zn). Beberapa enzim membutuhkan ion Zn2+ untuk mengaktivasi, Zn
juga dibutuhkan untuk biosintesis klorofil pada beberapa spesies.
Defisiensi Zn ditandai dengan reduksi pertumbuhan internodus dan
menyebabkan tumbuhan menjadi roset. Daun mengecil dan distorsi dengan bagian
tepinya mengkerut. Gejala tersebut disebabkan oleh hilangnya kapasitas produksi
IAA. Pada beberapa spesies (jagung, sorghum, dan kacang buncis), daun tua
mengalami klorosis pada intervena dan kemudian akan berkembang menjadi noda
nekrosis. Klorosis menunjukkan bahwa Zn dibutuhkan untuk biosintesis klorofil.
Tembaga (Cu). Seperi halnya Fe yang berasosiasi dengan enzim yang terlibat
dalam reaksi redoks, maka Cu+ dapat berubah menjadi Cu2+. Enzim yang berkaitan

12
dengan Cu adalah plastosianin yang terlibat dalam transfer elektron selama reaksi
terang fotosintesis.
Gejala awal defisiensi Cu adalah daun menjadi hijau gelap dengan
mengandung noda nekrosis. Noda nekrotik awalnya pada ujung daun muda dan
meluas ke arah basal sepanjang tepi daun. Daun akan menggulung atau malformasi.
Pada kondisi defisiensi Cu ekstrim, daun akan gugur lebih dini.
Nikel (Ni). Urease merupakan enzim yang mengandung Ni pada tumbuhan
tingkat tinggi, meskipun mikroba pengikat N juga membutuhkan Ni untuk melakukan
proses fiksasi N.
Defisiensi Ni, tumbuhan mengakumulasi urea dalam daunnya dan akibatnya
ujung daun mengalami nekrosis. Tumbuhan yang tumbuh di tanah jarang mengalami
defisiensi Ni, karena kebutukan Ni sangat kecil.
Molibdat (Mo). Ion molibdat (dari Mo4+ hingga Mo6+) merupakan komponen
beberapa enzim, termasuk nitrat reduktase dan nitrogenase. Nitrat reduktase
mengkatalisa reduksi nitrat mejadi nitrit pada proses asimilasi dalam tumbuhan.
Nitrogenase merubah gas N2 menjadi amonia dalam mikroba pengikat N.
Tanda awal defisiensi Mo pada umumnya klorosis antara vena dan nekrosis
pada daun tua. Pada beberapa tumbuhan seperti cauliflower dan brokoli, daunnya
tidak mengalami nekrosis tetapi akan mengalami malformasi menjadi terpluntir
kemudian mati (penyakit ‘whiptail’). Pembentukan bunga terhambat, atau bunga
gugur lebih dini. Karena Mo terlibat dalam asimilasi nitrat dan fiksasi N2, defisiensi
Mo juga akan diikuti dengan defisiensi N jika sumber N utama berasal dari fiksasi N2
simbiotik.

Analisa jaringan tumbuhan dan kaitannya dengan defisiensi hara mineral


Kebutuhan hara mineral berubah selama pertumbuhan dan perkembangan.
Pada tanaman budidaya, tingkat hara yang diabsorpsi pada fase pertumbuhan tertentu
mempengaruhi hasil yang secara ekonomis penting. Untuk mengoptimalkan hasil,
maka petani menggunakan analisa kandungan hara mineral dalam tanah untuk
menentukan jadwal pemupukan.
Analisa tanah dapat menentukan kandungan hara mineral dalam tanah
terutama yang berada pada daerah perakaran. Tetapi analisa tanah tidak dapat
menggambarkan seberapa banyak hara mineral yang dibutuhkan oleh tumbuhan

13
demikian juga seberapa banyak yang mampu diabsorpsi oleh tumbuhan. Jadi lebih
baik bila analisa tanah disertai juga analisa jaringan tumbuhan.
Analisa jaringan dibutuhkan untuk mengetahui hubungan antara pertumbuhan
tanaman (atau hasil) dengan konsentrasi hara mineral dalam jaringannya. Pada
Gambar 2 menunjukkan bila konsentrasi hara dalam jaringan rendah, maka
pertumbuhan mereduksi. Pada zona defisiensi dari kurva, peningkatan ketersediaan
hara mineral secara langsung berkaitan dengan peningkatan pertumbuhan atau hasil.
Bila ketersediaan hara mineral secara kontinyu meningkat, tidak selamanya berkaitan
dengan peningkatan pertumbuhan atau hasil (bahkan pertumbuhan atau hasil menjadi
konstan) tetapi akan meningkatkan konsentrasi hara dalam jaringan. Pada kurva,
daerah tersebut dikenal dengan zona adequat. Transisi antara daerah defisiensi dan
adequat pada kurva disebut dengan konsentrasi kritis dari hara mineral yang dapat
diartikan sebagai kandungan hara minimum dalam jaringan yang berhubungan dengan
pertumbuhan atau hasil maksimal. Setelah konsentrasi kritis menuju zona adequat
terjadi peningkatan pertumbuhan atau hasil yang menyebabkan menurunnya
konsentrasi hara dalam jaringan. Bila konsentrasi hara dalam jaringan meningkat
setelah zona adequat, pertumbuhan atau hasil menurun dan hal ini disebabkan adanya
keracunan hara. Pada kurva disebut dengan zona toksik.

Zona Zona adekuat/cukup


defisiensi Zona toksik
Pertumbuhan atau hasil
(persen maksimum)

Konsentrasi kritis

Konsentrasi hara dalam jaringan


(µmol/g berat kering)

Gambar 2. Hubungan antara pertumbuhan atau hasil dengan


kandungan hara dalan jaringan tumbuhan. Parameter hasil
dapat ditunjukkan dengan berat kering pucuk atau tinggi pucuk

14
Pupuk kimia vs pupuk organik
Pupuk kimia mengandung garam anorganik dari unsur hara makro N, P, dan
K. Pupuk yamg mengandung hanya satu dari ketiga hara tesebut dikenal dengan
straight fertilizer, misalnya superfosfat, amonium nitrat dan ‘muriate potash’. Pupuk
yang mengandung 2 atau lebih ketiga hara di atas dikenal dengan compound fertilizer
atau mixed fertilizer. Pupuk kimia yang diaplikasikan ke dalam tanah dapat merubah
pH tanah, demikian juga pH tanah dapat mempengaruhi ketersediaan hara mineral
dalam tanah. Pengaruh ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Nitrogen/N

Fosfor/P

Potasium/K

Sulfur/S
Kalsium/Ca

Magnesium/M

Besi/Fe

Mangan/Mn
Boron/B

Copper/Cu

Seng/Zn

Molibdenum/Mo

pH
Asam Netral Alkali

Gambar 3. Pengaruh pH tanah terhadap ketersediaan hara


mineral pada tanah organik. Lebarnya bagian yang berwarna
gelap menunjukkan tingkat ketersediaan hara mineral untuk
akar.

15
Pupuk organik merupakan kebalikan dengan pupuk kimia, yang berasal dari
residu tumbuhan atau hewan. Residu tersebut mengandung hara dalam bentuk
senyawa organik. Sebelum tumbuhan mengabsorpsi hara dari residu, senyawa organik
harus dirombak menjadi bentuk yang lebih sederhana, biasanya melalui mineralisasi
oleh mikroba. Mineralisasi bergantung pada suhu, air, ketersediaan oksigen, dan tipe
serta jumlah mikroba yang ada dalam tanah. Akibatnya laju mineralisasi sangat
beragam dan hara yang berasal dari residu akan tersedia untuk tumbuhan dalam
jangka waktu bervariasi dari hari hingga bulan dan tahun. Meskipun demikian residu
dari pupuk organik dapat meningkatkan struktur fisik dan kelembaban tanah, memacu
retensi air selama kekeringan dan meningkatkan drainase pada musim basah.

Beberapa hara mineral dapat diabsorpsi melalui daun


Hara mineral dapat ditambahkan ke dalam tanah sebagai pupuk, beberapa hara
mineral dapat diaplikasikan pada daun dengan cara semprot. Cara ini disebut dengan
foliar application dan daun dapat mengabsorpsinya. Dengan cara ini dapat
mengurangi jeda waktu antara aplikasi dan uptake hara oleh tumbuhan, sehingga akan
lebih cepat memacu pertumbuhan. Untuk Fe, Mn, dan Cu aplikasi melalui daun lebih
efektif bila dibanding diberikan melalui tanah.
Agar ‘uptake’ hara mineral melalui daun dapat efektif maka larutan hara yang
menempel pada daun membentuk lapisan film. Lapisan film ini dapat dihasilkan
dengan menambahkan bahan surfaktan sehingga dapat mengurangi tegangan
permukaan. Hara mineral akan masuk ke dalam tumbuhan secara difusi melalui
kutikula dan terjadi ‘uptake’ oleh sel tumbuhan. Selain masuk melalui kutikula,
stomata juga berpeluang dapat dilalui oleh hara mineral, tetapi peluangnya kecil
karena struktur stomata yang sedemikian rupa kecil kemungkinannya dapat dilalui
oleh cairan. Agar ‘uptake’ hara oleh daun dapat optimal maka hendaknya dihindari
aplikasi hara mineral pada kondisi terik matahari, karena dapat mengakibatkan daun
terbakar yang disebabkan oleh tingginya penguapan dan garam mineral terakumulasi
di permukaan daun. Aplikasi hara mineral melalui daun yang tepat adalah saat pagi
atau sore hari. Ada kalanya aplikasi hara mineral pada daun lebih menguntungkan
untuk produksi. Misalnya aplikasi N pada daun gandum saat pertumbuhan dewasa
maka dapat memacu peningkatan kandungan protein dalam bijinya.

16
Muatan negatif pada partikel tanah mempengaruhi adsorpsi hara mineral
Partikel tanah baik yang organik maupun anorganik keduanya bermuatan
negatif pada bagian permukaannya. Partikel tanah anorganik adalah kristal yang
tersusun secara tetrahedral dari Al3+ dan Si4+ yang mengikat atom oksigen membentuk
aluminat dan silikat. Bila kation-kation yang muatannya lebih rendah dari Al3+ dan
Si4+ menggantikannya maka partikel tanah tersebut menjadi bermuatan negatif.
Partikel tanah organik dibentuk dari hasil dekomposisi oleh mikrobia terhadap
material tumbuhan, hewan dan mikroba yang mati. Muatan negatif pada permukaan
partikel tanah dihasilkan dari disosiasi ion hidrogen membentuk asam karboksilat dan
fenolat yang ada pada komponen tanah. Sebagian besar partikel tanah berupa
anorganik.
Partikel tanah anorganik dikategorikan berdasarkan ukuran partikel adalah:
- batu kerikil dengan diameter partikel lebih besar dari 2 mm
- pasir kasar dengan diameter partikel antara 0,2 – 2 mm
- pasir halus dengan diameter partikel anrtara 0,02 – 0,2 mm
- lumpur dengan diameter partikel antara 0,002 – 0,02 mm
- liat dengan diameter partikel lebih kecil dari 0,002 mm
Mineral kation seperti NH4+ dan K+ akan mengalami adsorpsi ke permukaan
negatif partikel tanah anorganik dan organik. Adsorpsi kation ini merupakan faktor
penting untuk kesuburan tanah. Mineral kation yang diadsorpsi pada permukaan
partikel tanah tidak mudah hilang saat tanah tercuci oleh air dan hal ini menyebabkan
penyimpanan hara yang tersedia bagi akar. Tetapi kation ini dapat digantikan oleh
kation lain dan prosesnya disebut pertukaran kation (cation exchange) (Gambar 4).
Tingkat dimana tanah dapat mengadsorpsi dan menukar ion disebut dengan kapasitas
pertukaran kation/KTK (CEC: cation exchange capacity) dan bergantung pada tipe
tanah. Tanah yang mempunyai KTK tinggi artinya pada tanah tersebut mempunyai
hara mineral cadangan yang banyak.
Mineral anion seperti NO3- dan Cl- cenderung ditolak oleh muatan negatif permukaaan
partikel tanah dan akan terlarut dalam larutan tanah. Kapasitas pertukaran anion pada
lahan pertanian kurang diperhatikan. Di antara anion, nitrat yang paling mobil dalam
larutan tanah, jadi paling peka terhadap pencucian oleh air dan hilang dari tanah.
Ion fosfat (H2PO2-) dapat terikat pada partikel tanah yang mengandung Al atau
Fe sebab keduanya bermuatan positif dan mempunyai gugus hidroksil yang dapat

17
dipertukarkan dengan fosfat. Akibatnya fosfat dapat terikat kuat dan mobilitas dan
ketersediaannya dalam tanah dapat membatasi pertumbuhan.

Partikel
tanah

Gambar 4. Prinsip pertukaran kation pada permukaan partikel


tanah. Kation dapat terikat pada permukaan partikel tanah karena
permukaan partikel tanah bermuatan negatif. Adanya kation
seperti K+ dapat menggantikan kation lain seperti Ca2+ dari
ikatannya pada permukaan partikel tanah dan menjadikannya
bentuk tersedia bagi akar.

Sulfat (SO4-) ada bersamaan dengan kalsium (Ca2+) membentuk gipsum


(CaSO4). Gipsum agak sulit terlarut, tetapi sulfat yang dilepaskan sudah mencukupi
untuk mendukung pertumbuhan. Pada tanah yang tidak masam mengandung Ca yang
banyak, akibatnya mobilitas sulfat dalam tanah tersebut rendah, jadi sulfat tidak
mudah tercuci.

pH tanah mempengaruhi ketersediaan hara mineral, mikroba tanah dan


pertumbuah akar
Konsentrasi ion H+ (pH) merupakan sifat yang penting dalam tanah sebab
mempengaruhi pertumbuhan akar dan mikroba tanah. Pertumbuhan akar umumnya
diuntungkan oleh tanah yang agak asam, yaitu pada pH antara 5,5 – 6,5. Cendawan
umumnya banyak dijumpai pada tanah masam, bakteri lebih banyak pada tanah alkali.
pH tanah menentukan ketersediaan hara mineral dalam tanah. Keasaman memacu
pelapukan batu dan melepaskan K+, Mg2+, Ca2+ dan Mn2+ dan meningkatkan kelarutan

18
karbonat, sulfat dan fosfat. Peningkatan kelarutan hara mineral mempengaruhi
ketersediaannya untuk akar.
Faktor utama pada pH tanah rendah adalah dekomposisi bahan organik dan
jumlah curah hujan. Karbon dioksida yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik
dan keseimbangan dengan air tanah mengikuti reaksi sbb:

CO2 + H2O H+ + HCO3-


Reaksi di atas melepaskan ion H+, menyebabkan pH tanah menurun. Dekomposisi
bahan organik oleh mikroba juga menghasilkan amonia dan hidrogen sulfida yang
dapat mengalami oksidasi dalam tanah membentuk asam nitrat kuat (HNO3) dan asam
sulfat (H2SO4). Ion H+ dapat menggantikan oleh K+, Mg2+, Ca2+ dan Mn2+ dari
komplek pertukaran kation dalam tanah. Pencucian dapat menghilangkan ion-ion
tersebut dari lapisan atas tanah, menyebabkan pH tanah lebih asam. Sebaliknya
pelapukan batu pada daerah kering melepaskan K+, Mg2+, Ca2+ dan Mn2+ ke tanah,
tetapi karena rendahnya curah hujan, ion-ion tersebut tidak tercuci dari lapisan atas
tanah dan tanah akan bersifat alkali.

Akibat kelebihan hara mineral dalam tanah terhadap pertumbuhan


Bila hara mineral berlebih dalam tanah, tanah dapat dikatakan menjadi ‘saline’
dan pertumbuhan tumbuhan dapat terhambat bila hara mineral mencapai tingkat yang
membatasi ketersediaan air atau kelebihan hara mineral tertentu. NaCl dan NaSO4
merupakan garam yang umum ada pada tanah salin. Kelebihan hara mineral dalam
tanah dapat merupakan faktor penting di daerah kering dan semi-kering sebab curah
hujan tidak mencukupi untuk mencuci ion mineral dari lapisan atas tanah. Tanah
pertanian yang teririgasi membantu perubahan salinitas tanah bila air cukup mencuci
garam yang ada zona perakaran. Air irigasi dapat mengandung 100 – 1000 g hara
mineral/m3. Rata-rata tanaman budidaya membutuhkan sekitar 4000 m3 air/are.
Akibatnya 400 – 4000 kg hara mineral akan masuk ke dalam tanah.
Pada tanah salin, tumbuhan akan mengalami adaptasi ke arah stres garam.
Beberapa tumbuhan terpengaruh oleh kadar garam meskipun pada tingkat yang
rendah, tumbuhan lainnya dapat hidup pada tingkat garam yang tinggi (salt-tolerant
plants) atau tumbuh dengan baik (halophytes). Mekanisme toleransi tumbuhan
terhadap salinitas cukup komplek, meliputi sintesis molekuler, induksi enzim dan
transport membran. Pada beberapa spesies, kelebihan hara mineral tidak akan

19
diabsorpsi; pada spesies lainnya kelebihan tersebut dapat diabsoprsi tetapi akan
dieksresikan dari tumbuhan melalui kelenjar garam yang ada di daun. Untuk
mencegah terjadinya keracunan hara mineral dalam sitosol, tumbuhan akan
menimbun hara mineral dalam vakuola.
Masalah penting kelebihan hara mineral adalah akumulasi logam berat dalam
tanah, sebab dapat menyebabkan beberapa efek keracunan seperti halnya pada
manusia. Logam berat yang dimaksud adalah seng (Zn), tembaga (Cu), kobalt (Co),
nikel (Ni), merkuri (Hg), timah (Pb), cadmium (Cd), perak (Ag) dan chromium (Cr).

Tumbuhan akan memperluas sistem perakaran


Kemampuan tumbuhan untuk mencapai air dan hara mineral dari dalam tanah
berkaitan dengan kapasitasnya memperluas sistem perakaran. Dari hasil penelitian
yang telah dilakukan sistem perakaran dari tanaman sejenis gandum setelah 16 MST
mempunyai 13 x 106 akar primer dan lateral, dengan panjang total kira-kira 500 km
dengan luas permukaan 200 m2. Tanaman ini juga mempunyai lebih dari 1010 akar
rambut, dengan luas permukaan 300 m2.
Di padang pasir, akar genus Prosopis dapat tumbuh ke bawah hingga lebih
dari 50 m menembus kedalaman tanah. Tanaman budidaya tahunan mempunyai akar
yang tumbuh pada kedalaman antara 0,1 – 2 m dan tumbuh ke samping hingga jarak
0,3 – 1 m.
Akar dapat tumbuh secara kontinyu sepanjang tahun. Proliferasinya
bergantung pada ketersediaan air dan hara mineral yang ada di lingkungan mikro
sekitar akar, dan disebut rhizosphere. Bila rhizosfer miskin hara mineral atau kering,
pertumbuhan akar meningkat. Jika pemupukan dan irigasi dapat menyebabkan hara
mineral dan air melimpah, pertumbuhan akar tidak diikuti dengan pertumbuhan tajuk.

Sistem perakaran berbeda bentuknya tetapi mempunyai struktur umum yang


sama
Bentuk parakaran berbeda di antara spesies tumbuhan. Pada monokotil,
perkembangan akar diawali dengan terbenamnya 3 sampai 6 sumbu akar primer dari
biji yang berkecambah. Pada pertumbuhan selanjutnya adanya akar adventif yang
baru, disebut nodal roots atau brace roots. Selanjutnya akar primer dan aksis akar
primer dan nodal root tumbuh dan bercabang membentuk sistem akar serabut. Pada
sistem akar serabut, semua akar umumnya mempunyai diameter sama (kecuali pada

20
kondisi lingkungan atau adanya patogen yang dapat mengubah struktur akar), jadi
sulit dibedakan dengan akar utama.
Sebaliknya pada dikotil, perkembangan sistem perakaran meliputi aksis akar
utama tunggal yang disebut taproot yang akan menebal akibat dari aktivitas kambium
sekunder. Dari aksis akar utama, akar lateral berkembang membentuk percabangan.
Perkembangan sistem perakaran pada monokotil dan dikotil bergantung pada
aktivitas meristem apikal akar dan meristem akar lateral. Daerah apikal akar ditandai
dengan 3 zona aktivitas yaitu meristematik, elongasi dan maturasi (Gambar 4). Pada
zona meristematik terjadi pembelahan sel kedua arah yaitu yang ke arah basal
membentuk sel-sel yang akan berdiferensiasi menjadi jaringan fungsional akar dan
kearah apek akar membentuk tudung akar. Tudung akar melindungi sel-sel
meristematik saat akar harus melalui partikel tanah. Selain itu tudung akar
mensekresikan senyawa gelatin yang disebut mucigel, yang umumnya dijumpai di
sekitar ujung akar. Fungsi mucigel belum jelas, tetapi diduga sebagai pelumas saat
akar melakukan penetrasi di antara partikel tanah, melindungi apek akar dari
pengeringan, memacu transfer hara mineral dari tanah ke akar atau mempengaruhi
interaksi antara akar dengan mikroba tanah. Tudung akar merupakan pusat penerima
rangsang gravitasi sehingga pertumbuhan akar menuju ke arah bawah. Proses ini
disebut gravitropic response.
Pembelahan sel pada apek akar jarang dan lambat, dan daerah tersebut disebut
quiescent center. Setelah beberapa generasi pembelahan sel yang lambat, sel-sel akar
yang digantikan pada bagian apek (sekitar 0,1 mm) mulai membelah lebih cepat.
Pembelahan sel berangsur-angsur berkurang pada bagian sekitar 0,4 mm dari apek
dan sel-sel akan membesar secara seimbang ke segala arah.
Zona elongasi dimulai antara 0,7 – 1,5 mm dari apek. Pada zona ini sel-sel
akan cepan memanjang dan mengalami pembelahan melingkar menghasilkan
endodermis. Dinding endodermis tebal, dan suberin dideposit pada dinding radial
membentuk pita caspary, yaitu suatu struktur hidrophobik yang mencegah
pergerakan air atau solut secara apoplastik melewati akar. Endodermis membagi akar
menjadi 2 bagian yaitu kortek (ke arah dalam) dan stele (ke arah luar). Stele
mengandung elemen vaskuler akar: floem yang mentranspor metabolit dari tajuk ke
akar dan xilem yang mentranspor air dan solut ke tajuk.

21
Rambut akar
Zona maturasi

Kortek

Endodermis
dengan pita
Caspary

Gambar 5. Diagram longitudinal


Bagian dengan
pembelahan sel
penampang daerah apikal akar. Sel-
yang cepat sel meristematik terdapat dekat ujung
Pusat akar dengan akar. Sel-sel tersebut menghasilkan
pembelahan sel
yang sedikit
tudung akar dan jaringan berdiferensiasi
(quiescent center) di atasnya. Pada zona elongasi, sel-sel
menghasilkan xilem, floem dan kortek.
Tudung akar Rambut akar terbentuk dibagian sel
epidermis, pertama muncul zona
Lapisan mucigel
maturasi.

lebih cepat daripada xilem, membuktikan bahwa floem


ritis di bagian apek akar. Sejumlah besar karbohidrat

harus dilewatkan floem untuk pertumbuhan zona apikal yang meliputi pembelahan sel
dan elongasi. Karbohidrat menyebabkan sel tumbuh cepat, karena karbohidrat sebagai
sumber energi dan rangka karbon yang dibutuhkan untuk mensintesis senyawa
organik. Gula dengan karbon 5 (heksosa) berfungsi juga sebagai solut untuk
keseimbangan osmotik dalam jaringan akar. Pada apek akar, floem belum
berkembang, pergerakan karbohidrat bergantung pada difusi simplastik dan relatif
lambat. Lambatnya laju pembelahan sel di quiescent center disebabkan kurangnya
karbohidrat yang dapat mencapai daerah pusat atau daerah ini selalu pada kondisi
oksidasi.
Rambut akar yang luas permukaan terbesar terdapat pada zona maturasi
berfungsi mengabsorpsi air dan solut. Di bagian ini xilem berkembang dengan
kapasitas untuk mentranslokasikan sejumlah air dan solut ke tajuk.

22
Daerah akar yang berbeda akan mengabsorpsi ion mineral yang berbeda
Pendapat mengenai hara mineral diabsorpsi hanya melalui daerah apikal apek
akar atau percabangan atau hara mineral diabsorpsi oleh semua permukaan akar.
Keduanya dimungkinkan bergantung pada spesies dan hara mineralnya. Sebagai
contoh:
Pada barley, Ca diabsorpsi akar hanya terbatas pada daerah apikal.
Pada barley, Fe diabsorpsi pada daerah apikal, pada jagung, Fe diabsorpsi
pada semua permukaan akar.
K, NO3, NH4, dan PO4 dapat diabsorpsi pada semua permukaan akar, pada
jagung, zona elongasinya merupakan tempat akumulasi K dengan laju
maksimum dan absorpsi NO3.
Pada jagung dan padi, apek akar mengabsorpsi NH4 lebih cepat dibanding
zona elongasi.
Pada beberapa spesies, akar rambut lebih aktif untuk mengabsorpsi PO4.

23
MODUL KULIAH

FISIOLOGI TUMBUHAN DASAR (BIO 242)

HARA MINERAL UNTUK

TUMBUHAN

TRIADIATI

DEPARTEMEN BIOLOGI, FMIPA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2004

24

Anda mungkin juga menyukai