Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mutu pendidikan dipengaruhi banyak faktor, yaitu siswa, pengelola
sekolah (kepala sekolah, guru, staf, dan dewan atau komite sekolah),
lingkungan (orangtua, masyarakat, dan sekolah), kualitas pembelajaran, dan
kurikulum (Suhartoyo, 2005:2). Hal ini dipertegas oleh Mardapi (2003:8)
yang menyatakan bahwa usaha peningkatan kualitas pendidikan dapat
ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem
penilaian. Keduanya saling terkait, sistem pembelajaran yang baik akan
menghasilkan kualitas belajar yang baik.
Selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk
menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar
yang lebih baik. Salah satu faktor yang penting untuk mencapai tujuan
pendidikan dengan demikian adalah proses pembelajaran yang dilakukan,
sedangkan salah satu faktor penting untuk keefektifan pembelajaran adalah
faktor evaluasi, baik terhadap program, proses, maupun hasil pembelajaran.
Evaluasi dapat mendorong guru untuk meningkatkan kualitas proses
pembelajaran serta mendorong sekolah untuk meningkatkan fasilitas dan
kualitas manajemen sekolah.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka di dalam pembelajaran
dibutuhkan guru yang tidak hanya mampu mengajar dengan baik, tetapi juga
mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian
dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya
bertumpu pada penilaian hasil belajar, tetapi juga perlu penilaian terhadap
input, output, maupun kualitas proses pembelajaran itu sendiri.
Ada tiga aspek yang perlu diperhatikan untuk lebih memahami apa
yang dimaksud dengan evaluasi, yaitu:1
1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa
evaluasi merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
1
Ngalim, Purwanto, Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran, (Bandung: Rosdakarya,
2012), Hal: 3-4.
1
berkesinambungan. evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir
atau penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan
kegiatan yang dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung,
dan pada akhir program setelah program itu dianggap selesai.
2. Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data
yang menyangkut objek yang sedang dievaluasi. Dalam kegiatan
pengajaran, data yang dimaksud mungkin berupa perilaku atau
penampilan siswa selama mengikuti perlajaran, hasil ulangan atau
tugas-tugas, hasil ulangan atau tugas-tugas pekerjaan rumah.
Berdasarkan data itulah selanjutnya diambil suatu keputusan sesuai
dengan maksud dan tujuan evaluasi yang sedang dilaksanakan.
3. Setiap kegiatan evaluasi tidak dapat dilepaskan dari tujuan-tujuan
pengajaran yang hendak dicapai. Tanpa menentukan atau merumuskan
tujuan-tujuan terlebih dulu, tidak mungkin menilai sejauh mana
pencapaian hasil belajar siswa. Hal ini adalah karena setiap kegiatan
memerlukan suatu kriteria tertentu sebagai acuan dalam menentukan
batas ketercapaian objek yang dinilai. Adapun tujuan pengajaran
merupakan kriteria pokok dalam penilaian. Dalam hubungannya dengan
keseluruhan proses belajar mengajar, tujuan pengajaran dan proses
belajar mengajar serta prosedur evaluasi saling berkaitan dan tidak
dapat dipisahkan dari yang lain.

B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas adapun rumusan masalahnya
adalah:
1. Bagaimana evaluasi proses pembelajaran peserta didik?
2. Bagaimana evaluasi hasil pembelajaran peserta didik?
3. Bagaimana evaluasi program kegiatan peserta didik?

BAB II
PEMBAHASAN

2
A. Pengertian, Tujuan dan Fungsi Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah proses penentuan seberapa jauh individu atau
kelompok telah mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Evaluasi adalah proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk
mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan
informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat penilaian. 2
Adapun pengertian evaluasi menurut beberapa ahli:3
a. Groundlund (1976) mengemukakan bahwa evaluasi adalah “...a
systematic process of determining the extent to which intructional
objectives are achieved by pupil.”
b. Nurkancana (1983) menyatakan bahwa evaluasi berkenaan dengan
proses kegiatan untuk menentukan nilai sesuatu.
c. Raka Joni (1975) mengartikan evaluasi sebagai suatu proses dimana
kita mempertimbangkan suatu barang atau gejala dengan
mempertimbangkan patokan-patokan tertentu, mana mengandung
pengertian baik dan tidak baik, memadai dan tidak memadai,
memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat, dengan kata lain kit
melakukan value judgement.
d. Arikunto (2006) suatu tindakan mengukur dan menilai. Mengukur
artinya membandingkan sesuatu dengan satu ukuran yang bersifat
kuantitatif, sedangkan menilai adalah mengambil keputusan atas
sesuatu dengan ukuran baik buruk atau bersifat kualitatif.
Dengan demikian evaluasi adalah suatu proses untuk menentukan
nilai sesesorang dengan menggunakan patokan-patokan tertentu untuk
mencapai suatu tujuan tertentu. Sebelum dilakukan evaluasi maka terlebih

2
Imam, Gunawan, dkk. Manajemen Pendidikan: Suatu Pengantar Praktik, (Bandung:
Alfabeta, 2017), Hal. 160.
3
Eka, Prihati, Manajemen Peserta Didik, (Bandung: Alfabeta, 2014), Hal: 108.

3
dahulu dilakukan pengukuran, pengukuran (measurement) diartikan
sebagai satu usaha untuk mengetahui sesuatu sebagaimana adanya.4

2. Tujuan dan Fungsi Evaluasi5


a. Tujuan evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui kemajuan peserta didik selama jangka waktu
tertentu.
2) Untuk mengetahui efisiensi metode pendidikan yang dipergunkan
selama jangka waktu tertentu.
3) Untuk mengetahui keberhasilan kinerja lembaga pendidikan dalam
penyelenggaraan proses pendidikan dalam jangka waktu tertentu.
b. Fungsi evaluasi adalah sebagai berikut
1) Untuk memberikan motivasi terhadap hal belajar mengajar.
2) Untuk melengkapi informasi mengenai kemajuan dan kemunduran
belajar peserta didik.
3) Untuk bahan pertimbangan kenaikan kelas.
4) Untuk memperoleh data bai pekerjaan dan penyuluhan.
5) Untuk memberikan informasi tentang kemampuan siswa sehingga
dapat dikembangkan secara optimal.
6) Untuk melihat kinerja guru
7) Untuk memberikan informasi kepada guru, murid dan orang tua
tentang apa dan sampai dimana perkembangan yang dicapai peserta
didik.
Dengan demikian tujuan dan fungsi evaluasi adalah untuk
mengetahui sejauh mana peserta didik menampilkan performansi
sebagaimana yang diharapkan. Hal tersebut untuk mengambil keputusan-
keputusan penting untuk melakukan bimbingan, apakah perlu diberi les,
diberi latihan, nasihat, bimbingan dan penyuluhan, dipromosikan,
diikutkan dalam perlombaan, dinakikan kelas, diluluskan, dimutasi, diberi
beasiswa, di drop out, dan lain-lain.6
4
Ibid, Hal: 109.
5
Ibid.

6
Ibid, Hal: 109-110.
4
B. Evaluasi Proses Pembelajaran Peserta Didik
Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar
mengajar. Secara sistematik, evaluasi pembelajaran diarahkan pada
komponen-komponen sistem pembelajaran, yang mencakup komponen input,
yakni perilaku awal (entry behaviour) siswa, komponen input instrumental
yakni kemampuan profesional guru atau tenaga kependidikan, komponen
kurikulum (program studi, metode, media), komponen administratif (alat,
waktu, dana), komponen proses adalah ialah prosedur pelaksanaan
pembelajaran, komponen output ialah hasil pembelajaran yang menandai
ketercapaian tujuan pembelajaran. Dalam hal ini perhatian hanya ditujukan
pada evaluasi terhadap komponen proses dalam kaitannya dengan komponen
input instrumental.7
1. Fungsi dan tujuan evaluasi pembelajaran8
a. Untuk pengembangan
Untuk mengembangakan suatu program pendidikan, yang
meliputi program studi, kurikulum, program pembelajaran, desain
belajar mengajar, pada hakikatnya adalah pengembangan dalam
bidang perencanaan. Perencanaan mengandung nilai strategis, karena
merupakan acuan dalam rangka operasionalisasi pendidikan atau
pembelajaran. Pengembangan setiap rencana atau program
membutuhkan data dan informasi yang akurat, dan untuk itu
diperlukan instrumen evaluasi yang handal. Dalam konteks inilah
evaluasi dapat memberikan sumbangan yang sangat bermakna bagi
pendeskripsian kebutuhan program, perumusan tujuan, spesifikasi
kemampuan, perumusan pengalaman belajar, menganalisis materi
program, menetapkan strategi pembelajaran, menetapkan media dan
sumber, serta merancang prosedur evaluasi. Perumusan aspek-aspek
program tersebut hendaknya didukung oleh data atau informasi yang
dihasilkan oleh sistem penilaian (evaluasi).
b. Untuk akreditasi
7
Oemar, Hamalik, Kurikulum dan Pembelajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), Hal: 171.
8
Ibid, Hal: 171-172.
5
Berbeda dengan fungsi pertama, evaluasi juga berfungsi dan
bertujuan untuk menetapkan kedudukan suatu program pembelajaran
berdasarkan ukuran atau kriteria tertentu, sehigga suatu program dapt
dipercaya, diyakini dan dapat dilaksankan terus, atau sebaliknya
program itu harus diperbaiki atau disempurnakan. Suatu program yang
diyakini kehandalannya berarti telah diakreditasikan. Untuk
menetapkan akreditasi program diperlukan data atau informasi
pendukung berdasarkan penilaian dengan tolok ukuran tertentu.
Pihak yang memberikan evaluasi akreditasi biasanya berbeda
dengan pihak yang mengembangkan program, dan bukan pula yang
menjadi pihak pelaksana program. Pengumpulan data dapat saja
bersumber dari para pengembangan program, pelaksana atau pemakai
program, pemakai lulusan program dan pihak-pihak lain yang dapat
memberikan informasi mengenai program yang dinilai itu.
Masing-masing fungsi evaluasi tersebut dilaksanakan dengan
cara yang berbeda. Evaluasi untuk pengembangan dilaksanakan
dengan metode eksploratori dan metode deskriptif, sedangkan
penilaian untuk akreditasi umumnya dilaksanakan dengan metode
eksplanasi, atau dengan teknik expo facto.

2. Sasaran evaluasi pembelajaran9


Sasaran evaluasi pembelajaran adalah untuk menjawab pertanyaan
tentang apa yang dinilai dalam sistem pembelajaran. Jawaban atas
pertanyaan tersebut berkenaan dengan hal-hal atau objek atau aspek-aspek
penilaian pembelajaran. Ada 4 hal pokok yang dijadikan sebagai sasaran
evaluasi pembelajaran, yakni tujuan pembelajaran, unsur dinamis
pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan pelaksanaan kurikulum.
a. Evaluasi tujuan pembelajaran
Setelah berlangsung proses pembelajaran, maka dipandang
perlu dilakukan evaluasi tentang tujuan dari pembelajaran tersebut
berdasarkan hasil belajar yang telah dicapai oleh siswa. Hal ini

9
Ibid, Hal: 172-177.
6
penting karena dengan cara ini, dapat ditetapkan apakah tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan sebelumnya perlu dipertahankan
atau perlu diperbaiki, dengan implikasinya perlu pula perbaikan
program pembelajaran selanjutnya.
b. Evaluasi unsur dinamis pembelajaran
Unsur-unsur pembelajaran pada hakikatnya merupakan unsur
penunjang dalam proses pembelajaran. Besarnya dan kuatnya
dukungan unsur-unsur ada yang turut menentukan tingkat efisiensi
dan efektivitas pembelajaran. Karena itu sasaran-sasaran seperti
motivasi belajar siswa, bahan pelajaran, alat bantu belajar, suasana
belajar dan keadaan subjek didik, perlu dilakukan penilaian secara
cermat dan saksama, sehingga mutu program pembelajaran semakin
meningkat.
c. Evaluasi pelaksanaan pembelajaran
Sasaran ini perlu dinilai untuk mengetahui derajat
keterlaksanaan daripada pembelajaran itu. Aspek-aspek yang perlu
dinilai terdiri dari:
1) Tahap permulaan pembelajaran:
2) Tahap inti pembelajaran:
3) Tahap akhir pembelajaran:
4) Tahap tindak lanjut
d. Evaluasi pelaksanaan kurikulum
Sasaran ini perlu dilakukan evaluasi terutama yang berkenaan
dengan pelaksanaan kurikulum. Dalam hubungan ini, evaluasi
berpijak pada tingkat ketercapaian tujuan yang telah ditentukan,
sejauh mana ruang lingkup dan bahasan yang telah disampaikan serta
diserap oleh siswa, penggunaan strategi pembelajaran hingga
ketercapaian hasil belajar siswa.

3. Prosedur evaluasi pembelajaran10

10
Ibid, Hal:177-180
7
Penetapan prosedur evaluasi pembelajaran berdasarkan fungsi,
tujuan dan sasaran yang hendak dievaluasi. Ada beberapa bentuk atau
teknik yang dapat digunakan, ialah:
a. Studi kasus
Studi kasus adalah suatu prosedur evaluasi dalam upaya
mempelajarai satu orang siswa atau sekelompok siswa yang dijadikan
sebagai kasus, dengan cara menghimpun data dan informasi dari
semua pihak yang terkait dengan kasus tersebut dan dengan berbagai
teknik pengukuran yang relevan.
b. Inventoris dan questionaires
Biasanya inventoris jarang digunakan oleh guru, karena
didasarkan pada penelitian yang intensif, lebih panjang dan lebih luas
dari check list. Adapun caranya sama saja dengan check list yaitu
dengan memberikan tanda atau jawaban ya atau tidak. Inventoris ini
digunakan untuk menyelidiki mental, sikap, dan kepribadian. Data
inventoris ini untuk dipergunakan dalam memberikan bimbingan
kepada murid-murid itu.
Questionaires terdiri dari satu seri pertanyaan atau statemen
dengan maksud dapat dijawab oleh murid yang akan dinilai itu
mengenai: minat, sikap, pendapat dan pertimbangannya.
Questionaires ini disusun dengan maksud untuk mengetahui latar
belakang murid, mengenai kedudukan sosial ekonominya, sikapnya
terhadap sesuatu, minat pertimbangannya. Hasil dari questionaires ini
penting untuk memberikan bimbingan kepada murid-murid.
c. Observasi
Guru dapat memperoleh epidensi tentang murid secara
langsung dari murid itu sendiri. Tentu saja epidensi ini perlu
diinterpretasikan dulu sebelum digunakan untuk tujuan-tujuan
tertentu. Guru berinteraksi dengan murid baik di dalam maupun di
luar kelas untuk melihat dan mendengar apa yang diperbuat oleh
murid.
d. Anecdotal records

8
Dipergunakan untuk mencatat kejadian-kejadian singkat yang
insidental mengenai adjustment dan emosional adjustment. Karenanya
anecdotal records harus diambil dari kejadian-kejadian insidental,
faktual, aktual tanpa interpretasi dan dibubuhi perasaan-perasaan yang
dirasakan oleh guru. Lagi pula kejadian-kejadian itu haruslah bersifat
penting dan bermakna dalam pertumbuhan atau perkembangan murid.
Tujuannya adalah memberikan gambaran tentang perubahan
pertumbuhan dan perkembangan murid dalam jangka waktu tertentu.
Catatan singkat itu mengenai kepribadiannya, hubungan sosialnya,
sikap sopan santun, sikap menolong, kecerdasan berpikir dan
sebagainya.

C. Evaluasi Hasil Pembelajaran Peserta Didik


Evaluasi hasil belajar peserta didik adalah suatu proses yang
sistematis dan berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan,
menginterpretasikan dan menyajikan informasi terhadap hasil yang telah
dicapai peserta didik dengan menggunakan acuan atau kriteria penilaian.11
Evaluasi hasil belajar peserta didik mengacu pada Peraturan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Penilain Hasil
Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Penilaian dalam proses pendidikan merupakan komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari komponen lainnya khususnya pembelajaran. Penilaian
merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur
pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
dilakukan untuk memantau proses, kemajuan belajar, dan perbaikan hasil
belajar peserta didik secara berkesinambungan.12
Evaluasi hasil belajar peserta didik perlu dilakukan dan diketahui
untuk melihat sejauh mana perkembangan peserta didik dalam waktu tertentu
atau dari waktu ke waktu. Manfaat dari evaluasi ini adalah selain bagi peserta

11
Imam, Gunawan, dkk. Manajemen Pendidikan: Suatu Pengantar Praktik, (Bandung: Alfabeta,
2017), Hal. 160.
12
Ibid, Hal: 161
9
didik itu sendiri untuk mengetahui seberapa besar perkembangan kognitif,
afektif dan psikomotor selama mengikuti pendidikan.13
Bagi lembaga atau guru itu sendiri, evaluasi peserta didik merupakan
data yang menunjukan sejauh mana kinerja yang dilakukan oleh lembaga
pendidikan dalam menyelenggarakan proses pembelajaran, apakah telah
mencapai tujuan yang ditentukan serta tujuan yang telah digemborkan atau
memang harus mengadakan perencanaan ulang karena setiap kelemahan dan
kegagalan dalam perencanaan akan menjadi cermin atau revisi bagi
perencanaan berikutnya.14
Evaluasi bagi guru merupakan uji kinerja yang dilakukan guru, sejauh
mana profesionalisme guru dalam melakukan pekerjaannya sebagai
transformasi pendidikan kepada murid, uji terhadap strategi pembelajaran
yang diberikan, apakah sudah terpat atau tidak. Bagi semuanya, evaluasi
merupakan penilaian dalam melihat keoptimalan perkembangan anak, pada
akhirnya evaluasi akan meningkatkan performance serta citra bagi sekolah
tersebut.15
Pelaksanaan penilaian hasil belajar oleh pendidik merupakan wujud
pelaksanaan tugas profesional pendidik. Penilaian hasil belajar oleh pendidik
tidak terlepas dari proses pembelajaran. Oleh karena itu, penilaian hasil
belajar oleh pendidik menunjukan kemampuan guru sebagai pendidik
profesional. Jika mengacu pada konteks pendidikan berdasarkan standar
(standard based education), kurikulum berdasarkan kompetensi (competency
based curriculum), dan pendekatan belajar tuntas (mastery learning), maka
penilaian proses dan hasil belajar merupakan parameter tingkat pencapaian
kompetensi minimal. Untuk itu, berbagai pendekatan, strategi, metode, teknik
dan model pembelajaran perlu dikembangkan untuk memfasilitasi peserta
didik agar mudah dalam belajar dan mencapai keberhasilan belajar secara
optimal.16

13
Eka, Prihati, Manajemen Peserta Didik, Hal: 107.
14
Ibid, Hal: 108.
15
Ibid, Hal: 108.
16
Imam, Gunawan, dkk. Manajemen Pendidikan: Suatu Pengantar Praktik, (Bandung: Alfabeta,
2017), Hal. 162.
10
Kurikulum 2013 mempersyaratkan penggunaan penilaian autentik
(authentic assesment). Secara paradigmatik penilaian autentik memerlukan
perwujudan pembelajaran autentik (authentic instruction) dan belajar autentik
(authentic learning). Hal ini diyakini bahwa penilaian autentik lebih mampu
memberikan informasi kemampuan peserta didik secara holistik dan valid.
Penilaian hasil belajar peserta didik adalah proses pengumpulan informasi
atau bukti tentang capaian pembelajaran peserta didik dalam kompetensi
sikap spiritual dan sikap sosial, kompetensi pengetahuan dan kompetensi
keterampilan yang dilakukan secara terencana dan sistematis, selama dan
setelah proses pembelajaran.17
Penilaian hasil belajar oleh pendidik memiliki fungsi untuk memantau
kemajuan belajar, memantau hasil belajar dan mendeteksi kebutuhan
perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Berdasarkan
fungsinya, penilaian hasil belajar peserta didik meliputi:18
a. Penilaian formatif yaitu memperbaiki kekurangan hasil belajar peserta
didik dalam sikap, pengetahuan, dan keterampilan pada setiap kegiatan
penilaian selama proses pembelajaran dalam satu semester, sesuai
dengan prinsip kurikulum 2013 agar peserta didik tahu, mampu dan
mau. Hasil dari kajian terhadap kekurangan peserta didik digunakan
untuk memberikan pembelajaran remedial dan perbaikan RPP serta
proses pembelajaran yang dikembangkan guru untuk pertemuan
berikutnya.
b. Penilaian sumatif yaitu menetukan keberhasilan belajar peserta didik
pada akhir suatu semester, satu tahun pembelajaran atau masa
pendidikan di satuan pendidikan. Hasil dari penentuan keberhasilan ini
digunakan untuk menentukan nilai raport, kenaikan kelas dan
keberhasilan belajar satuan pendidikan seorang peserta didik.
Lingkup penilaian hasil belajar peserta didik menurut Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang
Penilaian Hasil Belajar oleh Pendidik pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan
Menengah, mencakup kompetensi sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan
17
Ibid.
18
Ibid.
11
dan keterampilan. Jika mengacu kepada Taksonomi Bloom, maka ada tiga
ranah yang harus dievaluasi, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik
(Anderson dan Krathwohl, 2001). Guru dalam melakukan evaluasi hasil
belajar siswa harus mengetahui pendekatan yang dapat digunakan dan juga
teknik evaluasi yang digunakan. Hal yang perlu diperhatikan oleh guru adalah
jika akan melakukan evaluasi maka mengacu indikator pembelajaran,
sedangkan jika melaksanakan proses atau kegiatan apa yang akan dilakukan
dalam pembelajaran maka mengacu pada rumusan tujuan pembelajaran.19
1. Pendekatan evaluasi hasil belajar peserta didik
Hasil belajar ataupun kemampuan peserta didik tidak
dibandingkan dengan peserta kelompok, tetapi dengan kemampuan
yang dimiliki sebelumnya dan patokan yang ditetapkan. Prinsipnya
semua peserta didik memiliki kemampuan yang sama dan bisa belajar
apa saja, hanya waktu yang diperlukan untuk mencapai kemampuan
tertentu berbeda. Kriteria ketuntasan harus ditentukan terlebih dahulu.
Hasil penilaian adalah lulus dan tidak lulus siswa. Selain jenis-jenis
penilaian perlu juga dijelaskan mengenai standar penilaian yakni cara
yang digunakan dalam menentukan derajat keberhasilan hasil penilaian
sehingga dapat diketahui kedudukan siswa, apakah ia telah menguasai
tujuan pembelajaran ataukah belum. Pendekatan adalah acuan atau
kriteria yang diberikan dalam memberikan penilaian terhadap peserta
didik. Ada dua jenis pendekatan penilaian yang dapat digunakan untuk
menafsirkan skor menjadi nilai. Kedua pendekatan ini memiliki tujuan,
proses, standar, dan juga akan menghasilkan nilai yang berbeda. Karena
itulah pemilihan dengan tepat pendekatan yang akan digunakan menjadi
penting. Acuan penilaian dapat dibedakan menjadi dua, yaitu standar
penilaian acuan norma (PAN) dan penilaian acuan patokan (PAP).20
a. Penilaian Acuan Norma (PAN)
Tujuan penilaian ini lebih umum dan komprehensif serta
meliputi suatu bidang isi dan tugas belajar yang besar. Penilaian ini

19
Ibid. Hal 162-163.

20
Ibid. Hal 163-164.
12
dimaksudkan untuk mengetahui status peserta didik dalam
berhubungan dengan skor kelompok peserta didik yang lain.
Perbedaan lain yang mendasar antara pendekatan acuan norma dan
pendekatan acuan patokan adalah pada standar skor yang
digunakan. Penilaian ini dalam menggunakan standar skor, bersifat
relatif. Hal ini berarti tingkat skor peserta didik ditetapkan
berdasarkan ada posisi relatif dalam kelompoknya, tinggi
rendahnya skor peserta didik sangat bergantung pada kondisi skor
kelompoknya. Guru dalam menggunakan standar relatif, skor
peserta didik dilakukan tanpa memandang kesulitan suatu tes
secara teliti. Sehingga dari penggunaan standar ini, dianggap tidak
adil dan terjadinya persaingan yang kurang sehat diantara peserta
didik. Bila jumlah pesertanya ratusan, maka untuk memberi
nilainya menggunakan statistik sederhana untuk menentukan
besarnya skor rata-rata kelompok dan simpangan baku kelompok
(mean dan standard deviasion).
b. Penilaian Acuan Patokan (PAP)
Tujuan penilaian ini berfokus pada kelompok perilaku siswa
yang khusus. Dimaksudkan untuk mendapat gambaran yang jelas
tentang skor peserta tes dengan tanpa memperhatikan bagaimana
skor tersebut dibandingkan dengan skor yang lain. Dengan kata lain
penilaian ini digunakan untuk menyeleksi (secara pasti) status
individu berdasarkan skor perilaku yang ditetapkan atau
dirumuskan dengan baik. Standar skor yang digunakan dalam
penilaian ini adalah standar absolut. Standar ini penentuan
tingkatan didasarkan pada skor-skor yang telah ditetapkan
sebelumnya dalam bentuk persentase.
Untuk mendapat nilai A, B, C, D atau E seorang siswa
harus mendapatkan skor tertentu sesuai dengan batas yang telah
ditetapkan tanpa terpengaruh oleh skor yang diperoleh siswa lain
dalam kelasnya. Dalam menggunakan standar absolut, skor peserta
didik bergantung pada tingkat kesulitan tes yang mereka terima.

13
Dalam menginterpretasi skor mentah menjadi nilai dengan
menggunakan pendekatan ini, maka terlebih dahulu ditentukan
kriteria kelulusan dengan batas-batas nilai kelulusan. Umumnya
kriteria nilai yang digunakan dalam bentuk nilai skor.

2. Teknik evaluasi hasil belajar peserta didik21


Teknik evaluasi adalah suatu cara yang ditempuh oleh seseorang
dalam mengadakan evaluasi. Proses memperoleh data hasil belajar
pendidik dapat menggunakan berbagai teknik penilaian secara
komplementer sesuai dengan indikator kompetensi yang dinilai. Teknik
evaluasi dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu teknik tes dan teknik
nontes. Teknik tes merupakan teknik yang digunakan untuk
mengevaluasi hasil belajar peserta didik dengan menggunakan ujian,
sedangkan teknik nontes untuk mengevaluasi hasil belajar peserta didik
tidak dengan menggunakan ujian, melainkan dengan produk yang
dihasilkan oleh peserta didik dalam proses pembelajaran.
a. Teknik tes
Tes berarti ujian dan kata kerja transitifnya berarti menguci
dan mencoba. Pengerjaan tugas tersebut haruslah sesuai dengan
aturan yang sudah dikehendaki oleh pemberi tes. Instrumen tes
cenderung cocok digunakan untuk mengukur kemampuan siswa
pada ranah kognitif. Sehingga instrumen tes disusun untuk
mengetahui kemampuan abstraksi siswa. Imron (2011:121-125)
mengemukakan jenis-jenis tes yang ditinjau dari beberapa sudut
pandang, yaitu: 1) tes dari segi waktu pelaksanaannya, 2) tes dari
segi bentuknya, 3) tes dari segi materi yang akan diukur pada diri
testee, 4) tes dari segi kebakuan tes, 5) tes dari segi cara
penyampaiannya dan 6) tes dari segi jenis kemampuan yang
hendak diukur.
Tes ditinjau dari segi waktu pelaksanaannya, dibedakan atas
tes formatif dan tes sumatif. Tes formatif adalah suatu tes yang

21
Ibid. Hal 164-168.
14
dilaksanakan setelah selesai materi tertentu. Berdasarkan tes ini,
guru dapat membandingkan hasil belajar peserta didik telah sesuai
dengan standar yang telah ditentukannya ataukah belum, mengingat
tes ini dapat digunakan untuk mengambil langkah-langkah
perbaikan berkaitan dengan pembelajarannya, setelah mengetahui
hasil tes ini. Tes sumatif adalah tes yang dilaksanakan pada akhir
periode tertentu. Peserta didik dalam tes ini dapat diketahui tingkat
pemahaman keseluruhan materi yang dipaketkan dalam satu
periode tertentu. Pemahaman peserta didik terhadap materi
dibandingkan dengan standar yang dibuat telah ditentukan oleh
guru, serta dibandingkan dengan keseluruhan peserta didik yang
mengikuti tes. Dengan demikian, akan diketahui prestasi peserta
didik secara individual dan prestasi peserta didik setelah
dibandingkan dengan kelompoknya.
Tes ditinjau dari segi bentuknya, dibedakan atas tes
subjektif dan tes objektif. Tes subjektif adalah tes yang peserta
didik harus mengerjakan dengan memberi uraian atas soal-soal
yang diteskan. Tes subjektif terdiri atas tes uraian bebas, tes uraian
terbatas dan tes isian. Tes bebas adalah suatu tes yang peserta
tesnya boleh menjawab dengan memberikan uraian bebas. Tes
uraian terbatas adalah suatu tes yang peserta tesnya hanya boleh
memberikan uraian sesuai dengan batasan yang diberikan oleh
tester. Tes isian adalah suatu tes yang pesertanya memberikan
jawaban dengan cara mengisi titik-titik pada soal tes. Sedangkan
tes objektif adalah suatu tes yang jawaban atas soal-soal tesnya
telah tersedia dan testee tinggal memilih.
Tes ditinjau dari materi yang akan diukur pada diri testee,
dibedakan atas pretest dan posttest. Pretest adalah tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan prasyarat mengenai apa
yang akan diajarkan telah ada pada testee. Posttest adalah tes yang
digunakan untuk mengetahui keberhasilan suatu materi yang
diajarkan kepada peserta didik dibandingkan dengan hasil pretest.

15
Selain itu, tes dapat juga dibedakan atas tes proses, tes hasil dan tes
dampak. Tes proses digunakan untuk mengetahui proses suatu
kegiatan. Tes hasil digunakan untuk mengukur hasil dari suatu
kegiatan yang telah didapatkan. Tes dampak digunakan mengukur
dampak suatu kegiatan terhadap orang yang dites di kemudian hari.
Tes ditinjau dari segi kebakuan tes, dapat dibedakan atas tes
buatan guru dan tes standar. Tes buatan guru adalah tes yang terlalu
pending dipersoalkan validitas dan reliabilitasnya dan lazimna
disusun oleh guru tanpa bantuan para ahli di bidang tes dan ahli di
bidang studi tertentu. Sementara tes terstandar adalah tes yang
memenuhi prasyarat-prasyarat, yakni validitas, reliabilitas, taraf
kesukaran, daya pembeda dan kepraktisan.
Tes ditinjau dari cara penyampaiannya, dapat dibedakan
atas tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Tes tertulis adalah tes
yang peserta tesnya diberi soal-soal secara tertulis dan ia dituntut
untuk memberikan jawaban secara tertulis. Tes lisan adalah tes
yang peserta tesnya diberikan soal-soal secara lisan dan diharapkan
memberikan jawaban secara lisan. Tes perbuatan adalah tes yang
peserta tesnya diberikan soal-soal dan diharuskan menampilkan
per-formasi tertentu sesuai dengan yang dikehendaki oleh tester.
Tes ditinjau dari jenis kemampuan yang hendak diukur,
dapat dibedakan atas tes intelegensi, tes bakat, tes minat, tes
prestasi belajar dan tes kepribadian. Tes intelegensi adalah tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan umum atau kecerdasan
yang dimiliki oleh testee. Tes bakat adalah tes yang digunakan
untuk mengukur kemampuan khusus atau bakat testee. Tes minat
adalah tes yang digunakan untuk mengetahui minat peserta tes akan
suatu pekerjaan tanpa mempertimbangkan apakah pekerjaan
tersebut menguntungkan secara finansial ataukah tidak. Tes prestasi
belajar adalah tes yang digunakan untuk mengukur peserta tes
dengan perolehan belajar testee, setelah yang bersangkutan
melaksanakan aktivitas belajar yang dirancang oleh guru. Tes

16
kepribadian digunakan untuk mengukur integritas dan konsistensi
peserta tes.

b. Teknik nontes
Teknik nontes adalah teknik evaluasi selain bentuk ujian.
Apa yang ada pada peserta didik, dapat diteropong melalui alat tes
dan alat nontes. Alat yang digunakan dalam teknik nontes adalah
observasi, wawancara, angket, sosiometri, catatan berkala dan skala
penilaian. Observasi adalah suatu pengamatan dan memberikan
perhatian terhadap objek tertentu. Ada dua jenis observasi, yaitu
observasi tanpa peran serta dan observasi dengan peran serta.
Observasi tanpa peran serta adalah observasi dimana observer
menjaga jarak dengan yang diobservasi. Observasi dengan peran
serta adalah observasi yang dilakukan oleh observer melibatkan
diri pada kegiatan mereka yang diobservasikan.
Wawancara adalah pengajuan pertanyaan-pertanyaan oleh
seseorang kepada orang lain dengan digunakan untuk mendapatkan
informasi mengenai suatu hal. Wawancara dapat dilakukan secara
terstruktur dan tidak terstruktur. Wawancara terstruktur adalah
wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara. Sebaliknya
wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang
pewawancaranya tidak menyiapkan hal-hal yang akan
dipertanyakan. Wawancara juga dapat dilakukan secara tertulis dan
lisan. Wawancara tertulis adalah wawancara yang pertanyaan-
pertanyaannya diajukan secara tertulis dan dijawab secara tertulis.
Sebaliknya wawancara secara lisan adalah pertanyaan yang
diajukan secara lisan dan dijawab secara lisan.
Angket adalah instrumen yang berisi daftar pertanyaan yang
ditujukan kepada responden. Angket dibedakan atas angket tertutup
dan terbuka. Angket tertutup adalah angket yang berisi daftar
pertanyaan dan sudah disediakan jawabannya. Sebaliknya angket
terbuka adalah daftar pertanyaan tertulis yang diberikan kepada

17
responden, agar responden memberikan jawaban secara bebas.
Angket juga dibedakan atas angket langsung dan tidak langsung.
Angket langsung adalah angket yang digunakan menggali
keterangan, informasi, dan pendapat dari responden secara
langsung. Sedangkan angket tidak langsung adalah angket yang
digunakan untuk menggali informasi dan keterangan mengenai diri
responden tetapi melalui orang lain.
Sosiometri adalah metode yang digunakan untuk
mengetahui kedudukan responden di dalam kelompoknya. Pada
teknik ini, ditanyakan kepada seseorang, siapa saja secara berturut
yang dipilih dalam banyak situasi. Urutan demikian, berdasarkan
yang disukai. Dengan demikian dapat diketahui kemungkinan
baiknya kerja sama yang baik di antara mereka.
Catatan berkala atau anecdotal record adalah instrumen
pengumpul data yang dapat melengkapi obsevasi. Pencatatan ini
dilakukan oleh pengamat terhadap masalah khusus yang diduga ada
pada diri peserta didik. Hal ini digunakan untuk mengambil
keputusan-keputusan penting mengenai peserta didik. Dilihat dari
jenisnya, catatan berkala ini bisa berupa tiga bentuk. Pertama,
catatan berkala sifatnya deskriptif. Catatan demikian, sekedar
memaparkan apa yang dilihat dan diamati, tanpa memberi
interpretasi atas kejadian yang dilihat. Kedua, catatan anekdot
interpretatif, berisi penjelasan dan penafsiran mengenai kejadian
atau fakta yang dilihat dijadikan sebagai pendukung belaka dari
maslaah yang sebenarnya. Ketiga, catatan berkala evaluatif, ialah
catatan mengenai penilaian pengamat terhadap apa yang dia amati,
dengan ukuran baik-buruk, layak-tidak layak atau sesuai dengan
yang diharapkan atau tidak.
Skala penilaian atau rating scale adalah daftar yang
dipergunakan sebagai pelengkap observasi untuk menjelaskan,
menggolongkan, dan menilai peserta didik dalam suatu situasi.
Apabila skala tersebut sekedar dipergunakan untuk menjelaskan

18
dan menggolongkan disebut sebagai inventory atau selt report
form, akan tetapi jika dipergunakan untuk menilai disebut skala
sikap.

D. Evaluasi Program Kegiatan Peserta Didik


Evaluasi, dari awal kemunculannya sampai dengan saat ini terus
mengalami perkembangan. Evaluasi merupakan istilah baru dalam kajian
keilmuan yang telah berkembang menjadi disiplin ilmu sendiri. Walaupun
demikian, bidang kajian evaluasi ternyata telah banyak memberikan manfaat
dan kontribusinya di dalam memberikan informasi maupun data, khususnya
mengenai pelaksanan suatu program tertentu yang pada gilirannya akan
menghasilkan rekomendasi dan digunakan oleh pelaksana program tersebut
untuk menentukan keputusan, apakah program tersebut dihentikan,
dilanjutkan, atau ditingkatkan lebih baik lagi. Saat ini, evaluasi telah
berkembang menjadi tren baru sebagai disiplin ilmu baru dan sering
digunakan oleh hampir semua bidang dalam suatu program tertentu seperti,
evaluasi program training pada sebuah perusahaan, evaluasi program
pembelajaran dalam pendidikan, maupun evalausi kinerja para pegawai
negeri sipil pada sebuah instansi tertentu.
Dalam implementasinya ternyata evaluasi dapat berbeda satu sama
lain, hal ini tergantung dari maksud dan tujuan dari evaluasi tersebut
dilaksanakan. Seperti evaluasi program pembelajaran tidak akan sama dengan
evaluasi kinerja pegawai. Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan
tujuan untuk melihat sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal
sesuai dengan target dan tujuan pembelajaran itu sendiri. Sedangkan evaluasi
kinerja pegawai dilakukan dengan tujuan untuk melihat kualitas, loyalitas,
atau motivasi kerja pegawai, sehingga akan menentukan hasil produksi.
Dengan adanya perbedaan tersebut lahirlah beberapa model evaluasi yang
dapat menjadi pertimbangan evaluator dalam melakukan evaluasi.
1. Model-model evaluasi program pembelajaran
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang
dapat dipakai dalam mengevaluasi program pembelajaran. Model yang

19
populer dan sering dipakai sebagai strategi atau pedoman kerja dalam
pelaksanaan evaluasi program pembelajaran, yaitu:
a. Evaluasi Model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP (Context, Input, Process, and
Product) pertama kali dikemukakan oleh Stufflebeam tahun 1965
sebagai hasil usahanya mengevaluasi ESEA (The Elementary and
Secondary Education Act). Konsep tersebut ditawarkan
Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting evaluasi
adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Hal ini
dipertegas oleh Madaus dkk. (1993) yang mengemukakan the CIPP
approach is based on the view that the most important purpose of
evaluation is not to prove but to improve.
Evaluasi model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai
bidang, seperti pendidikan, manajemen, perusahaan serta dalam
berbagai jenjang baik itu proyek, program maupun institusi. Dalam
bidang pendidikan Stufflebeam (2003) menggolongkan sistem
pendidikan atas empat dimensi, yaitu context, input, process, dan
product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama
CIPP model yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut.
Sudjana dan Ibrahim (2004:246) menerjemahkan masing-
masing dimensi tersebut dengan makna: (1) Context, merupakan
situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis tujuan
dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem
yang bersangkutan, situasi ini merupakan faktor eksternal, seperti
misalnya masalah pendidikan yang dirasakan, keadaan ekonomi
negara, dan pandangan hidup masyarakat; (2) Input, menyangkut
sarana, modal, bahan, dan rencana strategi yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan pendidikan, komponen input meliputi siswa, guru,
desain, saran, dan fasilitas; (3) Process, merupakan pelaksanaan
strategi dan penggunaan sarana, modal, dan bahan di dalam
kegiatan nyata di lapangan, komponen proses meliputi kegiatan
pembelajaran, pembimbingan, dan pelatihan; dan (4) Product,

20
merupakan hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir
pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan, komponen
produk meliputi pengetahuan, kemampuan, dan sikap (siswa dan
lulusan).

b. Evaluasi Model Stake (Model Couintenance)


Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam
evaluasi, yaitu description (deskripsi) dan judgement
(pertimbangan), serta membedakan adanya tiga tahap dalam
program pendidikan, yaitu: (1) antecedent (program pendahulu/
masukan/ context); (2) transaction (transaksi/ kejadian/ process);
dan (3) outcomes (hasil/ result). Stake berpendapat menilai suatu
program pendidikan harus melakukan perbandingan yang relatif
antara program satu dan program yang lain, atau perbandingan
yang absolut yaitu membandingkan suatu program dengan standar
tertentu (Tayibnapis, 2000:19).
Penekanan yang umum atau hal yang penting dalam model
ini adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang
program yang dievaluasi. Lebih lanjut Stake menyatakan bahwa
description di satu pihak berbeda dengan judgement di lain pihak
(Tayibnapis, 2000:20). Dalam model ini antecendent (masukan),
transaction (proses), dan outcomes (hasil), data dibandingkan tidak
hanya untuk menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dan
keadaan yang sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar
yang absolut untuk menilai manfaat program.

c. Evaluasi Model Kirkpatrick


Kirkpatrick salah seorang ahli evaluasi program pelatihan
dalam bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM). Model
evaluasi yang dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan
istilah Kirkpatrick Four Levels Evaluation Model. Evaluasi
terhadap keefektifan program pembelajaran menurut Kirkpatrick

21
(1998) mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 reaction;
level 2 learning; level 3 behavior; dan level 4 result.
1) Evaluasi Reaksi (Evaluating Reaction)
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta didik (siswa)
berarti mengukur kepuasan siswa (customer satisfaction).
Program pembelajaran dianggap efektif apabila proses
pembelajaran dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi
peserta didik sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk
belajar dan berlatih. Dengan kata lain peserta didik akan
termotivasi apabila proses pembelajaran berjalan secara
memuaskan bagi peserta didik yang pada akhirnya akan
memunculkan reaksi dari peserta didik yang menyenangkan.
Sebaliknya apabila peserta didik tidak merasa puas terhadap
proses pembelajaran yang diikutinya maka mereka tidak akan
termotivasi untuk mengikuti pembelajaran lebih lanjut.
Hal ini dipertegas oleh Partner (2009) mengemukakan
the interest, attention and motivation of the participants are
critical to the success of any training program, people learn
better when they react positively to the learning environment.
Disimpulkan bahwa keberhasilan proses kegiatan
pembelajaran tidak terlepas dari minat, perhatian, dan motivasi
peserta didik dalam mengikuti jalannya kegiatan pembelajaran.
Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi
reaksi positif terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta didik dapat dikaji dari beberapa
aspek, yaitu materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia,
strategi penyampaian materi yang digunakan oleh guru, media
pembelajaran yang tersedia, dan jadwal kegiatan pembelajaran.
Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet dalam
bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih efektif.
2) Evaluasi Belajar (Evaluating Learning)

22
Kirkpatrick (1998:20) mengemukakan learning can be
defined as the extend to which participants change attitudes,
improving knowledge, and/or increase skill as a result of
attending the program. Terdapat tiga hal yang dapat guru
ajarkan dalam program pembelajaran, yaitu pengetahuan,
sikap, maupun keterampilan. Peserta didik dikatakan telah
belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap,
perbaikan pengetahuan, maupun peningkatan keterampilan.
Oleh karena itu untuk mengukur keefektifan program
pembelajaran, maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur.
Tanpa adanya perubahan sikap, peningkatan pengetahuan,
maupun perbaikan keterampilan pada peserta didik maka
program dapat dikatakan gagal. Penilaian evaluating learning
ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil (output) belajar.
Oleh karena itu dalam pengukuran hasil belajar (learning
measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal berikut,
yakni: (1) pengetahuan yang telah dipelajari; (2) perubahan
sikap; dan (3) keterampilan yang telah dikembangkan atau
diperbaiki.
3) Evaluasi Tingkah Laku (Evaluating Behavior)
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini
berbeda dengan evaluasi terhadap sikap pada level ke 2.
Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada
perubahan sikap yang terjadi pada saat kegiatan pembelajaran
dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan penilaian
tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta didik berada di masyarakat. Apakah perubahan sikap
yang telah terjadi setelah mengikuti pembelajaran juga akan
diimplementasikan setelah peserta didik kembali berada di
tengah-tengah masyarakat, sehingga penilaian tingkah laku ini
lebih bersifat eksternal.

23
Perubahan perilaku apa yang terjadi di masyarakat
setelah peserta didik mengikuti program pembelajaran. Dengan
kata lain yang perlu dinilai adalah apakah peserta didik merasa
senang setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dan kembali
ke masyarakat? Bagaimana peserta didik dapat mentransfer
pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh selama
kegiatan pembelajaran untuk diimplementasikan di
masyarakat? Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku
setelah kembali ke masyarakat maka evaluasi level 3 ini dapat
disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan
pelatihan.
4) Evaluasi Hasil (Evaluating Result)
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada
hasil akhir (final result) yang terjadi karena peserta didik
setelah mengikuti suatu program. Menurut Kirkpatrick (2009)
yang termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program
pembelajaran diantaranya adalah kenaikan produktivitas,
peningkatan kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas
terjadinya kecelakaan kerja, penurunan turnover (pergantian),
dan kenaikan keuntungan.
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan
moral kerja maupun membangun teamwork (tim kerja) yang
lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact
program (pengaruh program). Tidak semua pengaruh dari
sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu
yang cukup lama. Oleh karena itu evaluasi level 4 ini lebih
sulit di bandingkan dengan evaluasi pada level-level
sebelumnya.

2. Cakupan evaluasi program pembelajaran


Evaluasi program pembelajaran adalah pemberian estimasi
terhadap pelaksanaan pembelajaran untuk menentukan keefektifan dan

24
kemajuan dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan (Soetopo, 2007:137). Memperoleh gambaran yang
komprehensif tentang keefektifan program pembelajaran, terdapat tiga
komponen yang perlu dijadikan obyek evaluasi, yaitu:
a. Desain Program Pembelajaran
Desain program pembelajaran dinilai dari:
1) Kompetensi yang akan Dikembangkan
Salah satu aspek dari program pembelajaran yang
dijadikan obyek evaluasi adalah kompetensi yang akan
dikembangkan, khususnya kompetensi dasar dari mata pelajaran
yang bersangkutan. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan
untuk menilai kompetensi dasar yang akan dikembangkan,
yaitu: (1) menunjang pencapaian kompetensi standar
kompetensi maupun kompetensi lulusan; (2) jelas rumusan yang
digunakan (observable); (3) mampu menggambarkan dengan
jelas perubahan tingkah laku yang diharapkan diri siswa; dan (4)
mempunyai kesesuaian dengan tingkat perkembangan siswa.
2) Strategi Pembelajaran
Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
menilai strategi pembelajaran yang direncanakan, yaitu: (1)
kesesuaian dengan kompetensi yang akan dikembangkan; (2)
kesesuaian dengan kondisi belajar mengajar yang diinginkan;
(3) kejelasan rumusan, terutama mencakup aktivitas guru
maupun siswa dalam proses pembelajaran; dan (4) kemungkinan
keterlaksanaan dalam kondisi dan alokasi waktu yang ada.
3) Isi Program Pembelajaran
Isi program pembelajaran yang dimaksud adalah
pengalaman belajar yang akan disiapkan oleh guru maupun yang
harus diikuti siswa. Ada beberapa kriteria yang dapat digunakan
untuk menilai isi program pembelajaran, yaitu: (1) relevansi
dengan kompetensi yang akan dikembangkan; (2) relevansi
dengan pengalaman murid dan lingkungan; (3) kesesuaian

25
dengan tingkat perkembangan siswa, (4) kesesuaian dengan
alokasi waktu yang tersedia; dan (5) keautentikan pengalaman
dengan lingkungan hidup siswa.

b. Implementasi Program Pembelajaran


Selain desain program pembelajaran, proses implementasi
program atau proses pelaksanaan pun perlu dijadikan obyek
evaluasi, khususnya proses belajar dan pembelajaran yang
berlangsung di lapangan. National Council for the Social Studies
(2006:4) mengemukakan evaluation istrument should measure both
content and process. Disimpulkan bahwa evaluasi dalam social
studies seharusnya mengukur isi maupun proses pembelajaran.
Sedangkan mengenai standar evaluasi proses pembelajaran
Sudjana dan Ibrahim (2004:230-232) menampilkan sejumlah
kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi proses belajar
dan pembelajaran yaitu: (1) konsistensi dengan kegiatan yang
terdapat dalam program pembelajaran; (2) keterlaksanaan oleh
guru; (3) keterlaksanaan dari segi siswa; (4) perhatian yang
diperlihatkan para siswa terhadap pembelajaran yang sedang
berlangsung; (5) keaktifan para siswa dalam proses belajar; (6)
kesempatan yang diberikan untuk menerapkan hasil pembelajaran
dalam situasi yang nyata; (7) pola interaksi antara guru dan siswa;
dan (8) kesempatan untuk mendapatkan umpan balik secara
kontinue.

c. Hasil Program Pembelajaran


Selain desain program dan implementasi, komponen ketiga
yang perlu dievaluasi adalah hasil-hasil yang dicapai oleh kegiatan
pembelajaran. Hasil yang dicapai ini dapat mengacu pada
pencapaian tujuan jangka pendek (ouput) maupun mengacu pada
pencapaian tujuan jangka panjang (outcome). Outcome program
pembelajaran tidak kalah pentingnya dengan output, karena dalam

26
outcome ini akan dinilai seberapa jauh siswa mampu
mengimplementasikan kompetensi yang dipelajari di kelas ke
dalam dunia nyata (realworld) dalam memecahkan berbagai
persoalan hidup dan kehidupan dalam masyarakat.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarakan pembahasan keseluruhan dalam kajian makalah ini
dapat dikemukakan kesimpulan-kesimpulan sebagai berikut:
1. Evaluasi adalah proses yang sistematis dan berkelanjutan untuk
mengumpulkan, mendeskripsikan, menginterpretasikan dan menyajikan
informasi untuk dapat digunakan sebagai dasar membuat penilaian.

27
2. Evaluasi pembelajaran adalah evaluasi terhadap proses belajar mengajar.
Dalam hal ini perhatian hanya ditujukan pada evaluasi terhadap komponen
proses dalam kaitannya dengan komponen input instrumental. Dimana
sasarannya adalah untuk menjawab pertanyaan tentang apa yang dinilai
dalam sistem pembelajaran yang berkenaan dengan hal-hal atau objek
atau aspek-aspek penilaian pembelajaran.
3. Evaluasi hasil belajar peserta didik adalah suatu proses yang sistematis dan
berkelanjutan untuk mengumpulkan, mendeskripsikan,
menginterpretasikan dan menyajikan informasi terhadap hasil yang telah
dicapai peserta didik dengan menggunakan acuan atau kriteria penilaian .
Evaluasi ini memiliki fungsi untuk memantau kemajuan belajar,
memantau hasil belajar dan mendeteksi kebutuhan perbaikan hasil belajar
peserta didik secara berkesinambungan.
4. Evaluasi program pembelajaran dilakukan dengan tujuan untuk melihat
sejauh mana hasil belajar telah tercapai dengan optimal sesuai dengan
target dan tujuan pembelajaran itu sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Darodjat dan Wahyudhiana, Model Evaluasi Program Pendidikan, Islamadina,


Volume XIV , No. 1 , Maret 2015 : 1-28
Gunawan, Imam dkk. 2017. Manajemen Pendidikan: Suatu Pengantar Praktik.
Bandung: Alfabeta.
Hamalik, Oemar. 2014. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Prihatin, Eka. 2014. Manajemen Peserta Didik. Bandung: Alfabeta.

28
Purwanto, Ngalim. 2012. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.
Bandung: Rosdakarya.

29

Anda mungkin juga menyukai