Anda di halaman 1dari 9

Untuk Habibie

@taufikaulia, 11 September 2019


Betapa berartinya orang berilmu. Allah tinggikan derajatnya. Allah angkat tempatnya.
Betapa berharganya orang berilmu. Wafatnya menjadi air mata bukan hanya keluarga, tapi
juga seisi dunia.
Jasa-jasanya terkenang. Perkataannya diulang-ulang. Kebaikannya terus berkembang.
Engkau boleh saja mati. Jasadmu boleh jadi berkalang tanah. Tapi anak cucumu setia
mendo'akan dan melanjutkan perjuangan.
Wafatmu adalah persaksian kami, bahwa engkau adalah inspirasi dan semangat kami, bahwa
kebaikanmu semoga menjadi penyejuk kubur dan hujjah bagimu.
Hari ini satu bangsa menjadi saksi kepergianmu. Dan semoga nanti Allah kumpulkan kembali
bangsa ini bersamamu, para nabi, dan orang-orang yang Dia cintai.
Selamat jalan, Eyang Habibie.

َ ‫ ِإ ْن َك‬،‫ت َغنِ ٌّي َع ْن َع َذابِ ِه‬


‫ان‬ َ ‫ َوَأ ْن‬،‫ك‬َ ِ‫اج ِإلَى َرحْ َمت‬َ َ‫ك اِحْ ت‬ َ ِ‫ك َواب ُْن َأ َمت‬
َ ‫اَللَّهُ َّم َع ْب ُد‬
ُ‫او ْز َع ْنه‬َ ‫ان ُم ِس ْيًئا فَتَ َج‬
َ ‫ َوِإ ْن َك‬،‫ُمحْ ِسنًا فَ ِز ْد فِ ْي َح َسنَاتِ ِه‬
Allaahumma 'abduka wabnu amatika ihtaaja ilaa rohmatik, wa anta ghoniyyun 'an
'adzaabih, in kaana muhsinan fazid fii hasanaatih, wa in kaana musii-an fatajaawaz 'anhu.

“Ya Allah, ini hambaMu, anak hambaMu perempuan (Hawa), membutuhkan rahmatMu,
sedang Engkau tidak membutuhkan untuk menyiksanya. Jika ia berbuat baik, tambahkanlah
dalam amalan baiknya, dan jika dia orang yang bersalah, maafkanlah kesalahannya.” (HR.
Al-Hakim)

Dengan pahamnya kita, bahwa tidak mungkin semuanya menyukai, dan tidak semua
orang membenci, maka untuk apa mencari pujian dan apresiasi dari manusia? Yang patut
dicari itu keberkahan hidup.
Banyak, kok, mereka yang terkenal di bumi tapi jauh dari kata manfaat untuk sekitar,
hidupnya hanya habis untuk sosial media, tanpa kenal dengan tetangga sekitar atau bahkan
enggan menyapanya.
Sama seperti rezeki, jangan kejar nominalnya tapi kejar berkahnya. Nominal itu tidak
akan pernah memuaskan nafsu dunia kita, tapi berkahnya harta kita itu yang akan
mencukupkan hidup, untuk apapun yang sedang kita usahakan.
Mari mengejar keberkahan.
*Jundi Imam Syuhada
َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
‫ين آ َمنُوا تُوبُوا ِإلَى هللاِ تَ ْوبَةً نَّصُوحًا‬
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang benar
(ikhlas).” (QS. At-Tahrim: 8)

Hati sangat mudah berubah, gampang berbuat dan tidak menentu. Imam Ahmad telah
meriwayatkan di dalam kitab Musnad-nya, hadits yang bersumber dari Miqdad bin Al-Aswad
radhiyallahu ‘anhu. Ia bertutur, “Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam bersabda,

‫ت َغ ْليَانًا‬
ْ ‫لَقَ ْلبُ اب ِْن آ َد َم َأ َش ُّد ا ْنقِالَ بًا ِم َن ْالقَ ْد ِر ِإ َذا اجْ تَ َم َع‬
“Sungguh, hati anak Adam (manusia) itu sangat (mudah) berbolak-balik daripada bejana
apabila ia telah penuh mendidih.” (Al-Musnad, hadits no.24317)
Kemudian Al-Miqdad berkata, “Sesungguhnya orang yang beruntung (bahagia) itu
adalah orang yang benar-benar terhindar dari berbagai fitnah (dosa).” Ia mengulangi
ucapannya itu tiga kali, sambil memberikan isyarat bahwa sebab berbolak-balik dan
berubahnya hati itu adalah dosa-dosa yang berdatangan menodai hati. Maka dari itu, doa
Nabi shallallahu ‘alahi wasallam yang sering beliau ucapkan adalah,

َ ِ‫ِّت قَ ْلبِ ْي َعلَى ِد ْين‬


‫ك‬ ِ ‫ب ْالقُلُ ْو‬
ْ ‫ب ثَب‬ َ ِّ‫اَللَّهُ َّم ُمقَل‬
“Ya Allah, Tuhan yang membolak-balikkan hati, tetapkanlah hatiku ini pada agama-Mu”
Dan di antara doa beliau juga adalah,

‫ك قَ ْلبًا َسلِ ْي ًما‬


َ ُ‫َوَأ ْسَأل‬
“Aku memohon kepada-Mu hati yang bersih.” (Diriwayatkan oleh Ahmad [4/123, 125]; At-
Tirmidzi, nomor 3407 dan An-Nasa’i, nomor 1305)

Bukankah sudah sering diingatkan, bahwa saat sendirimu adalah bagaimana kualitas
imanmu, halal atau haram yang kamu kerjakan saat itu menunjukkan serius tidaknya kamu
dengan Tuhanmu.
Menjadi malaikat dalam keramaian jauh lebih mudah dibanding menjadi malaikat
dalam kesendirian, mungkin dunia bisa kamu bohongi tapi kamera langit tidak akan pernah
mati merekam dan mengawasi.
Ada yang dengan mudahnya melemparkan kata-kata indah dan untaian nasehat untuk
setiap pendengarnya, tapi dia lupa bahwa pada saat itu Allah akan menguji dengan apa yang
barusan ia katakan. Sendirimu adalah kualitas takutmu pada Rabbmu.
Hendaknya, setiap episode kehidupan, menjadikan kita lebih yakin kepada Allah
tanpa ada keraguan, soal rezeki apalagi jodoh yang sudah pasti, kematianpun kian hari
semakin menghampiri.
Ya Allah, dalam setiap sujudku ada selipan doa dan permohonan ampun. Dari
hambamu yang sering lalai.
Melembutlah.

‫ف َعنِّى‬ َ ‫ اَل يَ ْه ِدى َأِلحْ َسنِهَا ِإاَّل َأ ْن‬،‫ق‬


ْ ‫ َواصْ ِر‬،‫ت‬ ِ ‫اَللَّهُ َّم ا ْه ِدنِى َأِلحْ َس ِن اَأل ْخاَل‬
‫ت‬َ ‫ف َعنِّى َسيَِّئهَا ِإاَّل َأ ْن‬ ُ ‫ اَل يَصْ ِر‬،‫َسيَِّئهَا‬

Allaahummahdinii li-ahsanil akhlaaq, laa yahdii li-ahsanihaa illaa anta, wash-rif 'annii
sayyi-ahaa, laa yash-rifu 'annii sayyi-ahaa illaa anta.

“Ya Allah, tunjukkanlah aku kepada akhlak yang baik, tidak ada yang dapat menunjukkannya
kecuali Engkau. Dan palingkanlah dariku kejelekan akhlak, tidak ada yang dapat
memalingkannya kecuali Engkau.” (HR. Muslim no. 771)

Mencari pujian dari orang lain itu menyempitkan hati, sedang yang kita dapat
hanyalah susah payah tapi sia-sia. Sebagus apapun dan seburuk apapun usaha yang kita
lakukan, mereka tetap akan memandangmu dengan kacamata mereka.
Baik dan buruknya manusia itu beda dengan baik buruknya Allah. Istighfarkan saja
dalam keadaan lapang maupun sempitmu, ada Allah yang menjaga dan membantumu.
Tenang :)
*Jundi Imam Syuhada

Universitas Terbaik: Apa Kriterianya?


Oleh: Dr. Adian Husaini
Pada bulan Desember 2018 sampai Januari 2019, saya mengisi sejumlah orasi ilmiah
di beberapa kampus atau Perguruan Tinggi Islam (PTI). Ada yang berbentuk Sekolah Tinggi,
Institut, juga Universitas. Dalam beberapa acara itu, saya mendengar uraian tentang visi dan
misi beberapa PTI tersebut. Ada pimpinan PTI yang menyampaikan visi, bahwa kampusnya
ditargetkan akan menjadi 10 universitas terbaik di kotanya pada tahun 2030. Ada juga
kampus Islam yang menargetkan untuk menaikkan ranking universitasnya dari ranking sekian
ke ranking sekian.
Kepada para akademisi, khususnya dosen dan mahasiswa di kampus-kampus tersebut,
saya mengajak untuk berpikir ulang tentang kriteria kampus atau universitas terbaik.
Sepatutnya, para akademisi muslim menilai kriteria utama kampus terbaik berdasarkan nilai-
nilai Islam itu sendiri. Misalnya, berdasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa
manusia terbaik adalah yang bermanfaat bagi sesama; dan manusia terbaik adalah yang
terbaik akhlaknya; juga, orang terbaik adalah yang belajar dan mengajarkan al-Quran.
Jadi, jika suatu PTI menghasilkan lulusan-lulusan yang memahami dan mengamalkan
al-Quran, berakhlak mulia, dan bermanfaat pada sesama manusia, maka kampus itu sejatinya
telah menjadi PTI terbaik. Kriteria utama kampus terbaik menurut Islam itu harus menjadi
pandangan dan keyakinan para akademisi muslim. Dan itu pula yang kemudian
disosialisasikan kepada para siswa SMA yang muslim dan para orang tua.
Aneh, jika satu PTI yang telah melahirkan orang-orang yang shaleh dan aktif
berdakwah di tengah masyarakat, tidak merasa sebagai kampus terbaik. Akibatnya, siswa-
siswa muslim yang pintar di SMA-SMA yang mungkin juga di bawah naungan lembaga
pendidikanya justru tidak tertarik untuk menimba ilmu di PTI-nya sendiri. Mereka masih
memiliki pemahaman, bahwa kampus terbaik adalah yang paling bergengsi dan dianggap
paling berpeluang untuk menghasilkan uang yang melimpah.
Itu artinya, soal iman, taqwa, dan akhlak mulia, tidak dianggap sebagai kriteria
terpenting dalam penilaian suatu kampus terbaik. Masalah ini terkait dengan pandangan alam
(worldview) dan adab. Bagaimana mamahami dan menyikapi suatu ilmu pengetahuan dengan
benar dan proporsional. Apakah ilmu-ilmu yang fardhu kifayah, sunnah, atau mubah, lebih
dipentingkan daripada ilmu-ilmu yang fardhu ain? Apakah pelajaran ilmu ekonomi,
sosiologi, budaya, kedokteran, diletakkan di atas penguasaan dan penanaman aqidah,
syariah, dan akhkak mulia?
Pada tahun 2018, Kemenristekdikti mengeluarkan daftar ranking universitas di
Indonesia. Dari 100 urutan teratas, muncul nama Universitas Islam Indonesia (UII)
Yogyakarta pada ranking ke-29, Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ke-36 dan
Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) ke-38.
Dalam beberapa kali acara pengajian di Universitas Muhammadiyah Malang saya
sampaikan, betapa bersyukurnya kita, sebagai muslim di Indonesia, di Kota Malang ada satu
universitas Islam yang megah dan hebat. Tentu ini terkait kerja keras yang luar biasa. Namun,
saya sempat menyampaikan “candaan” lumayan serius: “Apakah kita ridha nama Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬diletakkan di bawah nama Gajah Mada?”
Saya berharap, dalam beberapa tahun mendatang, seluruh anak-anak terpandai di
SMA-SMA Islam minimal yang berada dalam naungan Muhammadiyah akan menjadikan
UMM sebagai tujuan utama kuliah mereka. Jika tidak diterima di UMM, barulah mereka
mengalihkan tujuan kuliah mereka ke UI, ITB, UGM, IPB, dan sebagainya. Sebab, para calon
mahasiswa dan orang tua mereka yakin, di UMM itulah mereka dididik menjadi orang yang
beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, dan profesional.
Jika kita telaah, dalam menentukan ranking universitas, Kemenristekdikti tidak
memasukkan kriteria iman, taqwa, dan akhlak mulia. Diantara kriteria yang digunakan
adalah: presentasi dosen berpendidikan S3, presentasi dosen berpangkat lektor kepala dan
guru besar, rasio jumlah mahasiswa terhadap dosen, akreditasi institusi BAN-PT, akreditasi
program studi BAN-PT, jumlah program studi terakreditasi internasional, jumlah mahasiswa
asing, kerjasama perguruan tinggi, jumlah artikel ilmiah terindeks per jumlah dosen, dan
sebagainya.
Jadi, sepintar dan se-soleh apapun para dosen di universitas, jika tidak berpangkat
lektor kepala atau professor, maka akan dinilai rendah. Sebanyak apa pun bukunya dan
sehebat apa pun, serta semanfaat apapun pemikiran para dosen, jika tidak tertulis dalam
jurnal terakreditasi, maka akan berdampak pada pengurangan nilai akreditasi kampusnya.
Saya menghargai kriteria-kriteria versi Kemenristekdikti itu. Tetapi, biasanya PTI
memproklamasikan visi-misi kampusnya yang menekankan pada aspek iman, taqwa, dan
akhlak mulia. Dan memang, itulah sebenarnya kriteria terpenting untuk menentukan
keberhasilan pendidikan nasional, sesuai UUD 1945 pasal 31 (c). Bahwa, pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan
keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jika pemerintah belum menggunakan kriteria iman, taqwa, dan akhlak mulia sebagai
indikator penting peringkat suatu universitas, seyogyanya kampus Islam membuat kriteria
pemeringkatan sendiri yang menjadikan aspek iman, taqwa, dan akhlak mulia sebagai
indikator utama pemeringkatan. Setelah iman, taqwa, dan akhlak mulia, barulah disusun
indikator-indikator lainnya.
Para akademisi muslim sepatutnya yakin, bahwa jika iman taqwa dan akhlak mulia
digunakan sebagai indikator utama, pasti kampus itu akan menjadi yang terbaik. Orang yang
beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, pasti akan menjadi orang baik dan berprestasi
tinggi. Sebab, mereka bukan orang jahat, bukan pemalas, bukan pendengki, bukan yang
pesimis, bukan yang egois, bukan serakah jabatan, dan sebagainya.
Sebaliknya, orang-orang yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, adalah orang-
orang yang haus ilmu, cinta ibadah, ikhlas, pekerja keras, profesional, penyayang pada
sesama, pecinta kebersihan dan keindahan, pejuang kebenaran, benci korupsi, benci
keculasan dan kemunafikan, dan sebagainya. Sifat-sifat mulia inilah yang sebagiannya
dikenal sebagai ‘soft-skill’ yang sangat diperlukan dalam meraih kesuksesan dalam
kehidupan.
Jadi, jika kampus Islam benar-benar menjadikan kriteria iman, taqwa, dan akhlak
mulia, sebagai indikator utama prestasi sivitas akademikanya, pastilah kampus itu akan
menjadi yang terbaik. Akhlak mulia bukan hanya ditulis dan diajarkan. Tetapi, benar-benar
dicontohkan, dibudayakan, dan ditegakkan kedisiplinan dalam penerapannya oleh para dosen,
mahasiswa, dan semua tenaga kependidikan.
Jika konsep kampus terbaik ini menjadi keyakinan para akademisi muslim, dan
kemudian disosialisasikan kepada para siswa SMA muslim, maka insyaAllah anak-anak
pintar akan menjadikan kampus-kampus Islam sebagai tujuan utama kuliah mereka. Kampus
adalah tempat untuk mengembangkan kepribadian mulia dan keilmuan. Kampus Islam akan
lebih cepat berkembang menjadi kampus hebat jika menjadi tujuan utama anak-anak pintar
berkuliah. Mahasiswa yang diterima di kampus itu benar-benar ‘disaring’; bukan ‘disarung’!
Apa itu bisa? Jawabnya: bukan hanya bisa, tetapi WAJIB! Sebab, itulah amanah al-
Quran, bahwa umat Islam harus menjadi ‘umat terbaik’ (khaira ummah). Dengan itu, mereka
akan mampu menjalankan amanah untuk menegakkan kehidupan yang adil dan beradab di
muka bumi. Nabi Muhammad saw sudah mengingatkan, bahwa mukmin yang kuat adalah
lebih baik dan lebih dicintai Allah SWT daripada mukmin yang lemah.
SEKARANG, SAATNYA!
Patut disyukuri, dalam kurun 25-30 tahun terakhir, terjadi kebangkitan lembaga-
lembaga pendidikan Islam di Indonesia, khususnya, pada tingkat TK, dasar, dan menengah.
Kini, banyak kalangan menengah dan atas muslim tak segan mengirim anaknya ke sekolah-
sekolah Islam, atau bahkan ke pondok-pondok pesantren. Dan bagi sebagian orang, bayar
mahal pun tak soal.
Sejalan dengan suksesnya pendidikan Islam tingkat dasar dan menengah, maka aneka
Perguruan Tinggi Islam (PTI) pun dibuka, menyusul puluhan kampus Islam yang sudah
berkiprah di Indonesia berpuluh tahun lamanya. Sayangnya, hingga kini, kampus-kampus
Islam itu belum menjadi tujuan utama murid-murid pintar lulusan SMA Islam. Berbagai
SMA Islam masih mengutamakan kriteria sukses pendidikannya pada tingkat penerimaan di
perguruan tinggi negeri (PTN).
Kebangkitan sekolah-sekolah Islam telah meluluskan ribuan murid-murid SMA Islam
berkualifikasi tinggi, akademik maupun akhlaknya. Logisnya, murid-murid terbaik di SMA
Islam itu memilih PTI sebagai tujuan utama kuliahnya. Di PTI itulah para mahasiswa dididik
serius menjadi ilmuwan beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, dan memiliki jiwa dakwah yang
kuat. Ini sejalan dengan pasal 31 (c) UUD 1945.
Dengan menyandang nama Islam, nama Nabi Muhammad ‫ﷺ‬, atau nama ilmuwan
Muslim tertentu, sudah saatnya PTI memiliki jari diri sebagai lembaga pendidikan Islam
sejati. Di PTI inilah para mahasiswa dididik dengan konsep pendidikan Islam yang baku:
“taadabû tsumma ta‘allamû”. Yakni, penanaman adab dan akhlak mulia serta penguasaan
ilmu-ilmu fardhu ain dan fardhu kifayah secara proporsional.
PTI adalah Jaamiah atau Kulliyyah. PTI bertujuan membentuk manusia yang kulliy,
insan kamil, bukan manusia parsial (juz’iy). Dalam rumusan Prof. Syed Muhammad Naquib
al-Attas: “The purpose for seeking knowledge in Islam is to inculcate goodness or justice in
man as man.”
Merujuk rumusan itu, inti kurikulum lembaga pendidikan Islam, termasuk PTI,
adalah penanaman nilai-nilai keadilan, yang dilandasi dengan tazkiyyatun nafs (pensucian
jiwa). Maka, sudah saatnya, PTI bangkit dan berani membuat kriteria keunggulan akademik
yang khas (unik) dan unggul berbeda dengan institusi pendidikan sekular.
Sesuai konsep ini, proses pendidikan di PTI, diawali dengan proses penanaman nilai,
untuk membentuk manusia beradab. Hanya mahasiswa yang adab atau akhlaknya baik saja
yang boleh melanjutkan menuntut ilmu di Fakultas tertentu. Dan hanya mahasiswa yang adab
atau akhlaknya baik saja yang layak diluluskan. Proses ini memerlukan keteladanan pimpinan
dan dosen, pembiasaan penerapan nilai-nilai kebaikan, dan juga penegakan aturan.
Model pendidikan “taadabû tsumma ta‘allamû” sudah lazim diterapkan dalam proses
pendidikan para ulama di masa lalu. Al-Laits Ibn Sa’ad memberi nasehat kepada para ahli
hadits: “Ta’allamul hilm qablal ‘ilmi!” Belajarkah sikap penyayang sebelum belajar ilmu!
Sebab, menurut Prof. Naquib al-Attas, inti pendidikan adalah penanaman adab dalam diri
seorang manusia sebagai manusia.
Di era disrupsi atau revolusi industri 4.0 dimana proses pembelajaran semakin
diarahkan ke bentuk PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh) sudah saatnya, PTI menerapkan proses
penanaman adab dan pensucian jiwa insan sebagai kurikulum intinya. Jangan meletakkan
ilmu-ilmu yang mubah atau yang haram di atas pendidikan iman, taqwa, dan akhlak mulia!
Di sinilah, pimpinan kampus dan dosen menjadi teladan hidup.
“Hanya orang yang mensucikan jiwanya saja yang akan sukses, meraih kemenangan.
Sebaliknya, celakalah orang yang mengotori jiwanya.” (QS 91:9-10). Rasululullah saw
bersabda: “al-Mujaahidu man jaahada nafsahu”. Bahwa, seorang mujahid adalah orang yang
berjihad melawan hawa nafsunya. (HR Tirmidzi). Proses pensucian jiwa adalah perjuangan
berat.
Sekali lagi, sudah saatnya PTI bangkit dan menjadi teladan bagi Perguruan Tinggi
lainnya. PTI adalah lembaga dakwah dan lembaga perjuangan. PTI bukan pabrik roti yang
orientasi utamanya adalah meningkatkan jumlah produksi. PTI harus unggul terutama dalam
kualitas iman, taqwa, akhlak mulia, dan profesionalitas lulusan nya. Jangan terjebak pada
konsep yang salah! Jangan terjebak pada formalisme dan linierisme! Zaman sudah berubah.
Intinya, jangan sampai lulusan PTI lebih buruk akhlaknya daripada lulusan PT lainnya.
Yakinlah, bahwa manusia taqwa adalah manusia paling mulia! (QS 49:13). Manusia
terbaik adalah yang terbaik akhlaknya. Jika kaum muslim tidak yakin dengan konsep itu, lalu
siapa lagi! (Depok, 31 Januari 2019).*
Pendiri Pesantren at-Taqwa, Depok

‫َوَأ ِن ا ْستَ ْغفِرُوا َربَّ ُك ْم ثُ َّم تُوبُوا ِإلَ ْي ِه يُ َمتِّ ْع ُكم َّمتَا ًعا َح َسنًا ِإلَ ٰى َأ َج ٍل ُّم َس ًّمى‬
َ ‫اف َعلَ ْي ُك ْم َع َذ‬
ٍ ِ‫اب يَ ْو ٍم َكب‬
‫ير‬ ُ ‫ت ُك َّل ِذي فَضْ ٍل فَضْ لَهُ َوِإن تَ َولَّ ْوا فَِإنِّي َأ َخ‬ ِ ‫َويُْؤ‬

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabb-mu dan bertaubat kepadaNya, (jika
kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus
menerus) kepadamu, hingga pada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberikan
kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu
berpaling, maka sungguh aku takut, kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat.” (QS. Hud: 3)
Wanita Setelah Menikah
Jundi Imam Syuhada, 12 September 2019
Ada banyak bahagia ketika ia telah menikah, namun dengan banyaknya bahagia sudah
pasti akan banyak pula kesedihan, gelisah, bayang-bayang masa depan dengan suami dan
anak akan seperti apa.
Bagi mereka yang telah memasuki usia pernikahan 5 bahkan 10 tahun lebih mungkin
akan lebih paham bagaimana mengelola masalah dalam rumah tangganya.
Wanita dan masa setelah pernikahannya akan sangat banyak waktu yang ia habiskan
bersama dengan pasangannya.
Kadang ekspetasi yang terlalu jauh bisa menjadikannya sedikit sedih dengan realita
suaminya: baginya suami adalah teman, ayah, saudara, kakak, dan semua bentuk tanggung
jawabnya.
Pada tiap manusia Allah berikan rasa hingga ia bisa merasakan berbagai macam
kecamuk dan gemuruh dalam hatinya.
Jangan terlalu berharap pada ekspetasi pasanganmu nanti, bagaimanapun ia tetaplah
manusia biasa. Memang benar jika menikah itu bukan masalah cinta pandangan pertama atau
sekedar rasa kagum yang berlebih, ia didasari oleh banyaknya memaafkan, banyaknya belajar
memahami, banyaknya latihan mengolah jari dan lisan ketika menyampaikan sebuah
masalah.
Ibadah yang paling lama dan mulia bukan berarti minim dari godaan dan ujian, justru
akan lebih banyak dan lebih berat, tapi keberkahan dan kebahagiaan yang didapat akan jauh
lebih banyak daripada ujian itu sendiri.
Ada masa-masa dimana keburukan suami terlihat semua di kelopak mata istri,
begitupun sebaliknya. Melihatnya seakan itu pertanda benarnya apa nasehat dari orangtua
zaman dulu sebelum kita menikah: kamu adalah baju untuk pasanganmu, jadilah baju yang
baik lagi rapi, baju yang melindungi dari semua aurat pasanganmu, hingga ia merasa aman
dari panas atau dinginnya dunia. Ia menjadi tempat ternyaman.
Selalu melibatkan doa semoga Alloh anugerahkan pasangan yang baik lagi menjadi
penyejuk mata bagimu nanti. Jangan pernah berhenti berdoa, sebab kita selalu membutuhkan
taufik dan hidayah dari-Nya. Tidak cukup jika hanya bermodalkan cinta, setia, cantik tampan,
semua akan ada masa habisnya masing-masing.
Untukmu yang sedang mencari atau sudah menikah dengan memasuki usia lebih,
bersyukurlah bahwa rezeki pasangan telah Allah titipkan padamu, jalani saja dengan sebaik-
baik peran.
Jika harus meminta maaf tidak perlu malu mengungkapkan, jika dirasa perlu jujur
maka jujurlah dengan bahasa yang halus lagi lembut untuk menyampaikan.
َ ِ‫اجنَا َو ُذرِّ يَّاتِنَا قُ َّرةَ َأ ْعي ٍُن َواجْ َع ْلنَا لِ ْل ُمتَّق‬
‫ين ِإ َما ًما‬ ِ ‫َربَّنَا هَبْ لَنَا ِم ْن َأ ْز َو‬

Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyaatinaa qurrota a'yun, waj'alnaa lil
muttaqiina imaamaa.
“Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan kami dan keturunan kami sebagai
penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa.” (Al-
Furqan [25]: 74).

Anda mungkin juga menyukai