Anda di halaman 1dari 13

BAB II LANDASAN TEORI

2.2. Distribusi Ukuran Butir

Distribusi ukuran butir gilling adalah proporsi berat butir pada masing-masing
ukuran lubang ayakan. Hampir semua powder terdiri atas sebaran partikel-partikel
yang terdistribusi dalam sebuah rentang ukuran, lebar dan bentuk tertentu.
Karakteristik dari sebaran sangat mempengaruhi sifat aliran, tendensi untuk
menyatu, kecepatan reaksi, kemampuan untuk dipisahkan, termasuk untuk
pengembangan sebuah applikasi material (Bruus, 2004; Ramsden,2009;
Filipponi& Sutherland, 2013; Sedarta et al., 2015). Suchetha et al (2014) bahkan
telah membuat perbedaan sifat antara material konvensional dengan material
rekayasa melalui distribusi ukuran butirnya.

Kumpulan dari semua material yang terdiri dari beberapa ukuran diklasifikasi oleh
Filliponi and Sutherland (2013) menjadi 3, yaitu bulk, powder (material berukuran
mikron), dan nano material. Bulk adalah material yang butir penyusunnya masih
dapat dibedakan secara visual, disebut fragmen. Unsur penyusun butiran powder
relatif tidak dapat dibedakan kecuali menggunakan peralatan dengan teknologi
tertentu. Nano-material adalah kumpulan partikel sangat kecil yang telah menyatu
membentuk satu kesatuan sifat yang sering dipelajari dalam bidang mekanika
kuantum.

2.1. Kecepatan Putar Rotor

Rotor adalah sumbu putar dari palu-palu yang terikat dalam melakukan proses
reduksi. Sumbu rotor terhubung ke motor listrik, baik langsung maupun dengan
bantuan sabuk. Kecepatan putar rotor merupakan salah satu faktor penting di
dalam mengendalikan distribusi ukuran dan sifat dari butir. Walau bagimanapun
juga, kecepatan putar akan mempengaruhi energi reduksi yang dimiliki oleh tiap
hammer.

II-1
Energi reduksi yang lebih rendah cenderung menyebabkan butiran terbelah
sedangkan energi reduksi yang lebih tinggi cenderung menghasilkan butiran
terpotong. Oleh karenanya kecepatan putar rendah cenderung menghasilkan
distribusi menceng ke kanan yang mengindikasikan adanya butir berukuran yang
relatif kasar. Kecepatan putar tinggi cenderung menghasilkan distribusi butir
miring ke kiri yang mengindikasikan adanya butir berukuran halus (Fitz-Mill,
2015).

Shal et al (2010) melaporkan bahwa kecepatan putar rotor dapat mengurangi


energy reduksi dan meningkatkan kapasitas mesin. Penambahan kecepatan rotor
akan lebih meningkatkan kapasitas dibanding meningkatkan energi rotornya.
Untuk umpan kadar air 10% dengan concave clearance 5 mm dan ketebalan
hammer 5 mm, energy specifik terrendah dicapai pada kecepatan 2250 rpm.

Gambar 2.4. Mekanisme hancuran akibat kecepatan rotor

Gam
bar 2.5. Bentuk distribusi ukuran butir akibat putaran rotor

Hal senada juga diungkapkan oleh Alles (2003) dan Anderson (2015) bahwa
peningkatan kecepatan putar hammer akan meningkatkan persen butir halus oleh
karena impact hammer. Namun, Alles (2003) tidak setuju jika pengingkatan

II-2
kecepatan putar hammer ditujukan untuk meningkatkan effisiensi reduksi.
Pendapat bahwa peningkatan kecepatan putar hammer dapat meningkatkan
effisiensi hanya benar jika peningkatan kecepatan putar diikuti oleh penambahan
ukuran hammer dan diameter dari kisaran hammer.

Hal ini ternyata terbukti bahwa pada penggilingan gandum dan jagung, untuk
berbagai bentuk hammer, energi input mill naik secara linier ±0,072 MJ/Mg dari
kecepatan 2000 sampai 3600 rpm. Ketika bentuk hammer tumul 90˚ energi
reduksi naik 45% ketika kecepatan rotor ditingkatkan dari 2000 menjadi 3600 rpm
(Bitra et al., 2009).

2.3. Partikel, Butir Dan Ukuran Butir

2.3.1. Partikel

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) partikel adalah unsur butir
(dasar) benda atau bagian benda yang sangat kecil dan berdimensi. Sedangkan
menurut Oxford Dictionary, partikel adalah semua unsur penyusun pisik sebuah
zat yang berinteraksi satu dengan lainnya termasuk electron, neutron dan proton.

Berdasarkan definisi di atas maka dapat dipahami bahwa partikel adalah unsur
terkecil pembentuk zat yang memiliki dimensi panjang, lebar dan tebal. Ukuran
dimensi tersebut bahkan dapat sedemikian kecilnya sehingga ia sering diukur
dalam satuan amstrong (A° = 1 x 10−10 m). Untuk menentukan dimensi tersebut
pengukuran menggunakan difraksi sinar-X sering digunakan. Pertikel merupakan
bagian dari butiran. Butiran dapat disusun oleh lebih dari satu partikel membentuk
satu kesatuan entity yang umumnya dapat menghasilkan sifat kimia dan atau fisika
tertentu. Belum dibuat standar batasan gaya tarik menarik antar partikel yang
menyatu tersebut. Kapan sebuah benda kecil disebut sebagai butir dan kapan ia
disebut sebagai partikel. Secara umum, jika sebuah benda kecil dilihat dalam
bentuk satu kesatuan maka ia disebut butir sedangkan ketika sebuah benda
dipelajari secara mendetail mengenai unsur penyusunnya maka ia disebut sebagai
partikel.

II-3
2.3.2. Butir

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) butir adalah barang yang kecil-
kecil seperti intan beras dan lain-lain yang tersusun atas partikel-partikel. Butir
merupakan kumpulan partikel yang dibedakan berdasarkan diameter partikel
tersebut, butir umumnya dibagi menjadi butir kasar dan butir halus. Butir juga
dapat dipengaruhi oleh jenis kemas yang dimilki partikel (kristal) hal ini juga
dipengaruhi oleh proses kristalisasi mineral pembentuknya (William, 1982).
Dengan demikian butir dapat didefenisikan sebagai kumpulan partikel-partikel
yang dapat dibedakan dari diameternya dan butir juga dipengaruhi oleh proses
kristalisasi mineral.

2.3.3. Ukuran Butir

Ukuran butir adalah sebuah angka numeric unik yang merepresentasikan bentuk
dan ukuran dari sebuah butir. Walau bagaimanapun juga butir umumnya disusun
oleh partikel yang memiliki dimensi namun ukurannya begitu kecil sehingga
energi kinetiknya lebih besar dibanding energi potensialnya. Satu partikel
menempel/lengket ke partikel lainnya, dibutuhkan cara dan atau teknologi tertentu
untuk memisahkannya. Gabungan partikel-partikel kecil tersebut disebut dengan
butir. Oleh karena itu ukuran butir juga harus berupa sebuah angka unik yang
merepresentasekan sebuah bentuk tiga dimensi. Tiap bidang keahlian memandang
ukuran butir secara berbeda namun semua nya sepakat bahwa ukuran yang
dimaksud adalah representasi dari sebuah diameter (Pabst & Gregorova, 2007;
Merkus, 2009; Horiba, 2014).

2.4. Pentingnya Pengontrolan Ukuran Butir

Data dari Direktorat Sumber Daya Mineral, Departemen Pertambangan dan


Energi mengatakan bahwa batugamping memiliki 32 sektor kegunaan. Konsumen
industri yang paling besar adalah industri semen dan bahan bangunan (agregat dan
ornamen), diikuti oleh industri lain seperti industri kertas, cat, plastik, kosmetik,
farmasi, besi baja, kapur untuk pertanian, tekstil, industri gula, plastik, karet,
bahan penjernih, pembuatan gas CO2, industri lemak dan lain-lain. Menurut Greg

II-4
Alles (2003), terdapat banyak variasi kualitas ramuan yang perlu untuk
diperhatikan, satu diantaranya adalah ukuran butir. Dimana untuk setiap industri
memiliki permintaan ukuran butir yang berbeda-beda. Di bawah ini adalah contoh
beberapa industri yang memanfaatkan batugamping serta ukuran butir yang
diperlukan

1. Industri Semen
Batu gamping adalah salah satu diantara bahan galian industri yang paling
banyak kegunaannya dalam berbagai sektor industri, baik sebagai bahan
baku utama maupun sebagai bahan tambahan/campuran. Industri semen
merupakan konsumen industri paling besar dalam pemanfaatan batu gamping.
Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah butir semen yang harus lewat
ayakan 200 mesh harus lebih dari 78% (ASTM). Makin halus butiran semen,
makin cepat pula persenyawaannya. Makin halus butiran semen, maka luas
permukaan butir untuk suatu jumlah berat semen akan menjadi lebih besar.
Makin besar luas permukaan butir ini, makin banyak pula air yang dibutuhkan
bagi persenyawaannya
2. Pertanian (Pengapuran)
Batu gamping untuk pertanian, dapat berupa serbuk yang ditaburkan atau kapur
tohor. Untuk serbuk batugamping kadar MgCO3 diharapkan maksimum. 10%
dan ukuran butir <5 mm dengan 95% didalamnya berukuran kurang dari 3 mm.
3. Bahan pemutih dalam industri kertas dan karet
Untuk keperluan ini batugamping harus mempunyai hablur murni (hampir
CaCO3) yang digerus sangat halus. Biasanya berasal dari batugamping yang
lunak, berwarna putih yang terdiri dari cangkang kerang dan jasad renik yang
terdiri dari kapur (CaCO3) sebagai hasil sampingan pembuangan dasar
magnesium karbonat dari dolomit. Batugamping yang cocok untuk bahan
pemutih berkadar CaCO3 98%, kehalusan 325 mesh, mempunyai daya serap
terhadap minyak, warna putih dan pH > 7,8. Bahan pemutih ini dipakai dalam
industri kertas untuk pemutih pulp, pengisi, pelapis (coating) dan pengkilap.

Jika diperhatikan dari beberapa industri diatas dapat dilihat bahwa pemakaian
batugamping untuk setiap ukuran butirnya berbeda-beda. Itu sebabnya ukuran

II-5
butir harus dikontrol agar ukuran butir dan persentase yang dibutuhkan dapat
terpenuhi sesuai dengan kebutuhan.

2.5. Parameter Statistik Ukuran

Parameter statistik merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menjelaskan
suatu fenomena dari banyak permasalahan salah satunya adalah dalam proses
pereduksian. Dalam proses reduksi terdapat banyak data yang harus diamati
sehingga digunakan parameter statistik seperti rata-rata, skewness, kurtosis dll,
berikut adalah ulasan mengenai parameter tersebut.

a. Mean (Rata-rata)

Mean (rata-rata) umumnya dianggap sebagai pusat matematis dari sekumpulan


data. Mean dapat dihitung dengan berbagai pendekatan. Rata-rata terbagi atas
rata-rata geometri, aritmetika, souter dll. Pada bagian ini rata-rata yang digunakan
adalah rata-rata aritmetika karena rata-rata ini tidak memperhitungkan dimensi
(D0,1) di samping itu rata-rata aritmetika lebih sering digunakan oleh pada
peneliti untuk menentukan nilai tengah. Secara matematis rata aritmetika dapat
ditentukan dengan persamaan matematis berikut

Σ( d . f (x))
Rata-rata = ............................................................................................
Σ f (x)
(2.3)

b. Skewness

Skewness merupakan parameter statistik yang menggambarkan distribusi data

tersebut. Secara matematis Skewness dapat diperoleh dengan rumus berikut

Σ( d−x )3. f ( x )
Sk =
Σf ( x )
........................ .........................................................................(2.4)

Keterangan:

II-6
sk = Skewness (koefisien kemencengan)

x = rata-rata

f(x) = frekuensi

d = ukuran lubang ayakan 3-9

c. Kurtosis

Kurtosis merupakan tingkat kepuncakan dari sebuah distribusi yang biasanya


diambil secara relatif terhadap suatu distribusi normal. Secara matematis kurtosis
dapat diperoleh dengan rumus berikut

Σ( d−x )4. f ( x)
α = ...............................................................................................
Σf (x )
(2.5)

Keterangan:

α = kurtosis

x = rata-rata

d = ukuran lubang ayakan

f = frekuensi

2.6. Mekanisme Pecahnya Batuan

2.6.1. Kekuatan Batuan

Secara umum setiap benda padat memiliki kekuatan untuk mempertahankan


keadaan awalnya. Kekuatan tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis,yaitu:(1)
kekuatan kristal mineral penyusun batuan, dan (2) kekuatan ikatan antar mineral
yang satu kesatuan membentuk massa batuan.

Setiap benda padat adalah elastis pada keadaan alamiahnya.Baik kekuatan kristal
penyusun maupun ikatan antar mineral pembentuk akan mengalami deformasi

II-7
jika sebuah gaya diberikan. Dalam prakteknya, selain kekuatan antar partikel
pembentuk batuan, bidang-bidang diskontiniu juga sangat menentukan pecahan
sebuah batuan. Ueng et al (2010) melaporkan bahwa ukuran dan karaktersitik
bidang diskontinu berupa kekar, joint ataupun retakan oleh karena pelapukan
berpengaruh terhadap kekuatan sebuah batuan. Daya regang aktualnya dapat
menurun hingga 100 kali kekuatan aslinya (Donovan, 2003).

Blenkinsop (2000) menjelaskan bahwa bidang-bidang diskontiniu pada massa


batuan tersebut dapat berupa fragmen yang dikelilingi oleh butiran yang lebih
halus (matriks), veinlet berukuran halus, Kristal yang tumbuh diantara mineral
lainnya, butiran yang mengalami rekristalisasi, sub butiran, bahkan permukaan
massa batuan yang berombak. Walau bagaimanapun juga sebuah Kristal tidak
mungkin dapat tumbuh jika tidak tersedia ruang yang cukup. Walaupun proses
pembentukan Kristal membutuhkan tekanan dan temperature, namun jika tidak
tersedia ruang yang cukup maka sebuah Kristal tidak akan tumbuh.

Terdapat beberapa bentuk gaya yang dapat diberikan dalam pereduksian ukuran.
Menurut Maurice C. Feurstenau and Kenneth N. Han (2003), bentuk partikel
hasilreduksi dapat berbeda tergantung bentuk gaya bekerja.

Gambar 2.1. Proses pecahnya batuan akibat perbedaan jumlah antar muka

Gambar 2.2. Bentuk pecahan partikel akibat perbedaan gaya penghancur


Disamping itu, jumlah antar muka yang bekerja juga dapat mempengaruhi
besarnya energi yang dibutuhkan untuk mereduksi ukuran suatu partikel.

II-8
2.7. Hammer Mill

Hammer mill merupakan suatu alat remuk yang menggunkan pukulan hammer
dengan kecepatan tinggi untuk memecahkan batuan, di samping itu hammer mill
gaya tekan dan gaya gesek juga terjadi saat proses pereduksian (John, 2000).

Menurut Ebunilo, et al (2010) hammer mill merupakan alat remuk dengan prinsip
tubrukan yang dilengkapi dengan palu baja menggunakan gaya axial dan radial
yang berporos pada suatu rotor dengan kecepatan rotasi tinggi. Gambar 2.5
berikut merupakan penampang melintang hammer mill konvensional

Gambar 3.5 Penampang hammer mill konvensional (Ebunilo et al 2010

Menurut Koch (2002) bahwa jumlah lubang bukaan saringan hammer mill
ditentukan oleh ukuran partikel dan efisiensi ketergerusan. Jarak antara hammer
dengan saringan umumnya 0,5 inci untuk pereduksian biji-bijian.

II-9
Murphy et al, (2009) dalam penelitiannya mereduksi gandum mendapat hasil
bahwa dalam pereduksian menggunakan hammer mill dengan ukuran lubang
saringan 2mm dan 3 mm menghasilkan ukuran butir bervariasi dan lebih kecil dari
ukuran saringan serta proporsi produk tertinggi berada pada ukuran 150 μm.

Sedarta dkk (2014) menyimpulkan bahwa dalam pereduksian batugamping


menggunakan hammer dengan ukuran lubang saringan 5 mm memperoleh
proporsi tertinggi pada rentang ukuran 841–250 μm. Dalam proses pereduksian
umumnya dikaitkan dengan rasio reduksi, dimana rasio reduksi merupakan
perbandingan antara ukuran produk dengan hasil pereduksian. Secara umum dapat
dicari dengan persamaan matematis sebagai berikut:

F 80
RR80 =
P 80

Dimana:

RR80 = rasio reduksi 80%

P80 = ukuran produk 80%

F80 = ukuran umpan 80%

Menurut Greg Alles (2003) hammer mill digunakan untuk mereduksi ukuran
(partikel) yang dimasukan kedalam ruang peremuk secara relative perlahan. Di
dalam ruang peremuk terdapat dua atau beberapa palu (hammer) yang bergerak
(berputar) relative cepat. Pada proses peremukan hampir atau tidak memiliki
energi momentum melainkan energi kinetik bekerja relative intensif. Kecepatan
gerak hammer secara linier minimum 16.000 ft/menit (4800 m/min) atau ada yang
melampaui 23.000 ft/menit (7.015 m/menit). Besar benturan dapat disesuaikan
dengan kecepatan putar hammer. Untuk ukuran umpan yang konstan, semakin
cepat putaran hammer maka semakin kecil ukuran butir yang dihasilkan.

Menurut Ebunilo P. O. (2010), hammer mill konvensional terdiri atas sebuah


sumbu berputar dilengkapi palu yang dapat berayun secara bebas (free-swing
hammer). Alat ini dilengkapi dengan sebuah saringan yang terletak di bagian

II-10
bawah rotary hammer (lihat Gambar 2.6). Batuan, butiran atau material keras
lainnya yang dimasukkan ke dalam ruang remuk (crushing frame) akan direduksi
hingga ukurannya dapat melewati lubang saringan yang diterapkan.

Gambar 2.7. Hammer Mill Konvensional

2.8. Hammer
Dalam implementasinya, hammer terbuat dari baja dibuat dalam berbagai bentuk,
ukuran, dan instalasi Hammer besar padu, biasanya diinstall dalam keadaan terikat
kokoh pada poros, digunakan untuk peremukan tahap pertama. Proses peremukan
hanya mengandalkan pukulan dan benturan. Cocok untuk bongkahan berukuran
besar seperti batugamping dari hasil peledakan. Fragmen produk dapat berukuran
1 – 25 cm. Fragmen memiliki energi potensial relatif lebih tinggi dibanding energi
kinetiknya. Oleh karenanya, pengoperasiannya jarang menggunakan saringan.
Kalaupun dipakai, saringan yang digunakan berupa grizzly. Hammer berbentuk
persegi panjang (plat) ditemui dalam berbagai model dan ukuran. Ujung plat dapat
berbentuk menyudut runcing (30°; tajam menyerupai pisau), petak tumpul (90°),
atau tumpul terbelah. Hammer jenis ini umumnya terikat pada poros dan dapat
bergerak. Ada yang hanya dapat bergerak bebas searah, ada pula yang dapat
bergerak relatif bebas ke segala arah Sedarta, distribusi ukuran butir giling pada
hammer mill

Gambar 2.7 Berbagai bentuk hammer

II-11
Gambar 2.8 Kedudukan hammer pada rotor

Hammer berbentuk tumpul (blunt) mereduksi fragmen dengan cara pukul (impact)
hammer berbentuk tajam (knife) mereduksi fragmen dengan cara potong. Hammer
tumpul cenderung membutuhkan energi reduksi yang lebih banyak, menghasilkan
fragmen lebih banyak berukuran halus sedangkan hammer tajam menghasilkan
fragmen lebih banyak berukuran kasar (Alles, 2003; Fitz-Mill, 2015). Berdasarkan
proses reduksinya reduksi pisau mengahasilkan gaya regang/tensile (Metso,
2015), sedangkan reduksi tumpul menghasilkan gesekan/attrition (Barbosa-
Canovas et al., 2005)

Gambar 2.9 Perbedaan metode reduksi hammer tumpul dan tajam


Penggunaan jenis-jenis hammer-hammer ini kebanyakan ditujukan untuk
mendapatkan butir giling dalam karakteristik tertentu. Pada kegiatan produksi
pakan ternak, 30% dari karakteristik produk umumnya dipengaruhi oleh metode
reduksinya (Hofmeyr, 2014). Pada kadar air umpan 10%, menggunakan ketebalan
hammer 5 mm dengan jarak jangkauan hammer terhadap saringan (concave
clearance) 5 mm dapat menambah persen jagung giling halus; persen butir kasar
berjumlah sedikit. Pada umpan kadar air 14%, menggunakan concave clearance

II-12
12 mm dengan ketebalan hammer 1,5 mm mengurangi persen jagung giling halus
dan menambah persen jagung giling berukuran sedang sampai kasar (Shal et al.,
2010). Penggunaan hammer menyudut 30o dapat mengurangi energi spesifik
reduksi (Bitra et al., 2008).

II-13

Anda mungkin juga menyukai