Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Kelapa Murni (VCO)

2.1.1 Minyak Kelapa Murni (VCO)

Minyak kelapa pada umumnya dibagi menjadi dua kategori yaitu minyak

kelapa komersial yang telah di Refined, Deodorized, Bleached (RBD) dan minyak

kelapa murni. Minyak kelapa komersial terbuat dari kopra (daging kelapa yang

dijemur dibawah sinar matahari). Sesuai kondisinya, bahan ini relatif kotor dan

mengandung bahan asing yang mempengaruhi hasil akhirnya. Bahan asing ini

biasa berupa jamur, tanah, sampah dan kotoran lainnya (Gani, et al., 2005).

Saat ini, minyak kelapa dibuat dalam bentuk minyak kelapa murni (VCO).

Minyak kelapa murni dibuat dari kelapa yang segar tanpa pemanasan dan bahan

kimia. Selain itu, tidak melalui tahap pemurnian, pemucatan dan penghilang

aroma. Biasanya, kelapa yang digunakan bukan kelapa hibrida, tetapi kelapa

dalam atau kelapa liar sehingga kandungannya masih utuh dan tahan terhadap

ketengikan (Sutarmi dan Rozaline, 2005). Keunggulan dari minyak ini menurut

SNI adalah bau kelapa segar, tidak tengik, rasa normal, khas kelapa dan tidak

berwarna. (Setiaji dan Prayugo, 2006).

2.1.2 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Murni (VCO)

Komponen utama VCO adalah asam lemak jenuh sekitar 90% dan asam

lemak tak jenuh sekitar 10%. Asam lemak jenuh VCO didominasi oleh asam

laurat. Tingginya kandungan asam lemak jenuh menjadikan minyak kelapa

sebagai sumber saturated fat.

5
Universitas Sumatera Utara
Komposisi kandungan asam lemak VCO dapat dilihat dalam Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi asam lemak Minyak Kelapa Murni (VCO)

VCO mengandung asam lemak rantai sedang yang mudah dicerna dan

dioksidasi oleh tubuh sehingga mencegah penimbunan di dalam tubuh. Di

samping itu ternyata kandungan antioksidan di dalam VCO pun sangat tinggi

seperti tokoferol dan betakaroten. Antioksidan ini berfungsi untuk mencegah

penuaan dini dan menjaga vitalitas tubuh (Setiaji dan Prayugo, 2006).

Antioksidan adalah zat yang dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom

dengan elektron yang tidak berpasangan mendapat pasangan elektron sehingga

tidak liar lagi (Sutarmi dan Rozaline, 2005). Antioksidan Merupakan senyawa

pemberi elektron atau reduktan. Senyawa ini mampu menginaktivasi

berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal.

Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,

dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif, akibatnya

kerusakan sel akan dihambat (Winarsi, 2007).

2.1.3 Pengolahan Minyak Kelapa Murni (VCO)

VCO dapat dibuat dengan banyak metode. Beberapa metode tersebut adalah

me, tode fermentasi, pemanasan bertahap, sentrifuse dan pancingan.

6
Universitas Sumatera Utara
a. Fermentasi

Ekstraksi secara fermentasi dilakukan dengan cara kelapa parut dicampur

dengan air lalu diperas. Santan yang diperoleh dimasukkan ke dalam wadah dan

didiamkan selama 1 jam sehingga terbentuk dua lapisan, yaitu krim santan pada

bagian atas dan air pada bagian bawah. Kemudian krim santan difermentasi

dengan menambah ragi tempe dengan perbandingan 5:1 (5 bagian krim santan dan

1 bagian ragi tempe). Fermentasi selesai ditandai dengan terbentuknya 3 lapisan

yaitu lapisan minyak paling atas, lapisan tengah berupa protein dan lapisan paling

bawah berupa air. Pemisahan dilakukan dengan menggunakan kertas saring

(Cahyono dan Untari, 2009; Setiaji dan Prayugo, 2006).

Proses fermentasi dalam pembuatan minyak kelapa murni atau virgin

coconut oil (VCO) yaitu mikroba dari ragi tempe dalam emulsi menghasilkan

enzim, antara lain enzim protease. Enzim protease ini memutus rantai-rantai

peptida dari protein berat molekul tinggi menjadi molekul-molekul sederhana dan

akhirnya menjadi peptida-peptida dan asam amino yang tidak berperan lagi

sebagai emulgator dalam santan kelapa sehingga antara minyak dan air memisah.

Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa dengan adanya aktivitas mikroba

tersebut dihasilkan asam sehingga akan menurunkan pH. Pada pH tertentu akan

dicapai titik isoeletrik dari protein. Protein akan menggumpal sehingga mudah

dipisahkan dari minyak (Cahyono dan Untari, 2009).

b. Pemanasan Bertahap

Cara pembuatan dengan metode ini sama dengan cara pembuatan dengan

cara tradisional, yang berbeda terletak pada suhu pemanasan. Dimana, pada

pemanasan bertahap suhu yang digunakan sekitar 60 - 75⁰ C. Bila suhu mendekati

7
Universitas Sumatera Utara
angka 75⁰ C matikan api dan bila suhu mendekati angka 60⁰C nyalakan lagi api.

Pada tahap awal, kelapa diparut, lalu dibuat santan. Krim yang diperoleh

dipisahkan dari air, kemudian dipanaskan sampai terbentuk minyak dan blondo.

Kemudian lakukan penyaringan (Sutarmi dan Rozaline, 2005).

c. Sentrifugasi

Sentrifugasi merupakan cara pembuatan VCO dengan cara mekanik. Cara

pembuatan santan sama dengan yang di atas. Masukkan krim santan kedalam alat

sentrifuse. Kemudian nyalakan alat sentrifuse lalu atur pada kecepatan putaran

20.000 rpm dan waktu pada angka 15 menit. Ambil tabung dimana di dalam

tabung terbentuk 3 lapisan. Ambil bagian VCO dengan menggunakan pipet tetes

(Darmoyuwono, 2006; Setiaji dan Prayugo, 2006).

e. Pancingan

Tahapan metode pancingan dilakukan dengan cara kelapa segar diubah

menjadio santan terlebih dahulu, lalu krim kental (kani) yang berupa cairan

putih/jernih dipisahkan dari air dengan cara didiamkan sekitar 1 jam. Selanjutnya

krim tersebut dicampur dengan minyak pancingan (minyak kelapa murni hasil

fermentaasi) dengan perbandingan tertentu sambil terus diaduk hingga rata, lalu

didiamkan 7-8 jam. Krim akan menghasilkan tiga lapisan, yaitu air pada bagian

bawah, blondo pada bagian tengah dan minyak murni pada lapisan paling atas

(Sutarmi dan Rozaline, 2005).

Pada pengolahan minyak kelapa biasa atau minyak goreng secara tradisional

dihasilkan minyak kelapa bermutu kurang baik. Hal tersebut ditandai dengan

adanya kadar air dan asam lemak bebas yang cukup tinggi di dalam minyak

kelapa. Bahkan warnanya agak kecokelatan sehingga cepat menjadi tengik. Daya

8
Universitas Sumatera Utara
simpannya pun tidak lama, hanya sekitar dua bulan saja. Oleh karena itu,

dilakukan serangkaian pengujian untuk memperbaiki teknik pengolahan minyak

kelapa tersebut sehingga diperoleh minyak kelapa dengan mutu yang lebih baik

dari cara sebelumnya (Rindengan dan Novarianto, 2004).

Minyak kelapa murni merupakan hasil olahan kelapa yang bebas dari trans

fatty acid (TFA) atau asam lemak-trans. Asam lemak trans ini dapat terjadi akibat

proses hidrogenasi. Agar tidak mengalami proses hidrogenasi, maka ekstraksi

minyak kelapa ini dilakukan dengan proses dingin. Misalnya, secara fermentasi,

pancingan, sentrifugasi, pemanasan terkendali, pengeringan parutan kelapa secara

cepat dan lain-lain (Darmoyuwono, 2006).

Minyak kelapa murni memiliki sifat kimia-fisika antara lain :

1. Penampakan : tidak berwarna, Kristal seperti jarum

2. Aroma : ada sedikit berbau asam ditambah bau caramel

3. Kelarutan : tidak larut dalam air, tetapi larut dalam alcohol (1:1)

4. Berat jenis : 0,883 pada suhu 20⁰C

5. pH : tidak terukur, karena tidak larut dalam air. Namun karena termasuk

dalam senyawa asam maka dipastikan memiliki pH di bawah 7

6. Persentase penguapan : tidak menguap pada suhu 21⁰C (0%)

7. Titik cair : 20-25⁰C

8. Titik didih : 225⁰C

9. Kerapatan udara (Udara = 1) : 6,91

10. Tekanan uap (mmHg) : 1 pada suhu 121⁰C

11. Kecepatan penguapan (Asam Butirat = 1) : tidak diketahui

(Darmoyuwono, 2006).

9
Universitas Sumatera Utara
2.2 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari

lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital serta

merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis

dan sensitif, serta bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan lokasi tubuh.

Kulit menyokong penampilan dan kepribadian seseorang dan menjadi ciri

berbagai tanda kehidupan (Wasitaatmadja, 1997).

Kulit merupakan bagian paling luar dari tubuh dan merupakan organ yang

terluas, yaitu antara 1,5-2,0 m2 dengan berat kurang lebih 20 kg, sedangkan

bagian kulit yang kelihatan dari luar yang disebut epidermis beratnya 0,05-0,5 kg

(Putro, 1998).

2.2.1 Sruktur kulit

Kulit terdiri dari lapisan epidermis, dermis dan hipodermis (subkutan).

Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit sebelah luar. Lapisan epidermis terdiri

atas lima lapisan, yaitu stratum korneum (lapisan tanduk) merupakan lapisan

paling luar di permukaan kulit, stratum lusidum yang terdapat langsung di bawah

lapisan korneum, stratum granulosum terdiri atas sel-sel bergranula yang

lamakelamaan akan mati, kemudian terdorong ke atas menjadi bagian lapisan

tanduk, stratum spinosum berfungsi menahan gesekan dari luar, dan stratum

basale (stratum germinativum) merupakan lapisan yang mengandung sel-sel yang

aktif membelah diri untuk membentuk sel-sel kulit baru, menggantikan sel-sel

mati pada lapisan korneum pada lapisan ini terdapat pigmen melanin. Pigmen

inilah yang menentukan warna kulit seseorang dan melindungi jaringan kulit dari

bahaya sinar ultraviolet (Achroni, 2012).

10
Universitas Sumatera Utara
Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang terletak di bawah lapisan

epidermis. Lapisan dermis dikenal pula sebagai kulit jangat (Achroni, 2012). Pada

lapisan ini, serabut kolagen dan elastin yang paralel membentuk struktur

penunjang pada kerangka dasar kulit. Protein tersebut berperan terhadap

kekencangan, kekenyalan, dan kelenturan kulit. Di dalam dermis juga terdapat

jaringan saraf dan sitem pembuluh darah atau kapiler yang sangat banyak.

Pembuluh darah ini akan mensuplai nutrisi penting ke sel dan membuat kulit

tampak berkilau merona (Bentley, 2006).

Lapisan hipodermis atau jaringan subkutis, terdiri atas jaringan ikat longgar

berisi sel-sel lemak didalamnya. Sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti

terdesak dipinggir karena sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel ini

membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lainnya oleh trabekula

yang fibrosa. Lapisan sel lemak disebut panikulus adiposus, berfungsi sebagai

cadangan makanan. Dilapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah,

dan saluran getah bening (Wasitaatmadja, 1997).

2.2.2 Fungsi kulit

Kulit memiliki sejumlah fungsi yang sangat penting bagi tubuh yaitu fungsi

perlindungan atau proteksi dimana kulit berfungsi melindungi bagian dalam tubuh

dari kontak langsung lingkungan luar, misalnya paparan sinar matahari, polusi,

bakteri, serta kerusakan akibat gesekan, tekanan, dan tarikan. Mengeluarkan zat-

zat tidak berguna sisa metabolisme dari dalam tubuh, sisa metabolisme ini

dikeluarkan bersama dengan keringat (Achroni, 2012).

Fungsi kulit lainnya adalah menjaga keseimbangan temperatur tubuh, organ

sekresi, menerima rangsangan, absorpsi dan status emosional (Muliyawan dan

11
Universitas Sumatera Utara
Suriana, 2013). Mengatur suhu tubuh, dengan cara mengeluarkan keringat dan

mengerutkan otot dinding pembuluh darah kulit. Pada keadaan suhu tubuh

meningkat, kelenjar keringat mengeluarkan banyak keringat ke permukaan kulit

dan dengan penguapan keringat tersebut terbuang pula kalori/panas tubuh.

Vasokontriksi pembuluh darah kapiler kulit menyebabkan kulit melindungi diri

dari kehilangan panas pada waktu dingin. Dengan adanya sistem pengaturan suhu

ini, suhu tubuh akan selalu dalam kondisi stabil. Kemampuan absorpsi kulit

dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, kelembaban udara, metabolisme dan jenis

zat yang menempel di kulit (Achroni, 2012; Wasitaatmadja, 1997).

2.2.3 Jenis-jenis kulit wajah

a. Kulit Normal: memiliki pH normal, kadar air dan kadar minyak

seimbang, tekstur kulit kenyal, halus dan lembut, pori-pori kulit kecil.

b. Kulit Berminyak: kadar minyak berlebihan, bahkan bisa mencapai 60%,

kulit wajah tampak mengkilap, mamiliki pori-pori besar, cenderung

mudah berjerawat.

c. Kulit Kering: kulit kasar dan kusam, mudah bersisik.

d. Kulit Kombinasi: merupakan kombinasi antara kulit wajah kering dan

berminyak, pada area T cenderung berminyak, sedangkan area pipi

berkulit kering.

e. Kulit Sensitif: mudah iritasi, kulit wajah lebih tipis, sangat sensitif

(Noormindhawati, 2013).

2.3 Penuaan Dini

Penuaan merupakan proses alami yang tidak dapat dihindari oleh semua

makhluk hidup. Penuaan dapat terjadi pada semua bagian tubuh, mulai dari

12
Universitas Sumatera Utara
pembuluh darah, organ tubuh serta kulit (Tranggono dan Latifah, 2007). Proses

penuaan kulit yang lebih cepat dari waktunya bisa terjadi saat umur kita

memasuki usia 20 – 30 tahun. Pada usia muda, regenerasi kulit terjadi setiap 28 –

30 hari. Memasuki usia 50 tahun, regenerasi kulit terjadi setiap 37 hari.

Regenerasi semakin melambat seiring dengan bertambahnya usia

(Noormindhawati, 2013).

Proses penuaan dini ditandai dengan menurunnya produksi kelenjar keringat

kulit, yang lalu diikuti dengan kelembaban dan kekenyalan kulit menurun karena

daya elastisitas kulit dan kemampuan kulit untuk menahan air sudah berkurang,

proses pigmentasi kulit semakin meningkat. Pada dari wajah biasanya terlihat

wrinkle atau kerut/keriput, kulit kering dan kasar, bercak ketuaan/pigmentasi dan

kekenyalan kulit menurun. Biasanya bukan hanya garis tawa yang merupakan

tanda alami dari penuaan yang terlihat tetapi garis-garis lain seperti di sekitar

sudut mata, kerut antara hidung dan bibir bagian atas disebabkan serat elastis

dalam kulit berkurang sehingga menyebabkan kulit mengendur dan melipat

menjadi kerut/keriput. Pada orang yang mengalami penuaan dini akan lebih

mudah mengidap penyakit degeneratif, kanker dan gangguan pernapasan (Ardhi,

2011).

2.3.1 Penyebab penuaan dini

Faktor yang menyebabkan terjadinya penuaan dini terbagi dua, yaitu:

a. Faktor internal

Pada umumnya disebabkan oleh gangguan dari dalam tubuh, misalnya sakit

yang berkepanjangan, kurangnya asupan gizi, ras dan faktor genetik juga

memegang peranan dalam terjadinya penuaan. Orang kulit putih lebih mudah

13
Universitas Sumatera Utara
terbakar sinar matahari sehingga lebih mudah mengalami gejala penuaan

dibanding kulit berwarna gelap (Noormindhawati, 2013).

Faktor internal juga dipicu oleh perubahan hormonal dan tingkat stres yang

dialami oleh seseorang (Putra, 2012). Pada wanita yang menopause, penurunan

produksi esterogen akan menurunkan elastisitas kulit. Hormon androgen dan

progesteron meningkatkan proses pembelahan sel epidermis, waktu pergantian

atau regenerasi sel, produksi kelenjar sebum dan pembentukan melanin.

Berkurangnya hormon-hormon tersebut akan menunjukkan gejala penuaan dini

yang lebih jelas (Putro, 1998). Pada saat stres, akan terjadi peningkatan hormon

adrenalin yang meningkatkan hormon kortisol. Hormon kortisol berfungsi untuk

mengatur banyaknya gula yang diserap ke dalam tubuh dan mengikat protein serta

menghentikan fungsinya. Protein ini berfungsi untuk membentuk jaringan ikat

kulit dan apabila fungsinya dihentikan, maka kulit akan kehilangan kelenturan dan

kehalusannya (Kelly, 2010). Faktor Internal tidak dapat dihindari tetapi dapat

dikurangi efeknya. Misalnya dengan perawatan wajah yang cepat, mengurangi

stres, dan asupan makanan yang baik (Basuki ,2001).

b. Faktor eksternal

Penuaan dini yang dipengaruhi faktor eksternal yaitu pajanan sinar matahari

berlebihan (photoaging), polusi, kebiasaan merokok, dan nutrisi tidak berimbang.

Pada penuaan ekstrinsik, gambaran akan lebih jelas terlihat pada area yang banyak

terpajan matahari (Ardhi, 2011).

Sinar matahari merupakan faktor eksternal yang memberikan pengaruh

terbesar terhadap terjadinya penuaan dini (Putra, 2012). Para ahli kulit

memperkirakan sekitar 80% garis kerutan, keriput, kendur, dan kasar pada kulit

14
Universitas Sumatera Utara
disebabkan langsung oleh sinar UV (Bentley, 2006). Paparan sinar matahari yang

berlebihan akan menyebabkan kerusakan kulit akibat munculnya enzim proteolisis

yang akan memecahkan kolagen kulit (Zelfis, 2012).

Indonesia termasuk daerah tropis yang dapat menyebabkan penduduknya

mudah terkena sengatan sinar matahari yang mengandung sinar UV A dan UV B

yang dapat menyebabkan kerusakan kulit (Achroni, 2012). Kedua jenis sinar

tersebut dapat menembus lapisan kulit epidermis dan dermis dan memicu

terjadinya penuaan dini pada kulit (Suryadi, 2012).

Sering diduga bahwa hanya UV B yang menjadi ancaman besar bagi kulit,

namun sekarang ini telah diketahui bahwa sekitar 80% sinar UV A yang

menggosongkan kulit justru mampu mecapai lapisan dermis. Pada lapisan dermis

UV A dapat merusak struktur kulit dengan mengubah susunan DNA dan RNA

pada inti sel serta mengubah susunan kolagen dan elastin. Sel yang dirusak

tersebut menghasilkan kembali mutasi yang tidak efesien, mengakibatkan

terjadinya peningkatan jumlah garis dan kerutan, penurunan kekencangan dan

kelenturan kulit, juga turunnya kemampuan epidermis untuk menjaga kelembaban

kulit (Bentley, 2006).

Sinar UV A memiliki panjang gelombang 320 – 400 nm. UV A menembus

kulit lebih dalam dari UV B yakni menembus sampai dermis (lapisan kedua dari

kulit) dan dapat merusak serat-serat yang berada di dalamnya. Kulit menjadi

kehilangan elastisitas dan berkerut. UV B memiliki panjang gelombang 290 – 320

nm, sinar UV B biasanya hanya merusak lapisan luar kulit (Darmawan, 2013).

Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau

lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Radikal bebas dapat timbul

15
Universitas Sumatera Utara
dari proses metabolisme dalam tubuh dan dapat juga berasal dari lingkungan,

seperti pencemaran udara, bahan kimia, makanan , alkohol, rokok, radiasi UV,

dan sebagainya. Radikal bebas ini bersifat reaktif dan tidak stabil sehingga untuk

mencapai kestabilan atom atau molekul, radikal bebas akan bereaksi dengan

molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron molekul tersebut. Proses ini

pada akhirnya akan menimbulkan radikal bebas baru terhadap molekul yang

elektronnya diambil sehingga jumlahnya terus bertambah. Oleh karena itu, reaksi

radikal bebas cenderung berupa reaksi berantai. Reaksi berantai ini akan terus

menerus berlangsung dalam tubuh dan bila tidak segera dicegah dapat merusak

sel-sel penting dalam tubuh. Hal ini akan menimbulkan berbagai penyakit seperti

kanker jantung, penuaan dini, serta penyakit degeneratif lainnya. Untuk

mengantisipasi kerusakan akibat radikal bebas tersebut maka tubuh memerlukan

suatu substansi penting, yaitu antioksidan yang mampu menangkap radikal bebas

(Youngson, 2005).

Kelembaban udara yang rendah, musim dingin, udara pegunungan dan arus

angin akan mempercepat penguapan air pada kulit, akibatnya kelembaban kulit

akan menurun dan menyebabkan kulit menjadi kering (Putra, 2012).

Beberapa gaya hidup juga memicu terbentuknya kerutan pada wajah, di

Antaranya adalah banyaknya frekuensi kedipan mata serta kebiasaan menyipitkan

mata menyebabkan otot-otot di sekitar alis dan dahi bekerja lebih keras sehingga

memperparah kerutan di area dahi. Nikotin dari rokok yang terserap ke dalam

tubuh menyebabkan aliran darah ke kulit berkurang sehingga asupan gizi dan

regenerasi kulit menjadi terhambat (Setiabudi, 2014).

16
Universitas Sumatera Utara
2.4 Anti-aging

Sesuai dengan asal katanya, anti berarti menahan atau melawan, sementara

aging berarti penuaan, apabila diartikan anti-aging adalah menahan atau melawan

terjadinya penuaan. Anti-aging merupakan suatu proses untuk mencegah atau

memperlambat efek penuaan supaya seseorang terlihat lebih segar, cantik, dan

awet muda (Kelly, 2010). Kosmetik anti-aging pada umumnya berupa bahan aktif

yang mengandung antioksidan untuk melindungi kulit dari efek radikal bebas

(Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.5 Krim

Krim didefinisikan sebagai bentuk sediaan setengah padat, diformulasi

sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang ini lebih

diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air untuk

penggunaan kosmetika (Ditjen POM, 1995).

Secara garis besar krim terdiri dari 3 komponen yaitu bahan aktif, bahan

dasar dan bahan pembantu. Bahan dasar terdiri dari fase minyak dalam fase air

yang dicampur dengan penambahan bahan pengemulsi (emulgator) kemudian

akan membentuk basis krim. Menurut kegunaannya krim anti-aging digolongkan

dalam kosmetik perawatan (Muliyawan dan Suriana, 2013).

2.6 Bahan-bahan

Dalam krim bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan sediaan krim

anti-aging adalah sebagai berikut:

17
Universitas Sumatera Utara
a. Propilen glikol

Propilen glikol adalah salah satu bahan pembantu dalam formulasi sediaan

semi padat yang berfungsi sebagai kosolven (Reynolds, 1982).

Propilen glikol digunakan sebagai emulsifier untuk menstabilkan dua atau

lebih campuran yang tidak bercampur. Digunakan dalam industri kosmetik

dimana minyak dan air harus dicampur untuk menghasilkan krim (Chatterje, et al.,

2011).

b. Trietanolamin

Trietanolamin berupa cairan kental jernih berwarna kuning pucat sampai

tidak berwarna, berbau amoniak yang samar. Bahan ini banyak digunakan pada

formulasi sediaan topikal terutama sebagai emulgator. Trietanolamin jika

dicampur dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat akan

membentuk sabun anionik yang dapat berfungsi sebagai pengemulsi untuk

membentuk emulsi minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi yang biasa

digunakan untuk mengemulsikan asam stearat adalah 8 – 20% (Reynolds, 1982).

c. Setil alkohol

Setil alkohol berbentuk granul, butiran atau kubus yang seperti lilin. Setil

alkohol banyak digunakan pada formulasi topikal sebagai emolien, emulgator

lemah dan sebagai peningkat konsistensi. Sebagai bahan peningkat konsistensi

setil alkohol digunakan sebesar 2 – 10% (Lieberman, et al., 1994).

d. Asam stearat

Asam stearat berbentuk serbuk padatan mengkilat atau kristal berwarna

putih atau kekuningan. Pada formulasi topikal konsentrasi asamstearat yang biasa

18
Universitas Sumatera Utara
digunakan berkisar antara 1 – 20%. Larut dalam etanol, heksan dan propilen

glikol (Reynolds, 1982).

e. Nipagin

Nipagin berbentuk kristal tidak berwarna atau putih yang tidak berbau.

Digunakan secara luas sebagai pengawet pada kosmetika, produk makanan dan

formulasi farmasetika. Dapat digunakan secara tunggal, atau kombinasi dengan

paraben lain. Kekuatan pengawet meningkat dengan penambahan propilen glikol

2 – 5 %. Penggunaan topikal nipagin berkisar antara 0,02 – 0,3%. Sukar larut

dalam air, larut dalam air panas, mudah larut dalam alkohol, aseton dan propilen

glikol (Reynolds, 1982).

2.7 Skin Analyzer

Perawatan kulit sedini mungkin dapat mencegah efek penuaan, pada analisa

konvensional diagnose dilakukan dengan mengandalkan kemampuan pengamatan

semata. Pemeriksaan seperti ini memiliki kekurangan pada sisi analisis secara

klinis-instrumental dan tidak adanya rekaman hasil pemeriksaan yang mudah

dipahami (Aramo, 2012).

Menurut Aramo (2012) pengukuran yang dapat dilakukan menggunakan

skin analyzer yaitu moisture (kadar air), evenness (kehalusan), pore (pori), spot

(noda), wrinkle (keriput), kedalaman keriput juga terdeteksi dengan alat ini.

Parameter hasil pengukuran dengan menggunakan skin analyzer dapat dilihat

pada Tabel 2.2 .

19
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Parameter hasil pengukuran dengan skin analyzer

Skin analyzer merupakan sebuah perangkat yang dirancang untuk

mendiagnosa keadaan pada kulit. Skin analyzer dapat mendukung diagnosa dokter

yang tidak hanya meliputi lapisan kulit teratas namun mampu memperlihatkan sisi

lebih dalam dari lapisan kulit, dengan menggunakan mode pengukuran normal

dan polarisasi, dilengkapi dengan rangkaian sensor kamera pada skin analyzer

menyebabkan alat ini dapat menampilkan hasil lebih cepat dan akurat (Aramo,

2012).

20
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai