Anda di halaman 1dari 3

Mendulang Berlian Mahā Śivarātri dalam Kesederhanaan

Oleh: Darmayasa

Karpūra gauraṁ karuṇāvatāram


Saṁsāra-sāraṁ bhujagendra hāram
sadā vasantaṁ hṛdayāravinde
bhavaṁ bhavānῑ sahitaṁ namāmi
(Śiva Pārvatῑ Stuti)

“Hamba menyampaikan sembah sujud bhakti ke hadapan Śiva Mahādeva dan


Pārvatῑ yang merupakan perwujudan dari cinta kasih sejati, berwarna putih bersih
bagaikan kapur, merupakan inti sari dari alam semesta, selalu mengenakan kalungan raja
ular Nāgaśeṣa di lehernya, dan yang setiap saat bersthana di atas bunga padma hati para
abdinya yang suci bening.”

Śiva Mahādeva selalu digambarkan dalam keadaan bermeditasi dengan kalungan raja
ular Nāgaśeṣa di leher-Nya atau duduk dalam sikap memberkahi bersama Dewi Pārvatῑ.
Perwujudan Śiva-Pārvatῑ yang paling banyak dipuja di India Selatan dan di negara-negara Asia
adalah Liṅga Yoni. Pada hari Mahā Śivarātri, Śiva Mahādeva dipuja dalam bentuk Śiva Liṅga
atau Liṅga Yoni.
Di Indonesia umat Hindu merayakan Mahā Śivarātri pada tanggal 26 Januari 2017 lalu.
Sedangkan umat Hindu di India akan melaksanakannya pada tanggal 24 Februari 2017 nanti.
Perbedaan sistem kalender dan letak wilayah mempengaruhi perbedaan hari atau waktu
pelaksanaan upacara peringatan hari suci Mahā Śivarātri.
Pada zaman dahulu, orang-orang tidak hanya memperingati Mahā Śivarātri yang
datangnya setahun sekali, melainkan juga memperingati hari-hari Śivarātri yang jatuhnya
sebulan sekali. Tentu saja peringatan setahun sekali yang adalah Mahā Śivarātri atau Malam
Agung Śiva Mahādeva diperingati secara lebih khusus dan dalam kemeriahan bhakti pada Śiva
Mahādeva. Umat Hindu di berbagai daerah di tanah air masih banyak yang “mencemaskan”
dirinya tidak melaksanakan pemujaan Mahā Śivarātri dengan baik. Umat banyak yang
menanyakan perihal bagaimana caranya memperingati hari suci Mahā Śivarātri?
Sungguhnya, Dewa Śiva dikenal dengan sebutan Sang Hyang Aśutoṣa, karena Śiva
segera bisa terpuaskan oleh sujud bhakti yang dilakukan oleh para abdi-Nya. Kata aśutoṣa berarti
sangat mudah dibuat berpuas hati. Mengingat kemurahan hati Śiva, umat hendaknya tidak terlalu
memusingkan dirinya secara berlebihan pada formalitas pemujaan, khususnya bagi mereka yang
berada di luar Bali dan dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melaksanakan Puja Mahā
Śivarātri dengan cara sebagaimana mestinya, dan juga tidak terlalu memusingkan perihal
pabratan (pantangan dan puasa), dan lain-lain. Hal tersebut bahkan tanpa disadari dapat
mengurangi nilai atau keutamaan malam penuh berkah itu. Artinya, jika orang memang tidak
mampu melaksanakan tingkat pemujaan Mahā Śivarātri yang lebih jauh lagi maka berpuas hati
pada usaha praktik maksimal dari kemampuan diri haruslah dilakukan.
Masalah persyaratan persembahyangan/pemujaan Mahā Śivarātri, semua dapat
dilakukan sesuai dengan Deśa (tempat dimana pemujaan dilakukan), Kāla (waktu atau zaman
kapan pemujaan dilakukan), dan Pātra (orang atau masyarakat yang melakukan pemujaan Mahā
Śivarātri tersebut). Penekanan utama yang paling penting diperhatikan adalah kesederhanaan,
ketulusan serta kebersihan hati dalam melaksanakannya. Sederhana, tulus, dan bersih hati. Hanya
itu. Dewa Śiva tidak dapat “dibeli” dengan berbagai persembahan yang bahkan sering
pemujanya sendiri tidak tahu apa itu benar dapat memuaskan Śiva ataukah tidak? Ketulusan
pemujaan sangat diperlukan. Selainnya, dengan penuh rasa bhakti, pemuja dapat melaksanakan
sedikit puasa sesuai dengan keadaan dan kemampuannya, sambil terus menerus sepanjang hari
mengumandangkan nama suci-Nya.
Pada malam Mahā Śivarātri, melalui Mahā Samādhi, Śiva Mahādeva sedang meng-
“ON”-kan “Wifi”-Nya. Umat hanya perlu mendekatkan “keberadaan” dirinya, menyelaraskan
dengan gelombang “wifi” Śiva Mahādeva lalu mendapatkan “password” dari yang berwenang.
Konter resmi “wifi” Śiva Mahādeva, mengeluarkan password “Oṁ namaḥ Śivāya 108”. Para
penyembah Śiva Mahādeva tinggal mandi, kramas, berpakaian luar dan dalam yang sudah dicuci
serta diseterika, lalu lakukan sembahyang dan meditasi sesuai dengan cara yang biasa dilakukan.
Tentu saja, semestinya tidak lupa memasukkan “password” tadi, lalu klik “continue” alias
lanjutkan.
Seorang abdi yang tulus suci akan memiliki keyakinan yang mantap dan ajeg, bahwa
kesederhanaan seperti itu sudah cukup untuk memuaskan Śiva Mahādeva. Umat Hindu di
berbagai daerah di tanah air masih banyak “mencemaskan” dirinya tidak melaksanakan
pemujaan Mahā Śivarātri dengan baik.
Terdapat beberapa aturan-peraturan yang perlu dilakukan oleh pemuja pada malam Śiva
berbahagia itu, jika segalanya memungkinkan untuk melakukannya. Misalnya, jika perayaan
Mahā Śivarātri dilakukan di tempat-tempat umum (Pura, Kuil, Mandir, dan lain-lain) maka,
paling tidak, pemuja dapat mempersiapkan tempat bertingkat tiga yang melambangkan Surga
Loka, Antarikṣā Loka, dan Bhūmi Loka. Pada tempat paling atas dapat ditempatkan sebelas buah
Kalaśa, dihiasi dengan daun-daun Bilva, di atasnya diisi buah kelapa yang digundul tetapi
serabut bagian atas tetap dibiarkan tidak dihilangkan, dan di atas kelapa ditempatkan buah
mangga. Biasanya pada buah mangga diisi tiga buah tanda dengan candana atau sejenisnya yang
serba harum. Ketiga titik tanda tersebut melambangkan ketiga mata Dewa Śiva. Sedangkan
serabut kelapa yang tidak digundul melambangkan rambut Dewa Śiva yang dikerucut ke atas,
dan 11 buah Kalaśa melambangkan kehadiran Hyang Ekādaśa Rudra, sebelas Rudra/Śiva. Pada
bagian Antarikṣā Loka dan Bhūmi Loka bisa ditempatkan berbagai persembahan yang
diperuntukkan Dewa Śiva. Lalu pemujaan dilakukan sesuai dengan tradisi setempat. Bagi
mereka yang melanjutkan perayaan dengan begadang, mereka bisa membaca 108 (śiva
aṣṭotaraśata-nāma) atau 1000 Nama Suci Śiva (śiva sahasra-nāma), dilanjutkan dengan
“memasukkan password” alias berjapa Pañcākṣara Mantra: “Oṁ Namaḥ Śivāya” (jika
memungkinkan usahakan berjapa memakai japamālā/tasbih dari bahan Rudrākṣa, yang di Bali,
Rudrākṣa biasa disebut Genitri).
Bagi mereka yang melakukan pemujaan sendiri di rumah, dapat dilakukan dengan
menyesuaikan pada keadaan dan kesempatan pemuja. Jika pemuja ingin melaksanakan lebih
“sreg”, paling tidak ada enam jenis persembahkan yang mesti dilengkapi, yaitu: (1) Bilva Patra
atau daun Bilva, melambangkan kesucian jiwa, (2) “Lulur” kumkuma/candana untuk dioleskan
pada Liṅga Śiva setelah di-“mandi-suci”-kan (abhiśekam), melambangkan segala kebajikan. (3)
Naivedya atau persembahan makanan, yang melambangkan panjang umur dan pemenuhan
keinginan-keinginan. (4) Dhūpa (dupa, hio), yang melambangkan kekayaan, kemakmuran. (5)
Dῑpa, lampu dari kapas dan minyak Ghee, minyak kelapa dan lain-lain minyak nabati, yang
melambangkan pencapaian pengetahuan suci. (6) Daun Sirih, yang melambangkan pencapaian
kepuasan dan kesenangan hidup di dunia.
Terdapat pula tradisi perayaan Mahā Śivarātri dengan melakukan pemujaan Śiva Liṅga
setiap 3 jam sekali, pagi dan malam, atau pemujaan di malam hari sebanyak empat kali pada 4
(empat) Prahara. Para pemuja yang seharian berpuasa, pada keesokan harinya barulah berbuka
puasa.

Anda mungkin juga menyukai