Anda di halaman 1dari 6

KODE ETIK PARIWISATA

“Perayaan Hari Raya Saraswati,Banyu Pinaruh,Soma Ribek,Sabuh Mas dan


Pagerwesi”

Dosen Pembimbing :
Prof.Dr.Drs. Ketut Sumadi,M.Par.,

Nama : Nim :
Dewa Ayu Rai Iswara Ratri 1813081079

INSTITUT HINDU DHARMA NEGERI DENPASAR


FAKULTAS DHARMA DUTA
JURUSAN PARIWISATA BUDAYA
PRODI INDUSTRI PERJALANAN
2019
Rangkaian Hari Raya Sraswati,Banyu Pinaruh,Soma Ribek dan Hari Raya
Pagerwesi

Saniscara umanis Watugunung adalah hari raya Saraswati. Yaitu hari turunnya ilmu
pengetahuan, yang dimana pengetahuan itu adalah cikal bakal kehidupan manusia.  Kehidupan
manusia yang perlu menelorkan suatu peradaban.Adab adalah suatu kata dimana kehidupan
manusia berkembang sedemikian rupa menjadi suatu sistem yang terorganisir dan terdapat
unsur-unsur modernitas di sana. Modernitas dalam hal ini adalah suatu keadaan yang mengarah
pada sistem-sistem berisikan pengetahuan.
Hari Saraswati adalah cikal bakal turunnya ilmu pengetahuan itu.
Ilmu pengetahuan yang mengubah cara pandang berpikir manusia menjadi “lebih manusia”. Itu
menjadi suatu hal yang dapat dikatakan sebagai kesejatian hidup, dan kesejatian hidup membuat
manusia menjadi beradab.
Pada Hari raya Saraswati tentunya kegiatan yang saya lakukan ialah
membantu orang tua dalam membanten seperti menyiapkan banten saraswati ,bersih bersih
rumah dan nangkil ke pura Jagatnatha yang berada dekat dengan titik Kota Denpasar.Adapun
beberapa dokumentasi foto saya saat rahinan Saraswati ketika nangkil ke Pura Jagatnatha
bersama teman saya.
Redite Pahing Sinta adalah hari Banyu pinaruh. Yaitu bagaimana setelah ilmu
pengetahuan itu turun saatnyalah menerima dengan rasa bangga pada diri bahwa kita telah
memiliki pengetahuan tentang kesejatian hidup itu. Banyu pinaruh yang berarti air “kaweruh”
atau air pengetahuan yang mengalir. Kenapa air? Dalam hal ini diharapkan manusia berperan
sebagai air yang mengalir dalam menjalani kehidupan. Banyu pinaruh adalah sebagai pensucian
diri telah didapatkan atau teraliri pengetahuan yang ada untuk dipergunakan sebesar-besarnya
kemakmuran khalayak. Dan awal diterimanya pengetahuan itu berbarengan dengan awal
bergantinya wuku menjadi awal kembali. Jadi pengetahuan itu digunakan untuk sewaktu wuku
itu kembali menemukan awalnya kembali di masa yang akan ada nanti.
Tentunya Pada saat Hari Raya Banyu Pinaruh saya hanya di rumah kebetulan karena
tidak ada yang bisa diajak ke pantai ibu saya bekerja dan kakak saya mengerjakan tugas
kantor.Jadi saya hanya membuat air rendaman bunga sebagai symbol dari air suci dimana air
tersebut saya pakai untuk menyiramkan ke tubuh saya seperti layaknya saya ke pantai
membersihkan diri dengan air laut.Tetap pada intinya yaitu air suci untuk membuang kotoran
baik sekala maupun niskala di dalam tubuh kita.
Hari berikutnya yaitu Soma Pon Sinta adalah hari raya Soma Ribek. Soma ribek masih
berhubungan erat dengan Hari raya Saraswati. Dimana Soma Ribek adalah hari bagaimana
pengetahuan itu paling tidak bisa digunakan untuk tetap membuat “dapur tetap ngebul”.Dalam
hal ini adalah bagaimana pengetahuan itu diisyaratkan bisa digunakan untuk kemakmuran diri
serta keluarga.
Pengetahuan yang berguna bagi khalayak akan berguna pula menciptakan kemakmuran
bagi yang berpengetahuan itu. Untuk itu sekehendaknya manusia mau mencari pengetahuan serta
belajar pengetahuan itu sedemikian rupa agar kehidupannya tidak kekurangan. Tidak kekurangan
artinya bagaimana pengetahuan itu dipergunakan untuk membuat sekarung beras tetap ada di
dapur sebagaimana kemakmuran hidup itu tercipta pada dasarnya.
Pakem-pakem yang ada adalah agar pengetahuan itu digunakan sesuai dengan kebenaran atau
dharma serta berhubungan dengan swadarma masing-masing pemilik pengetahuan itu.
Pengetahuan tentang bagaimana swadarma itu terbentuk adalah bagian dari bagaimana pemilihan
bagian diri.
Rentetan Rainan yang mengikuti Hari Raya Saraswati yang tidak kalah pentingnya
adalah Rainan Soma Ribek, yang jatuh setelah Rainan Banyu Pinaruh. Hari Soma Pon Sinta,
disebut juga rainan Soma Ribek. Menurut pustaka Sundari Gama  pada hari ini Sanghyang Tri
Murti Mrtha beryoga, dengan pulu / lumbung (tempat beras dan tempat padi) selaku tempatnya.
Pada hari tersebut umat Hindu di Bali disarankan memusatkan perhatian kepada rasa syukur atas
keberadaan pangan. Secara fisik dicerminkan dengan melaksanakan tindakan-tindakan khusus
terhadap padi dan beras, misalnya: tak boleh menumbuk padi, menggiling beras dan sebagainya.
Mengadakan widhi widana seperti lazimnya, dipersembahkan pada tempat- tempat penyimpanan
beras dan padi, sebagai makanan pokok. Boleh dikatakan, hari ini adalah Hari Pangan bagi umat
Hindu. Pada saat- saat itu kita diminta ngastiti Sang Hyang Tri Pramana yaitu: Cri, Sadhana dan
Saraswati. Terutama hendaklah kita mengisap sarining tattwa adnjana yaitu memetik sari-sari
ajaran-ajaran kebenaran / ketuhanan Menurut Ida Pedanda Gunung (dikutip dari Website Ida
Pedanda) pada hari soma Ribek adalah payogan Sanghyang Sri Amretha. Pada hari ini Umat
Hindu melakukan Widhi Widana atau pemujaan pemujaan kepada Sanghyang Tri pramana yaitu
Dewi Sri, Sadhana, dan dewi Saraswati, dengan menghaturkan upakara di lumbung dan di Pulu
(tempat beras). Adapun upakara yang dihaturkan adalah nyahnyah,gringsing, geti-geti, pisang
mas dan wangi-wangian sebagai tanda syukur atas wara nugraha berupa amertha (makanan) dan
semoga tetap diberikan kesuburan. Pada hari Soma ribek umat Hindu pantang untuk menumbuk
padi dan yang sejenisnya serta menjual beras.
Pada rahinan Soma ribek tentunya pada saat itu saya kebetulan paginya hanya saja
sembahyang dan membantu sedikit ibu dalam mempersiapkan persembahyangan karena
kebetulan saya akan berangkat kuliah pukul 07.30 am .Jadi pada saat rahinan tersebut tetap saya
menyempatkan diri untuk sembahyang untuk memohon kerahayuan sesuai dengan makna dari
hari rahinan Soma Ribek itu sendiri.
Menuju rahinan berikutnya ialah Rahinan sabuh mas Rainan Sabuh Mas, yang datang
210 hari sekali pada hari Anggara Wage Wuku Sinta atau sehari setelah Rainan Soma Ribek,
adalah Pesucian Sang Hyang Mahadewa dengan melimpahkan restunya pada  raja berana seperti
logam mulia, (emas, perak), harta, permata, manik dan sebagainya. Pemujaan terhadap Hyang
mahadewa sebagai tanda bersyukur semoga selalu melimpahkan restunya pada harta dan barang-
barang berharga termasuk perhiasan dengan mengadakan upacara yadnya/widhi widhana. Umat
disarankan melakukan asuci laksana, mencurahkan penghargaan penuh dengan rasa syukur atas
keberadaan mas manik raja berana serta benda-benda berharga lainnya, secara fisik diwujudkan
dengan mengadakan Widhi Widhana sebagaimana biasanya. Lakukan pembersihan, pemeriksaan
keadaan, serta pemeriksaan keamanan dan pengamanannya. Semuanya dilakukan dalam
kerangka rasa syukur atas karunia Sanghyang Widhi Wasa. Segalanya berasal dari ijin dan restu
beliau, oleh karena itu apabila beliau kehendaki terjadinya sesuatu hal yang memisahkan kita
dari mas manik raja berana ini, siaplah batin kita melepaskan segalanya tanpa rasa berat hati.
Ikatan duniawi seperti mas manik raja berana bukanlah ikatan yang lebih berharga dari ikatan
kita kepada beliau Sanghyang Widhi Wasa. Hari Sabo Mas adalah hari dimana mas itu menjadi
suatu kemuliaan diri ini dengan menggunakan pengetahuan.
Pengetahuan itu adalah yang membuat suatu kemuliaan diri itu
sendiri. Ini adalah sambungan dari Soma Ribek yang menjadikan diri suatu kebahagiaan lahir,
yaitu adalah suatu saat batin itu terpenuhi dengan pengetahuan itu sendiri.
Batin yang tersendiri menjadi kemuliaan sejati, raja sebagai yang mengatur keadilan terhadap
jiwa. Disebut juga Siwa Dwara,sebagai mahkota yang berarti juga suatu kemuliaan itu sendiri.
Pengetahuan yang diberikan dan dimanfaatkan langsung atau tidak langsung  mendirikan suatu
kemuliaan yang meraja pada diri sendiri. Batin yang termanifestasikan menjadi suatu yang
terpenuhi dengan mendapatkan suatu kemuliaan. Dari lahir kita lahir mulia, jadi Sabo mas adalah
memperingatkan bahwa pengetahuan itulah yang membuat kita mulia apa adanya seperti
pengetahuan itu sendiri. Pada saat rahinan sabuh mas sama seperti rahinan soma ribek saya
bersembahyang di rumah dan membantu ibu mempersiapkan banten yang ingin dihaturkan
sebelum berangkat kuliah dan kami tidak nangkil ke pura-pura karena kondisi saya dan keluarga
pada saat itu tidak memungkikan karena Ayah saya masuk rumah sakit jadi ada system shift
untuk menjaga Ayah saya di rumah sakit.

Selanjutnya menuju hari Raya Pagerwesi, Salah satu makna dari Hari Raya Pagerwesi
adalah saat dimana umat manusia memulai usaha untuk mempelajari suatu ilmu, karena
Pagerwesi erat kaitannya dengan Hari Raya Saraswati, Banyu Pinaruh, Soma Ribek dan Sabuh
Mas. Para Pinandita biasanya menggunakan mantra khusus dalam melakukan pemujaan Hari
Raya Pagerwesi yaitu:

Guru Brahma, Guru Vishnu, Guru devo Maheshwara, Guru sakshat, param Brahma, tasmai
shri guravay namah

Di India, umat Hindu memiliki hari raya yang disebut Guru Purnima dan Hari Raya Walmiki
Jayanti. Upacara Guru Purnima adalah hari raya pemujaan untuk Guru suci yang ditekankan
pada pemujaan pada Resi Vyasa berkat jasa beliau mengumpulkan dan mengkodifikasi kitab suci
Weda. Resi Vyasa pula yang menyusun Itihasa Mahabharatha dan Purana. Putra Bhagawan
Parasara itu pula yang mendapatkan wahyu tentang Catur Purusartha yaitu empat tujuan hidup
yang kemudian diuraikan dalam kitab Brahma Purana. Berkat jasa-jasa Resi Vyasa itulah umat
Hindu setiap tahun merayakan Guru Purnima dengan mengadakan persembahyangan atau istilah
di India melakukan puja untuk keagungan Resi Vyasa dengan mementaskan berbagai episode
tentang Resi Vyasa. Resi Vyasa diyakini sebagai adiguru loka yaitu gurunya alam semesta
Sementara Walmiki Jayanti dirayakan setiap bulan Oktober pada hari Purnima. Walmiki Jayanti
adalah hari raya untuk memuja Resi Walmiki yang amat berjasa menyusun Ramayana sebanyak
24.000 sloka. Ke-24.000 sloka Ramayana itu dikembangkan dari Tri Pada Mantra yaitu bagian
inti dari Savitri Mantra yang lebih populer dengan Gayatri Mantra. Ke-24 suku kata suci dari Tri
Mantra itulah yang berhasil dikembangkan menjadi 24.000 sloka oleh Resi Walmiki berkat
kesuciannya. Sama dengan Resi Vyasa, Resi Walmiki pun dipuja sebagai adiguru loka yaitu
mahagurunya alam semesta. Ini artinya pemujaan Batara Hyang Guru di Kamulan dan Sang
Hyang Paramesti Guru pada hari raya Pagerwesi dalam tradisi Hindu Siwa Paksa memiliki
makna yang sama dan searah dengan Guru Purnima dan Walmiki Jayanti dalam sistem pemujaan
Guru dalam tradisi Hindu di India. Agama Hindu itu kemasan budaya luarnya berbeda tetapi
isinya sama Sedangkan di Bali dalam Lontar Sundarigama disebutkan:

Budha Kliwon Shinta Ngaran Pagerwesi payogan Sang Hyang Pramesti Guru kairing ring
watek Dewata Nawa Sanga ngawerdhiaken sarwatumitah sarwatumuwuh ring bhuana kabeh.

Artinya: Rabu Kliwon Shinta disebut Pagerwesi sebagai pemujaan Sang Hyang Pramesti Guru
yang diiringi oleh Dewata Nawa Sanga (sembilan dewa) untuk mengembangkan segala yang
lahir dan segala yang tumbuh di seluruh dunia. Pelaksanaan upacara/upakara Pagerwesi
sesungguhnya titik beratnya pada para pendeta atau rohaniwan pemimpin agama. Dalam Lontar
Sundarigama disebutkan: Sang Purohita ngarga apasang lingga sapakramaning ngarcana paduka
Prameswara. Tengahiwengi yoga samadhi ana labaan ring Sang Panca Maha Bhuta, sewarna
anut urip gelarakena ring natar sanggah. Artinya: Sang Pendeta hendaknya ngarga dan mapasang
lingga sebagaimana layaknya memuja Sang Hyang Prameswara (Pramesti Guru). Tengah malam
melakukan yoga samadhi, ada labaam (persembahan) untuk Sang Panca Maha Bhuta, segehan
(terbuat dari nasi) lima warga menurut uripnya dan disampaikan di halaman sanggah (tempat
persembahyangan). Hakikat pelaksanaan upacara Pagerwesi adalah lebih ditekankan pada
pemujaan oleh para pendeta dengan melakukan upacara Ngarga dan Mapasang Lingga. Tengah
malam umat dianjurkan untuk melakukan meditasi (yoga dan samadhi). Banten yang paling
utama bagi para Purohita adalah Sesayut Panca Lingga, sedangkan perlengkapannya Daksina,
Suci Pras Penyeneng dan Banten Penek. Meskipun hakikat hari raya Pagerwesi adalah pemujaan
(yoga samadhi) bagi para pendeta (Purohita) namun umat kebanyakan pun wajib ikut merayakan
sesuai dengan kemampuan. Banten yang paling inti perayaan Pagerwesi bagi umat kebanyakan
adalah natab Sesayut Pagehurip, Prayascita, Dapetan. Tentunya dilengkapi Daksina, Canang dan
Sodaan. Dalam hal upacara, ada dua hal banten pokok yaitu Sesayut Panca Lingga untuk upacara
para pendeta dan Sesayut Pageh Urip bagi umat kebanyakan.
Pada hari Pagerwesi saya tentunya ikut membantu ibu saya mebanten dan
sembahyang di rumah sebelum saya pergi ke rumah sakit untuk memohon ketajaman dalam
berpikir yang dimana makna dari rahinan pagerwesi ialah Setelah mencapai kebahagiaan lahir
batin, maka sampailah kita pada bagaimana “mengajegkan” hal tersebut. Mejadikan itu tonggak
kehidupan yang tiada pernah tergerus oleh jaman dan waktu. Pager dari besi yang berarti suatu
bagian perlindungan dari apa-apa yang telah dicapai.
Buda Kliwon Sinta merupakan jatuhnya hari Pagerwesi. Pagerwesi merupakan juga arti
dari deretan-deretan Hari raya Saraswati menuju hari Tumpek Landep. Setelah pada akhirnya
sampai ke Pagerwesi, maka kemuliaan serta kebahagiaan lahir menjadi suatu yang tetap ada pada
jiwa-jiwa manusia yang tercahayakan pada hari raya Saraswati tersebut.

Itu tadi sedikit cerita saya dalam rangkaian hari raya suci umat hindu,semoga
bermanfaat,terima kasih.

Anda mungkin juga menyukai