Anda di halaman 1dari 3

Asep Marwan Hendrawan

PAI Non PNS Kec. Kertajati


Risalah Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh


Alhamdulillah, amaa ba’du,,

Hadirin yang Allah muliakan

Allah swt telah memberikan keistimewaan pada hari-hari tertentu dan tempat-tempat tertentu.
Keistimewaan itu adalah berupa ampunan dosa dan pahala ibadah yang lebih besar dibanding hari-hari
atau waktu-waktu biasanya. Misal saja, beribadah di Bulan Ramadhan lebih besar pahalanya dibanding
bulan-bulan biasanya. Shalat di Masjidil Haram juga demikian, lebih besar pahalanya dibanding shalat di
masjid biasa. Di antara keistimewaan itu adalah malam pertengahan bulan Sya’ban atau biasa orang
menyebutnya malam Nishfu Sya’ban. Malam yang bertepatan dengan tanggal 15 Sya’ban.

Seorang ulama bernama Syekh Abdullah Muhammad al-Ghimari menuliskan sebuah risalah yang
menjelaskan keutamaan-keutamaan malam tersebut. Risalah itu beliau namai dengan judul Husnul Bayan
fi Lailatin Nishfi min Sya’ban. Alasan beliau menulis risalah ini adalah, karena setiap tahun banyak
masyarakat yang menanyakan amalan serta doa-doa malam Nisfu Sya’ban kepada beliau. Mulanya beliau
hanya menjawab dengan lisan atau menuliskan di beberapa majalah Islam. Begitu menyadari pertanyaan
itu akan dialaminya setiap tahun, Syekh Abdullah memutuskan untuk menuliskannya dalam risalah kecil
setebal 42 halaman. Risalah ini beliau tulis dengan ringkas. Meski demikian, menurut beliau,
pembahasannya padat, tidak bertele dan memiliki banyak faedah. Risalah ini disarikan dari beberapa
kitab-kitab besar terkait. Seperti kitab Al-Idhah karya Ibnu Hajar al-Haitami, kitab Ma Ja’a fi Syahri Sya’ban
karya Al-Hafidz Abu al-Khatib Dihyah al-Andalusi dan Fi Lailatin Nishfi karya Al-Ajhuri (seorang Syekh
bermadhab maliki). Menurut Syekh Abdullah, keutamaan malam Nisfu Sya’ban ini sudah populer sejak
dulu. Saat malam itu tiba, orang-orang akan menghidupkan malam dengan beribadah, memanjatkan doa
dan membaca dzikir-dzikir. Meski begitu, menurut Syekh Abdullah, para ulama berbeda pendapat soal
bagaimana prosedur yang tepat untuk menghidupkan malam mulia itu. Apakah bisa dilakukan dengan
bersama-sama (berjama’ah) atau harus sendiri-sendiri? Apakah menambahkan ibadah di dalamnya
termasuk bid’ah atau tidak? Semuanya memiliki argumen masing-masing. Melihat realita itu, Syekh
Abdullah memilih pendapat yang tidak memberatkan. Mungkin, hemat penulis, Syekh Abdullah tidak ingin
memberatkan masyarakat yang sudah mendarah daging melakukan amalan-amalan malam Nisfu Sya’ban.
Sehingga beliau memilih pendapat yang tidak mengusik masyarakat. Beliau memilih untuk tidak
membid’ahkan. Meskipun dalil-dalil tentang amalam malam Nisfu Sya’ban itu berupa hadis dha’if, atau
bahkan mungqathi’, itu sudah dianggap cukup karena amalan malam Nisfu Sya’ban merupakan dari
fadha’ilul a’mal (bentuk amal ibadah yang dianjurkan sebagai pendorong untuk mendekatkan diri kepada
Allah swt). Belum lagi dasar amalan malam Nisfu Sya’ban terdapat dalam hadis yang tercatat dalam Sahih
Muslim. Tentu, menurut Syekh Abdullah, ini lebih menguatkan kebasahan amalan malam Nisfu Sya’ban
itu. Hadis itu diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah ra berikut,

،‫عة‬ َ َ‫إن في اللَّ ْي ِل ل‬


َ ‫سا‬ َّ « :‫ يقول‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ‫س ِم ْعتُ رسو َل هللا‬ َ :َ‫ َقال‬- ‫ رضي هللا عنه‬- ‫وعن جابر‬
َ ‫ إِالَّ أ ْع‬،ِ‫اآلخ َرة‬
. ‫ رواه مسلم‬.»‫ َوذَلِكَ ُك َّل لَ ْيلَة‬،ُ‫طاهُ إيَّاه‬ ِ ‫الَ ي َُوافِقُ َها َر ُج ٌل ُم ْس ِل ٌم يَسْأ ُل هللا تَعَالَى َخيْرا ِم ْن ْأم ِر ال ُّد ْنيَا َو‬
Dari Jabir ra. berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya
pada malam hari itu ada satu waktu yang tidaklah seorang muslim tepat pada waktu itu meminta kepada
Allah kebaikan perkara dunia dan akhirat, melainkan Allah pasti memberikannnya kepadanya. Dan waktu
itu ada pada setiap malam.” (HR Muslim) Melihat keumuman hadis ini, malam Nisfu Sya’ban masuk dalam
kategori malam yang memiliki keistimewaan sebagaimana dimaksudkan dalam hadis. Sehingga wajar jika
pada malam itu dianjurkan memperbanyak ibadah agar bisa meraih sesuatu yang dijanjikan: memperoleh
doa yang pasti dikabulkan. Sejarah Praktik Peringatan Malam Nisfu Sya’ban Mengawali pembahasannya,
Syekh Abdullah menjelaskan tentang sejarah peringatan malam Nisfu Sya’ban dan menjelaskan pula
mengapa bisa terjadi perbedaan pendapat ulama: ada yang membenarkan dan mempraktikannya, ada
pula yang membid’ahkannya. Pertama kali yang memperingati malam Nishfu Sya’ban adalah dari
kalangan Tabi’in penduduk negeri Syam, seperti Kholid bin Ma’dan, Makhul, Luqman bin ‘Amir dan lain-
lain. Mereka mengagungkan malam itu dan memperbanyak ibadah di dalamnya. Hingga kemudian tersiar
kabar bahwa yang mereka lakukan itu bersumber dari atsar isra’iliyat (perkataan sahabat yang sebenarnya
adalah buatan orang Yahudi -pen). Setelah itu, ada dua kubu yang menyikapi peringatan malam Nisfu
Sya’ban. Sebagian mengikuti apa yang dilakukan para tabi’in negeri Syam. Mereka adalah orang-orang
Bashrah dan yang lainnya. Sementara ulama penduduk Hijaz menentangnya dan menganggap sebagai
praktik bid’ah. Di antara penduduk Hijaz itu adalah Imam ‘Atha, Ibu Abi Malikah dan para fuqaha dari kota
Madinah. Bentuk Praktik Ibadah Malam Nisfu Sya’ban Para ulama negeri Syam berbeda pendapat soal
bagaimana cara menghidupkan malam Nisfu Sya’ban. Sebagian dari mereka ada yang memperingatinya
dengan beribadah secara berjama’ah di masjid dengan mengenakan pakaian terbaik, membakar
kemenyan (untuk pengharum -pen), mengenakan sibak dan menghidupkan malam dengan beribadah di
masjid tersebut. Pedapat ini didukung oleh Ishaq bin Rahaweh dan diunggulkan oleh Imam Al-Walid ra.
Sementara sebagian ulama Syam yang lain menghukumi makruh jika dilakukan berjamaah di masjid dalam
bentuk membaca kisah-kisah dan berdoa. Tapi jika shalat sendiri di masjid untuk laki-laki, maka boleh.
Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Al-Auza’i, seorang imam bagi penduduk Syam saat itu.
Keutamaan Malam Nisfu Sya’ban dan Dalilnya Selanjutnya, Syekh Abdullah melanjutkan pembahasan
keutamaan malam Nisfu Sya’ban dengan menyebutkan dalil-dalil yang menjadi dasar keutamaan malam
Nisfu Sya’ban tersebut, baik dalam bentuk hadis maupun atsar sahabat. Ada 10 hadis yang beliau
paparkan,

di antaranya adalah hadis di bawah ini:

:ُ‫ فَ َيقُول‬،‫س َماء ال ُّد ْن َيا‬


َّ ‫ش ْم ِس إِلَى ال‬ ِ ‫اركَ َوت َ َعالَى َي ْن ِز ُل فِي َها ِلغُ ُرو‬
َّ ‫ب ال‬ َ ‫ فَإ ِ َّن هللاَ ت َ َب‬،‫صو ُموا َي ْو َم َها‬ َ ‫ِإذَا كَانَتْ لَ ْيلَةُ النِصْفِ مِ ْن‬
ُ ‫ش ْع َبانَ فَقُو ُموا لَ ْيلَ َها َو‬
‫َجْر‬ ْ َّ َّ َ َ
َ ‫ أ َال َكذَا أ َال َكذَا َحتى يَط ِل َع الف‬،ُ‫عافِيَه‬ ُ َ
َ ‫مِن ُم ْبتَلى فَأ‬ ْ ‫ أ َال‬،ُ‫ أ َ َال مِ ْن ُم ْست َْر ِزق فَأ ْر ُزقَه‬،ُ‫أ َ َال مِ ْن ُم ْست َ ْغفِر فَأ َ ْغف َِر لَه‬
َ َ

Artinya: “Ketika malam Nisfu Sya’ban tiba, maka beribadahlah di malam harinya dan puasalah di siang
harinya. Sebab, sungguh (rahmat) Allah turun ke langit dunia saat tenggelamnya matahari. Kemudian Ia
berfirman: “Ingatlah orang yang memohon ampunan kepadaKu maka Aku ampuni, ingatlah orang yang
meminta rezeki kepada–Ku maka Aku beri rezeki, ingatlah orang yang meminta kesehatan kepada–Ku
maka Aku beri kesehatan, ingatlah begini, ingatlah begini, sehingga fajar tiba.” Sementara atsar yang
dikutip Syekh Abdullah adalah riwayat Nauf al-Bikali, dia berkata, “Sungguh Ali pada malam Nishfu Sya’ban
beliau keluar (dari rumah) dan mengulanginya berkali-kali seraya melihat ke langit. Beliau berkata:

‫ساحِ را أ َ ْو شَاعِرا أ َ ْو كَاهِنا أ َ ْو‬ َ ‫شارا أ َ ْو‬ َ ‫ َما لَ ْم يَ ُك ْن‬،ُ‫غف ََر لَه‬
َّ ‫ع‬ َ ‫ َو َال ا ْست َ ْغف ََرهُ أ َ َح ٌد فِي ٰه ِذ ِه اللَّ ْيلَ ِة إِ َّال‬،ُ‫عا هللاُ أ َ َح ٌد إِ َّال أ َ َجابَه‬
َ ‫عةَ َما َد‬ َ ‫إِ َّن ٰه ِذ ِه السَّا‬
. ‫عاكَ فِي ٰه ِذ ِه اللَّ ْيلَ ِة َو ِل َم ِن ا ْست َ ْغف ََركَ فِي َها‬
َ ‫ اَللهم َربَّ َد ُاو َد ا ْغف ِْر ِل َم ْن َد‬.‫طبَة‬ َ ‫ب ُكوبَة أ َ ْو غ َْر‬ َ ِ‫صاح‬ َ ‫ع ِريفا أ َ ْو ش َْرطِ يًّا أ َ ْو َجا ِبيا أ َ ْو‬ َ
Artinya: “Sungguh saat ini tidaklah seseorang berdoa kepada Allah melainkan akan Ia kabulkan, tidaklah
seseorang memohon ampunan kepada–Nya pada malam ini melainkan Ia akan mengampuninya, selama
ia bukan seorang ‘asysyar (penarik pungutan liar), tukang sihir, tukang syair, tukang ramal, pengurus
pemerintahan suatu daerah, tentara pilihan penguasa, penarik zakat, pemukul genderang dan tambur.”
Doa Malam Nisfu Sya’ban Berikutnya, setelah membahas dalil keutamaan malam Nisfu Sya’ban, Syekh
Abdullah menjelaskan doa yang biasa dibaca oleh masyarakat pada malam Nisfu Sya’ban. Menurutnya,
membaca yasin tiga kali dengan niat khusus setiap selesai satu yasin, tidak memiliki dasar. Begitupun
dengan shalat hajat yang dilakukan setelahnya dengan niat tertentu. Syekh Abdullah hanya
merekomendasikan doa yang memiliki dasar dalam al-Quran. Berikut redaksi doanya:

. َ‫ َو َمأ ْ َم ُن ْالخَائِفِين‬، َ‫يرين‬


ِ ‫ار ْال ُم ْست َِج‬ َّ ‫ظ ْه ُر‬
ُ ‫ َو َج‬، َ‫الَل ِجئِين‬ َ َ‫ َال إله إِ َّال أ َ ْنت‬،‫اْل ْنعَ ِام‬ ُّ ‫ يَا ذَا‬،‫اْل ْك َر ِام‬
ِ ْ ‫الطو ِل َو‬ ِ ْ ‫ يَا ذَا ْال َج ََل ِل َو‬،ِ‫علَ ْيه‬
َ ‫يَا ذَا ْال َم ِن َو َال يُ َم ُّن‬
‫شقَ َاوتِي َوحِ ْر َمانِي‬ َ َ‫ضلِك‬ْ َ‫ فَا ْم ُح اللهم بِف‬،‫ق‬ ِ ‫الر ْز‬
ِ ‫ي فِي‬ ْ
َ ‫حْـرومـا أ َ ْو َمط ُرودا أ َ ْو ُم ْقت َرا‬
َّ َ‫عل‬ ُ ‫ب) شَـقِـيا أ َ ْو َم‬ ْ ُ
ِ ‫اَللهم ِإ ْن ُك ْنتَ َكت َ ْبتَنِي ِع ْندَكَ (فِي أ ِم ال ِكت َا‬
ُ‫سعِيدا َم ْر ُزوقا ُم َوفَّقا ل ِْل َخي ِْر فإنك تقول في كتابك الذي أنزلت ( َي ْم ُحو هللاُ َما َيشَا ُء َويُثْ ِبت‬ ‫ب‬ ‫َا‬ ‫ت‬‫ك‬ ْ
‫ال‬ ‫م‬ُ
َ ِ ِ ِ ‫ َوأَثْ ِبتْنِي ِع ْندَكَ فِي‬،‫َار ِر ْزقِي‬
‫أ‬ َ ‫ط ْردِي َوإِ ْقت‬ َ ‫َو‬
)‫ب‬ ْ ُ
ِ ‫َو ِع ْن َدهُ أ ُّم ال ِكت َا‬
Sementara sambungan doa setelahnya adalah tambahan dari Syekh Ma’ul ‘Ainain as-Syinqithi. Berikut
redaksinya:

‫عنَّا مِنَ ْالبَ ََلءِ َما نَ ْعلَ ُم‬ َ ‫ أ َ ْسأَلُكَ أ َ ْن ت َ ْكش‬،‫ش ْعبَانَ ْال ُمك ََّر َم الَّتِي يُ ْف َر ُق فِي َها كُ ُّل أ َ ْمر َحكِيم َويُب َْر ُم‬
َ ‫َف‬ َ ‫ش ْه ِر‬ َ ‫ظ ِم فِي لَ ْيلَ ِة النِصْفِ مِ ْن‬َ ‫إِ ٰل ِهي بِالت َّ َجلِي ْاْل َ ْع‬
َّ‫سل َم‬ َ ‫علَى ل ِل ِه َو‬
َ ‫صحْ بِ ِه َو‬ َ ‫علَى‬
َ ‫سيِ ِدنَا ُم َح َّمد َو‬ َ ‫صلى هللاُ تَعَالَى‬ َّ َ
َ ‫ َو‬.‫ع ُّز ْاْل ْك َر ُم‬َ ‫ إِنَّكَ أ ْنتَ ْاْل‬، ‫ َو َما أ َ ْنتَ بِ ِه أ ْعلَ ُم‬، ‫َو َما َال نَ ْعلَ ُم‬
َ َ َ

Selanjutnya, Syekh Abdullah membahas tentang penentuan nasib manusia yang terjadi pada malam Nisfu
Sa’ban, tentang ampunan Allah yang turun, beberapa perbuatan dosa besar dan pembahasan terakhir
mengenai praktik shalat yang dilakukan masyarakat saat malam Nisfu Sya’ban. Terkait shalat khusus yang
dilakukan pada malam Nisfu Sya’ban, menurut Syekh Abdullah, adalah bersumber dari hadis-hadis palsu
(maudhu’) dan tidak boleh diamalkan. Di antara hadis itu adalah,

‫عش ََرة لَم يخ ُرجْ حتى يَ َرى َمقع َده‬


َ ‫ش ِف َع فِ ْي‬ ْ ِ‫عش ََر َر ْكعَة يِ ْق َرأ ُ ف‬
ُ ‫ي ُك ِل َر ْكعَة ثََلَثِيْنَ َم َّرة قُ ْل ه َُو هللاُ أ َ َح ٌد‬ َ ‫صلَّى لَ ْيلَةَ النِصْفِ مِ ْن‬
َ ‫ش ْعبَانَ ثِ ْنت َ ْي‬ َ ‫َم ْن‬
‫من الجن ِة‬
Artnya: “Siapa yang shalat pada malam nishfu Sya’ban 12 raka’at, pada setiap raka’at ia membaca ‘Qul
Huwallâhu Ahad’ tiga puluh kali, niscaya ia tidak akan meninggal dunia sebelum diperlihatkan surga
baginya.” Setelah penguraian semua itu, Syekh Abdullah meringkasnya di akhir risalah sepanjang tiga
halaman dan ditutup dengan syair pujian untuk keluarga Nabi Muhammad saw sebanyak 23 bait.

Anda mungkin juga menyukai